Istilah kriging diambil dari nama seorang ahli, yaitu D.G. Krige, yang pertama
kali menggunakan korelasi spasial dan estimator yang tidak bias. Istilah kriging
diperkenalkan oleh G. Matheron untuk menonjolkan metode khusus dalam moving
average terbobot (weighted moving average) yang meminimalkan varians dari hasil
estimasi.
kriging adalah suatu metode geostatistika yang memanfaatkan nilai spasial
pada lokasi tersampel dan variogram untuk memprediksi nilai pada lokasi lain yang
belum dan/atau tidak tersampel dimana nilai prediksi tersebut tergantung pada
kedekatannya terhadap lokasi tersampel [1]. Pada penerapannya, kriging dibawah
asumsi kestasioneran dalam ratarata (μ) dan varians (σ2), sehingga jika asumsi
kestasioneran tersebut dilanggar maka kriging menghasilkan nilai prediksi yang
kurang presisif. Selain itu, sebagaimana pada semua metode analisis data nonspatial
(crosssectional, time series, panel, dll.), kriging juga dapat menghasilkan nilai
prediksi kurang presisif jika di antara data yang ada terdapat pencilan (outlier).
Outlier didefinisikan sebagai nilai yang ekstrim dari nilai amatan lainnya yang
kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan pencatatan, kalibrasi alat yang tidak
tepat atau kemungkinan lainnya. Kriging sebagai interpolasi spasial optimum dapat
menghasilkan nilai prediksi kurang presisif jika di antara data yang ada terdapat
pencilan (outlier). Outlier didefinisikan sebagai nilai yang ekstrim dari nilai amatan
lainnya yang kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan pencatatan, kalibrasi
alat yang tidak tepat atau kemungkinan lainnya. Pengembangan ordinary
kriging (kriging klasik) adalah robust kriging yang mentransformasi bobot
variogram pada variogram klasik sehingga menjadi variogram
yang robust terhadap outlier.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data spasial yang
mengandung outlier dan memenuhi asumsi kriging klasik. Hasil analisis
menunjukkan bahwa robust kriging jauh lebih presisif dibandingkan
dengan ordinary kriging dalam mengestimasi nilai dari titik-titik spasial untuk data
yang mengandung pencilan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai cross
validation (MAE dan RMSE) dari robust kriging jauh lebih kecil dibandingkan
dengan ordinary kriging.
Ada beberapa model kriging yang umum digunakan di antaranya
adalah ordinary kriging dan universal krigingyang notabenenya tidak
mengakomodir adanya outlier. Lebih lanjut, pengembangan ordinary kriging adalah
robust kriging yang mentransformasi bobot variogram pada variogram klasik
sehingga menjadi variogram yang robust terhadap outlier.
Suatu proses dikatakan stasioner pada ratarata dan varians jika dan hanya jika μ(Si)
= μ dan μ2(Si)=μ2, akibatnya:
C(Si,Sj) = C(Si –Sj) = C(h)
ρ(Si,Sj) = ρ(Si –Sj) = ρ(h)
di mana h adalah vektor jarak antara titik i dan j, C(h) disebut kovariogram dan ρ(h)
disebut korelogram.
Varians nilai antara dua lokasi dengan jarak tertentu ditentukan sebagai
Var [Z(S + h) -Z(S)] = 2ϒ(h), 2ϒ(h)disebut variogram dan ϒ (h) disebut
semivariogram.
Hubungan antara kovariogram, korelogram dan semivariogram berdasarkan
kestasioneran dinyatakan dengan [2]
Semivariogram Empirik
ϒij=0,5[Z(Si)-Z(Sj)]2
untuk semua pasangan jarak yang mungkin {(Si,Sj); i,j = 1,2,3,…,n} dan
diplotkan sebagai fungsi jarak, yang dihitung dengan:
|h| = lSi -Sjl = [(Xi –Xj)2 + (yi –yj)2]1/2 Perhitungan ini melibatkan ribuan
titik pada plot semivariogram sehingga mengakibatkan sulitnya melihat pola
tertentu.
Untuk mengatasi hal tersebut maka yij dikelompokkan (binning)
berdasarkan kesamaan jarak. Berikut rumusan semivariogram yang dikelompokkan
(semivariogram empirik):
ϒ(h) =
di mana
N(h) : himpunan pasangan data pada Si dan Sj yang mempunyai selisih jarak yang
sama, h E T(h), sedangkan T(h) merupakan daerah toleransi di sekitar h. |N(h)| :
banyak pasangan jarak di dalam himpunan N(h).
Spatial Outlier
Dengan W(·) stasioner intrinsik dan gaussian dan ɳ(·)+ϵ(·) = ε(·) . Berbeda
dengan kriging klasik (simple, ordinary), untuk mengakomodir adanya outlier,
variogram empirik untuk robust kriging dirumuskan sebagai :