Lengkung Refleks
Lengkung Refleks
Refleks adalah suatu respons involunter terhadap sebuah stimulus. Secara sederhana lengkung refleks
terdiri dari organ reseptor, neuron aferen, neuron efektor dan organ efektor. Sebagai contoh ialah
refleks patella. Pada otot terdapat serabut intrafusal sebagai organ reseptor yang dapat menerima
sensor berupa regangan otot, lalu neuron aferen akan berjalan menuju medula spinalis melalui
ganglion posterior medulla spinalis. Akson neuron aferen tersebut akan langsung bersinaps dengan
lower motor neuron untuk meneruskan impuls dan mengkontraksikan otot melalui serabut ekstrafusal
agar tidak terjadi overstretching otot (gambar 1). Namun begitu lengkung refleks tidak hanya
menerima respon peregangan saja, sebagai contoh respon sensorik kulit (gambar 2), aponeurosis,
tulang, fasia, dll. Gerakan reflektorik dapat dilakukan oleh semua otot seran lintang (Martini,
2006;Snell, 2002).
Refleks yang muncul pada orang normal disebut sebagai refleks fisiologis. Kerusakan pada sistem
syaraf dapat menimbulkan refleks yang seharusnya tidak terjadi atau refleks patologis. Keadaan inilah
yang dapat dimanfaatkan praktisi agar dapat mengetahui ada atau tidaknya kelainan sistem syaraf dari
refleks.
Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi lainnya, dan
terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan,
nyeri otot anggota gerak, gangguan trofi otot anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan
fungsi otonom.
Interpretasi pemeriksaan refleks fisiologis tidak hanya menentukan ada/tidaknya tapi juga
tingkatannya. Adapun kriteria penilaian hasil pemeriksaan refleks fisiologis adalah sebagai berikut:
Suatu refleks dikatakan meningkat bila daerah perangsangan meluas dan respon gerak reflektorik
meningkat dari keadaan normal. Rangsangan yang diberikan harus cepat dan langsung, kerasnya
rangsangan tidak boleh melebihi batas sehingga justru melukai pasien. Sifat reaksi setelah
perangsangan tergantung tounus otot sehingga otot yang diperiksa sebaiknya dalam keadaan sedikit
kontraksi, dan bila hendak dibandingkan dengan sisi kontralateralnya maka posisi keduanya harus
simetris.
Secara umum. Ada 3 unsur yang berperan dalam refleks yaitu jaras aferen, bussur sentral dan jaras
eferen.
Perubahan ketiga komponen tersebut akan mengakibatkan perubahan dalam kualitas maupun
kuantitas dari refleks. Integritas dari arcus reflek akan terganggu jika terdapat malfungsi dari organ
reseptor, nercus sensorik, ganglion radiks postreior, gray matter medula spinal, radik anterior, motor
end plate, atau organ efektor. Pengetahuan tentang reflek dapat digunakan untuk menentukan jenis
kerusakan yang terjadi pada sistem persyarafan. Ada beberapa pembagian tentang reflek:
1. 1. Brainstem reflek
Pittsburgh Brain Stem Score
Cara ini dapat digunakan unuk menilai reflex brainstem pada pasien koma.
No Rrainstem Reflex Positive Negative
1 Reflex bulu mata 2 1
(kedua sisi)
2 Reflex kornea 2 1
(kedua sisi)
3 Doll’s eyes 2 1
movement (kedua
sisi)
4 Reaksi pupil 2 1
terhadap cahaya
(kanan)
5 Reaksi pupil 2 1
terhadap cahaya
(kiri)
6 Reflex muntah 2 1
atau batuk
Interpretasi :
Nilai minimum ( 6 )
Nilai Maximum ( 12; semakin tinggi semakin baik)
1. 2. Superficial reflek/skin reflek
2. Reflex Cremaster
a. Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
b. Respon : elevasi testis ipsilateral
c. Afferent : n.ilioinguinalis (L 1-2)
d. Efferent : n. genitofemoralis
C. Cara Kerja
Reflek Fisiologis
1. Penentuan lokasi pengetukan yaitu tendon periosteum dan kulit
2. Anggota gerak yang akan dites harus dalam keadaan santai.
3. Dibandingkan dengan sisi lainnya dalam posisi yang simetris
1. Refleks Bisep
a. Pasien duduk di lantai
b. Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan diletakkan
di atas lengan pemeriksa
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah ditekuk
pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku
Afferent : n.musculucutaneus (C 5-6); Efferent : idem
2. Refleks Trisep
a. Pasien duduk dengan rileks
b. Lengan pasien diletakkan di atas lengan pemeriksa
c. Pukullah tendo trisep melalui fosa olekrani
Stimulus : ketukan pada tendon otot triceps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit
pronasi .Respon : ekstensi lengan bawah disendi siku .
Afferent : n.radialis (C6-7-8); Efferent : idem
3. Reflesk Brakhioradialis
a. Posisi Pasien sama dengan pemeriksaan refleks bisep
b. Pukullah tendo brakhioradialis pada radius distal dengan palu refleks
c. Respon: muncul terakan menyentak pada lengan
4. Refleks Periosteum radialis
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit dipronasikan
b. Ketuk periosteum ujung distal os. Radialis
c. Respon: fleksi lengan bawah dan supinasi lengan
5. Refleks Periosteum ulnaris
a. Lengan bawah sedikit di fleksikan pada siku, sikap tangan antara supinasi dan
pronasi
b.Ketukan pada periosteum os. Ulnaris
c. Respon: pronasi tangan
B. CARA KERJA
a. Refleks kulit perut
Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping badan. Goreslah kulit
daerah abdomen dari lateral kea rah umbilicus. Respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding
perut.
b. Refleks kornea
Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba menggerakkan bola
mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Sentuhlah
dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan kapas. Respon berupa kedipan mata secara cepat.
c. Refleks cahaya
Cahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang coba. Respons berupa konstriksi pupil
holoateral dan kontralateral. Ulangi percobaan pada mata lain.
3) Refleks biseps
Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo otot biseps yang akan
menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biseps.
4) Refleks triseps
Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah pada tendo otot triseps
5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.
5) Withdrawl Reflex
Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah pada saat orang coba
tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan jarum suntik steril,
sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba. Respons berupa fleksi lengan tersebut menjauhi
stimulus.
PERLU DIPERHATIKAN:
1. Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota gerak)
yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk
mempertahankan posisinya.
2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi dan letak
anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
3. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan kekuatan yang
sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.
Refleks adalah jawaban motoric atas rangsangan sensorik yang diberikan pada kulit atau respon
apapun yang terjadi secara otomatis tanpa usaha sadar. Dalam pemeriksaan refleks, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan yaitu :
- Relaksasi sempurna. Orasng coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota gerak)
yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk
mempertahankan posisinya.
- Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi dan letak
anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
- Pemeriksaan mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan kekuatan
yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.
Ada pun arti penting refleks yaitu :
- Pemeriksaan refleks : bagian pemeriksaan fisis secara umum
- Pemeriksaan khususnya : pasien dengan lesi, UMN, LMN, atau orang yang ototnya sering lemas.
- Pemeriksaan neurologis : pemeriksaan motorik (motorik kasar dan motorik halus), pemeriksaan
sensorik (raba, suhu, dll), pemeriksaan koordinasi tubuh, dan pemeriksaan nervus (fungsi nervus I –
XII).
Pada manusia, ada dua jenis refleks yaitu refleks fisiologis dan patologis. Refleks fisiologis normal jika
terdapat pada manusia, sebaliknya refleks patologis normal jika tidak terdapat pada manusia.
Refleks fisiologis
Pada percobaan refleks kulit perut, orang coba berbaring terlentang dengan kedua lengan terletak
lurus samping badan. Kulit di daerah abdomen dari lateral ke arah umbilikus digores dan respon
yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut. Namun pada orang lanjut usia dan sering hamil,
tidak terjadi lagi kontraksi otot dinding perut karena tonus otot perutnya sudah kendor.
Pada refleks kornea atau refleks mengedip, orang coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu
dengan melihat salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Kemudian sisi kontralateral kornea orang
coba disentuh dengan kapas yang telah digulung membentuk silinder halus. Respon berupa kedipan
mata secara cepat.
Pada percobaan tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana respon pupil mata ketika cahaya
senter dijatuhkan pada pupil. Ternyata repon yang terjadi berupa kontriksi pupil homolateral dan
kontralateral. Jalannya impuls cahaya sampai terjadi kontriksi pupil adalah berasal dari pupil
kemudian stimulus diterima oleh N. Opticus, lalu masuk ke mesencephalon, dan kemudian
melanjutkan ke N . Oculomotoris dan sampai ke spingter pupil. Refleks cahay ini juga disebut refleks
pupil.
Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang coba difleksikan pada sendi tangan dan
sedikit dipronasikan kemudian dilakukan pengetukan periosteum pada ujung distal os radii. Jalannya
impuls pada refleks periost radialis yaitu dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis
kemudian melanjutkan ke N. cranialis 6 sampai Thoracalis 1 lalu masuk ke n. ulnaris lalu akan
menggerakkan m. fleksor ulnaris. Respon yang terjadi berupa fleksi lengan bawah pada siku dan
supinasi tangan.
Respon dari refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls saraf berasal dari
processus styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 5-6 lalu
masuk ke n. radialis lalu akan menggerakkan m. brachioradialis.
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh diregangkan akan timbul kontraksi. Respon ini
disebut refleks regang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya berupa kontraksi
otot yang diregangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscel spindle). Yang termasuk muscle
spindle reflex (stretcj reflex) yaitu Knee Pess Reflex (KPR), Achilles Pess Reflex (APR), Refleks Biseps,
Refleks Triceps, dan Withdrawl refleks.
Pada Knee Pess Reflex (KPR), tendo patella diketuk dengan palu dan respon yang terjadi berupa
ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps. Pada Achilles Pess Refleks (APR), tungkai
difleksikan pada sendi lutu dan kaki didorsofleksikan. Respon yang terjadi ketika tendo Achilles
diketuk berupa fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastroknemius. Ketika dilakukan ketukan pada
tendo otot biseps terjadi respon berupa fleksi lengan pada siku dan supinasi. Sedangkan jika tendo
otot triseps diketuk, maka respon yang terjadi berupa ekstensi lengan dan supinasi.
Untuk mengetahui fungsi nervus, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, misalnya untuk
memeriksa nervus IX (nervus glossopharingeus) dapat dilihat pada saat spatula dimasukkan ke dalam
mulut, maka akan timbul refleks muntah, sedangkan nervus XII dapat dilakukan pemeriksaan pada
lidah, dan beberapa nervus dapat diperiksa dengan malihat gerakan bola mata. Nervus penggerak
mata antara nervus IV, abduscens, dan oculomotoris. Nervus XI (nervus accesoris) dapat diuji dengan
menekan pundak orang coba, jika ada pertahanan, artinya normal.
Respon motorik kasar melibatkan seluruh koordinasi sistem saraf. Respon ini dapat dilihat saat orang
diminta menunjuk anggota secara bergantian. Orang normal akan menunjuk dengan tepat,
sebaliknya orang yang koordinasi sistem sarafnya tidak normal maka dia tidak akan menunjuk
dengan tepat.
Pemeriksaan Neurologi
1. Fungsi Cerebral
Keadaan umum, tingkat kesadaran yang umumnya dikembangkan dengan Glasgow Coma Scala (GCS)
:
• Refleks membuka mata (E)
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon
Cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = Compos
mentis pasti GCS-nya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCS-nya 3 (1-1-1)
Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal,
penulisannya X – 5 – 6. Bila ada trakheastomi sedang E dan M normal, penulisannya 4 – X – 6. Atau
bila tetra parese sedang E an V normal, penulisannya 4 – 5 – X.
GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun.
Derajat kesadaran :
Sadar : Dapat berorientasi dan berkomunikasi
Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian
terlenan lagi. Gelisah atau tenang.
Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan
suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata
saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
Semi koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar
(contoh mnghindri tusukan)
Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus
Kualitas kesadaran :
Compos mentis : bereaksi secara adekuat
Abstensia drowsy/kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap
sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk.
Bingung/confused:disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu
Delerium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dn bergerak sesuai dengan kekacauan
fikirannya.
Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa
3. Fungsi motorik
a. Otot
Ukuran : atropi / hipertropi
Tonus : kekejangan, kekakuan, kelemahan
Kekuatan : fleksi, ekstensi, melawan gerakan, gerakan sendi.
4. Fungsi sensorik
Test : Nyeri, Suhu,
Raba halus, Gerak,
Getar, Sikap,
Tekan, Refered pain.
5. Refleks
a. Refleks superficial
• Refleks dinding perut :
Cara : goresan dinding perut daerah epigastrik, supra umbilikal, umbilikal, intra umbilikal dari lateral
ke medial
Respon : kontraksi dinding perut
• Refleks cremaster
Cara : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah
Respon : elevasi testes ipsilateral
• Refleks gluteal
Cara : goresan atau tusukan pada daerah gluteal
Respon : gerakan reflektorik otot gluteal ipsilateral
• Refleks Periostoulnaris
Cara : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara
pronasi supinasi.
Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus
c. Refleks patologis
• Babinsky
Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
• Chadock
Cara : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke
anterior
Respon : seperti babinsky
• Oppenheim
Cara : pengurutan krista anterior tibia dari proksiml ke distal
Respon : seperti babinsky
• Gordon
Cara : penekanan betis secara keras
Respon : seperti babinsky
• Schaefer
Cara : memencet tendon achilles secara keras
Respon : seperti babinsky
• Gonda
Cara : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari kaki ke-4
Respon : seperti babinsky
• Stransky
Cara : penekukan (lateral) jari kaki ke-5
Respon : seperti babinsky
• Rossolimo
Cara : pengetukan pada telapak kaki
Respon : fleksi jari-jari kaki pada sendi interfalangeal
• Mendel-Beckhterew
Cara : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum
Respon : seperti rossolimo
• Hoffman
Cara : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi
• Trommer
Cara : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respon : seperti hoffman
• Leri
Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengen diluruskan dengan bgian
ventral menghadap ke atas
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku
• Mayer
Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan
Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari
d. Refleks primitif
• Sucking refleks
Cara : sentuhan pada bibir
Respon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu
• Snout refleks
Cara : ketukan pada bibir atas
Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung
• Grasps refleks
Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
Respon : tangan pasien mengepal
• Palmo-mental refleks
Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar
Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)
Selain pemeriksaan tersebut di atas juga ada beberapa pemeriksaan lain seperti :
Pemeriksaan fungsi luhur:
1. Apraxia : hilangnya kemampuan untuk melakukan gerakan volunter atas perintah
2. Alexia : ketidakmampuan mengenal bahasa tertulis
3. Agraphia : ketidakmampuan untuk menulis kata-kata
4. Fingeragnosia: kesukaran dalam mengenal, menyebut, memilih dan membedakan jari-jari, baik
punya sendiri maupun orang lain terutama jari tengah.
5. Disorientasi kiri-kanan: ketidakmampuan mengenal sisi tubuh baik tubuh sendiri maupun orang
lain.
6. Acalculia : kesukaran dalam melakukan penghitungan aritmatika sederhana.
Tujuan :
- Memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian
- Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian bagian tertentu
Persiapan alat :
- Meteran
Prosedur pelaksanaan :
A. Otot
1. Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati adanya atrofi atau
hipertrofi
2. Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan menggunakan
meteran
3. Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan oleh
malposisi suatu bagian tubuh
4. Lakukan palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif untuk
mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara involunter (spastisitas)
5. Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan pemeriksa,
bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
6. Amati kekuatan suatu bagian tubuh dengan cara memberi penahanan secara resisten
B. Tulang
1. Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas
2. Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan
3. Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan
C. Persendian
1. nspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian
2. Palpasi persendian untuk mengetahui adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak, nodul, dan lain-lain
3. kaji tentang gerak persendian
4. Catat hasil pemeriksaan
PEMERIKSAAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
PENGKAJIAN FISIK
EVALUASI DIAGNOSTIK
A. Pemeriksaan Khusus
1. Sinar-X penting untuk mengevaluasi pasien dengan kelainan musculoskeletal. Sinar-X tulang
menggambarkan kepadatan tulang, tekstur erosi dan perubahan hubungan tulang. Sinar-X multiple
diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang diperiksa. Sinar-X korteks tulang
menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan tanda iregularitas. Sinar-X dapat menunjukkan
adanya cairan, iregularitas, spur, penyempitan, dan perubahan struktur sendi.
2. Computed Termography (CT scan) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan
dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligamen atau tendon.
3. Magnetic resonance imaging (MRI) adalah teknik pencitraan khusus, noninvasif yang
menggunakan medan magnet gelombang radio, dan komputer untuk memperhatikan abnormalitas
jaringan lunak seperti otot, tendon, dan tulang rawan.
4. Angiografi adalah pemeriksaan struktur vaskuler.
5. Arteriografi adalah pemeriksaan sistem arteri.
6. Digital substraction angiography (DSA) mempergunakan teknologi komputer untuk
memperlihatkan sistem arterial melalui kateter vena.
7. Venogram adalah pemeriksaan sistem vena yang sering digunakan untuk mendeteksi thrombosis
vena.
8. Mielografi adalah penyuntikan bahan kontras kedalam rongga subarachnoid spinalis lumbal,
dilakukan untuk melihat adanya herniasi diskus, stenosis spinal atau temnpat adanya tumor,
9. Diskografi adalah pemeriksaan diskus vertebralis; suatu bahan kontras diinjeksikan kedalam diskus
dan dilihat distribusinya.
10. Atrografi adalah penyuntikan bahan radiopaque atau udara kedalam rongga sendi untuk melihat
struktur jaringan lunak atau kontur sendi.
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah dan urine pasien dapat memberikan informasi mengenai masalah
musculoskeletal primer, atau komplikasi yang terjadi sebagai dasar acuan pemberi terapi.
Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar hemoglobin (biasanya lebih rendah apabila terjadi
perdarahan karena trauma), dan hitung darah putih. Sebelum dilakukan pembedahan, periksa
bekuan darah untuk mendeteksi kecenderungan pendarahan. Karena tulang merupakan jaringan
yang sangat vaskuler.
Pemeriksaan kimia darah memberikan data mengenai berbagai macam kondisi muskuloskeletal,
kadar kalsium serum berubahpada osteomalasiya fungsi paratiroit, penyakit paget, tumor tulang
metastasis, dan pada imobilisasi lama. Kadar fosfor serum berbanding terbalik dengan kadar kalsium
dan menurun pada rikets yang berhubungan dengan sindrom malapsorpsi. Fosfatase asam
meningkat pada penyakit paget dan kangker metastasis.fosfatase alkali meningkat selama
penyembuhan patah tulang dan pada penyakit pada peningkatan aktifitas osteoblas.
Metabolisme tulang dapat dievaluasi melalui pemeriksaan tiroid dan penentuan kadar kalsitosin,
gormon paratiroid, dan vitamin D. kadar enzim serum keratin kinase (CK) dan serum glumatic-
oxaloacetic transeminase (SGOT, aspartae aminotransferase) meningkat pada kerusakan otot.
Aldolase meningkat pada penyakit otot (mis. distrofi otot dan nekrosis oto skelet). Kadar kalsium
urine meningkat pada destruksi tulang (disfungsi paratiroid, tumor tulang metastasis, myeloma
multiple).