Anda di halaman 1dari 4

Konsep Hilir Dengan Agrowisata Kampung Cokelat Sebagai Upaya Percepatan

Siklus Industri Kakao di Kabupaten Blitar

Oleh

Belqis Yasmien (171910501043)

Betarisma Putri Y (171910501047)

Regie Firmansyah (171910501039)

Wulida Putri Romadona (171910501041)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

UNIVERSITAS JEMBER

2019
Produk cokelat saat ini sangat digemari oleh berbagai kalangan di Indonesia, dari
yang olahan padat hingga cair dan dengan cita rasa pahit hingga manis. Cokelat sendiri
merupakan olahan dari biji tanaman kakao (Theobroma cacao). Indonesia diketahui
sebagai negara nomor 3 dengan produktifitas kakao tertinggi di dunia. Dengan begitu
banyak perkebunan tersebar di seluruh Indonesia, salah satunya adalah di daerah Blitar
yang merupakan daerah penghasil kakao ketiga terbesar di Jawa Timur. Dilansir dari
data Badan Pusat Statistik Kabupaten Blitar tahun 2017, perkebunan kakao di
Kabupaten Blitar sudah dikembangkan dengan total produktivitas kakao sebesar
1.987,17 kg/ha/th dengan luas lahan 4.302,51 Ha. Saat ini biji kakao dari Blitar diekspor
ke Malaysia, Singapura dan China.

Blitar utara dan selatan adalah daerah yang cocok di tanami kakao di
dikarenakan struktur tanahnya terdiri dari lempung liat berpasir dengan 30% - 40% fraksi
liat, 50% pasir dan 10% - 20% debu. Susunan demikian akan mempengaruhi
ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah. Struktur tanah yang remah dengan agregat
dapat menciptakan gerakan air dan udara didalam tanah sehingga menguntungkan bagi
akar. Kesuburan tanah juga menjadi faktor cocoknya Kakao dibudidayakan di
Kabupaten Blitar karena adanya Gunung Kelud yang masih aktif serta banyaknya aliran
sungai yan sukup memadai. Gunung yang lebar berfungsi sebagai sarana penyebaran
zat- zat hara yang terkandung dalam material hasil letusan gunung api.

Kakao sebagai bahan dasar pembuatan cokelat bubuk, bagian yang digunakan
untuk menghasilkan cokelat bubuk adalah biji kakao. Biji buah kakao yang telah
mengalami fermentasi dijadikan serbuk yang disebut cokelat bubuk. Cokelat dalam
bentuk bubuk tersebut banyak dipakai sebagai bahan berbagai macam olahan makanan
maupun minuman, seperti roti, selai, permen, eskrim, susu, sereal, dan lain-lain. Kakao
memiliki tiga varietas yang umum untuk dibudidayakan, yaitu Criollo, Forastero dan
Trinitario.

Di Blitar varietas kakao yang dibudidayakan adalah varietas Criollo, dimana


Criollo dikenal sebagai kakao mulia karena mampu menghasilkan biji berkualitas tinggi
dengan cita rasa yang khas serta hampir tidak terdapat kepaitan pada rasanya. Terdapat
beberapa ciri dari varietas kakao ini yaitu pertumbuhan kurang kuat dan produksinya
relatif rendah, masa berbuah lambat, peka terhadap serangan hama dan penyakit, ujung
buah umumnya berbentuk tumpul, sedikit bengkok, dan tidak memiliki bottle neck, tiap
buah berisi 30-40 biji dengan bentuk biji agak bulat dan saat buah berwarna merah pada
umumnya, apabila matang berubah menjadi oranye.
Pengolahan kakao di Blitar termasuk ke dalam sebuah proses industri dimana
telah memenuhi kata kunci dari pertanian industrial yaitu given input menjadi desired
output. Dimana terjadi pembudidayaan tanaman komoditas, pengolahan bahan baku
menjadi setengah jadi maupun jadi, lalu di distribusikan. Dalam proses pertanian
industrial ini memerlukan skill, teknologi dan manajemen untuk menambah added value.
Dilakukan sebagai kegiatan ekonomi dengan orientasi profit. Industri kakao di Blitar
tergolong pada industri sederhana atau tradisional untuk proses dari hulu hingga hilir.
Untuk tahap hilir sebagian besar masih merupakan industri rumahan yang dipasarkan
pada suatu sentra olahan.

Gambar : Proses Hulu Hingga Hilir Cokelat, ((kiri) pengeringan biji kakao, (kanan)
pembuatan cokelat siap makan))
Sumber : http://www.trubus-online.co.id
Hulu pada industri kakao di Blitar yaitu memanfaatkan lahan seluas 4.302,51 Ha
yang menghasilkan 1.987,17 kg/ha/th kakao. Pada umumnya kegiatan industri pertanian
di Blitar umumnya menerapkan sistem budidaya tradision al yaitu memakai sumber
benih lokal, minimum dalam hal pemberian input produksi dan pengelolaan budidaya,
terutama pemangkasan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Keterbatasan
informasi teknologi budidaya yang dimikili petani menyebabkan keterampilan petani
rendah. Sebagian besar petani di Blitar belum melakukan pengolahan biji kakao sesuai
standar fermentasi yaitu 5-6 hari melainkan hanya 1-2 hari saja dengan menggunakan
kotak kayu, keranjang bambu yang ditutup daun pisang atau menggunakan karung
plastik tetapi ada juga petani yang tidak melakukan proses fermentasi. Dalam
pengeringan biji kakao masih secara alami yaitu dengan menjemur biji di bawah sinar
matahari. Dalam pemasaran biji kakao, sebagian besar di Blitar tidak melakukan sortasi
untuk memisahkan biji kakao bermutu baik (bernas dan tidak berjamur) dengan biji
kakao bermutu rendah (biji kepeng, biji pecah dan biji berjamur) serta komponen lain
(sampah). Pemasaran biji kakao tanpa fermentasi, berkadar air tinggi dan tanpa sortasi
(unsorted) tersebut umumnya selain dipengaruhi oleh terbatasnya informasi mengenai
mutu biji kakao yang diinginkan oleh konsumen juga dipengaruhi oleh adanya kebutuhan
keluarga petani yang memerlukan perputaran uang secara cepat.

Salah produsen produk hilir pada industri kakao di Blitar yaitu di produksi oleh
CV. Guyub Santoso. CV. Guyub Santoso memproduksi bijinkakao kering dan
memproduksi olahan cokelat sejak 2013 dengan produk bermerk GuSant, minuman
cokelat dan permen cokelat. Dengan kapasitas produksi per tahun 1800 ton pertahun,

Gambar : Kampung Cokelat, Blitar


Sumber : http://www.trubus-online.co.id
kapasitas produksi biji kakao bisa mencapai 540 ton per bulanatau 5 ton per hari. Untuk
distribusi hasil hilir kakao di Blitar yang di kelola oleh CV. Guyub Santoso, dipasarkan
selain keluar Blitar dengan mobilisasi darat, terdapat pula sebuah agrowisata yang
bernama “Kampung Cokelat”. Kampung Cokelat sendiri mengenalkan proses industri
cokelat mulai dari penanaman, jenis kakao, cara mengolah kakao menjadi cokelat dan
berbagai produk olahannya yang langsung dapat dinikmati di café yang telah disediakan.

Dengan adanya konsep agrowisata ini, diharapkan pendapatan dan siklus dari
agroindustri di Blitar semak in baik dan perputarannya meningkat. Agrowisata ini
membawa dampak posistif bagi masyarakat sekitar dan petani-petani kakao. Manfaat
yang dirasakan masyarakat sekitar yaitu pemasukan melalui penyewaan halaman untuk
lahan parkir dan menjual jajanan ringan di pinggir jalan sekitar Kampung Cokelat dan
untuk petani yaitu diharapkan perputaran modal semakin cepat seiring dengan demand
yang bertambah pula.

Anda mungkin juga menyukai