Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Pirometallurgi
dengan judul “Iron Making”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pengampuh mata kuliah Pirometallurgi Pak Emsal Yanuar yang telah membimbing kami
dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Sumbawa, 20 Desember 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................

KATA PENGANTAR...........................................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................

1.1 Latar Belakang...............................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................

1.3 Tujuan............................................................................................................

1.4 Manfaat..........................................................................................................

BAB II TIJAUAN PUSTAKA..............................................................................

2.1 Pirometalurgi.................................................................................................

2.2 Besi ....................................................................................................

2.3 Pig Iron..........................................................................................................

2.4 Reduksi Langsung............................................................................................

2.5 Blast Furnace..................................................................................................

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................

3.1 Material............................................................................................................

3.2 Proses Pirometalurgi Pada Pig Iron.................................................................

3.2.1 Pretreatment (Pelletizing).......................................................................

3.2.1.1 Aglomerasi.................................................................................

3.2..1.2 Indurasi......................................................................................

3.3. Reduksi Bijih Besi (Blast Furnace).........................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Besi mentah (pig iron) merupakan produk utama dari dapur tinggi yang diproses
secara kimiawi dari bijih besi (iron ores) melalui peleburan dan pemanasan dari bahan bakar
kokas, oleh karenanya tidak mengherankan jika pig iron merupakan paduan kompleks dari
berbagai unsur dimana selain unsur-unsur bawaan dari iron ores itu sendiri, metode yang
dilakukan dalam prosesnya pun menghasikan molekul-molekul baru akibat senyawa kimia
dari unsur-unsur yang telah tersedia, dimana besi mentah (pig iron) yang dihasilkan dari
dapur tinggi ini mengandung tidak kurang dari 10% unsur-unsur paduan dalam kondisi
senyawa ditambah dengan unsur-unsur bebas yang terkandung pada setiap berat atom-nya
dan masing-masing unsur ini memiliki pengaruh besar terhadap sifat bahan tersebut. Untuk
itu maka proses pemurnian dari besi mentah ini merupakan proses yang sulit dan rumit. Pig
iron merupakan bahan dasar dari cast iron, setelah bijih besi direduksi menghasilkan pig iron,
kemudian pig iron dituang kedalam tanur tinggi untuk diproses menjadi cast iron (besi tuang).
Pemanfaatan dari pig iron tidak terlalu luas, karena pig iron merupakan bahan mentah dan
harus dilakukan treatment selanjutnya untuk dihasilkan suatu produk yang dapat
dimanfaatkan atau diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pig iron dapat diproduksi melalui proses pirometalurgi menggunakan blast furnace,
sebelum masuk pada proses blast furnace pada proses pirometalurgi diawali dengan proses
pre-treatment diantaranya sebagai berikut. Pertama proses pelletizing, merupakan
penyesuaian kelimpahan bahan halus dengan pembakaran ke bentuk pellet. Pelletizing
diabagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aglomerasi dan indurasi. Hasil dari proses pelletizing
ini berupa pellet (bijih besi). Kedua proses reduksi di dalam blast furnace, bahan dasar yang
digunakan untuk pembuatan pig iron dengan blast furnace antara lain pellet (bijih besi), cokes
(batu bara), dan batu kapur. Batu bara dibakar sebagai bahan bakar untuk memanaskan
furnace (tanur). Setelah terbakar, batu bara menghasilkan karbon monooksida (CO) dan
bereaksi dengan oksida besi dalam bijih besi dan mereduksinya menjadi logam besi, berikut
persamaannya :
Fe 2 O 3 + 3CO → 3CO 2 + 2Fe

Batu kapur dalam furnace digunakan sebagai unsur tambahan pada karbon
monooksida serta sebagai flux (unsur penambah) dan bereaksi dengan unsur ikutan
silika yang ada dalam bijih besi, untuk membentuk kalsium silikat. Tanpa batu
kapur, silikat besi akan dibentuk dengan hasil sebagian logam besi yang hilang.
Kalsium silikat ditambah unsur ikutan yang lain membentuk slag dan mengapung
pada bagian atas logam cair pada bagian atas furnace. Pig iron, hasil dari blast
furnace mengandung besi sekitar 92% , karbon 3 -4%, silikon 0,5-3%, mangan
0,25-2.5%, fosfor 0.04-2%, dan tidak ada kandungan sulfur. Ciri fis ik blast
furnace terdiri dari baja silindris berdinding lurus dengan refraktori yang
merupakan bahan non metalik seperti halnya batu tahan api. Dinding berbentuk
tirus pada bagian atas dan bawah , serta melebar pada sekitar seperempat dari
bagian bawah. Bagian kecil dari furnace disebut bosh, yairu perangkat dengan
beberapa pipa terbuka (tuyeres) yang mana udara dihembuskan dengan kuat. Dekat
dengan bagian bawah bosh, adalah lubang yang dilewati untuk mengalirkan besi
cair ketika dapur ditap (dikuras). Diat as lubang tapi berada dibawah tuyeres,
adalah lubang yang digunakan untuk mengalirkan slag. Bagian atas furnace, yaitu
ketinggian sekitar 27 m (sekitar 90 ft), terdiri dari ventilasi untuk membuang gas,
dan sepasang ho[[er berbentuk berbentuk bulat, dekat dengan katup bentuk bell
dimana pengisi dimasukkan ke dalam furnace. Material dibawa menuju hopper
dengan dump truk kecil atau skip, yaitu dinaikkan dengan tali penghubung. Blast
furnace dioperasikan secara terus menerus, bahan baku dimasukkan ke dalam
furnace dan dibagi ke dalam beberapa bagian setiap interval 10 -15 menit. Slag
turun dari bagian atas cairan setiap 2 jam sekali, dan besi cair dengan sendirinya
turun atau dikuras 5 kali dalam sehari. Udara digunakan untuk mensuplai
hembusan dalam blast furnace, yaitu dipanaskan sampai temperatur antara 540 o C –
870 o C (sekitar 1.000 o F – 1.600 o F). Pemanasan dilakukan dalam stove, yaitu
silinder yang tersusun atas jaringan batu tahan api. Batu tahan api dalam stove
dipanaskan selama beberapa jam dengan pembakar an gas blast furnace, sisa gas
dari bagian atas furnace, berat udara digunakan dalam pengoperasian ini melebihi
tital berat bahan baku lain yang digunakan. Berdasarkan uraian latar belakang
tersebut, akan dilakukan penelitian reduksi bijih besi menjadi pig iron dengan
metode pirometalurgi menggunakan blast furnace.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
a. Bagaimana cara atau metode pirometalurgi pada produksi bijih besi (Fe) ?
b. Bagaimana tahapan, reaksi, dan perhitungan yang terjadi pada proses produksi bijih
besi ?

1.3 Tujuan Makalah


Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui cara atau metode pirometalurgi pada produksi besi (Fe)
b. Untuk mengetahui tahapan, reaksi, dan perhitungan yang terjadi pada proses produksi
besi ?

1.4 Manfaat Makalah


Manfaat dari makalah ini adalah sebagai bahan ilmu mengenai aplikasi pirometalurgi
pada ekstraksi besi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pig Iron

Pig iron (Gambar 1) adalah paduan besi dengan karbon (sekitar 4,5%), silikon,
mangan, sulfur, fosfor dan elemen lainnya. Ini dihasilkan oleh reduksi oksida besi, dalam
keadaan cair, dalam tanur tiup. Istilah ini biasanya juga mengacu pada produk cair yang
dihasilkan oleh peleburan reduksi, diproduksi tanpa tungku blast dan tanpa kokas.Besi kasar
dibagi menjadi besi pig pembuatan baja, yang dimaksudkan untuk diproses lebih lanjut
menjadi baja dengan berbagai proses pemurnian, dan besi celemek pengecoran, dari mana
besi cor diproduksi dengan pencairan ulang. Pig Iron dimanfaatkan sebagai bahan dasar dari
produksi baja (melalui proses pemurnian) dan sebagai bahan dasar produksi besi-besi
komersial ( melalui proses casting).

Gambar 1. Pig Iron

2.2 Pirometalurgi
Pada dunia metalurgi, secara umum terdapat 3 proses pemisahan yang melibatkan
reaksi kimia yaitu pirometalurgi, hidrometalurgi, dan elektrometalurgi. Pada proses
pirometalurgi memerlukan reaktor khusus (furnace) yang bergantung pada fase (padat / cair /
gas) yang secara umum melibatkan suhu. Berbagai proses unit pirometalurgi yang sering
dilakukan adalah kalsinasi, pemanggangan (roasting), peleburan, penyulingan, distilasi dll.
Metode pirometalurgi pada produksi logam merupakan metode yang murah dan cocok untuk
produksi dalam jumlah besar. Beberapa macam logam yang dapat diekstraksi menggunakan
metode pirometalurgi adalah besi, zinc, tembaga, magnesium, aluminium, dll (Kumar, 2010).
Gambar 2. Proses Pirometalurgi pada Pig Iron

Proses pirometalurgi di dalam blast furnce ditunjukkan pada Gambar 2. Sekitar 94%
produksi besi kasar di dunia dibuat melalui proses reduksi di dalam tanur tinggi. Pada proses
ini, material yang dimasukkan adalah bijih besi yang sudah dimurnikan (Fe2O3), batubara,
dan batu kapur (limestoine, CaCO3). Untuk memproduksi satu ton besi cair , sekitar 1.600 kg
bijih besi dan 90-120 kg batu bara dimasukkan ke dalam tanur tinggi secara berlapis-lapis.
Dari bagian bawah tanur tinggi, udara panas bertekanan (dengan kisaran suhu 1.150-1.250
o
C) dihembuskan.

2.2.1 Pelletizing

Pelletizing adalah penyesuaian kelimpahan bahan halus dengan pembakaran ke


bentuk pelet. Dengan demikian, juga sifat bahan pelletized secara substansial berubah.
Muatan untuk pelletisasi tidak mengandung bahan bakar bahkan pada pemadatan suhu tinggi.
Gas umumnya digunakan sebagai bahan bakar. Produksi pelet terdiri dari 2 tahap:

o Pembentukan pelet mentah


o Pengerasan pelet, yang bisa menjadi suhu tinggi (terbakar) atau suhu rendah (kimia-
katalitik) dengan menggunakan agen pengikat.

Pelet mentah dibentuk di drum pelletizing atau dalam pelletizing disk. Drum pelletizing
memiliki produktivitas yang lebih tinggi tetapi mereka membutuhkan penyortiran produk.
Gaya kapiler dan gaya pengikatan agen ikatan adalah kekuatan pengikat yang sangat penting
dalam pelletizing. Tanaman pelletizing biasanya mendaur ulang limbah debu mereka sendiri
tanpa masalah. Namun demikian, mereka peringkat di antara pencemar udara yang signifikan
karena mereka adalah teknologi yang bekerja dengan bahan berbutir sangat halus dan mereka
menggunakan pembakaran gas alam sebagai sumber energi. Pelletization sebagai teknologi
kompleks saat ini tidak digunakan secara industri di Republik Ceko (pelet diimpor dari luar
negeri).
Gambar 3. Proses Pelletizing

2.2.1.1 Aglomerasi

Aglomerasi, atau bijih besi sintering, adalah untuk memanaskan campuran aglomerasi
debu (bagian bijih, bahan bakar, aditif) ke suhu seperti itu yang permukaan setiap butir
muatan mulai mencair dan lelehan terbentuk menciptakan jembatan cair antara biji-bijian,
yang, setelah pemadatan, memastikan pembentukan material berpori padat -
aglomerat.Sebuah muatan untuk produksi aglomerat terdiri dari bijih aglomerasi dengan
ukuran butir di bawah 10 mm, kokas dengan ukuran butir di bawah 3 mm dan aditif alkalin
ukuran butir di bawah 3 mm. Lapisan permukaan atas dinyalakan setelah pencampuran dan
pra-pelletizing campuran, zona pembakaran dan sintering dibuat (depan pembakaran), yang
bergerak menuju jeruji karena aliran udara yang terhisap dan di lapisan, ada terbentuk zona
yang berbeda , lihat Gambar 3. Ketika bagian depan pembakaran mencapai parut, proses
produksi aglomerat selesai.

Gambar 4. Proses Aglomerasi


2.2.1.2 Indurasi

Indurasi merupakan proses pemanasan terhadap produk hasil aglomerasi atau green
pellet pada temperatur 1.200 oC. Indurasi dilakukan didalam dapur pemanas yang disebut
dengan indurator. Produk dari tahap indurasi ini disebut sebagai burnt pellet atau bakar.

2.2.2 Blast Furnace

Blast Furnace, atau secara umum disebut Dapur Tinggi adalah sebuah alat berukuran
besar dan tinggi, yang merupakan proses awal dimana bijih besi diolah dan diproduksi yang
kemudian dijadikan sebagai bahan dasar untuk pembuatan baja-baja dan atau besi-besi.
Secara umum, blast furnace ini berfungsi untuk mengolah bijih besi yang kemudian menjadi
besi kasar. Besi kasar yang dihasilkan oleh blast furnace diolah kembali kedalam dapur selain
blast furnace, untuk dijadikan baja atau baja tuang juga besi tuang.
Funace dan dimensinya disesuaikan dengan teknologi proses. Bagian bawah silinder
dari furnace tersebut disebut perapian, dimana pig iron dan slag terakumulasi dan secara
berkala dibuang melalui lubang tap. Tuyeres yang dilewati udara panas dan bahan bakar
tambahan ditiup hingga ke bagian atas perapian. Sebuah perapian berlanjut di sebuah bosh
yang memiliki bentuk frustoconical dengan basis atas yang lebih luas. Bentuk bosh
memastikan defleksi yang diperlukan dari aliran gas panas dari daerah oksidasi lapisan
tungku yang sebaliknya akan hancur secara prematur. Jalur mulus bosh ke poros dipastikan
oleh perut. Sebuah poros yang memiliki bentuk frustoconical, resp. bentuk dua kerucut
terpotong adalah bagian yang paling produktif dari tanur tiupan. Pemanasan awal bahan baku,
dekomposisi karbonat dan reduksi tidak langsung berlangsung di zona kohesif. Bagian atas
tungku disebut throat dan berfungsi untuk mengisi tungku dengan muatan dan untuk
mengeluarkan gas pengisian dari tungku.

Gambar 5. Diagram Blast Furnace


Gambar 6. Proses pada Blast Furnace

2.2.2.1 Reduksi Tidak Langsung

Reduksi tidak langsung ialah proses reduksi di dalam blast furnace dimana gas
reduktor tidak dimasukkan secara langsung ke dalam tanur tinggi, tetapi dihasilkan dari
proses didalam tanur tinggi (blast furnace). Proses ini dilakukan dengan menggunakan tungku
pelebur yang disebut juga tanur tinggi (blast furnace). Biji besi hasil penambangan
dimasukkan ke dalam tanur tinggi tersebut dan didalam tanur tinggi dilakukan proses reduksi
tidak langsung yang cara kerjanya yaitu bahan bakar batu bara yang telah dikeringkan
(kokas) dengan kandungan karbon (C) diatas 80%, tidak hanya berfungsi sebagai bahan
bakar, tetapi juga berfungis sebagai pembentuk gas CO yang berfungsi sebagai reduktor.
Untuk menimbulkan proses pembakaran maka ke dalam tanur tersebut ditiupkan udara
dengan menggunakan blower, sehingga terjadi proses oksidasi sebagai berikut:

Gas CO yang terjadi dapat menimbulkan reaksi reduksi terhadap biji yang dimasukkan ke
dalam tanur tersebut. Sedangkan panas yang ditimbulkan berguna untuk mencairkan besi
yang telah tereduksi tersebut. Untuk mengurangi kotoran-kotoran (impurity) dari logam cair,
ke dalam tanur biasanya ditambahkan sejumlah batu kapur (limestone). Batu kapur tersebut
akan membentuk terak (slag) dan dapat mengikat kotoran-kotoran yang ada didalam logam
cair. Karena berat jenis terak lebih rendah dari berat jenis cairan besi maka terak tersebut
berada dipermukaan logam cair sehingga dapat dikeluarkan melalui lubang terak.
Gambar 7. Proses Reduksi Langsung
2.2.2.2 Fuel ( Bahan Bakar)

Bahan bakar dalam proses reduksi bijih besi merupakan material yang akan diubah
menjadi gas reduktor melalui reaksi di dalam blast furnace, dalam hal ini material yang
digunakan sebagai bahan bakar reduksi yaitu batubara (kokas). Dalam blast furnace, kokas
tidak hanya bertindak sebagai bahan bakar tetapi juga sebagai reduktor, karburator dan
kerangka pendukung. Suatu bagian dari kokas tanur tinggi dapat diganti dengan bahan bakar
dalam keadaan cair atau gas, ditiup oleh tuyeres ke dalam perapian tanur tinggi (minyak, gas
alam, tar, dll.). Tingkat penggantian kokas dengan bahan bakar yang disuntikkan tergantung
pada kesukaan ekonomis dan pada faktor teknologi. Kokas blast furnace harus memiliki nilai
kalor tinggi, kekuatan yang cukup (MICUM, CSR), mudah terbakar yang cukup, reaktivitas
(CRI), suhu pengapian dan lumpiness optimal.

2.2.2.3 Slag
Slag (gambar 8) adalah produk sampingan menyerupai kaca yang tersisa setelah
logam yang diinginkan telah dipisah (yaitu, dilebur) dari bijih bahan baku logam tersebut.
Unsur dan senyawa yang tidak berkurang masuk ke dalam terak. Komponen alkali (batu
kapur dan dolomit) yang membentuk terak saat melewati fase cair untuk mengikat komponen
tailing yang bersifat asam secara permanen dari bijih dan pengotor yang tidak diinginkan
lainnya, kami anggap sebagai fluks. Fluks memastikan pembentukan terak tanur tinggi
dengan komposisi kimia yang optimal dan dengan sifat teknologi yang optimal. Batu kapur,
batu kapur dolomit dan dolomit adalah fluks yang paling umum digunakan.

Gambar 8. Slag

2.2.2.4 Material Balance


Material balance adalah perhitungan aliran material dalam suatu sistem. Blast furnace
pada dasarnya adalah reaktor arus kontinu di mana muatan turun dipanaskan dan bereaksi
dengan gas yang naik, berasal dari pembakaran karbon di tuyere. Biaya terdiri dari sinter besi
/ pelet + kokas dan batu kapur. Selama penurunan, oksida besi direduksi menjadi FeO dan
batu kapur didekomposisi menjadi CaO dan CO2. Pembakaran kokas pada tingkat tuyere
dengan udara meningkatkan suhu di antaranya 1800oC hingga 2100oC dan melelehkan terak
dan logam. Pengurangan FeO menjadi Fe dan peleburan besi dan pembentukan logam panas
dan terak dimulai begitu material turun ke wilayah bosh. Reaksi reduksi berikut terjadi:

SiO2 + 2C → Si + 2CO
MnO + C → Mn + CO
P2O5 + 5C → 2P + 5CO
FeO + C → Fe + CO

Gas-gas yang sebagian besar terdiri dari CO dan N2 dan beberapa H2, berasal dari uap air,
naik melalui muatannya. Perpindahan panas terjadi ketika gas naik ke atas dan secara
bersamaan reduksi ke Fe terjadi. CO2 yang dihasilkan dengan cepat bereaksi dengan C dan
menghasilkan CO CO2 + C → 2CO

Reaksi lebih lanjut antara CO dan oksida besi yang lebih tinggi akan menghasilkan CO2 yang
terakumulasi dalam gas naik. Isi CO2 meningkat dengan dekomposisi CaCO3

CaCO3 → CaO + CO.

sekitar 950oC. Gas keluar mungkin mengandung rasio CO⁄CO3 mendekati satu dan
meninggalkan tungku sekitar 500–600 K.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Material

Material yang digunakan dalam proses reduksi ini, antara lain bijih besi yang sudah
dimurnikan (Fe3O4) 1.000 kg, batu bara 155 kg, dan batu kapur (CaCO3) 20 kg. Kemudian
furnace yang digunakan adalah furnace Merk Kurashiki dari Kawasaki Steel, Japan.

3.2 Proses Pirometalurgi Pada Produksi Pig Iron

Dalam produksi pig iron, terdapat beberapa tahap seperti Pretreatment, Blast Furnace, Pig
Iron.

Pretreament • Raw Material

• Pelllet
Blast • limestone
Furnace • coal

Pig Iron

Gambar 2.2 Tahapan Produksi Pig Iron

Dalam produksi Pig Iron terdapat reaksi yaitu :


Fe2O3(bijih besi) + 3CO → Fe3O4 + CO2
Fe3O4 + CO → FeO + CO2
FeO + CO → Fe + CO2
CO2 + C → CO

3.2..1 Pretreatment (Pelletizing)

Produk (pellet) pada Pretreatment melibatkab beberapa proses, diantaranya :


Aglomerasi konsentrat dan Indurasi.
konsentrat aglomerasi green pellet
indurasi
pellet

a. Aglomerasi

Tahap aglomerasi merupakan proses pembentukan bola-bola kecil berukuran


antara 8-25 mm dari serbuk konsentrat/bijih/mineral. Pellet hasil aglomerasi ini
disebut sebagai green pellet.

b. Indurasi

Indurasi merupakan proses pemanasan terhadap produk hasil aglomerasi atau


green pellet pada temperatur 1.200℃. Indurasi dilakukan didalam dapur pemanas
yang disebut dengan indurator. Produk dari tahap indurasi ini disebut sebagai burnt
pellet atau pellet bakar.

3.3 Reduksi Bijih Besi

Pada proses ini digunakan proses reduksi tidak langsung dilakukan di dalam tanur
tinggi (blast furnace), material yang dimasukkan adalah bijih besi/pellet (Fe2O3), batubara,
dan batu kapur (CaCO3). Untuk memproduksi satu ton besi cair (pig iron), sekitar 1.600 kg
bijih besi dan 120 kg batubara dimasukkan ke dalam tanur tinggi secara berlapis-lapis. Dari
bagian bawah tanur tinggi, udara panas bertekanan (dengan kisaran suhu 1.600 oC)
dihembuskan. Akibatnya, terjadi reaksi di dalam tanur tinggi antara bijih besi, batubara, dan
udara panas.
Di dalam shaft terjadi reaksi CO dengan bijih besi melalui persamaan:
> 450℃ 3Fe2O3 + CO → 2 Fe3O4 + CO2
> 600℃ Fe3O4 + CO → 3 FeO + CO2
> 700℃ FeO + CO → Fe + CO2
FeO + C → Fe + CO
terjadi disosiasi kapur:
CaCO3 → CaO + CO2
FeS + CaO + C → CaS + FeO + CO

Pig iron yang


mengandung 3-4%
carbon
Furnace
pellet temperatur
1.600 oC Slag berupa gas dan
lelehan lain
BAB 4
HASIL DAN PEBAHASAN

4.1 Hasil dari proses Pelletizing


4.1.1 Hasil Proses Aglomerasi
Tujuan dari proses aglomerasi yaitu proses pembentukan/penggumpalan
mineral/biji berbentuk bola-bola kecil agar mudah dipindah tempat dan memiliki
sifat-sifat yang dapat memenuhi kebutuhan sifat metalurgis. Hasil dari proses
aglomerasi akan digunakan pada proses selanjutnya yaitu proses indurasi. Setelah
dilakukan proses aglomerasi/penggumpalan mineral/bijih didapatkan partikel
berbentuk bola kecil-kecil dengan ukuran 8 – 25 mm yang biasa disebut green pellet.
Kemudian green pellet yang sudah kering diumpankan ke proses indurasi.

4.1.2 Hasil Proses Indurasi


Tujuan utama dari tahapan indurasi adalah untuk mendapatkan pellet yang
memiliki sifat-sifat metalurgis seperti sifat mekanik dan sifat reduksi. Sifat mekanik
diperlukan agar pellet tahan terhadap beban mekanik selama proses berikutnya.
Sedangkan sifat reduksi diperlukan untuk mempermudah terjadinya proses reduksi
selama di dalam tanur tinggi.
Pada tahap ini terjadi reaksi antara oksigen yang terkandung dalam udara
dengan senyawaa yang terdapat dalam gren pellet. Kandungan air dan senyawa-
senyawa yang mudah terbakar akan terlepas. Dengan oksigen berlebih ini mineral besi
yang semula Magnetite (Fe3O4) dapat berubah menjadi Hematite (Fe2O3). Pada
proses indurasi ini didapatkan produk yang disebut burnt pellet atau pellet bakar.

4.2 Hasil dari proses Reduksi Bijih Besi

Pada proses reduksi bijih besi yang dilakukan di dalam tanur tinggi (Blast Furnace)
terjadi reaksi sebagai berikut :
Fe2O3(bijih besi) + 3CO → Fe3O4 + CO2
Fe3O4 + CO → FeO + CO2
FeO + CO → Fe + CO2
CO2 + C → CO
Jika kita lihat reaksi atau persamaan diatas tampak bahwa gas reduktor CO dihasilkan dari
reaksi antara batu bara dan udara panas. Jadi, gas reduktor tidak dimasukkan secara langsung
ke dalam tanur tinggi, tetapi dihasilkan dari proses di dalam tanur tinggi. Oleh karena itu,
proses ini dikenal dengan proses reduksi tidak langsung.

Gas reduktor CO kemudian mereduksi bijih besi secara bertahap sehingga menjadi Fe
(besi) dalam keadaan cair, karena reaksinya bersifat eksotermis. Gas CO yang dihasilkan dari
reaksi reduksi bijih besi ini akan bereaksi kembali dengan batu bara menjadi gas CO. Batu
kapur yang ditambahkan akan bereaksi kembali dengan pengotor-pengotor yang ada di dalam
bijih besi membentuk terak (slag) yang akan mengapung di atas besi cair karena berat
jenisnya yang lebih rendah.
Komposisi Pig Iron

Unsur Komposisi (%)


Fe 92,7
C 4,0
Si 2,0
P 0,9
Mn 0,4
Total 100

Material yang dihasilkan dari tanur tinggi adalah besi cair yang sering disebut dengan pig
iron pada suhu 1.530℃. Untuk setiap ton besi cair, biasanya terdapat sekitar 300 Kg terak,
yang setelah dingin dapat dihancurkan dan dapat dipakai sebagai bahan pencampur semen.
Besi cair mengandung 3-4% karbon, yang kemudian dituangkan ke dalam torpedo car, dan
langsung mengalami proses hot metal pre-treatment untuk mengurangi kadar fosfor
(defosforisasi) dan dikirim ke proses pemurnian baja, untuk diturunkan kadar karbonnya.

Komposisi Slag

Senyawa Komposisi (%) Kg


SiO2 34,09 189,97
FeO 1,08 6,00
Al2O3 16,92 94,30
MnO 0,90 5,04
P2O5 1,50 8,40
MgO 4,14 24,53
CaO 41,10 229,00
Total 100 557,24

4.3 Material Balance

a. Pelletizing

Pada tahapan ini terjadi reaksi antara oksigen yang terkandung dalam udara dengan
senyawa yang terdapat dalam green pellet.

Fe3O4 + 0.75 O2 + 2H → 1,5 Fe2O3 + H2O


1.000 kg 1.200 oC 1.000 kg

Kandungan air dan senyawa-senyawa yang mudah terbakar akan terlepas. Dengan
oksigen berlebih ini mineral besi yang semula Magnetite (Fe3O4) dapat berubah menjadi
Hematite (Fe2O3). Setelah tahapan ini akan dihasilkan pellet yang memiliki sifat-sifat
metalurgis yang dibutuhkan.

b. Reduksi Bijih Besi

Kebutuhan kokas untuk peleburan dapat dihitung dari energi yang dibutuhkan untuk
melebur dan menaikkan temperature besi sampai 1.500℃. berdasarkan asas black :
“panas yang dilepaskan sama dengan panas yang diterima(dibutuhkan)”
𝐾𝑥𝑘
{ Hn(c)10 100 + ∆𝐻angin + ∆𝐻elemen } x 𝜂 = ∆𝐻Fe (𝛿℃)
Berdasarkan formulasi diatas maka secara teoritik dapat dihitung jumlah kokas yang
digunakan untuk melebur 1 (satu) ton besi dengan asumsi sebagai berikut :
K = kandungan karbon (C) dari kokas = 90%
∆𝐻angin = 0
∆𝐻elemen = 0
𝜂 = 30%
Temperature = 1500℃

Jadi : { 33.200 x 10 x Kk/100 x 0,3 } = 1398,391 x 103 Kk/100


karbon (C) Kg 33.200 = 1,398,391
C = 1,398,391/96,600
C = 14 Kg/100 Kg Fe atau Kg/1 ton Fe
Jika : k = 90%, maka : kokas =100/90 x 14 Kg atau 15,5 Kg/100 Kg Fe = 15,5%
Jadi secara teoritik dibutuhkan kokas sebanyak 15,5% untuk 1 ton besi.

Anda mungkin juga menyukai