Lampiran: Artikel
Balai yang diresmikan serentak di 20 desa pada tahun 2017 itu diharapkan jadi ruang bagi
masyarakat untuk mengembangkan potensi ekonomi desanya masing-masing.
Namun hingga sekarang, manfaatnya belum benar-benar dirasakan. Pengelola Balkondes
Giri Tengah, Cahyo Sipiani mengatakan, waktu kunjungan turis yang relatif sebentar di
Candi Borobudur jadi salah satu penyebab sepinya kunjungan ke desanya.
Para pelancong biasanya hanya mampir ke Borobudur, lalu kembali ke penginapan
mereka di Yogyakarta. Padahal, jika mereka singgah lebih lama, banyak potensi
pariwisata lain yang bakal berkembang di desa-desa Kecamatan Borobudur.
"Sejarah Giri Tengah ini jadi saksi peperangan Pangeran Diponegoro dulu, jadi banyak
petilasan-petilasan, dari ujung sana sampai ujung sana, itu ada ceritanya semuanya,"
ungkapnya.
Selain itu, menurut Cahyo, pengelola Candi Borobudur juga masih kurang promotif
terhadap potensi wisata desa-desa setempat.
Hal serupa juga disampaikan oleh Aan Hermawan, 42 tahun, salah satu pengelola
Balkondes di Desa Majaksingi. Menurutnya masih ada ketimpangan antara Balkondes
Majaksingi dengan Balkondes lain yang lokasinya lebih dekat dengan candi.
Desa Majaksingi sendiri memiliki beberapa produk unggulan seperti sangkar burung,
kesenian pitutur, kerajinan bambu, dan kerajinan besek. Mereka juga menawarkan
wisata caving Gua Maria Watu Tumpeng.
Aan bahkan menyebut tak hanya Balkondes Majaksingi dan Giri Tengah saja yang lesu
dan sepi. "Balkondes Kebonsari, Balkondes Tanjungsari, dan Balkondes Wringinputih
seperti 'mati suri'. Bahkan Wringinputih bangunannya lapuk sebab pakai bambu,"
tuturnya.
Supoyo, 38 tahun, seorang pengrajin gerabah di Dusun Klipoh, Desa Karanganyar,
Borobodur, mengamini hal tersebut. Dusun Klipoh sendiri jadi desa wisata kerajinan
gerabah tradisional; ada 85 keluarga yang memproduksi gerabah berbentuk kendi, asbak,
hingga patung dari tanah.
Supoyo mengatakan, efek domino pariwisata Candi Borobudur terhadap dusunnya masih
minim karena sedikitnya para turis untuk berkunjung.
Padahal harga gerabah produksi Supoyo dan komunitas masyarakat lain di sekitar
Borobudur relatif terjangkau. Sebuah piring kecil dari gerabah yang biasa digunakan
untuk tempat sambal, misalnya, hanya dibandrol dua ribu rupiah.
Tapi, sepinya aktivitas pariwisata di Klipoh bukan sepenuhnya salah para turis. Supoyo
mengatakan, minimnya informasi mengenai desa-desa wisata di desa-desa sekitar
Borobudur juga jadi salah satu penyebab.
"Yang pasti kan untuk kegiatan wisata kan harus kontinyu, kalau misalnya cuma beberapa
langkah terus wisatawan sudah lelah setelah dari Candi Borobudur, enggak menutup
kemungkinan tamu yang hadir akhirnya enggak mampir ke desa-desa wisata," ujarnya
saat ditemui Tirto, Rabu (13/11/2019) lalu.
Upaya Kembangkan Wisata Sejarah
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) membenarkan bahwa
selama ini turis yang datang ke Candi Borobudur hanya enggan mencari wisata alternatif
di desa-desa sekitar milik rakyat lokal.
Karena itu, pemerintah tengah merancang konsep wisata Borobudur dengan gaya
interpretative tour dan storytelling.
Pasalnya, selama ini tour guide yang membawa wisatawan ke Candi Borobudur hanya
menceritakan sejarah candi yang normatif saja tanpa ada kisah-kisah lainnya.
Anggota Tim Percepatan Pengembangan Wisata Sejarah, Religi, Seni, Tradisi, dan Budaya
Kemenparekraf RI, Revalino Tobing, mengatakan akademisi penting untuk dilibatkan
karena mereka dapat menggali konsep wisata dari narasi-narasi sejarah yang telah ada.
Beberapa yang telah ditawarkan untuk ikut bekerja sama adalah dosen sejarah,
antropologi, arkeologi, dan kajian budaya dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Bisa juga diangkat mengenai orang-orang sekitar Borobudur di masa lampau dan masa
kini sehingga bagaimana faktor yang membuat Borobudur menunjang kehidupan warga
sekitar sampai sekarang. Semisal pengrajin gerabah sekarang, itu kan ada di relief-relief
sejak zaman dahulu," katanya, Rabu (13/11/2019) lalu.
Dalam hal ini, lanjut Revalino, Supoyo dan komunitas masyarakat pengrajin gerabah di
Dusun Klipoh juga akan dilibatkan. Sementara di Giri Tengah, yang sempat menjadi lokasi
perang Pangeran Diponegoro, sangat memungkinkan masuk ke dalam wisata
interpretatif tour.
Salah satu anggota Tim Penyusun Narasi Legenda Borobudur UGM, Louie Buana,
membenarkan ucapan Revalino.
Menurutnya, perlu para akademisi dan dosen yang paham mengenai narasi-narasi
alternatif dari sejarah Borobudur perlu dilibatkan agar para wisatawan agar lebih tertarik.
"Karena memang selama ini tour wisata Candi Borobudur hanya sebatas sejarah kapan
dan oleh siapa candi dibangun, tanpa pernah dipaparkan cerita-cerita menarik di balik
semua relief-reliefnya. Kami ingin mencoba memaparkan itu, tentu dengan kajian historis
yang ketat dan saintifik," kata Louie.
Sumber: https://tirto.id/borobudur-ramai-wisatawan-tapi-3-desanya-dilanda-
kemiskinan-elHV
EKONOMI KREATIF : Warga Sekitar Candi Diberdayakan dengan Cara Ini
ANALISIS SWOT
ANALISIS SWOT
Studi Kasus Potensi Daerah ………………………..
Nama Siswa: