Anda di halaman 1dari 6

Kegiatan 6

Lampiran: Artikel

Borobudur Ramai Wisatawan Tetapi 3 Desanya Dilanda Kemiskinan


Daya pikat Candi Borobudur sebagai destinasi wisata memang tak perlu diragukan.
Dibangun pada abad ke-IX, di atas bukit yang dikelilingi pegunungan kembar (Merapi-
Merbabu & Sindoro Sumbing), monumen Buddha terbesar di dunia itu adalah magnet
bagi para pelancong lokal dan mancanegara.
Dengan kunjungan rata-rata 3,5-3,8 juta turis per tahun, wisata Candi Borobudur jadi
penopang pendapatan pariwisata di Kabupaten Magelang—pada 2015 menyetor
Rp96,49 miliar atau 95,93 persen dari total pendapatan obyek wisata.
Namun, besarnya pendapatan itu tak serta-merta berdampak pada perekonomian
masyarakat desa di sekitarnya.
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPD) Jawa Tengah mencatat, tiga desa di
Kecamatan Borobudur masih masuk dalam zona merah kemiskinan, yakni Giri Tengah,
Ngadiharjo dan Wringinputih.
Saya menyaksikan langsung bagaimana kondisi Giri Tengah, berjarak sekitar 7 kilometer
dari Candi Borobudur, pada Rabu, 13 November lalu. Dibandingkan desa yang lebih dekat
lokasinya dengan Candi Borobudur, pembangunan infrastruktur Giri Tengah memang
terlihat masih minim.
Beberapa titik jalan belum teraspal, berlubang dan terlihat gelap saat saya melewatinya
jelang Maghrib karena tak ada penerangan. Kondisi ini membuat akses ke Giri Tengah
yang menanjak dan berkelok di kaki perbukitan Menoreh rawan kecelakaan.
Turis dari Candi Borobudur juga jarang ada yang berkunjung meski desa itu punya
potensi pariwisata yang tak kalah menarik: kerajinan pahat topeng kayu, anyaman
bambu, batik tulis, hingga gamelan.
Mati Suri Balkondes
Sebenarnya, desa-desa di Kecamatan Borobudur punya Balai Ekonomi Desa (Balkondes)
yang dapat kucuran dana corporate social responsibility BUMN, PT Taman Wisata Candi
Borobudur.

Balai yang diresmikan serentak di 20 desa pada tahun 2017 itu diharapkan jadi ruang bagi
masyarakat untuk mengembangkan potensi ekonomi desanya masing-masing.
Namun hingga sekarang, manfaatnya belum benar-benar dirasakan. Pengelola Balkondes
Giri Tengah, Cahyo Sipiani mengatakan, waktu kunjungan turis yang relatif sebentar di
Candi Borobudur jadi salah satu penyebab sepinya kunjungan ke desanya.
Para pelancong biasanya hanya mampir ke Borobudur, lalu kembali ke penginapan
mereka di Yogyakarta. Padahal, jika mereka singgah lebih lama, banyak potensi
pariwisata lain yang bakal berkembang di desa-desa Kecamatan Borobudur.
"Sejarah Giri Tengah ini jadi saksi peperangan Pangeran Diponegoro dulu, jadi banyak
petilasan-petilasan, dari ujung sana sampai ujung sana, itu ada ceritanya semuanya,"
ungkapnya.
Selain itu, menurut Cahyo, pengelola Candi Borobudur juga masih kurang promotif
terhadap potensi wisata desa-desa setempat.
Hal serupa juga disampaikan oleh Aan Hermawan, 42 tahun, salah satu pengelola
Balkondes di Desa Majaksingi. Menurutnya masih ada ketimpangan antara Balkondes
Majaksingi dengan Balkondes lain yang lokasinya lebih dekat dengan candi.

Desa Majaksingi sendiri memiliki beberapa produk unggulan seperti sangkar burung,
kesenian pitutur, kerajinan bambu, dan kerajinan besek. Mereka juga menawarkan
wisata caving Gua Maria Watu Tumpeng.
Aan bahkan menyebut tak hanya Balkondes Majaksingi dan Giri Tengah saja yang lesu
dan sepi. "Balkondes Kebonsari, Balkondes Tanjungsari, dan Balkondes Wringinputih
seperti 'mati suri'. Bahkan Wringinputih bangunannya lapuk sebab pakai bambu,"
tuturnya.
Supoyo, 38 tahun, seorang pengrajin gerabah di Dusun Klipoh, Desa Karanganyar,
Borobodur, mengamini hal tersebut. Dusun Klipoh sendiri jadi desa wisata kerajinan
gerabah tradisional; ada 85 keluarga yang memproduksi gerabah berbentuk kendi, asbak,
hingga patung dari tanah.
Supoyo mengatakan, efek domino pariwisata Candi Borobudur terhadap dusunnya masih
minim karena sedikitnya para turis untuk berkunjung.
Padahal harga gerabah produksi Supoyo dan komunitas masyarakat lain di sekitar
Borobudur relatif terjangkau. Sebuah piring kecil dari gerabah yang biasa digunakan
untuk tempat sambal, misalnya, hanya dibandrol dua ribu rupiah.
Tapi, sepinya aktivitas pariwisata di Klipoh bukan sepenuhnya salah para turis. Supoyo
mengatakan, minimnya informasi mengenai desa-desa wisata di desa-desa sekitar
Borobudur juga jadi salah satu penyebab.
"Yang pasti kan untuk kegiatan wisata kan harus kontinyu, kalau misalnya cuma beberapa
langkah terus wisatawan sudah lelah setelah dari Candi Borobudur, enggak menutup
kemungkinan tamu yang hadir akhirnya enggak mampir ke desa-desa wisata," ujarnya
saat ditemui Tirto, Rabu (13/11/2019) lalu.
Upaya Kembangkan Wisata Sejarah
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) membenarkan bahwa
selama ini turis yang datang ke Candi Borobudur hanya enggan mencari wisata alternatif
di desa-desa sekitar milik rakyat lokal.
Karena itu, pemerintah tengah merancang konsep wisata Borobudur dengan gaya
interpretative tour dan storytelling.
Pasalnya, selama ini tour guide yang membawa wisatawan ke Candi Borobudur hanya
menceritakan sejarah candi yang normatif saja tanpa ada kisah-kisah lainnya.
Anggota Tim Percepatan Pengembangan Wisata Sejarah, Religi, Seni, Tradisi, dan Budaya
Kemenparekraf RI, Revalino Tobing, mengatakan akademisi penting untuk dilibatkan
karena mereka dapat menggali konsep wisata dari narasi-narasi sejarah yang telah ada.

Beberapa yang telah ditawarkan untuk ikut bekerja sama adalah dosen sejarah,
antropologi, arkeologi, dan kajian budaya dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Bisa juga diangkat mengenai orang-orang sekitar Borobudur di masa lampau dan masa
kini sehingga bagaimana faktor yang membuat Borobudur menunjang kehidupan warga
sekitar sampai sekarang. Semisal pengrajin gerabah sekarang, itu kan ada di relief-relief
sejak zaman dahulu," katanya, Rabu (13/11/2019) lalu.
Dalam hal ini, lanjut Revalino, Supoyo dan komunitas masyarakat pengrajin gerabah di
Dusun Klipoh juga akan dilibatkan. Sementara di Giri Tengah, yang sempat menjadi lokasi
perang Pangeran Diponegoro, sangat memungkinkan masuk ke dalam wisata
interpretatif tour.
Salah satu anggota Tim Penyusun Narasi Legenda Borobudur UGM, Louie Buana,
membenarkan ucapan Revalino.
Menurutnya, perlu para akademisi dan dosen yang paham mengenai narasi-narasi
alternatif dari sejarah Borobudur perlu dilibatkan agar para wisatawan agar lebih tertarik.
"Karena memang selama ini tour wisata Candi Borobudur hanya sebatas sejarah kapan
dan oleh siapa candi dibangun, tanpa pernah dipaparkan cerita-cerita menarik di balik
semua relief-reliefnya. Kami ingin mencoba memaparkan itu, tentu dengan kajian historis
yang ketat dan saintifik," kata Louie.
Sumber: https://tirto.id/borobudur-ramai-wisatawan-tapi-3-desanya-dilanda-
kemiskinan-elHV
EKONOMI KREATIF : Warga Sekitar Candi Diberdayakan dengan Cara Ini

Harianjogja.com, JOGJA -- Warga di sekitar candi perlu diberdayakan untuk


meningkatkan perekonomian. Jangan sampai hanya menyaksikan wisatawan hilir mudik
mengunjungi candi, tetapi mereka juga harus mengambil peluang bisnis dari rutinitas
tersebut.
"Jangan sampai mereka hanya menjadi objek tapi sudah harus menjadi subjek. Caranya
dengan membuat batik motif relief candi," kata salah satu perwakilan Balai Pelestarian
Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah Wahyu Astuti saat membuka Pameran Batik Lokal
Binaan Unesco, Kamis (2/6/2016).
Pembuatan batik motif relief candi sudah dimulai oleh Unesco, organisasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang memiliki perhatian pada pelestarian budaya. Sejak satu tahun lalu,
Unesco telah mendampingi warga di sekitar candi Borobudur, Prambanan, dan Candi Ijo
untuk memproduksi kain batik dengan motif yang mengeksplorasi lingkungan sekitar.
Masyarakat di sekitar Candi Sojiwan Prambanan menciptakan kain dengan motif
binatang seperti yang tertera dalam relief.
"Ada motif monyet, burung gagak, ular, kepiting, angsa, dan kambing," kata warga
binaan Unesco, Hendra Pram, dari Dusun Kebon Dalam Kidul Prambanan.
Dalam sebulan, ia dan 13 temannya mampu membuat 13 potong kain batik. Kain
tersebut dijual mulai Rp250.000-Rp660.000 kepada para wisawatan yang berwisata ke
Candi Sojiwan maupun di desa wisata di dekat candi tersebut. Pembeli tidak hanya dari
kalangan wisatawan tetapi juga kolektor kain batik.
"Otomatis kegiatan ini akan meningkatkan perekonomian karena pendapatan kami jadi
bertambah. Semoga masyarakat lain juga akan bergabung," kata Hendra.
Batik produksi para warga binaan Unesco dipamerkan di Tirana House Kotabaru hingga
31 Juli 2016. Project Coordinator Unesco Jakarta Diana mengatakan, acara pameran ini
serangkaian proses yang dilakukan Unesco sejak 2013. Selain memberi pendampingan
dan pelatihan tentang cara membatik, warga binaan juga dilatih dalam bidang
pemasaran.
"Terakhir mereka [warga binaan Unesco] kami ikutkan pameran di Inna Garuda. Kami
mencoba antarkan komunitas ini from zero to hero," tandasnya.
Sumber: https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2016/06/06/512/725991/ekonomi-
kreatif-warga-sekitar-candi-diberdayakan-dengan-cara-ini
Analisis SWOT
Apa itu Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah sebuah bentuk evaluasi akan 4 hal penting (Kekuatan, Kelemahan,
Peluang, dan Tantangan) dalam pengambilan keputusan.
Strength (Kekuatan atau Kelebihan); Weaknesses (Kelemahan atau Kekurangan);
Opportunities (Kesempatan atau Peluang); Threats (Ancaman atau Tantangan)
SW adalah faktor dari dalam
OT adalah faktor dari luar
Apa fungsi dari Analisis SWOT?
Melakukan analisis SWOT membantu kita mengidentifikasi kekuatan agar dapat
menyeimbangan kelemahan kita dan juga mengatasi tantangan dengan menggunakan
peluang-peluang yang ada. Hasil analisis SWOT dapat dijadikan rujukan untuk menyusun
strategi dan membuat keputusan, baik untuk kehidupan pribadi, karir, ataupun dalam
usaha.

ANALISIS SWOT

Faktor Strengths Weaknesses


Internal (Kekuatan/Kelebihan) (Kelemahan/Kekurangan)

- Apa sumber daya yang dimiliki? - Apa sumber daya yang


- Apa keunikan/kekhasan yang kurang/tidak kita miliki?
dimiliki? - Apa hal baik yang perlu
- Apa hal baik yang sudah/dapat ditingkatkan?
dilakukan? - Apa kekurangan yang orang lain
- Apa hal baik yang orang lain lihat/pikirkan tentang kita?
lihat/pikirkan tentang kita?

Faktor Opportunities Threats


Eksternal (Kesempatan/Peluang) (Ancaman/Tantangan)

- Apa kesempatan/peluang yang - Apa saja tantangan/kesulitan


ada sekarang? yang ada sekarang?
- Bagaimana mengubah - Bagaimana dengan situasi
kekuatan menjadi peluang? persaingan?
- Bagaimana kelemahan yang
dimiliki dapat menjadi
tantangan?
Sumber: dari berbagai sumber
Lembar Kerja

ANALISIS SWOT
Studi Kasus Potensi Daerah ………………………..

Nama Siswa:

Faktor Internal Strengths Weaknesses


(Kekuatan/Kelebihan) (Kelemahan/Kekurangan)

Faktor Eksternal Opportunities Threats


(Kesempatan/Peluang) (Ancaman/Tantangan)

Anda mungkin juga menyukai