Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PERMASALAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SECARA UMUM


DAN SOLUSINYA

OLEH :

SIITI NURTAMI

NIM : 1402907237

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2008
KATA PENGANTAR

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nsional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2005 Tentang Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) serta Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006 Tentang Standar

Kompetensi, Standar Isi, dan Standar Kelulusan, bahwa Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah dituntut mengembangkan dan melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan sesuai dengan kebijakan yang mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang

berlaku berikut panduan Pengembangan Silabus dan Program Pembelajaran dari

Kelas I sampai dengan Kelas VI sebagai acuan kerja bagi peserta didik di Sekolah

dasar pada umumnya.

Berdasarkan pengembangan silabus dan program pembelajaran Kurikulum

Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) bahasa Indonesia merupakan salah satu mata

pelajaran di Sekolah Dasar (SD). Disamping itu bahasa Indonesia juga sebagai satu

sajian bahan belajar yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan mencapai

tujuan pembelajaran. Dengan demikian sudah selayaknya apabila guru Sekolah Dasar

(SD) harus menguasai mata kuliah ini, karena bahasa Indonesia merupakan satuan

utuh alat komunikasi.

Oleh karena itu penulis mencoba membuat makalah tentang Memahami Kalimat

Tunggal sebagai Bahan Pembelajaran di Sekolah Dasar.

2
MEMAHAMI KALIMAT TUNGGAL SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN DI

SEKOLAH DASAR

I. Pendahuluan

Suatu tulisan atau karangan merupakan susunan dari paragraph-paragraf

yang terangkai atas kalimat-kalimat dengan baik, sehingga tulisan tersebut mudah

untuk diresapi maksudnya. Apalagi isi tulisan itu mengandung arti yang dalam bagi si

pembaca, maka tulisan yang bermakna tersebut menjadi bacaan yang enak untuk

dibaca.

Tulisan yang bermakna dalam akan kurang kebermaknaannya, manakala

disusun dengan kalimat-kalimat yang kurang bias dipahami. Antara lain karena

penyusunannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan

benar.

Kalimat-kalimat yang tersusun baik akan meluncur dari pemahaman yang

hendak dikemukakan, dan pemahaman akan penggunaan bahasa Indonesia yang baik

dan benar. Apabila hal tersebut tidak dipahami maka yang muncul tidak demikian

halnya. Mungkin hal itu disebabkan karena penguasaan berbahasa yang kurang

dipahami, dan kebiasaan-kebiasaan berbicara yang kurang memperhatikan susunan

kalimat serta penggunaan kosa kata secara efektif dan efisien.

3
Kiranya pemahaman berbahasa sangat perlu dibiasakan sejak dini, sejak di

bangku Sekolah Dasar (SD) atau bahkan mungkin sejak anak mulai dapat berbicara.

Pemahaman bahasa Indonesia di Sekolah Dasar terutama dalam hal membuat/

menyusun kalimat di kelas perlu kiranya guru mencermati setiap kalimat yang

disusun oleh setiap siswa. Hal ini penting bagi guru untuk dapat mengetahui sampai

sejauh mana penguasaan kosa kata siswa, pemahaman siswa dalam menangkap

perintah guru, dan keterampilan siswa menyusun kata-kata menjadi kalimat dengan

kaidah yang benar. Sehingga bagi siswa yang telah memahami semua itu akan dengan

mudah dan cepat untuk menyusun kalimat tersebut.

Dalam kegiatan berbahasa, kalimat yang digunakan hanya terdiri atas dua

ragam : kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Sedangkan pembahasan berikut hanya

akan menitik beratkan pada pembahasan kalimat tunggal.

4
II. Kalimat Tunggal dan Majemuk

Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) bahasa Indonesia


Sekolah Dasar terdapat beberapa istilah kalimat yang antara lain : “kalimat sederhana”
dan “kalimat luas’ serta “kalimat tunggal”, “kalimat majemuk”, “kalimat tak lengkap”,
dan sebagainya.

Bahan dasar pengajaran struktur sintaksis bahasa Indonesia di Sekolah dasar

adalah kalimat tunggal sederhana, dengan struktur fungsional yang berpola dasar, SP,

SPO, dan SPOK. Berikut ini adalah contoh-contoh kalimat seperti dimaksud :

A. 1. Budi menggambar, (SP)

2. Ani mengirim surat (SPO)

3. Kakak berbicara dengan Anto (SPK)

4. Adik mengambilkan saya buku (SPOK)

Kalimat-kalimat di atas termasuk dalam kalimat lengkap. Maksudnya,

kelengkapan makna kalimat itu sesuai dengan kelengkapan bentuk kalimatnya.

Kalimat-kalimat di atas, bila dibandingkan dengan kalimat di bawah ini :

a. Menggambar

b. Mengirim surat

c. Dengan Anto

5
d. Adik mengambilkan saya

Maka kalimat a, b, c, dan d adalah lengkap, kalimat a,b,c merupakan jawaban atas

pertanyaan :

a. Budi bagaimana ?

b. Ali memakai apa ?

c. Kakak bertemu dengan siapa ?

Jawaban singkat seperti dinyatakan pada ketiga kalimat di atas mudah untuk

dipahami. Hal tersebut menunjukkan bahwa makna kalimat lengkap, yang tidak

lengkap adalah bentuk segmentalnya, seperti halnya pada kalimat d, maka kalimatnya

lengkap. Orang lain harus dapat menyelesaikan kalimat seperti itu. Yang tidak lengkap

adalah kurangnya bentuk segmental dan intonasi akhir yang tidak menunjukkan

kesenyapan. Istilah “kalimat lengkap” atau “kalimat tidak lengkap” berdasarkan pada

makna dan bentuknya, berdasarkan segmental dan intonasi akhir. Kalimat sederhana

mempunyai struktur kalimat dengan bentuk yang lengkap. Kelengkapan bentuk kalimat

sederhana merupakan kelengkapan minimal, artinya bila unsure-unsur kalimat itu

dihilangkan, maka kalimat itu bukan kalimat sederhana.

Contoh :

-Budi

-Menulis

6
-Ani mengirim

-Ani surat

-Mengirim surat

-Kaka berbicara dengan

-Kaka berbicara Anton

-Kaka berbicara

-Adik mengambilkan saya

-Adik mengambilkan buku

-Adik mengambilkan

-dan sebagainya.

Sebaliknya, apabila ke dalam kalimat itu dimasukkan unsur-unsur tambahan

yang bias menduduki sebuah gatra kalimat, maka kalimat itu bukan kalimat sederhana,

melainkan menjadi “kalimat luas”.

Contoh :

B. 1. Budi menggambar taman (SPO)

2. Ani mengirim surat undangan (SPOK)

7
3. Tadi kaka berbicara dengan Anton (KSPK)

4. Adik sedang mengambilkan saya buku (SKPOK)

Dengan memasukkan unsure tambahan seperti contoh di atas, gatra kalimat

luas menjadi lebih banyak dari pada kalimat sederhana.

Contoh-contoh Kalimat Sedarhana dan Kalimat Luas

N0 Kalimat Sederhana Pola N0 Kalimat Luas Pola


A1 Budi menggambar SP B1 Budi menggambar taman SPO

A2 Ani mengirim surat SPK B2 Ani mengirim surat undangan SPOK

A3 Kaka berbicara dengan Anton SPO B3 Tadi kaka berbicara dengan KSPK

Anto
A4 Adik mengambilkan saya buku SPOK B4 SKPOK

Adik ingin mengambilkan saya

buku

Bertambahnya gatra pada kalimat luas disebabkan oleh adanya unsure

tambahan yang menduduki sebuah gatra kalimat.

Pada table di atas, struktur fungsional kalimat sederhana A2 (SPO) sama

dengan struktur fungsional kalimat luas B1 (SPO), demikian pula kalimat A4 dengan

kalimat B2 (SPOK). Dengan demikian kedua kalimat itu tidak berbeda.

Gatra yang berfungsi sebagai O pada A2 merupakan “gatra wajib”, artinya bila

gatra O tidak ada, maka A2 menjadi kalimat tak lengkap : Ani mengirim. O pada A2

8
mutlak harus ada. Pada A4 juga demikian, gatra K pada A4 merupakan gatra wajib yang

harus ada : Bila gatra wajib itu ditiadakan, kalimat itu menjadi tak lengkap pula : Adik

mengambilkan saya. Jadi semua gatra pada kalimat sederhana merupakan gatra wajib.

Tidak demikian halnya pada B1, gatra O yang berfungsi O merupakan : “gatra

pilihan” artinya : walaupun tidak ada gatra O pada B1, bentuk kalimat tetap ada, utuh,

atau merupakan kalimat lengkap : Budi menggambar. Keberadaan O sebagai gatra pilihan

disebabkan oleh gatra keterangan (GK) : menggambar, yang berfungsi P. GK tersebut

bias diikuti GP yang berfungsi O, misalnya : makan, minum, mandi, pergi, dan

sebagainya. Bila kata-kata tersebut digunakan dalam gatra kalimat, kalimat sederhana

yang P-nya demikian tidak akan dapat dijadikan kalimat luas dengan menambah gatra O,

sehingga kalimat itu harus diperluas dengan gatra K. Kalimat sederhana dengan gatra P

yang berfungsi sebagai O harus di perluas dengan gatra K.

Contohnya adalah sebagai berikut :

Kalimat Sederhana Kalimat Luas


Bondan makan. Bondan makan kue.

Bonar minum. Bonar minum es.

Mala pergi. Mala pergi ke sekolah.

Sari mandi. Sari mandi pagi-pagi.

Gatra yang berfungsi K pada B2 merupakan “gatra sampinga”, artinya keberadaan K

tidak ditentukan oleh sifat GK yang berfungsi sebagai P.

9
Contoh

Kalimat Sederhana Kalimat Luas


Bondan makan. Bondan makan di rumah.

Bonar minum. Bonar minum es.

Mala pergi. Mala pergi ke sekolah.

Sari mandi. Sari mandi di rumah.

Gatra K seperti ini bias menduduki possi pada awal kalimat, antara S dengan P atau pada

akhir kalimat.

Contoh :

-Dari rumah ani mengirim surat (KSPO)

-Ani mengirimsurat dari rumah (SPOK)

-Ani dari rumah mengirim surat (SKPO)

Gatra K pada kalimat luas dapat lebih dari satu. Sebagai conoth :

-Ani mengirim surat dari rumah (SPSK)

-Kemarin Ani mengirim surat dari rumah (KSPOK)

-Kemarin hari Rabu Ani mengirim surat dari rumah (KKSPOK)

-Mungki kemarin Ani hari rabu mengirim surat dari rumah (KKSKOPK)

10
-dan sebagainya.

Demikian pula penambahan gatra kalimat, bias lebih dari satu macam fungsi,

yaitu O dan fungsi K.

Sifta O yang lebih dekat hubungannya dengan P, penambahan O dilakukan labih dahulu

dari pada K, misalnya :

-Budi menggambar. (SP)

-Budi menggambar taman. (SPO)

-Budi menggamabar taman di sekolah. (SPOK)

- Tadi Budi menggambar taman di sekolah (KSPOK)

Pembentukan kalimat luas dapat pula dilakukan dengan cara menambahkan unsur lain

pada gatra-gatra tertentu, sehingga gatra tersebut menjadi sebuah frase. Contohnya :

C. 1. Budi adikku menggambar. (SP)

2. Ani akan mengirim surat. (SPO)

3. Kakak berbicara dengan Anto temannya .(SPOK)

4. Adik dan Adi sedang mengambilkan saya buku gambar, pensil warna, dan penggaris

panjang. (SPOK)

11
Kalimat luas dapat pula dibentuk dengan menggabungkan dua cara yaitu

dengan penambahan gatra B, dan dengan perluasan unsur gatra C.

Contoh :

D. 1. Budi adikku menggambar taman. (SPO)

2. Ani akan mengirim surat undangan. (SPOK)

3. Tadi kakak berbicara dengan Anto temannya. (KSPK)

4. Adik dan Adi sedang mengambilkan saya buku gambar, pensil warna, dan

penggaris panjang. (SPOK)

Istilah S,P,O,K. masing-masing merupakan istilah fungsi gatra kalimat. Istilah

fungsi menunjukkan adanya hubungan di antara gatra-gatra itu. Gatra yang berfungsi P

mempunyai hubungan gantung dengan gatra yang berfungsi S. Gatra yang berfungsi O

mempunyai hubungan gantung dengan P. gatra yang berfungsi K ada yang mempunyai

hubungan gantung dengan dan yang bersifat tambahan.

Istilah SP, SPO, SPOK, KSP, SKP, KSPOK, KSKPOK, dan sebagainya

menunjukkan satuansintaksis gatra-gatranya. Satuan sintetik semacam ini dengan SPO,

SPOK, KSP, SKP, KSPOK, KKSPK, KSKPOK, dsb.

Contoh :

E. 1. Budi menggambar. (SP)

12
a. Budi menggambar. Ari menulis. ( SP SP)

b. Budi menggambar, dan Ari menulis. (SP dan SP)

c. Budi menggambar, kemudian Ari menulis. (SP kemudian SP)

2. Kemarin Budi menggambar. (KSP)

a. Ketika Ari menulis, Budi menggambar ___K____

Ketika SP SP

b. Setelah Ari menulis, Budi mengambar. ___K____

setelah SP SP

c. Agar Ari menulis, Budi menggambar. _K____

agar SP SP

d. Waktu Ari menulis surat. Budi menggambar. . ___K____

waktu SP SP

3. Budi menggambar. (SP)

Ari menulis surat. (SPO)

a. Budi menggambar, dan (SP dan SP)

SP
13
b. Budi menggambar, ketika Ari menulis surat. K SP

Ketika SP

c. Ketika Budi menggambar, ketika Ari menulis surat. K SP


Ketika SP

Kalimat E1 (SP), E2 (KSP), E3 (SP) dan (SPO) masing-masing merupakan

satuanggatra. Kalimat 1a, 1b, 1c, masing-masing memiliki dua satuan gatra (SP dan

SP). Kalimat 2a, 2b, 2c, 2d memiliki dua satuan gatra, masing-masing adalah KSP dan

SP, KSP dan SPO. Pada kalimat 3a, 3b, 3c juga memiliki dua satuan ggatra, masing-

masing adalah : SP dan SP, SPK dan SPO, KSPO dan SP. Hal ini menunjukkan bahwa

jumlah satuan gatra pada kalimat a, b, c, d lebih dari satu.

Cara yang digunakan untuk membentuk kalimat-kalimat luas sebagaimana

ketiga contoh (E) di atas, dinyatakan sebagai cara “pemajemukan”.

Kalimat luas yang dihasilkan disebut “kalimat mejemuk”, adapun kalimat-kalimat yang

hanya terdiri dari satu satuan gatra, seperti pada (A,B,C dan D) dinyatakan sebagai

“kalimat tunggal”. Dengan demikian kalimat tunggal dapat berupa kalimat sederhana

(A) dan bias pula berupa kalimat luas (B,C dan D). Sedang kalimat majemuk termasuk

kalimat luas (E). Oleh karena itu pengertian istilah “kalimat sederhana” dan masing-

masing merupakan satuan gatra. Kalmia 1a, 1b, 1c, masing-masing memiliki satuan

14
gatra (SP dan SP). Kalimat 2a, 2b, 2c, 2d memiliki dua satuangatra, masing-masing

adalah KSP dan SP, KSP dan SPO. Pada kalimat 3a, 3b, 3c, juga memiliki dua satuan

gatra, masing-masing adalah SP dan SP, SPK dan SPO, KSPO dan SP. Hal ini

menunjukkan bahwa jumlah satuan gatra pada kalimat a, b, c, d lebih dari satu.

dinyatakan sebagai cara “pemajemukan”, kalimat luas yang dihasilakn disebut

“kalimat Mejemuk”. Adapun kalimat-kalimat yang hanya terdiri dari satu satuan gatra

seperti pada (A,B,C dan D) dinyatakan sebagai “kalimat tunggal”. Jadi kalimat tunggal

bias berupa kalimat sederhana (A) dan bias pula berupa kalimat luas (B,C dan D).

Sedang kalimat majemuk termasuk kalimat luas (E).

Oleh karena itu pengertian istilah “kalimat sederhana” dan “kalimat luas”

dapat dibuat tkhtisar sebagai berikut :

Kalimat Sederhana – Kalimat Tunggal

Kalimat

Kalimat Tunggal

Kalimat Luas

Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk

15
Berikut ini akan disinggung sedikit tentang kalimat majemuk sebagai

tambahan dan pemahaman terhadap kalimat tunggal.

Pada uraian di atas telah disebutkan bahwa kalimat majemuk termasuk kalimat

luas, dan pembentukannya dengan cara perluasan kalimat dengan menmabah “satuan

gatra’ buka menambah “gatra”. Kalimat yang semula terdiri dari sebuah satuan

“gatra” (1) diperluas dengan sebuah satuan gatra (1a, 1b, 1c) menjadi kalimat yang

terdiri atas dua satuan gatra.

Contoh :

A. 1. Buudi menggambar taman (SP)

2. Ani mengirim surat (SPO)

3. kaka membantu ibu di dapuar (SPOK)

B. 1. Budi mengambar taman. Ani mengirim surat (SP SP)

2. Budi menggambar taman, dan Ani mengirim surat. (SP dan SPO)

3. Budi menggambar taman Ani mengirim surat, dan kaka membantu ibu

di dapur, (SP SPO dan SPOK).

Kemudian satuan SP pada A1 dan satuan SPO pada A2 masing-masing berdiri

sendiri. Kemandiriannya ditentukan oleh batas kalimat yang disebut “kesenyapan awal”

dan “kesenyapan akhir”.

16
Menurut struktur fungsionalnya, kalimat A1, A2, A3, merupakan kalimat

yang hanya memiliki sebuah klause yang disebut kalimat tunggal. Klausenya adalah SP,

SPO, SPOK.

Kalimat B1 dan B2 masing-masing mempunyai dua buah klause yaitu SP dan SPO,

kalimat B3 mempunyai tiga buah klause yaitu SP, SPO, dan SPOK.

III. Kesimpulan

Dari uraian tersebut di atas disimpulkan :

1. Kalimat sederhana merupakan kalimat yang strukturnya menjadi dasar struktur

kalimat satau bahasa. Kalimat sederhana memiliki unsure-unsur yang minimal.

2. kalimat luas adalah yang mencapai batas kalimat tunggal, dan ada pula yang

mencapai batas kalimat majemuk.

3. pengertian istilah kalimat tunggal lebih luas dari pada istilah kalimat sederhana.

Kedua-duanya merupakan satuan sintaksis yang hanya terdiri atas sebuah gatra.

Karena itu pengertian kalimat sederhana dipertentangkan dengan pengertian

kalimat luas, sedangkan kalimat tunggal di pertentangkan dengan kalimat

majemuk.

DAFTAR PUSTAKA

17
Supriyadi, dkk, Materi pokok Pendidikan Bahasa Indonesia 4. GBPP 2630/3SKS Modul

1-9 Universitas terguka 1994

BERITA RESMI

ANGKA KETIDAK-LULUSAN UN SMK MENINGKAT

18
Penyebab tingginya angka ketidak lulusan, karena penambahan mata pelajaran yang
diujikan.Yogyakarta – Jumlah siswa SMA yang lulus UN pada tahun ajaran 2008 ini,
dibeberapa daerah di Jateng/DIY mengalami peningkatan cukup berarti. Namun
ironisnya, untuk program pendidikan sekolah menengah kejuruan (SMK), justru
mengalami hal sebaliknya. Hal ini terekam dalam pengumuman hasil UN yang
berlangsung serentak, Sabtu (14/5). Di Magelang, angka kelulusan siswa SMK, hanya
sekitar 88,28 persen. Ini berarti turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 91,87
persen. Untuk Madrasah Aliyah (MA), hanya 77 persen dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai 88,26 persen. Hanya angka kelulusan untuk tingkat SMA meningkat
sebesar 0,74 persen, dari 97 persen menjadi 97,74 persen. Sementara di wilayah propinsi
DIY, angka ketidak-lulusan baik diprogram pendidikan SMA, SMK dan MA, justru
meningkat dibanding tahun sebelumnya. Kepala Dinas Pendidikan DIY, Prof Dr.
Sumarsih Madya, meningkatnya jumlah siswa SMA, MA, dan SMK yang tidak lulus
disebabkan beberapa faktor. “Diantaranya, karena bertambahnya jumlah mata pelajaran
yang diujikan serta sistem pengawasan ujian yang lebih ketat dan melibatkan Tim
Pemantau Independen (TPI),” katanya, akhir pecan lalu.

SYIAR AHMADIYAH DILARANG

19
Jakarta (Sindo) – Pemerintah akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB)
yang melarang syiar dan ajaran Ahmadiyah di Indonesia.

SKB yang dikeluarkan Menteri Agama (Menag), Jaksa Agung, dan Menteri Dalam
Negeri (Mendagri) tersebut memberi peringatan kepada anggota Jemaat Ahmadiyah
Indonesia ( JAI ) untuk mengehentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang
menyimpang dari pokok ajaran Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya
Nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW. Larangan syiar Ahmadiyah
ini tertuang jeles pada poin kedua SKB yang dibacakan Mmenag Maftuh Basyuni
kemarin.

“SKB ini bukanlah inetervensi Negara terhadap keyakinan seseorang, melainkan upaya
pemerintah sesuai kewenangan yang diatur undang-undang ( UU ) dalam rangka menjaga
dan memupuk ketentraman beragama dan ketertiban masyarakat, “ kata Miftah Basyuni
saat jumpa pers, didampingi Jaksa Agung Hendraman Supanji dan Mendagri Mardiyanto
di Gedung Departemen Agama, Jakarta, kemarin.

Menurut Maftuh SKB ini tidak membubarkan Ahmadiyah. Namun, pemerintah


mmemperingatkan pengikut Ahmadiyah untuk kembali pada ajaran Islam sebenarnya.
Hal ini berdasarkan penelaahan dan pertimbangan yang sangat komprehensif. SKB
bernomor 3 TH. 2008, Kep 033/A/JA/6/2008, dan 199 Tahun 2008 ini juga meminta
warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama,
ketenteraman, dan ketertiban kehidupan masyarakat dengan tidak melakukan perbuatan
atau tindakan hokum terhadap pengikut Ahmadiyah. “Keduanya baik pengikut
Ahmadiyah maupun masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dari pemerintah ini
dapat dikenakan sangsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegas
Maftuh.

20
21

Anda mungkin juga menyukai