Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

TEKNIK PEMERIKSAAN, PEMBERIAN SKOR DAN


PENGOLAHAN HASIL BELAJAR
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah evaluasi pendidikan yang
diampuh oleh:

Dr. Supadi, M.Pd

Disusun Oleh kelompok 8

Selviyanah 20177270093

Yuanita Carolina Zara 20177270110

Farhan Latifna 20177270173

Ahmad Yani 20177270180

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA

2018

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah Konsep Sains sebagai tugas kelompok VIII (delapan) semester
3 tahun 2018. Kami berterimakasih kepada Bapak Dr. Supadi, M.Pd. selaku dosen mata
kuliah Evaluasi Pendidikan yang memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Teknik Pemeriksaan, Pemberian Skor dan Pengolahan
Hasil Belajar.

Kami telah mempersiapkan makalah ini dengan semaksimal mungkin, tetapi masih
ada kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca, selalu kami harapkan
untuk menyempurnakan makalah kami dikemudian hari.

Jakarta, November 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG............................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ....................................................... 1
C. TUJUAN ............................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 KONSEP PENILAIN DAN PENSKORAN .......................... 2
A. Definisi Penskoran ............................................................ 2
B. Perbedaan skor dan nilai .................................................... 3
C. Skala Penskoran ................................................................. 3
2.2 PEMBERIAN SKOR TES PADA DOMAIN KOGNITIF .... 4
A. Penskoran soal bentuk pilihan ganda ................................ 4
B. Penskoran soal bentuk uraian objektif .............................. 6
C. Penskoran soal bentuk non objektif .................................. 7
D. Pembobotan soal bentuk campuran ................................... 9
E.Penskoran bentuk soal benar salah .................................... 10
F. Pemberian skor bentuk soal jawab singkat
(short answer test ............................................................... 11
G. Pemberian skor bentu soal menjodohkan
(matching) ......................................................................... 12
H. Pemberian skor pada tugas ............................................... 12
2.3 PEMBERIAN SKOR TES PADA DOMAIN AFEKTIF ...... 13
2.4 PEMBERIAN SKOR TES PADA DOMAIN
PSIKOMOTOR ..................................................................... 14
2.5 HAMBATAN DAN SOLUSI DALAM PEMBERIAN
SKOR .................................................................................... 15
2.6 TEKNIK PENGOLAHAN HASIL BELAJAR ..................... 13

ii
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN ...................................................................... 21
3.2 SARAN ............................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bentuk kegiatan tindak lanjut dari tes yang telah dilakukan terhadap siswa adalah
memberikan skor pada setiap lembar jawaban siswa. Kegiatan ini harus dilakukan dengan
cermat karena menjadi dasar bagi kegiatan pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai prestasi.
Sebelum melakukan tes, hal yang harus disiapkan adalah menyusun teknik pemberian skor
(penskoran) dan strategi pemberian skor sejak perumusan kalimat pada setiap butir soal.
Pada kegiatan belajar ini akan disajikan pemberian skor pada tes domain kognitif, afektif,
dan psikomotor sesuai dengan pedoman yang telah dikeluarkan oleh Diknas (2004) yang
telah dimodifikasi. Membuat pedoman penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal
bentuk uraian dalam tes domain kognitif supaya subjektivitas guru dalam memberikan skor
dapat diminimalisir. Pedoman menyusun skor juga akan sangat penting ketika melakukan tes
domain afektif dan psikomotor peserta didik, karena sejak tes belum dimulai, guru harus
mampu menentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam
menguasai kompetensi yang dipersyaratkan.
Pada makalah ini, kita akan mempelajari teknik pemberian skor (penskoran) baik pada
domain/ ranah kogntig, afektif, maupun psikomotorik sehingga guru diharapkan memiliki
pengetahuan dan kapabilitas untuk memberi skor pada berbagai soal metode tes.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana konsep skoring itu?
2. Apa arti penting skoring bagi kegiatan evaluasi hasil belajar?
3. Bagaimana teknik skoring untuk domain kognitif?
4. Bagaimana teknik skoring untuk domain afektif?
5. Bagaimana teknik skoring untuk domain psikomotorik?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian dari skoring,
dan arti penting dagi kegiatan hasil belajar.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Penilaian Dan Penskoran


A. Definisi Penskoran
Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen
menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item
dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai
(grade). Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari
angka-angka dari setiap butir soal yang telah di jawab dengan benar, dengan
mempertimbangkan bobot jawaban yang benar.
Maka dapat disimpulkan bahwa Penskoran (skoring) adalah suatu proses pengubahan
jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka. Skor adalah hasil pekerjaan menskor yang
diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab dengan benar
oleh siswa. Skor maksimum tidak selalu tetap, karena ditentukan berdasarkan atas banyak
serta bobot soal-soal tesnya.
Dalam menskor atau menentukan angka, dapat digunakan 3 macam alat bantu yaitu :
1. Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban
2. Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci
skoring
3. Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian
Adapun pada umumnya, pengolahan data hasil tes menggunakan bantuan statistik.
Menurut Zainal Arifin (2006) dalam pengolahan data hasil tes menggunakan empat langkah
pokok yang harus di tempuh.
1. Menskor, yaitu memperoleh skor mentah daritiga jenis alat bantu, yaitu kunci
jawaban kunci scoring dan pedoman konversi.
2. Mengubah skor mentah menjadi skor standar
3. Menkonversikan skor standar kedalam nilai
4. Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas
dan realibilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index) dan daya pembeda.

2
B. Perbedaan Antara Skor Dan Nilai
Dewasa ini banyak diantara para guru sendiri yang masih rancu mengenai definisi dari
skor dan nilai. Skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan
angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab benar oleh siswa. Sedangkan nilai adalah
angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan normal atau acuan
standar. Pengubahan skor menjadi nilai dapat dilakukan untuk skor tunggal, misalnya
sesudah memperoleh skor ulangan harian atau unutk skor gabungan dari beberapa ulangan
dalam rangka memperoleh nilai akhir untuk rapor. Secara rinci skor dapat dibedakan atas 2
(dua) macam, yaitu skor yang diperoleh (obtained score) dan skor sebenarnya (true score).
Skor yang diperoleh (obtained score) adalah sejumlah angka yang dimiliki oleh testee
sebagai hasil mengerjakan tes. Kelemahan-kelemahan butir tes, situasi yang tidak
mendukung, kecemasan, dan lain-lain faktor dapat berakibat terhadap skor yang diperoleh ini.
Apabila faktor-faktor yang berpengaruh ini muncul, baik sebagian ataupun menyeluruh,
penilai tidak dapat mengira-ngira seberapa cermat skor yang diperoleh siswa ini mampu
mencerminkan pengetahuan dan keterampilan siswa yang sesungguhnya.
Skor sebenarnya (true score) seringkali juga disebut dengan istilah skor univers atau skor
alam (universe skor), adalah nilai hipotesis yang sangat tergantung dari perbedaan individu
berkenaan dengan pengetahuan yang dimiliki secara tetap. Sebagai contoh adalah apabila
seseorang diminta untuk mengerjakan sebuah tes berulang-ulang, maka rata-rata dari hasil
tersebut menggambarkan resultan dari variasi hasil yang tidak ajeg. Inilah gambaran
mengenai skor sebenarnya. Akan tetapi di dalam praktek tentu tidak mungkin bahwa penilai
meminta kepada testee untuk mengerjakan sebuah tes secara berulang-ulang. Gambaran ini
hanya untuk menunjukkan contoh saja dalam menjelaskan pengertian skor sebenarnya.

C. Skala penskoring
1. Skala 0 – 10
Dalam penggunaan skala 10, skor aktual siswa ditransfer ke dalam 10 kelompok
nilai, yaitu: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Skala 10 ini dipakai di sekolah sesuai dengan
anjuran pada kurikulum 1975, bahwa seorang siswa yang sudah belajar tidak mungkin
pengetahuannya tidak bertambah, apalagi berkurang. Oleh karena itu, nilai 0 (nol)
ditiadakan. sehingga memungkinkan bagi guru untuk penilaian yang lebih halus. Dalam skala
1-10, guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut kemudian

3
dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4
(selisih hampir 1) akan keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6.
2. Skala 0 – 100
Memang diseyogyakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan
menggunakan skala 1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukkan penilaian yang
agak kasar. Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1-100, dimungkinkan melakukan
penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalam skala
1-10 yang biasanya dibulatkan menjadi 6, dalam akala 1-100 ini boleh dituliskan dengan 55
dan 64. Nilai dengan menggunakan skala 100 disebut skor T yang bergerak pada interval 0
sampai dengan 100. Nilai dengan menggunakan skala 100 ini didasari oleh nilai z.
3. Skala baku (skor Z dan skor T )
Skala baku (standar) disebut juga skala z, dan nilainya disebut nilai baku atau nilai z.
Dasarnya adalah kurva normal baku yang memiliki nilai rerata = 0 dan simpangan baku s = 1.
4. Skala Huruf (skala lima)
Skala lima disebut juga dengan skala huruf karena nilai akhir tidak dinyatakan dengan
angka (bilangan), malainkan dengan huruf A, B, C, D, dan E. Beberapa pakar evaluasi
pendidikan ada pula yang menggunakan huruf F (failure) atau huruf G (gagal) sebagai
pengganti nilai E.

2.2 Pemberian Skor Tes pada Domain Kognitif


A. Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda
Cara penskoran tes bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu: pertama penskoran tanpa
ada koreksi jawaban, penskoran ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan butir beda
bobot.
1) Penskoran tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal yang dijawab
benar mendapat nilai satu (tergantung dari bobot butir soal), sehingga jumlah skor yang
diperoleh peserta didik adalah dengan menghitung banyaknya butir soal yang dijawab
benar. Rumusnya sebagai berikut.

B = banyaknya butir yang dijawab benar


N = adalah banyaknya butir soal
Contohnya adalah sebagai berikut :

4
Pada suatu soal tes ada 50 butir, Budi menjawab benar 25 butir, maka skor yang dicapai Budi
adalah:

2) Penskoran ada koreksi jawaban, yaitu pemberian skor dengan memberikan pertimbangan
pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab, adapun rumusnya adalah sebagai
berikut:

B: Banyaknya soal yang dijawab benar


S: Banyaknya soal yang dijawab salah
P: Banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N: Banyaknya butir soal
Contoh :
Pada soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal dengan 4 pilihan tiap butir dan
banyaknya 40 butir, Amir dapat menjawab benar 20 butir, menjawab salah 12 butir dan tidak
dijawab ada 8 butir, maka skor yang diperoleh Amir adalah:

3) Penskoran dengan butir beda bobot, yaitu pemberian skor dengan memberikan bobot
berbeda pada sekelompok butir soal. Biasanya bobot butir soal menyesuaikan dengan
tingkatan kognitif (pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi)
yang telah dikontrak guru. Anda juga dapat membedakan bobot butir soal dengan cara
lain, misalnya ada sekelompok butir soal yang dikembangkan dari buku pegangan guru
dan sekelompok yang lain dari luar buku pegangan diberi bobot berbeda, yang pertama
satu, yang lain dua. Adapun rumusnya sebagai berikut.

5
Bi = banyaknya butir soal yang dijawab benar peserta tes
bi = bobot setiap butir soal
St = skor teoritis (skor bila menjawab benar semua butir soal)

Contoh:
Pada suatu soal tes matapelajaran IPA berjumlah 40 butir yang terdiri dari enam tingkat
domain kognitif diberi bobot sebagai berikut: pengetahuan bobot 1, pemahaman 2, penerapan
3, analisis 4, sintesis 5, dan evaluasi 6.

Yoyok dapat menjawab benar 8 butir soal domain pengetahuan dari 12 butir, 12 butir dari 20
butir soal pehamanan, 2 butir soal penerapan dari 4 butir, 1 butir soal analisis dari 2 butir, dan
1 butir soal sintesis dan evaluasi masing-masing 1 butir. Berapakah skor yang diperoleh
Yoyok?
Untuk mempermudah memberi skor disusun Tabel 6.1. sebagai berikut.
Tabel 6.1. Contoh Pemberian Skor

Jadi skor yang diperoleh Yoyok adalah 63,9%, artinya Yoyok dapat menguasai tes
matapelajaran IPA sebesar 63,9%

B. Penskoran Soal Bentuk Uraian Objektif


Pada bentuk soal uraian objektif, biasanya langkah-langkah mengerjakan dianggap
sebagai indikator kompetensi para peserta didik. Oleh sebab itu, sebagai pedoman penskoran

6
dalam soal bentuk uraian objektif adalah bagaimana langkah-langkah mengerjakan dapat
dimunculkan atau dikuasai oleh peserta didik dalam lembar jawabannya.
Untuk membuat pedoman penskoran, sebaiknya melihat kembali rencana kegiatan
pembelajaran untuk mengidentifikasi indikator-indikator tersebut. Perhatikan contoh berikut.
Indikator : Peserta didik dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan mengubah satuan
ukurannya.
Butir soal :
Sebuah bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 75
cm. Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk menjawabnya tuliskan langkah-
langkahnya!)
Tabel 6.2. Pedoman penskoran uraian objektif

C. Penskoran Soal Bentuk Uraian Non-Objektif


Prinsip penskoran soal bentuk uraian non-objektif sama dengan bentuk uraian objektif
yaitu menentukan indikator kompetensinya. Perhatikan contoh berikut.
Indikator: Peserta didik dapat mendeskripsikan alasan Warga Negara Indonesia bangga
menjadi Bangsa Indonesia.
Butir soal: Tuliskan alasan-alasan yang membuat Anda bangga sebagai Bangsa Indonesia!
Pedoman penskoran:
Jawaban boleh bermacam-macam namun pada pokok jawaban tadi dapat dikelompokkan
sebagai berikut.
Tabel 6.3. Contoh Pedoman Penskoran

7
Tidak ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban yang diperoleh
akan sangat beraneka ragam. Untuk menentukan standar lebih dahulu, tentulah sukar. Sebagai
upaya untuk meminimalisir hambatan tersebut adalah dengan mengikuti beberapa langkah-
langkah berikut yang harus dilakukan guru pada waktu mengoreksi dan memberi angka tes
bentuk uraian. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban. Dengan
membaca seluruh jawaban, guru dapat memperoleh gambaran lengkap tidaknya
jawaban yang diberikan siswa secara keseluruhan.
2. Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya, jika jawabannya lengkap
diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, begitu seterusnya sampai kepada jawaban
yang paling rendah. Dalam menentukan angka pada hal yang terakhir ini umumnya kita
perlu berpikir bahwa tidak ada unsur tebakan. Dengan demikian ada dua pendapat, satu
pendapat menentukan angka 1 atau 2 bagi jawaban yang salah, tetapi pendapat lain
menentukan angka 0 untuk jawaban itu. Tentu saja bagi jawaban yang kosong (tidak
ada jawaban sama sekali), jelas diberikan angka 0.
3. Memberikan angka bagi soal pertama
4. Membaca soal kedua dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban, dilanjutkan
dengan pemberian angka untuk soal kedua.
5. Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk tes soal berikutnya, dan seterusnya hingga
seluruh soal diberi angka.
6. Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes
bentuk uraian.
Setelah mempelajari hal-hal tersebut, dapat kita simpulkan bahwa dengan membaca
terlebih dahulu seluruh jawaban yang diberikan oleh siswa, kita menjadi tahu bahwa mungkin
tidak ada seorang pun dari siswa yang menjawab dengan betul untuk sesuatu nomor soal.
Menghadapi situasi seperti ini, kita gunakan cara pemberian angka yang relatif.
Misalnya, untuk sesuatu nomor soal jawaban yang paling lengkap hanya mengandung 3
unsur, padahal kita menghendaki 5 unsur, maka kepada jawaban yang paling lengkap itulah
kita berikan angka 5, sedangkan untuk yang menjawab hanya 2 atau 1 unsur, kita beri angka
lebih sedikit, yaitu misalnya 3,5; 2; 1,5 dan seterusnya.
Dengan cara ini maka pemberian angka pada tes bentuk uraian tidak akan dapat
konsisten atau tetap dari kelas ke kelas atau dari tahun ke tahun.
Uraian penjelasan di atas ini adalah cara memberikan angka dengan menggunakan atau
mendasarkan pada norma kelompok (norm referenced test). Apabila dalam memberikan
8
angka menggunakan atau mendasarkan pada standar mutlak (criterion referenced test), maka
langkah-langkah yang dilakukan akan berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan ulang adalah
sebagai berikut:
1. Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh siswa dan dibandingkan dengan kunci
jawaban yang telah disusun
2. Membubuhkan skor di sebelah kiri setiap jawaban. Ini dilakukan per nomor soal.
3. Menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal, dan terdapatlah skor
untuk bagian soal yang berbentuk uraian.
Dengan cara kedua ini maka skor siswa tidak dibandingkan dengan jawaban yang paling
lengkap yang diberikan oleh siswa lain, tetapi dibandingkan dengan jawaban lengkap yang
dikehendaki dan sudah ditentukan oleh guru.

D. Pembobotan Soal Bentuk Campuran


Dalam beberapa situasi bisa digunakan soal bentuk campuran, yaitu bentuk pilihan dan
bentuk uraian. Pembobotan soal bagian soal bentuk pilihan ganda dan bentuk uraian
ditentukan oleh cakupan materi dan kompleksitas jawaban atau tingkat berpikir yang terlibat
dalam mengerjakan soal. Pada umumnya cakupan materi soal bentuk pilihan ganda lebih
banyak, sedang tingkat berpikir yang terlibat dalam mengerjakan soal bentuk uraian biasanya
lebih banyak dan lebih tinggi.
Suatu ulangan terdiri dari n1 soal pilihan ganda dan n2 soal uraian. Bobot untuk soal
pilihan ganda adalah w1 dan bobot untuk soal uraian adalah w2. Jika seorang peserta didik
menjawab benar n1 pilihan ganda, dan n2 soal uraian, maka peserta didik tersebut mendapat
skor:

Contoh:
Suatu ulangan terdiri dari 20 bentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan, dan 4 buah soal bentuk
uraian. Titi dapat menjawab benar soal pilihan ganda 16 butir dan salah 4 butir, sedang
bentuk uraian bisa dijawab benar 20 dari skor maksimum 40. Apabila bobot pilihan ganda
adalah 0,40 dan bentuk uraian 0,60, maka skor yang diperoleh Titi dapat dihitung sebagai
berikut.
a. skor pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan : (16/20)x100 = 80

9
b. skor bentuk uraian adalah : (20/40)x100 = 50
c. skor akhir adalah : 0,4 x (80) + 0,6 x (50) = 62

E. Penskoran Bentuk Soal Benar-Salah


Pada tes dengan menggunakan instrumen soal benar-salah, testee (tercoba) hanya diminta
melingkari huruf B atau S, sehingga kunci jawaban yang disediakan hanya berbentuk urutan
nomor serta huruf dimana kita menghendaki untuk melingkari (atau dapat juga diberi tanda
X).
Contoh:
1. B 6. S
2. S 7. B
3. S 8. S
4. B 9. S
5. B 10. B (dan seterusnya)
Ada baiknya kunci jawaban ini ditentukan terlebih dahulu sebelum menyusun soalnya
dengan tujuan sebagai berikut:
 Dapat diketahui imbangan antara jawab B dan S
 Dapat diketahui letak atau pola jawaban B dan S
Bentuk betul-salah sebaiknya disusun sedemikian rupa sehingga jumlah jawaban B
hampir sama banyaknya dengan jawaban S, dan tidak dapat ditebak karena tidak diketahui
pola jawabannya. Dalam menentukan angka (skor) untuk tes bentuk B-S ini kita dapat
menggunakan 2 (dua) cara, yaitu tanpa hukuman atau tanpa denda adalah apabila banyaknya
angka yang diperoleh siswa sebanyak jawaban yang cocok dengan kunci dan dengan
hukuman atau dengan denda
Dengan hukuman yaitu apabila terdapat keraguan adanya unsur tebakan.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
 Pertama dengan rumus,

dimana, S: Score R: Right W: Wrong


Skor yang diperoleh siswa sebanyak jumlah soal yang benar dikurangi dengan jumlah soal
yang salah.
Contoh:

10
 Banyak soal = 10
 Jawaban benar = 8
 Jawaban salah = 2 buah
 Angkanya adalah 8-2 = 6

 Kedua dengan rumus,

Dimana, T adalah singkatan dari Total, artinya jumlah soal dalam tes.
Contoh:
 Banyaknya soal = 10 buah
 Jawaban salah = 2 buah
 Angkanya adalah

F. Pemberian Skor Bentuk Soal Jawab Singkat (Short Answer Test)


Tes bentuk jawab singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbetuk kata
atau kalimat pendek. Melihat namanya, maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh
berbentuk kalimat-kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung satu
pengertian. Dengan persyaratan inilah maka bentuk tes ini dapat digolongkan ke dalam
bentuk tes objektif.
Tes bentuk isian, dianggap setaraf dengan tes jawab singkat ini, kunci jawaban tes bentuk ini
merupakan deretan jawaban sesuai dengan nomornya.
Contoh:
1. Berat jenis
2. Mengembun
3. Komunitas
4. Populasi
5. Energi
Pemberian skor pada bentuk tes ini adalah dengan mengingat jawaban yang hanya satu
pengertian saja, maka angka bagi tiap nomor soal mudah ditebak. Usaha yang dikeluarkan
oleh siswa sedikit, tetapi lebih sulit daripada tes bentuk benar-salah atau bentuk pilihan

11
ganda. Sebaiknya tiap soal diberi angka 2 (dua). Dapat juga angka itu kita samakan dengan
angka pada bentuk benar-salah atau bentuk pilihan ganda jika memang jawaban yang
diharapkannya ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabannya bervariasi misalnya
lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka angkanya dapat dibuat bervariasi pula
misalnya 2; 1,5; dan 1.
G. Pemberian Skor Bentuk Soal Menjodohkan (Matching)
Pada dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana
jawaban-jawaban dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya. Dengan
demikian, maka pilihan jawabannya akan lebih banyak. Satu kesulitan lagi adalah bahwa
jawaban yang dipilih dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan
lagi untuk pertanyaan lain.
Kunci jawaban tes bentuk menjodohkan dapat berbentuk deretan jawaban yang dikehendaki
atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat di depan alternatif jawaban.
Contoh:
1. Tahun 1922 atau 1. F
2. Imam bonjol atau 2. C
3. Perang padri atau 3. H
4. Teuku umar atau 4. A
5. P. Diponegoro atau 5. B
Telah dijelaskan bahwa tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang
lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak.
Sebagai acuan dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor adalah 2 (dua).

H. Pemberian Skor Pada Tugas


Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokok-pokok yang harus termuat di
dalam pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut kriteria tentang isi tugas. Namun sebagai
kelengkapan dalam pemberian skor, digunakan suatu tolak ukur tertentu.
Tolak ukur yang disarankan ini digunakan sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah
sebagai berikut:
1. Ketepatan waktu penyerahan tugas
2. Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan siswa dalam
mengerjakan tugas
3. Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan berfikir
4. Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi
12
5. Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan
oleh guru
Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu dipikirkan peranan masing-masing aspek
kriteria tersebut, misalnya:
A1 - ketepatan waktu, diberikan bobot 2
A2 - bentuk fisik, diberi bobot 1
A3 - sistematika, diberi bobot 3
A4 - kelengkapan isi, diberi bobot 3
A5 - mutu hasil, diberi bobot 3
Maka nilai akhir untuk tugas tersebut diberikan dengan rumus:

2.3 Pemberian Skor Tes Pada Domain Afektif


Domain afektif ikut menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Sedikitnya terdapat 2
(dua) komponen dalam domain afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat
terhadap suatu pelajaran. Sikap peserta didik terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau
netral. Tentu diharapkan sikap peserta didik terhadap semua mata pelajaran positif sehingga
akan timbul minat untuk belajar atau mempelajarinya. Peserta didik yang memiliki minat
pada pelajaran tertentu bisa diharapkan prestasi belajarnya akan meningkat secara optimal,
bagi yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, guru
memiliki tugas untuk membangkitkan minat kemudian meningkatkan minat peserta didik
terhadap mata pelajaran yang diampunya. Dengan demikian akan terjadi usaha yang sinergi
untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Langkah pembuatan instrumen domain afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai
berikut:
a. Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
b. Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran di kelas, banyak bertanya, tepat
waktu mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal ini
selanjutnya ditanyakan pada peserta didik.
c. Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: sangat
berminat, berminat, sama saja, kurang berminat, dan tidak berminat.
d. Telaah instrumen oleh sejawat.

13
e. Perbaiki instrumen.
f. Siapkan kuesioner atau inventori laporan diri.
g. Skor inventori.
h. Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.

Contoh:
Instrumen untuk mengukur minat peserta didik yang telah berhasil dibuat ada 10 butir. Jika
rentangan yang dipakai adalah 1 sampai 5, maka skor terendah seorang peserta didik adalah
10, yakni dari 10 x 1 dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan demikian,
mediannya adalah (10 + 50)/2 atau sebesar 30. jika dibagi menjadi 4 kategori, maka skala 10-
20 termasuk tidak berminat, 21 sampai 30 kurang berminat, 31 – 40 berminat, dan skala 41 –
50 sangat berminat.

2.4 Pemberian Skor Tes pada Domain Psikomotor


a. Penyusunan Tes Psikomotor
Tes untuk mengukur ranah psikomotor adalah tes untuk mengukur penampilan atau
kinerja (performance) yang telah dikuasai peserta didik. Tes tersebut menurut Lunetta dkk.
(1981) dalam Majid (2007) dapat berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi,
dan tes unjuk kerja.
Skala penilaian cocok untuk menghadapi subjek yang jumlahnya sedikit. Perbuatan yang
diukur menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat tidak sempurna
sampai sangat sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling tidak sempurna dan skala 5
paling sempurna.
Misal dilakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta didik menggunakan
thermometer badan. Untuk itu dicari indikator-indikator apa saja yang menunjukkan peserta
didik terampil menggunakan thermometer tersebut, misal indikator-indikator sebagai berikut:
 Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.
 Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
 Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
 Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.
 Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhunya.
 Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer.
Dari contoh cara pengukuran suhu badan menggunakan skala penilaian, ada 6 butir soal
yang dipakai untuk mengukur kemampuan seorang peserta didik jika untuk butir 1 peserta
14
didik yang bersangkutan memperoleh skor 5 berarti sempurna/benar, butir 2 memperoleh
skor 4 berarti benar tetapi kurang sempurna, butir 3 memperoleh skor 4 berarti juga benar
tetapi kurang sempurna, butir 4 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, butir 5 memperoleh
skor 3 berarti kurang benar, dan butir 6 juga memperoleh skor 3 berarti kurang benar, maka
total skor yang dicapai peserta didik tersebut adalah (5 + 4 + 4 + 3 + 3 + 3) atau 22. Seorang
peserta didik yang gagal akan memperoleh skor 6, dan yang berhasil melakukan dengan
sempurna memperoleh skor 30; maka median skornya adalah (6 + 30)/2 = 18. Jika dibagi
menjadi 4 kategori, maka yang memperoleh skor 6 – 12 dinyatakan gagal, skor 13 – 18
berarti kurang berhasil, skor 19 – 24 dinyatakan berhasil, dan skor 25 – 30 dinyatakan sangat
berhasil. Dengan demikian peserta didik dengan skor 21 dapat dinyatakan sudah berhasil
tetapi belum sempurna/belum sepenuhnya baik jika sifat keterampilannya adalah absolut,
maka setiap butir harus dicapai dengan sempurna (skala 5). Dengan demikian hanya peserta
didik yang memperoleh skor total 30 yang dinyatakan berhasil dan dengan kategori
sempurna.
Tabel 6.4. Kisi-kisi soal ujian bisa sebagai berikut

2.5 Hambatan Dan Solusi Dalam Pemberian Skor


Adakalanya guru dituntut untuk memberikan nilai terhadap prestasi belajar siswa tanpa
memberikan skor terlebih dahulu. Misalnya, pada waktu ujian lisan. Apabila nilai ujian
diberikan terhadap setiap butir pertanyaan, maka akan cukup memadahi. Tetapi hal yang
perlu diperhatikan adalah munculnya unsur subjektifitas sehingga guru seringkali melakukan
hal-hal diluar keadilan.
Contohnya adalah guru yang berkali-kali menunjukkan kepuasannya terhadap hasil
belajar siswa dan bagaimana guru tersebut mempertahankan seorang siswa. Subjektifitas
tidak hanya berimplikasi pada kredibilitas nilai yang dihasilkan saja tetapi juga berdampak
pada kriteria dalam pengukuran tingkat pencapain hasil belajar yang dimaksud.
Dalam menentukan nilai terhadap tiap-tiap aspek ini pun kita dituntut untuk memberikan
pertimbangan yang didasari oleh kebijaksanaan. Sebenarnya guru dapat mengambil beberapa
langkah sebagai dasar untuk meminimalisir kesulitan objektifitas penilaian tersebut yaitu
dengan cara sebagai berikut:

15
1) Bertitik tolak dari batas bawah, yaitu berpikir pekerjaan yang jelek diberi nilai
berapa, kemudian membandingkan hasil pekerjaan yang kita hadapi dengan nilai
batas bawah tersebut. Dari batas bawah ini kita memberikan tambahn nilai sebanyak
jarak antara nilai batas bawah dengan pekerjaan siswa. Jadi, kita berangkar dari
bawah, lalu naik ke atas. Menurut pengalaman, oemberian nilai dengan cara ini
cenderung menghasilkan nilai rendah.
2) Bertitik tolak dari plafon atau batas atas. Dengan cara ini kita berpikir mengenai
kesempurnaan pekerjaa, tetapi diukur menurut ukuran siswa, bukan diukur dengan
kemampuan guru. Selanjutnya berangkat dari nilai batas atas tersebut kita kurangkan
sedikit-sedikit sejauh kesenjangan antara nilai batas dengan pekerjaan siswa yang
dihadapi. Jadi, kita berangkat dari atas kemudian turun ke bawah. Menurut
pengalaman, pemberian nilai dengan cara ini cenderung menghasilkan nilai yang
tinggi.
Cara-cara seperti diatas dapat juga diterapkan untuk menilai tugas-tugas yang sifatnya
relatif dan cenderung menimbulkan subjektifitas.

2. 6 Teknik pengolahan hasil belajar

Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan


menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan

Penilaian yang dilakukan pendidik meliputi pencapaian kompetensi peserta didik, bahan
penyusunanlaporan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Untuk memperbaiki
proses pembelajaran dapat dilakukan, apabila pendidik dalam hal ini guru melakukan analisis
hasil evaluasi. Bentuk penilaian meliputi ulangan harian ( Tes Formatif), ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester sengangkan penilaian yang dilakukan satuan pendidikan
adalah ujian sekolah, dan penilaian yang dilakukan pemerintah adalah ujian nasional

1. Teknik penilaian akhir


ada 2 tahap yang dilakukan dalam melakukan pengolahan hasil evaluasi, yaitu
memberikan skor dan memberikan penilaian. Data pengukuran melalui alat penilaian
tertentu (objektif /esai) berupa data kuantitatif yang disebut skor mentah. Agar skor

16
ini mempunyai arti terhadap kemampuan siswa perlu diolah menjadi data matengyang
diolah menjadi nilai akhir, melalui pengolahan data statistik.
Dalam memntukan tingkat keberhasilan ada beberapa teknik analisis data,
diantaranya:
a. Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang diacukan dengan rata-
rata nilai kelompoknya
b. Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah penilaian yang diacukan dengan tujuan
instruksional yang harus dicapai siswa dalam KTSP biasa disebut KKM
2. Skala Penilaian
Skala penilaian adalah untuk menghitung batas minimum skor yang harus dicapai
seorang peserta didik yang menyatakan berhasil dalam pembelajaran. Ada 3 macam
yang biasa digunakan, yaitu :
a. Batas lulus actual : didasarkan atas nilai rata-rata siswa dan simpangan
bakunya. Batas lulusnya (𝑥̅ + 0,25 𝑆𝐷)
b. Batas lulus ideal : dengan menentukan nilai rata-rata adalah ½ nilai maksimum
dengan simpangan baku ideal 1/3 dari rata-rata ideal.
c. Batas lulus purposive: mengacu pada penilaian akhir patokan(PAP) tidakperlu
menghitung rata-rata dan simpangan baku
3. Nilai Akhir Tes
Setiap jenis tes dalam perhitungan akhir hendaknya berdiri sendiri, jangan digabung
karena setiap jenis tes memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Berikut contoh
perhitungan nilai akhir untuk tes tertulis.
a) Tes tertulis
1. Nilai ulangan harian diperoleh dari hasil tes lisan atau tertulis dan dari pengamatan
atau tes praktik/perbuatan.
2. Hasil Ulangan harian yang diperoleh dari tes lisan, tertulis, dan tes praktik/perbuatan,
setelah dikoreksi perlu diberi nilai (skor) 1-100 dengan diberi catatan dan komentar.
3. Cara menghitung nilai tes tertulis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
 Pilihan Ganda, setiap soal diberi skor 1
 Menjodohkan, setiap soal diberi skor 1
 Isian, setiap soal diberi skor 2
 Uraian, setiap soal diberi skor sesuai bobot soal. (Pada contoh di bawah ini,
skor soal uraian ditetapkan 3)

17
Contoh hasil pekerjaan tes Ali dalam mata pelajaran IPS sebagai berikut.
Jumlah Skor Skor
No Bentuk Soal skor Keterangan
Soal Maksimal Perolehan
1 Pilihan Ganda 10 1 10 7
2 Menjodohkan 5 1 5 3
3 Isian 10 2 20 10
4 Uraian 5 3 15 12
Jumlah 50 32

Nilai ulangan Ali dapat dihitung dengan rumus :

Skor Perolehan
x 100
Skor Maksimal

Jadi nilai ulangan untuk mata pelajaran IPS yang diperoleh Ali adalah:
32
x 100 = 64
50

b) Cara Memberi Skor Mentah untuk Tes Objektif

Ada dua cara untu memberikan skor pada bentuk tes objektif:

1. Tanpa Rumus Tebakan (Non-Guessing Formula)

Pemberian skor pada tes objektif pada umumnya digunakan apabila soal belum
diketahui tingkat kerumitannya. Untuk soal obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item
diberi skor maksimal 1 (satu). Apabila testee menjawab benar maka diberikan skor 1 dan
apabila salah maka diberikan skor 0.

2. Menggunakan Rumus Tebakan (Guessing Formula)

Biasanya rumus ini digunakan apabila soal-soal tes itu pernah diujicobakan dan
dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat kebenarannya.

18
Adapun rumus-rumus tebakan sebagai berikut:
 Bentuk Benar-salah (True or False)

S = ΣB- ΣS

Keterangan:

S = skor yang dicari

ΣB = Jumlah Jawaban yang benar

ΣS = Jumlah Jawaban yang Salah

 Bentuk Pilihan Ganda (multiple choice)

∑ 𝑩−∑ 𝑺
S=
𝒏−𝟏

keterangan:

S = skor yang dicari

ΣB = Jumlah Jawaban yang benar

ΣS = Jumlah Jawaban yang Salah

n = Alternatif jawaban yang disediakan

c) Cara Memberi Skor Skala Sikap

Untuk mengukur sikap dan minat belajar siswa, guru dapat menggunakan alat penilaian
model skala, seperti sikap dan skala minat. Skala sikap dapat menggunakan lima skala, yaitu;
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Tahu (TT), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS). Skala yang digunakan 5,4,3,2,1 (untuk pernyataan positif) dan 1,2,3,4,5 (untuk
pernyataan negative). Begitupun dengan skala minat, guru dapat menggunakan lima skala,
seperti Sangat Berminat (SB), Berminat (B), Sama Saja (SS), Kurang Berminat (KB), dan
Tidak Berminat (TB).

19
d) Cara Memberi Skor untuk Domain Psikomotor

Dalam domain psikomotor, pada umumnya yang diukur adalah penampilan atau kinerja.
Untuk mengukurnya, guru dapat menggunakan tes tindakan melalui simulasi, unjuk kerja
atau tes identifikasi. Salah satu instrument yang dapat digunakan adalah skala penilaian yang
terentang dari Sangat Baik (5), Baik (4), Cukup (3), Kurang Baik (2), sampai dengan Tidak
Baik (1).

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara umum faktor yang mempengaruhi skor adalah hal yang permanen dalam diri
siswa, hal yang temporer dalam diri siswa, penyelenggaraan, dan hal yang tidak pernah
diperhitungkan lainnya. Tes objektif menganut prinsip penskoran dikotomi, benar diberi
angka 1 dan salah diberi angka 0. Sedangkan, tes subjektif menganut prinsip penskoran
politomi,benar diberi angka 1 dan salah tidak diberi angka 0.
Penskoran adalah pembuatan skor hasil tes prestasi peserta didik berdasarkan model tipe soal
dan pembobotannya pada suatu perangkat tes, umumnya hasil penskoran dirupakan dalam
bentuk angka.
Untuk bentuk soal tes objektif bisa digunakan rumus yang masing- masing telah di
tentukan.
Cara menskor soal-soal essay sebaiknya menilai dari ukuran hasil belajar yang sedang diukur,
lalu mengevaluasi semua jawaban-jawaban siswa soal demi soal tanpa mengetahui identitas
atau nama murid yang mengerjakan jawaban tersebut.
Dalam membuat penskoran dan pembobotan butir soal suatu tes, maka yang harus
diperhatikan adalah tingkatan dalam setiap domain (kognitif, afektif, dan psikomotor).
Bentuk perangkat tes yang baik adalah tes yang butir-butir soalnya disusun dengan
memperhatikan komponen-komponen tingkatan dalam suatu domain dan tersusun lebih dari
satu bentuk tes.
Sebelum atau selama pembuatan soal tes, guru harus merencanakan bentuk-bentuk
penskoran yang akan diberlakukan. Hal ini akan dapat membantu guru dalam melaksanakan
prinsip objektif dan metodik dalam kegiatan penskoran sehingga tidak terkesan asal memberi
skor. Hasil penskoran yang terencana akan memudahkan kegiatan berikutnya dalam
penilaian, yaitu mengkonversi skor hasil belajar menjadi skor prestasi atau nilai standar.

3.2 Saran

Sebagai seorang guru dituntut untuk memiliki kompetensi yang profesional dalam
memberikan skor atau nilai kepada siswa. Hal ini perlu diperhatikan oleh guru karena hasil
dari skoring memiliki implikasi yang luas dan kompleks, tidak hanya pada siswa tetapi juga

21
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap nilai tersebut. Maka dari itu, guru harus memiliki
pengetahuan yang cukup dan ketrampilan yang profesional dalam memberikan penilaian
terhadap hasil belajar siswa sehingga dapat benar-benar merepresentasikan capaian hasil
belajar siswa.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suhasimi.2011.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.Ed.Revisi, Cet.12. Jakarta:


Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-prinsip dan Tehnik Evaluasi Pembelajaran.Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Reksaayu, Sagitri. 2012. (Online),
(http://sagitrikuntireksaayu.blogspot.com/2012/05/pemberian-skor-verifikasi-dan-
standar.html), diakses 17 Maret 2015.
Ahmadurrahman.2010.(Online),(http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%2
0Kuliah%20Awal/Assesment%20Pembelajaran/BAC/assessmen_pembelajaran_6.pdf),
diakses 17 Maret 2015.

23

Anda mungkin juga menyukai