Anda di halaman 1dari 4

Candi Borobudur

Nama:vito agung w

No : 28

Kelas:xi mipa 3
Borobudur (Jawa: ꦕꦤ꧀ ꦝꦶ ꦧꦫꦧꦸꦝ ꦸꦂ
, translit. Candhi Barabudhur) adalah sebuah candi Buddha
yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Candi ini terletak kurang lebih
100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah
barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha
Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur
adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia[1][2], sekaligus salah satu monumen Buddha
terbesar di dunia[3].

Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang di atasnya terdapat tiga
pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504
arca Buddha[4]. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia[3].
Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga
barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca Buddha tengah duduk
bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra
(memutar roda dharma).

Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk
memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia
beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.[5]
Para peziarah masuk melalui sisi timur dan memulai ritual di dasar candi dengan berjalan
melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui
tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah
hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam
perjalanannya para peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan
menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar
langkan.

Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya
pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam.[6] Dunia
mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford
Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu
Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran (perbaikan
kembali). Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun waktu 1975 hingga 1982 atas upaya
Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar
Situs Warisan Dunia.[3]

Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat Buddha
yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk
memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah objek wisata tunggal
di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan
Data kunjungan candi Borobudur
Dalam setahun angka wisatawan mancanegara yang datang ke Candi Borobudur sudah mencapai
2,6 juta orang. Hanya saja, jumlah wisatawan mancanegara baru sekitar 250 ribu orang.

“Candi Borobudur dan Angkor Wat meski sama-sama sebagai Unesco World Heritage Site,
dalam pengelolaannya kita tertinggal baik popularitas dan jumlah pengunjung. Borobudur hanya
250 ribu jumlah wismannya, sedangkan Angkor Wat 2,6 juta atau 10 kali lipat,” kata Arief saat
menjadi pembicara Seminar Legenda Borobudur di Yogyakarta, Jumat 15 Februari 2019.

Arief mengatakan, minimnya angka wisatawan mancanegara ke Candi Borobudur karena


beberapa faktor. Namun faktor utama yang selama ini menjadi hambatan mendatangkan
wisatawan mancanegara adalah aksesibilitas. Minimnya penerbangan langsung dari mancanegara
ke Yogyakarta menjadi salah satu penyebab.

Arief mencontohkan, kapasitas bandara Internasional Adisutjipto saat ini 1,5 juta orang dalam
setahun. Namun di bandara ini justru penumpangnya membludak hingga enam juta orang dalam
setahun atau empat kali lebih banyak dibanding dengan kapasitasnya itu sendiri.

Upaya perawatan

Balai Konservasi Borobudur dalam beberapa tahun terakhir mengurangi penggunaan bahan
kimia dalam pemeliharaan Candi Borobudur untuk pelestarian lingkungan dan kenyamanan
pengunjung.

Kepala Seksi Layanan Konservasi Balai Konservasi Borobudur Iskandar M. Siregar mengatakan,
pembersihan atau pemeliharaan candi tidak lagi memakai bahan kimia sejak tahun 2010.
Menurutnya, penggunaan bahan kimia saat ini hanya untuk mengelem batu yang pecah atau retak
dan perbaikan kebocoran, sedangkan untuk mengendalikan pertumbuhan lumut tidak lagi
menggunakan bahan kimia.

Pembersihan atau pemeliharaan Candi Borobudur, katanya kini dilakukan manual dengan
menyikat atau mencabut sehingga setiap hari petugas melakukannya secara bergiliran. Ia
menuturkan, sebelumnya selalu menggunakan cairan kimia untuk menghambat pertumbuhan
lumut bisa tertunda dua hingga tiga bulan.

"Kalau dulu hampir setiap tahun Candi Borobudur disemprot bahan kimia untuk membasmi
lumut, namun sekarang tidak lagi digunakan," katanya.

Menurut dia dampak pemakaian bahan kimia tersebut hingga sekarang belum kelihatan, tetapi
untuk lingkungan sewaktu-waktu bisa saja terjadi dampaknya. "Selain itu, untuk pekerja bahan
kimia berbahaya termasuk ke batu candi. Mungkin sekarang tidak kelihatan, tetapi 100 atau 200
tahun yang akan datang bisa saja terjadi dampak tersebut," katanya.

Peran serta generasi muda dalam mempromosikan warisan budaya


candi
Memperingati 25 tahun diresmikannya Candi Borobudur dan Candi Prambanan sebagai situs
warisan dunia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyelenggarakan
program membangun rasa cinta anak muda terhadap warisan dan cagar budaya.

Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Nadjamuddin Ramly menjelaskan bahwa kita harus
tularkan rasa cinta warisan budaya kita kepada anak muda sebagai generasi yang akan datang.

“Jadi saya kira ini generasi emas kita yang nanti akan menjaga, mengawal,
memproteksi, serta melestarikan Prambanan dan Borobudur yang sama-sama kita banggakan,”
ujarnya dalam konferensi pers di kantor Kemendikbud, Jakarta.

Berdasarkan rilis yang dikeluarkan oleh United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization (UNESCO) juga dalam rangka memperingati YouthDay, anak muda
dipilih karena tidak lagi dipersiapkan untuk masa depan, tetapi juga dilibatkan mulai saat ini.
Mereka bukan hanya menjadi tulang punggung dunia di masa depan, tetapi mulai hari ini, peran
mereka sangat penting bagi perdamaian dunia.

Karena itu, anak muda tidak hanya perlu dibekali pengetahuan secara kognitif, tetapi juga
secara psikomotor, dan afektif. Selain itu, mereka juga perlu dilibatkan secara aktif dan ikut
memikirkan secara kreatif terkait bagaimana cara menyelamatkan warisan dunia.

Ditjen Kebudayaan juga menggagas program Love or Lost dengan meluncurkan laman
loveorlost.id. Program ini bertujuan mendorong generasi muda untuk mencintai warisan dunia di
Indonesia. Saat ini masih fokus di empat situs budaya, yaitu Candi Borobudur, Candi
Prambanan, Subak dan Situs Manusia purba Sangiran.

Melalui laman loveorlost.id. Ditjen Kebudayaan juga membuka kesempatan bagi pelajar
sekolah menengah atas (SMA), untuk menjadi duta warisan dunia dengan menggelar kompetisi
online yang bisa diikuti para pelajar.(p/ab)

Anda mungkin juga menyukai