PENDAHULUAN
Kaki seorang penyandang diabetes berpotensi tinggi mengalami resiko-resiko patologis, antara lain
infeksi, terbentuknya ulkus/ulserasi, dan/atau kerusakan jaringan intrinsik sebagai akibat dari
abnormalitas neurologis, berbagai tingkatan penyakit vaskuler perifer (peripheral vascular disease
/PVD), dan/atau komplikasi metabolik dari diabetes pada extremitas bawah.
Ulserasi kaki merupakan komplikasi serius dari diabetes mellitus yang dapat mengakibatkan
kecacatan dan kemungkinan amputasi pada kaki yang bersangkutan.
Ulkus kaki menyebabkan sekitar 85% amputasi diabetik (Clinical Care of the Diabetic Foot, 2005).
Pedoman epidemiologi tentang DFU dapat dirangkum sebagai “ the Rule of 15”:
1. 15% pasien diabetes akan mengalami ulkus kaki selama hidupnya.
2. 15% dari ulkus kaki akan berkembang menjadi osteomyelitis.
3. Bahkan dengan perawatan multidisiplin yang optimal, 15% dari DFU akan berakibat amputasi
extremitas bawah dalam beberapa tingkatan.
Selain aspek biaya, amputasi memiliki konsekuansi tragis bagi individu penyandang DFU – yang dapat
dirangkum sebagai “the Rule of 50” (Clinical Care of the Diabetic Foot, 2005):
1. 50% amputasi diabetik terjadi di level transfemoral atau transtibial yang berpotensi
menyebabkan kecacatan.
2. 50% dari pasien ini akan mengalami amputasi kedua hanya dalam 5 tahun.
3. 50% dari pasien ini meninggal dalam 5 tahun, seringkali bersamaan dengan penyakit arteri
koroner / penyakit cerebrovascular.
Biaya perawatan DFU sangat mahal; di USA, biaya perawatan DFU sekitar $ 30.000/ulkus, biaya jasa
tenaga kesehatan profesioanl mencapai $ 9 milyar/tahun. Namun demikian, hal yang lebih penting
adalah konsekuansi tragis bagi individu penyandang DFU. Kualitas hidup yang berkaitan dengan
derajat kesehatan pasien dengan DFU mungkin lebih rendah daripada pasien dengan amputasi.
Individu tersebut pada awalnya harus menanggung beban non-weight-bearing selama beberapa
bulan atau membutuhkan waktu sangat lama untuk penyembuhan ulkusnya. Mereka harus
melakukan adaptasi perilaku seumur hidupnya untuk mencegah terulangnya ulserasi. Mereka harus
hidup dengan rasa takut terus menerus akan terulangnya ulserasi dan kemungkinan amputasi – rasa
takut yang sangat nyata karena terdapat 70% resiko munculnya kembali ulkus hanya dalam 3 tahun.
EPIDEMIOLOGI
Sekitar 23,6 juta penduduk USA menyandang diabetes dan ¼ dari mereka tidak mengetahuinya. Dan
sekitar 15% pasien diabetes akan mengalami ulserasi kaki atau Diabetic Foot Ulcer (selanjutnya
disebut DFU).
Data WHO memperkirakan bahwa penyandang diabetes di Indonesia pada tahun 2000, sekitar 8,4
juta dan akan meningkat menjadi sekitar21,8 juta pada tahun 2030. Berdasarkan Diabetes Care,
2004, diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi diabetes di Indonesia mencapai 21,3 juta orang.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) 2007, jumlah penyandang diabetes (berusia > 15
tahun) yang mengaku sebagai penyandang diabetes adalah 1,2%, sedangkan yang tidak mengetahui
bahwa ia penyandang diabetes sekitar 4,5%. Jadi penduduk Indonesia yang mengalami diabetes
Etiologi dan faktor resiko terjadinya perlukaan / ulserasi pada kaki diabetik antara lain:
1. Neuropathi sensori perifer
2. Deformitas struktural kaki
3. Trauma dan sepatu sempit
4. Riwayat ulkus atau amputasi sebelumnya
5. Tekanan dalam waktu lama
6. Keterbatasan mobilitas sendi
7. Hiperglikemia tidak terkontrol
8. Kebutaan atau penglihatan kabur
9. Penyakit ginjal kronis
Secara umum, ada 3 hal sebagai Etiologi Utama DFU yaitu:
1. Neuropathi Diabetik:
• Neuropathi sensori perifer
• Neuropathi motorik
• Neuropathi otonom
2. Mechanical Forces (tekanan, gesekan dan shear)
3. Peripheral Vascular Disease (gangguan vaskularisasi perifer)
NEUROPATHI DIABETIK
Peripheral Sensory Neuropathy
• Degenerasi saraf sensori perifer, menghambat individu diabetes merasakan adanya trauma
(nyeri/tekanan) dan merupakan faktor primer yang menyebabkan ulserasi.
• Seringkali terjadi di area kaki yang tertekan atau menjadi tumpuan berat tubuh/titik tekan,
misal telapak kaki.
• Penekanan terus menerus di area titik tekan akan memicu munculnya callus yang disebut
sebagai “pre-ulcer”
Motor Neuropathy
• Neuropati motorik mengakibatkan atrofi otot anterior atau kerusakan otot intrinsik dapat
menyebabkan deformitas kaki seperti foot drop, hallux valgus, claw-toes hammer-toes dan
penonjolan puncak metatarsal plantar.
• Deformitas kaki tersebut menyebabkan area tonjolan tulang menjadi rentan terhadap tekanan
yang selanjutnya memicu ulserasi.
Autonomic Neuropathy
• Autosympathectomy yang disertai kegagalan simpatis, arteriovenous shunting, dan disfungsi
pengaturan suhu mikrovaskular akan mengurangi perfusi normal jaringan dan respon-respon
mikrovaskular terhadap injuri.
• Hal ini mengakibatkan kulit kering dengan pecah-pecah dan fisura, sehingga menciptakan jalan
masuk/port d’entry bagir bakteri.
PENGKAJIAN
Pengkajian pasien DFU meliputi seluruh riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik dan test-test
khusus pada extremitas bawah.
PEMERIKSAAN FISIK
• Muskuloskeletal: postur, gaya berjalan, ROM dan kekuatan-fleksibilitas-ketahanan.
• Neurologis: keseimbangan, reflex dan fungsi sensori.
• Vaskularisasi kaki: pulse postero-tibial dan dorsalis pedis; capillary refill time (CRT); dan ankle
brachial index/ABI.
• Integumen: suhu, warna, texture dan appenadges (kelenjar keringat, rambut, kelenjar
sebacea, kuku).
PEMERIKSAAN KAKI
• Area resiko tinggi pada kaki seperti callus atau ulkus di are plantar, ujung jari kaki, sela jari
kaki, aspek lateral plantar.
• Karakteristik kulit sekitar luka seperti callus, blister haemorragic, erithema, indurasi, fisura,
kulit kering-bersisik, maserasi, iritasi.
D Ada infeksi dan Ada infeksi dan Ada infeksi dan Ada infeksi dan
iskemia iskemia iskemia iskemia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
• Darah Lengkap (Hb, Leukosit) • HgA1c
• Gula darah (puasa, 2 jam pp, sesaat) • Homocysteine (Hcy)
• Albumin, pre albumin, transferin (status nutrisi) • Kultur Exudate (jika infeksi)
• Cholesterol, HDL, LDL
Imaging
• X-ray dengan plain film
• MRI atau CT Scan
Penilaian Pasien
Diagnosis Luka
AKUT KRONIK
Penutupan Luka
Falanga V, 2001
Primer Sekunder Graft Flap
Luka Sembuh 34
Pengendalian Bakteri
1. Pengelolaan Biofilm melalui tindakan Irigasi dasar luka dengan tekanan sebesar 8-15 psi (per
square inch).
2. Manajemen Infeksi dengan cara pemberian terapi obat:
• Antibiotik Sistemik dan/atau Topikal.
Pemberian antibiotika sistemik harus mengacu kepada hasil pemeriksaan kultur, guna
memperoleh efektivitas antibiotika dan mencegah resistensi. Terapi antibiotika topikal
masih menjadi perdebatan, namun demikian berikut adalah jenis antibiotika topikal yang
digunakan luka terinfeksi :
Bahan Aksi Organisme Sensitivitas
Bacitracin Menggangu sintesa dinding sel Gram-positif dan anaerob
Gentamicin Menghambat sintesa protein Gram-positif & gram-negatif
Metronidazole Tidak jelas Anaerob
Mupirocin Menggangu sintesa dinding sel Gram-positif
Neomycin Menghambat sintesa protein Gram-positif dan gram-negatif
Silver sulfadiazine Merusak dinding sel Gram-positif, gram-negatif dan fungi
Mafenide acetat Tidak jelas Gram-positif, gram- negatif dan anaerob
Nitrofurazone Tidak jelas Gram-positif dan gram- negatif
• Stop pemakaian antibiotik jika tanda klinis infeksi pada luka telah hilang guna mencegah
resistensi bakteri dan reaksi sensitivitas.
Pengelolaan Biofilm dan Infeksi DFU dapat menggunakan balutan antiseptik yang mengandung ionic
silver, nanocristal silver, dan cadexomer iodine yang dilepaskan secara berkala ke permukaan luka
untuk membunuh bakteri.
Total contact cast Off loading walker Rocker soles Offloading pad and shoe
ADVANCED THERAPY
Beberapa advanced therapy telah dikembangkan dalam manajemen luka guna meningkatkan proses
penyembuhan luka termasuk DFU. Advanced therapy yang digunakan dalam manajemen DFU:
1. Negative Pressure Wound Therapy (NPWT)
2. Oxygen Hyperbaric Therapy
3. Living Skin Substitutes
4. Growth factors (sedang dalam penelitian)
5. Stem Cells (sedang dalam penelitian)
Referensi
• American Diabetes Association,2000, Diabetes Facts and Figure, Alexandria, VA, American Diabetes Association.
• Armstrong DG, Lavery LA, Harkless LB. Validation of a diabetic wound classification system. The contribution of depth,
infection, and ischemia to risk of amputation. Diabetes Care. 1998 May;21(5):855-9.Bryant RA and Nix Denise P, 2007,
rd
• Bryant RA and Nix DP: Acute and Chronic Wounds: Current Management Concepts. 3 edition. 2007. St Louis.
Missouri. Mosby Elsevier.
• Baldwin MK, et.al., 2003, Wound Care made Incredibly Easy!, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
• Blackley Patricia, 2002, Practical Stoma Wound and Continence Management, Research Publications Pty, Ltd, Vermont
Victoria, Australia
rd
• Dealey Carol, 2005, The Care of Wounds A Guide for Nurses, 3 edition, Blackwell Publishing, UK
• Krasner DL, Rodeheaver GT, Siddald RG, 2001, Chronic Wound Care: A Clinical Source Book for Healthcare
rd
Professionals, 3 ed. HMP Communications, Wayne, PA
• Lavery LA, Armstrong DG, Vela SA, Quebedeaux TL, Fleischli JG. Practical criteria for screening patients at high risk for
diabetic foot ulceration. Arch Intern Med. 1998 Jan 26;158(2):157-62. Morison et.al., 2004, Chronic Wound Care A
Problem-based Learning Approach, Mosby Elsevier Limited, London
• Oyibo SO, Jude EB, Tarawneh I, Nguyen HC, Harkless LB, Boulton AJ. A comparison of two diabetic foot ulcer
classification systems: the Wagner and the University of Texas wound classification systems. Diabetes Care. 2001
Jan;24(1):84-8.
• Sussman C, Jensen B (eds), 1998, Wound Care: A Collaborative Practice Manual for Physical Therapists and Nurses,
MD Aspen, Gaithersburg
• Wagner FW: Supplement: algorithms of foot care. In The Diabetic Foot. 3 rd ed. Levin ME, O’Neal LW, Eds. St. Louis,
MO, CV. Mosby, 1983, p. 291–302