Anda di halaman 1dari 12

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS 8 PENYAMBUNGAN MATERIAL

TALITHA ARISTA NIA

1606827630

PENYAMBUNGAN MATERIAL - 01

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL

DEPOK

APRIL 2019
Talitha Arista Nia / 160682630 / Tugas 8 Penyambungan Material
2019

1) Jelaskan definisi kemampulasan dan faktor apa saja yang mempengaruhi sifat
tersebut.

American Welding Society mendefinisikan weldability (kemampulasan) sebagai, kapasitas


suatu logam untuk dilas dibawah suatu kondisi fabrikasi yang dikenakan ke dalam struktur
yang dirancang khusus, dan memberikan performa yang memuaskan ketika di lapangan.
Dapat juga diartikan sebagai pengukuran seberapa mudah seorang juru las melakukan
pengelasan pada material tertentu tanpa menimbulkan retak dan memperoleh sifat mekanis
yang diinginkan. Jika suatu material mudah dilas tanpa terjadi reta, maka material tersebut
dikatakan weldable. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampulasan adalah:

 Desain dari lasan.


 Kondisi lapangan (services).
 Pemilihan proses pengelasan.
 Sifat-sifat material, antara lain: temperatur titik lebur dan titik uap, sifat listrik dan
panas, afinitas lasan terhadap O, N, dan H, keberadaaan lapisan film di permukaan
logam induk.

2) Jelaskan kemampulasan dari baja karbon. Jenis baja karbon yang mana yang
memilki kemampulasan terbaik.

Kemampulasan dari baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon yang terkandung dalam
baja karbon. Dimana berdasarkan kadar karbonnya, baja karbon terbagi menjadi:
 low carbon steel
 mild steel
 medium carbon steel
 high carbon steel

Dimana kemampulasan dari baja karbon tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Talitha Arista Nia / 160682630 / Tugas 8 Penyambungan Material
2019

Untuk menentukan kemampulasan baja karbon, kita harus mempertimbangkan nilai CE


(Carbon Equivalent). Dimana untuk nilai CE < 0,4 maka weldability dari baja karbon
tersebut excellent. Selain itu, kemampulasan dari baja karbon berbanding lurus dengan
kemampukerasan dari baja karbon tersebut. Hal ini dikarenakan adanya pembentukan fasa
martensit selama proses perlakuan panas. Dengan adanya peningkatan kadar karbon, maka
kemampukerasan akan meningkat dan menyebabkan weldability menurun. Oleh karena itu,
diperlukan adanya keseimbangan (trade-off) antara kekuatan material dengan weldability nya.

3) Jelaskan hubungan antara komposiis logam yang akan dilas dengan sensitifitas
retak. Ukuran atau parameter apa yang dipakai untuk menentukan sensitifitas retak
lasan. Sebutkan beberapa rumusan yang saudara ketahui.

Hubungan antara komposisi logam yang akan dilas dengan sensitifitas retak dengan
meningkatnya kadar karbon maka akan mempermudah terbentuknya martensit. Dengan
terbentuknya struktur martensite pada hasil las akan membuat hasil las menjadi getas.
Talitha Arista Nia / 160682630 / Tugas 8 Penyambungan Material
2019

Selain itu, hubungan antara komposisi logam yang akan dilas dengan sensitifitas retak dapat
dinyatakan dalam grafik dibawah:
Talitha Arista Nia / 160682630 / Tugas 8 Penyambungan Material
2019

Parameter penting pada grafik diatas yang mempengaruhi sensitifitas retak pada lasan adalah
nilai carbon equivalent. Nilai carbon equivalent ini didapat dengan rumus:

Dengan melihat rumus diatas, maka disimpulkan bahwa komposiis logam akan sangat
mempengaruhi besarnya nilai karbon ekivalen, dimana nilai karbon ekivalen ini akan
mempengaruhi sensitifitas retak pada proses pengelasan. Semakin besar komposisi dari unsur
karbon, mangan dan silicon dalam logam lasan, maka akan meningkatkan kekerasan baja
tersebut sekaligus meningkatkan nilai karbon ekivalennya. Semakin besar nilai CE, maka
sensitifitas retak pada pengelasannya juga akan meningkat.
Talitha Arista Nia / 160682630 / Tugas 8 Penyambungan Material
2019

4) Jelaskan hubungan antara peak temperature dengan cooling rate logam yang dilas
apabila material tersebut hasil canai (rolling). Jelaskan juga daerah mana yang
mengalami degradasi properties (kekuatan, impak, dan keuletan).

Saat produk dicanai, pada temperatur puncak, butir akan terekristalisasi pada daerah HAZ,
sehingga keuletan meningkat. Namun, jika panas ditahan terlalu lama akan menimbulkan
pertumbuhan butir yang berlebihan (disebut grain growth) sehingga kekuatan menurun.
Kecepatan pendinginan yang tinggi akan menahan terjadinya grain growth sehingga butir
akan tetap halus dan material menjadi ulet, namun keuletan tetap baik. Sementara, material
dasar karena tidak terkena panas, maka tidak terjadi rekristalisasi sehingga sifatnya masih
kuat dan keras dibandingkan hasil lasan dan HAZ nya.

5) Jelaskan secara skematis weldability baja karbon medium yang dilakukan


pengerasan dengan perlakuan panas (heat treatment). Kelaskan juga daerah mana
yang mengalami degradasi properties (kekuatan, impak, dan keuletan).
Talitha Arista Nia / 160682630 / Tugas 8 Penyambungan Material
2019

Grafik pada bagian bawah menunjukkan bahwa daerah HAZ akan mengaami peningkatan
kekuatan dan keuletan, namun kekuatan dan keuletan tersebut akan menurun drastis pada
batas daerah dekat fine grain (memasuki daerah α + martensit).

6) Jelaskan hubungan antara besar butir di daerah HAZ dengan kekuatan impak
material yang di las. Daerah mana yang mengalami penurunan nilai impak khususnya
untuk baja karbon.

Kekuatan impak didasarkan pada nilai ketangguhan suatu material. Material dikatakan
tangguh jika dia memiliki kekuatan tinggi, namun tetap ulet, sehingga dapat menyerap energi
dengan baik tanpa terjadinya perpatahan. Butir pada daerah HAZ sebaiknya merupakan
gabungan antara yang coarse dan yang fine, seperti pada hasil lasan yang dianil, dimana
terdapat kesetimbangan antara kekuatannya dan keuletannya. Pada baja karbon umumnya
penurunan nilai impak terjadi pada daerah yang keuletannya rendah, yaitu pada daerah HAZ.

7) Jelaskan fungsi t-8/5 dalam menentukan struktur mikro daerah HAZ dan diagram
apa yang saudara harus gunakan khususnya untuk baja karbon.
Talitha Arista Nia / 160682630 / Tugas 8 Penyambungan Material
2019

Siklus temperatur-waktu  hal penting untuk menentukan sifat mekanis dari sambungan
lasan setelah pengelasan. Hal ini dipengaruhi oleh bentuk lasan, energi yang digunakan,
temperature preheat. Biasanya siklus temperatur-waktu selama pengelasan ditentukan oleh
t8/5 dimana waktu pendinginan terhitung pada temperature 800 hingga 500oC. Kekerasan
HAZ berkurang jika cooling time 800-500 besar. Namun meningkatkan cooling time akan
menurunkan ketangguhan dari HAZ, menurunkan nilai impak.

8) Jelaskan hubungan hardenability dan weldability untuk baja karbon.


Hardenability adalah kemampuan suatu material utnuk membentuk martensite yang bersifat
keras. Semakin tinggi hardenability, maka fasa martensite akan semakin banyak dan menbuat
material semakin keras. Hal ini akan menurunkan weldability dari material tersebut, karena
material akan cenderung getas, sehingga rentan terhadap retak ketika dilas. Penambahan
unsur paduan seperti C, Mn Ni, W, Cr, dst akan meningkatkan kemampukerasan. Untuk
menentukan efek kombinasi dari unsur paduan dalam hardenability/weldabilitu, carbon
equivalent pun dihitung.

Semakin tinggi nilai CE, maka material akan semakin rentan terhadap retak. Maka,
diperlukan preheat untuk menghasilkan sambungan las yang bebas retak, dengan ketentuan:
 CE < 0.45  tidak membutuhkan preheat
 0.45 < CE < 0.7  diperlukan preheat dengan rentang temperatur 200 - 500˚C
Talitha Arista Nia / 160682630 / Tugas 8 Penyambungan Material
2019

 CE > 0.7  tidak dapat dilas

9) Pemanasan awal (preheat) dengan pemanasan akhir (PWHT) merupakan suatu


keharusan pada pengelasan baja karbon tinggi untuk mencegah terjadinya retak las.
(a) Jelaskan secara prinsip tujuan utama ke dua treatment tersebut dalam mencegah
terjadinya retak las. (b) Sebutkan parameter apa saja yang digunakan dalam
menentukan besar kecilnya pemanasan tersebut baik secara metalurgi maupun aturan
kode pengelasan.
(a) Preheating
 Prinsip
Menurut AWS Standard Welding Terms and Definition  panas yang diaplikasikan
ke logam dasar atau substrat hingga mencapai temperatur preheat, untuk mengurangi
kekerasan HAZ dan cacat-cacat lain yang bisa terjadi karena perbedaan temperatur
solidifikasi. Temperatur preheat didefinisikan sebagai temperatur dari logam dasar
dalam volume yang mengelilingi titik pengelaan segera sebelum pengelasan dimulai.
Dalam lasan multipass, ini juga suhu yang tepat sebelum lintasan kedua dan lintasan
selanjutnya dimulai
 Tujuan:
 Memperkecil kecepatan pendinginan pada logam induk dan logam lasan, sehingga
menbuat lebih ulet dan tahan terhadap retakan
 Memperkecil kecepatan pendinginan untuk memberi kesempatan hidrogen keluar,
sehingga meminimalisir retakan
 Memperkecil tegangan sisa akibat penyusutan pada logam lasan yang berbatasan
dengan logam induk
 Meningkatkan ketahanan terhadap kegetasan yang terjadi pada fabrikasi
Post-Welding Heat Treatment (PWHT)
 Prinsip
Untuk memastikan kekuatan material terjaga setelah proses pengelasan, diperlukan
perlakuan panas tambahan yang disebut Post Welding Heat Trearment. PWHT dapat
digunakan untuk mengurangi tegangan sisa, dengan metode pengontrolan kekerasan,
atau untuk meningkatkan kekuatan. Proses PWHT dibagi menjadi dua tipe, yaitu:
 Post Heating  Hydrugen Induced Cracking (HIC) sering terjadi ketika tingkat
hidrogen yang tinggi masuk ke dalam material selama pengelasan. Dengan
Talitha Arista Nia / 160682630 / Tugas 8 Penyambungan Material
2019

memanaskan material setelah dilas, maka memungkinkan untuk hidrogen


berdifusi keluar dari area lasan, sehingga mencegah HIC. Setelah dilas, material
dipnaskan ke temperatur tertentu, tergantung dari tipe dan ketebalan material, lalu
ditahan hingga beberapa jam.
 Stress Relieving  Ketika proses pengelasan selesai, dapat meninggalkan
tegangan sisa yang tinggi dalam material, yang dapat meningkatkan potensi stress
corrosion dan hydrogen induced cracking. Proses ini adalah dengan memanaskan
material ke temperatur spesifik, dan secara bertahap mendinginkannya. Hal ini
membuat tegangan sisa dilepaskan.
 Tujuan
 Mereduksi tegangan karena proses manufaktur
 Meningkatkan ketahanan terhadap perpatahan getas
 Menghilangkan tegangan sisa, sehingga meminimalisir stress corrosion cracking
dan hydrogen induced cracking.

(b) Preheat  ditentukan berdasarkan nilai Carbon Equivalent


Carbon Equivalent (%CE) Preheating yang Dibutuhkan
> 0.45 Boleh dilakukan preheat atau tidak
0.45 – 0.60 Preheat 93 - 205˚C
> 0.60 Preheat 205 - 370˚C

PWHT  hasil lasan dipanaskan pada temperature 600-650 C dan ditahan selama 1
jam/25mm.

10) Suatu baja konstruksi (carbon steel) dengan tipe A515 grade 70 untuk bejana tekan
(pressure vessel) memiliki komposisi kimia 0.35% C, 1.2% Mn, 0.4% Si, 0.25%Cr,
0.1%Ni, 0.2%Cu, 0.1%V. Hitunglah karbon ekivalen (CE) menurut IIW dan jelaskan
kemampulasan dari baja tersebut serta treatment apa saja yang menurut saudara
harus dilakukan pada pengelasan material tersebut. Gunakan data tabel dibawah
untuk analisa saudara.
Carbon Equivalent (%CE) Preheating yang Dibutuhkan
> 0.45 Boleh dilakukan preheat atau tidak
Talitha Arista Nia / 160682630 / Tugas 8 Penyambungan Material
2019

0.45 – 0.60 Preheat 93 - 205˚C


> 0.60 Preheat 205 - 370˚C

(𝑀𝑛 + 𝑆𝑖) (𝐶𝑟 + 𝑀𝑜 + 𝑉) (𝑁𝑖 + 𝐶𝑢)


𝐶𝐸 = 𝐶 + + +
6 5 15
(1.2 + 0.4) (0 + 0 + 0) (0 + 0)
𝐶𝐸 = 0.35 + + +
6 5 15
𝐶𝐸 = 0.6167%

Dari hasil perhitungan, didapat nilai carbon equivalent sebesar 0.6167%, dan berada pada
rentang CE > 0.60, sehingga dibutuhkan preheat pada temperatur 205 - 370˚C. Lalu, harus
digunakan elektroda yang rendah hidrogen, adanya pengontrlan temperatur pada saat
perubahan antarfasa, dan dilakukan post welding heat treatment setelahnya untuk
menghilangkan tegangan.

REFERENSI:
 Tim Pengajar Penyambungan Material. 2019. METALURGI LAS (WELDING
METALLURGY); Kul 9_WELDMET CS. Fakultas Teknik; Departemen Teknik
Metalurgi dan Material
 What Does Weldability Mean in Welding?. (2017, December). Retrieved from
https://www.weldingschool.com/blog/welding/what-does-weldability-mean-in-
welding/
 Junhu, D. LinXiu, et. Al. (2014). “Effect of Weld Peak Temperature on the
Microstructure, Hardness and Transformation Kinetics of Simulated Heat Affected
Zone of Hot Rolled Ultra-Low Carbon High Strength Ti-Mo Ferritic Steel” Materials
& Design, vol.60, no.2, pp. 302-309.

 P. Thareha, S. Doordarshi. (2006). Inter-Relationship Between Weldability and


Hardenability” International Conference on Advances in Mechanical Engineering
2006 (pp. 25-37). Punjab, India: Baba Banda Singh Bahadur Engineering Conference.
Retrieved from
https://poseidon01.ssrn.com/delivery.php?ID=21900111408707607009501308903109
612003705501407902000400601609908108409610910200912004803701901601902
Talitha Arista Nia / 160682630 / Tugas 8 Penyambungan Material
2019

904502603003109208410302401008504401708310202812410508602610810303902
105108807611000909911011301512600409211406906709300408809009711702412
0087086067089&EXT=pdf
 Post Welding Heat Treatment. (2018, August). Retrieved from
https://inspectioneering.com/tag/postweld+heat+treatment
 What The Welding Inspector Should Know About Preheating and Postweld Heat
Treament. (2011, June). Retrieved from
http://www.alcotec.com/us/en/education/knowledge/weldinginspection/What-The-
Welding-Inspector-Should-Know-About-Preheating-And-Postweld-Heat-
Treatment.cfm

Anda mungkin juga menyukai