Anda di halaman 1dari 15

Tinjauan Kasus

Oleh : Andy Bariyadi


Moderator : Leni Lismayanti
Hari/tanggal : Senin, 13 Juni 2011
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSU dr. Hasan Sadikin
Bandung

Anemia Gravis et causa Thalasemia Dengan


Compensated Heart Disease

1 Pendahuluan
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin atau nilai
hematokrit atau jumlah eritrosit dalam sirkulasi darah. keadaan ini mengakibatkan kemampuan
darah untuk mengangkut oksigen berkurang sehingga akan timbul gejala-gejala akibat terjadinya
hipoksia dari ringan sampai berat. Kadar hemoglobin yang kurang dari 6 - 7 mg/dl disebut
anemia gravis. Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi eritrosit maupun
berdasarkan etiologinya.
Talassemia merupakan sekelompok kondisi heterogen yang diturunkan dengan karakteristik
defek sintesis satu atau lebih rantai globin yang membentuk tetramer hemoglobin. Hemoglobin
berupa pigmen yang terdapat di dalam eritrosit, terdiri dari persenyawaan Heme dan Globin yang
mempunyai berat molekul 64.000 Dalton. Heme adalah suatu persenyawaan kompleks yamg
terdiri dari sebuah atom Fe yang terletak ditengah-tengah struktur porfirin. Setiap molekul
hemoglobin mengandung 4 heme. Globin adalah suatu protein yang terdiri dari 2 pasang rantai
polipeptida dengan jumlah, jenis dan urutan asam amino tertentu.

2 Uraian Kasus
2.1 Keterangan Umum
Nama : An. AL

1
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 7 bulan
Alamat : Baleendah Bandung
Status Penderita : JAMKESMAS
Masuk RSHS : 13 Januari 2011
Keluar RSHS : 17 Januari 2011

2.2 Anamnesis (Aloanamnesis)


Keluhan Utama :
Pucat
Riwayat Penyakit Sekarang :
seorang anak perempuan berumur 7 bulan terlihat pucat yang makin lama semakin pucat
sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Keluhan pucat disertai dengan penderita
tampak tidak aktif seperti biasanya sejak seminggu SMRS. Keluhan pucat tidak disertai dengan
perdarahan hidung, gusi atau tempat lain. Keluhan pucat juga tidak disertai dengan sesak nafas,
kejang ataupun penurunan kesadaran. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) tidak
ada keluhan. Karena keluhan pucat dan panas, 4 bulan yang lalu penderita diperiksakan ke dokter
spesialis anak dan diperiksa laboratorium. Dokter menyimpulkan penderita mengidap penyakit
Thalasemia. Penderita diberikan 2 macam obat berupa obat sirup penurun panas dan antibiotik.
Karena keadaan penderita tidak ada perbaikan oleh orang tuanya penderita dibawa ke RS. AL-
Ikhlas dan diperiksa laboratorium 6 jam SMRS, oleh dokter penderita disarankan untuk dirujuk
ke RS. Hasan Sadikin Bandung.

Riwayat Penyakit Sebelumnya


Penderita baru pertama kali sakit seperti ini. Riwayat perdarahan sebelumnya disangkal.
Ada riwayat keluarga dengan keluhan serupa, yaitu kakak penderita.

2.3 Pemeriksaan Fisik Pada Tanggal 13 januari 2011


Berat badan : 5 Kg Tinggi badan : 60 Cm Lingkar kepala : 40 Cm
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, pucat
Kesadaran : Compos mentis (CM)

2
Kulit : Pucat
Kepala : Simetris, rambut hitam
Leher : Tidak teraba
Mata : Konjungtiva anemis,
Thoraks : Bentuk dan gerak simetris
Cor : ictus cordis tak tampak, teraba di ICS IV LMCL, tak kuat angkat, thrill (-),
murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Bunyi vesikuler kiri = kanan
Abdomen : Datar, lembut, bising usus (+), teraba splenomegali sebesar 1 shuffner dan
hepatomegali sebesar 1 jari di bawah arcus costarum.
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada kelainan

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Foto rontgen thorax : Cor membesar kekanan dan kiri, apex tertananam pada diafragma,
pinggang jantung mendatar. Kesan kardiomegali.

Pemeriksaan Laboratorium sebelum masuk RSHS

Tanggal 28 oktober 2010 (Prodia)

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan Keterangan


Hematologi
Hemoglobin 6.3 ↓ 10.1 – 12.9 g/dl 5 -7 bln, sampel darah vena/kapiler
Leukosit 21.2 6 – 17.5 103/uL 4 – 12 bln, sampel darah vena/kapiler
Trombosit 282 150 – 450 103/uL 5 – 7 bln, sampel darah vena/kapiler
Hematokrit 20 ↓ 32 – 44 % 5 – 7 bln, sampel darah vena/kapiler
Eritrosit 2.87 ↓ 3.2 – 5.2 106/uL 5 – 7bln, sampel darah vena/kapiler
Nilai – nilai MC
MCV 70.7 ↓ 77 – 113 Fl 3 – 3.5 bln, sampel darah vena/kapiler
MCH 22 21 – 33 Pg 5 – 10 bln, sampel darah vena/kapiler
MCHC 30 26 – 34 g/dl 40 hr – 7 bln, sampel darah vena/kapiler
Gambaran darah tepi
Eritrosit : Tampak hipkrom, mikrositer, anisositosis, poikilositosis, polikromasi, teardrop cells,

3
target cells, Schistosytes dan normoblast
Leukosit : Jumlah cukup setelah dikoreksi tampak banyak limfosit. Tidak ditemukan sel – sel muda.
Tidak ada kelainan morfologi
Trombosit : Jumlah cukup. Tersebar
Kesan : Suspect Beta Thalasemia/ Anemia hemolitik

Tanggal 13 Januari 2011 (RSUD AL – IHSAN)


Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan
Hemoglobin 2.3 ↓ g/dl 11.5 – 13.5
Leukosit 9,300 Sel/uL 5,000 – 14,500
Eritrosit 1.25 ↓ Juta/uL 3.87 – 5.39
Hematokrit 7.9 ↓ % 34 – 40
Trombosit 189,000 Sel/uL 150,000 – 440,000
Golongan darah AB

Pemeriksaan Laboratorium di RSHS


Nama Test 13/03/2011 14/03/2011 17/03/2011 Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 2.8 ↓ 8.5↓ 10.8 ↓ 11.5 – 13.5 g/dl


Hematokrit 8↓ 25↓ 32↓ 34 – 40 %
Leukosit 14,700 13,600 9,200 5,000 – 14,5000 /mm3
Trombosit 192,000 187,000 197,000 150,000 – 450,000 /mm3
Eritrosit 1.24 ↓ 4.01 3.18 3.87 – 5.39 Juta/uL
MCV 61.8 ↓ 79.6 79.2 75 – 87 Fl
MCH 22.6 26.9 26.7 24 – 30 Pg
MCHC 36.5 33.9 33.7 31 – 37 %
Basofil 0 0 0–1 %
Eosinofil 0 4 1–6 %

4
Batang 0 0 3–5 %
Segmen 21 18 40 – 70 %
Limfosit 77 70 30 – 45 %
Monosit 2 8 2 – 10 %
Retikulosit 0.38 ↓ 2.4 0.5 – 2.5 %
Hb A 27.3↓ 96 – 99 %
Hb A2 21.0↑ 0 – 3.5 %
HbF 51.7↑ 0,5 – 1 %
Morfologi Darah Tepi
Erutrosit : Hipokrom anisopoikilositosis (taer drop cell, mikrosit), normoblast (+)
Leukosit : Tidak ada kelainan morfologi
Trombosit : Tersebar, ditemukan giant thrombocyte (+)
Kesan : Anemia hipokrom mikrositer suspect difisiensi Fe

14/03/2011 Nilai Rujukan Satuan


IMUNOSEROLOGI
Feritin 448.7 ↑ 20 – 200 ng/Ml
KIMIA KLINIK
AST (SGOT) 30 s/d 31 U/L 370C
ALT (SGPT) 26 s/d 31 U/L 370C
LDH 1901 ↑ < 1100 U/L
Ureum 6 15 – 50 mg/dl
Kreatinin 0.22 0.17 – 0.42 mg/dl
Asam Urat 4.2 2.4 – 5.7 mg/dl
Serum Iron (Fe) 222 ↑ 37 – 145 Ug/dl
TIBC 267 260 – 445 Ug/dl
Natrium (Na) 142 135 – 145 mEg/L
Kalium (K) 3.6 3.6 – 5.5 mEg/L

2.5 Diagnosis Banding


 Anemia Gravis ec. Thalasemia dengan compensated heart Disease
 Anemia Gravis ec. Difisiensi Fe dengan compensated heart Disease

5
2.6 Diagnosis kerja
 Anemia Gravis ec. Thalasemia dengan compensated heart Disease

2.7 Tindakan
Perawatan hari ke- 1
O: nadi 140 X/mnt, respirasi 42 X/mnt, suhu 36.9 oC
 Istirahat
 O2 lembab 2 l/m
 Infuse NaCl 0.9 % 5 gtt/mnt/mikro
 Transfusi PRC I 25cc
 Furosemid 2.5 mg iv diawal dan tengah transfusi
 Diet ASI/PASI 8 X 40cc

Perawatan hari ke- 2


 S: pucat
 O: nadi 130 X/mnt, respirasi 40 X/mnt, suhu 3.68o C
 Transfuse PRC II 25 cc
Perawatan hari ke- 5
 S: pucat (-)
 O: nadi 110 X/mnt, respirasi 36 X/mnt, suhu 36,8
 Orang tua memutuskan untuk pulang paksa

3. Analisis Kasus
Pasien datang ke UGD RSHS dengan keluhan pucat dan lemas. Keluhan pucat dan lemas
dapat disebabkan karena keadaan- keadaan seperti anemia, perfusi jaringan menurun dan
hipoglikemik. Anemia dapat terjadi akibat kehilangan darah, aktivitas eritropoiesis menurun,
destruksi eritrosit meningkat (hemolitik) dan defisiensi nutrisi. Perfusi jaringan yang menurun
dapat disebabkan karena dehidrasi, perdarahan, cardiogenik dan sepsis. Hipoglikemik dapat
disebabkan karena diabetes militus dan keadaan- keadaan kekurangan nutrisi. Dari hasil

6
pemeriksaan laboratorium pada pasien ini keadaan pucat dan lemas disebabkan karena anemia.
Anemia pada pasien ini dicurigai disebabkan karena talasemia berdasarkan pemeriksaan CBC
dan morfologi darah tepi. Hb 2.8 G/dL, nilai indexs eritrosit menurun ( MCV61.8 Fl, MCH 22.6
Pg, MCHC 36.5 %) dan gambaran eritrosit hipokrom anisopoikilositosis (taer drop cell,
mikrosit), normoblast (+), mendukung pada keadaan talassemia
Hasil pemeriksaan Hb di laboratorium RSHS pada bulan januari 2011 adalah 2,8 g/dL.
Riwayat kadar Hb sebelumnya yaitu pada bulan oktober 2010 adalah 6,3 g/dL. Kadar Hb pada
pasien ini termasuk ke dalam kriteria anemia berat (anemia gravis) menurut kriteria WHO tahun
2005. Derajat anemia dapat diklasifikasikan menjadi anemia ringan, sedang dan berat
berdasarkan klasifikasi menurut WHO.

Anemia (g/L)
Population
Mild Moderate Severe
Children 6 - 59 months of age 100-109 70-99 lower than 70
Children 5 - 11 years of age 110-114 80-109 lower than 80
Children 12 - 14 years of age 110-119 80-109 lower than 80
Non-pregnant women 110-119 80-109 lower than 80
(15 years of age and above)
Pregnant women 100-109 70-99 lower than 70
Men (15 years of age and above) 110-129 80-109 lower than 80
WHO. Worldwide Prevalence of Anaemia 1993-2005

Hasil anamnesis (aloanamnesis) di RSHS ditemukan adanya gejala yang sesuai dengan
gejala anemia pada umumnya yaitu pucat dan lemas. Pada anemia ringan sebagian besar gejala
tersebut tidak muncul karena fungsi penghantaran oksigen jaringan yang masih baik, gejala pucat
dan lemas timbul karena terjadinya iskemik organ target serta akibat mekanisme kompensasi
tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin yang menyebabkan oksigen kejaringan berkurang.
Pada sebagian besar kasus anemia gejala tersebut muncul apabila kadar Hb turun mencapai 7- 8
g/dL. Dalam waktu 2,5 bulan terjadi penurunan kadar Hb sebesar 3,5 g/dL. Penurunan kadar Hb
yang cepat dapat disebabkan karena keadaan perdarahan dan destruksi eritrosit yang meningkat.
Pada pasien ini tidak di temukan tanda-tanda atau riwayat perdarahan sehingga kemungkinan
penurunan Hb yang cepat disebabkan karena adanya destruksi eritrosit yang meningkat.

7
Destruksi eritrosit yang meningkat dapat disebabkan karena hemolisis autoimun ataupun non-
imun.
Riwayat sebelumnya pasien pernah berobat ke dokter spesialis anak dan RS AL- IKHSAN,
pada kesempatan tersebut pasien didiagnosa menderita anemia yang kemungkinan dicurigai
sebagai talasemia berdasarkan hasil CBC dan morfologi darah tepi. Morfologi darah tepi dari
laboratorium swasta menunjukan suatu keadaan eritrosit yang hipokrom mikrositer, anisositosis,
poikilositosis, polikromasi, teardrop cells, target cells, Schistosytes dan normoblas. Namun
data- data CBC, MCV, MCH dan MCHC dari laboratorium swasta tidak dapat dijadikan
pegangan lagi pada saat pasien diperiksa di RSHS. Indeks eritrosit tanggal 28 oktober 2010 di
laboratorium swasta (Prodia) yaitu MCV 70.7 fL, MCH 22 Pg, MCHC 30 %. Indeks eritrosit
dapat digunakan untuk klasifikasi anemia, MCV merupakan volume eritrosit rata-rata, MCH
merupakan hemoglobin eritrosit rata- rata, dan MCHC merupakan konsentrasi hemoglobin
eritrosit rata- rata. Dari indeks eritrosis dapat ditentukan klasifikasi anemia normokrom
normositer, hipokrom normositer, dan hipokrom mikrositer. Hasil morfologi eritrosit menujukan
gambaran mikrositer sesuai dengan MCV menurun. MCV adalah volume eritrosit rata-rata yang
berfungsi untuk memperkirakan ukuran eritrosit rata- rata. Demikian pula hasil morfologi darah
tepi yang menunjukan anisositosis tidak bisa ditelusuri karena tidak ada data RDW.1
RDW adalah lebar distribusi sel darah merah, yang merupakan rasio lebar curva distribusi
(histogram) terhadap volume eritrosit rata- rata. Fungsinya adalah sebagai indeks variasi ukuran
sel, semakin meningkat RDW maka semakin besar variasi ukuran sel, variasi ini dapat
disebabkan oleh sel yang terlalu besar atau terlalu kecil, campuran keduanya atau adanya
fragmen sel. Pada morfologi darah tepi didapatkan keadaan poikilositosis, tear drops merupakan
gambaran eritrosit seperti tetes air mata atau buah pir. Mekanisme terjadinya belum diketahui,
tear drops biasa ditemukan pada talassemia, anemia defisiensi besi, eritrosit yang mengandung
benda inklusi dan paling sering pada mielofibrosis dengan metaplasi myeloid. Target cell
merupakan gambaran eritrosit dengan kondensasi Hb pada bagian sentral atau eksentrik,terjadi
karena kelebihan kolesterol dan fosfolipid pada membrane sel sehingga berakibat luas
permukaan sel meningkat dan kadar Hb menurun. Target cell dapat ditemukan pada penyakit
hati, talasemia, penyakit hemoglobinopati, post splenektomi. Schistocyte merupakan pecahan
eritrosit, dapat ditemukan pada anemia hemolitik, DIC, ITP, dan luka bakar yang luas.
Polikromasi merupakan gambaran eritrosit polikromatofilik (biru abu- abu), warna ini berasal

8
dari sisa RNA pada sintesis Hb, polikromasi terjadi bila eritrosit yang dikeluarkan kedalam
sirkulasi masih prematur, polikromasi menunjukan keadaan peningkatan eritropeisis misalnya
pada perdarahan akut dan kronis, hemolisis, dan pengobatan dengan zat besi, asam folat, vitamin
B12. Normoblas merupakan eritrosit prematur yang masih berinti, terdapatnya normoblas
menunjukan peningkatan eritropoeisis sehingga eritrosit berinti dilepaskan dari sumsum tulang
ke sirkulasi sebagai mekanisme kompensasi terhadap anemia.

Hasil anamnesis (aloanamnesis) di RSHS ditemukan adanya gejala yang sesuai dengan
gejala anemia pada umumnya yaitu pucat dan lemas karena Hb turun mencapai 2.8 g/dL. Pada
kasus ini diduga penurunan Hb disebabkan oleh proses hemolitik. Pada talasemia terjadi defek
genetik berupa pengurangan atau peniadaan sintesis satu atau lebih rantai globin yang
mengakibatkan sebagian rantai globin tidak mendapatkan pasangan, bebas, tidak stabil, bersifat
tidak larut, mengalami presipitasi di dalam eritrosit dan membentuk inclusion bodies. Akumulasi
rantai globin yang bebas ini mengakibatkan lisis eritrosit intrameduler (eritropoiesis inefektif).
Sedangkan eritrosit yang bertahan sampai ke sirkulasi darah perifer akan mengalami hemolisis.
Hal ini berarti baik proses hemolisis maupun eritropoiesis inefektif menjadi penyebab anemia
pada penderita talasemia.Proses hemolisis ini juga menyebabkan nilai retikulosit diawal
pemeriksaan mengalami penurunan yaitu 0.38 % dan direspon oleh sumsum tulang dengan
memproduksi eritrosit, tetapi respon tersebut belum maksimal dan pada pemeriksaan berikutnya
terjadi peningkatan retikulosit (2.4 %).
Pada awal pemeriksaan di RSHS juga didapatkan nilai indexs eritrosit menurun (
MCV61.8 Fl, MCH 22.6Pg, MCHC 36.5 %) dikarenakan nilai hemoglobin dan hematokrit
menurun sehingga didapatkan kesan anemia Hipokrom Mikrositik yang sesuai dengan gambaran
morfologi darah tepi untuk talasemia ataupun anemia yang disebabkan karena kekurangan besi.
Dari beberapa kali pemeriksaan leukosit dan trombosit pada pasien tidak mengalami peningkatan
ataupun penurunan dari nilai rujukan karena pada talassemia yang terganggu adalah eritrosit
sehingga tidak menyebabkan perubahan pada leukosit dan trombosit.
Salah satu klasifikasikan anemia dapat berdasarkan dari morfologi eritrosit, pada pasien ini
dilakukan dua kali pemeriksaan morfologi darah tepi antara lain didapatkan gambaran eritrosit
yang kurang lebih tidak jauh berbeda yaitu hipokrom anisopoikilositosis (taer drop cell,
mikrosit), normoblast (+). Kesan anemia hipokrom mikrositer gambaran ini sesuai dengan
gambaran morfologi eritrosit dari talasemia.

9
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah anemia et causa talasemia yang di diagnosis
banding dengan anemia et causa defisiensi besi, berdasarkan pemeriksaan laboratorium di RSHS
didapatkan hasil- hasil sebagai berikut yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan
diagnosis mana sekiranya yang tepat untuk kasus ini. Hasil pemeriksaan laboratorium di RSHS
terdapat hasil elektroforesa Hb, yaitu HbF meningkat. Kemungkinan peningkatan HbF terjadi
karena mutasi pada kromosom 11 yang menyebabkan tidak terbentuknya rantai globin β yang
mengakibatkan kelebihan rantai globin α pada HbA (α2 β2). Kemampuan sel darah merah untuk
mempertahankan produksi dari rantai γ, yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai
α yang berlebihan menyebabkan peningkatan Hb F. Peningkatan Hb F akan meningkatkan
afinitas oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana bersama- sama dengan anemia yang
terjadi akan menstimulasi produksi dari eritropoetin yang berakibat ekspansi luas dari massa
eritroid yang inefektif akan menyebabkan ekspansi tulang dan deformitas. Baik penyerapan besi
dan laju metabolisme akan meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan
manifestasi laboratorium dari penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar akan
diproses di limpa, yang bersama- sama dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia
yang tidak diterapi, akan menyebabkan splenomegali yang akhirnya akan menimbulkan
terjadinya hiperslenisme. Peningkatan Hb A2 disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai
δ oleh rantai α yang seharusnya berpasangan dengan rantai β. Karena terbatasnya rantai β maka
rantai α akan berikatan dengan rantai δ yang mengakibatkan jumlah Hb A2 meningkat.
Hasil elektroforesa Hb yang abnormal menunjukkan kearah talasemia. Talassemia
merupakan kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua
kepada anak-anaknya secara autosomal resesif sesuai dengan hukum Mendel, yang secara umum
terdapat penurunan kecepatan sintesis pada satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin.
Berdasarkan berat ringannya gejala klinis, talassemia dapat diklasifikasikan sebagai talassemia
mayor, talassemia intermedia, talassemia minor, dan talassemia minima, sedangkan secara
molekuler talassemia dibedakan atas talassemia α dan talassemia β.
pada pasien ini sebelumnya belum pernah mendapatkan transfusi darah. Transfusi darah
dapat menpengaruhi hasil elektroforesis Hb karena darah yang ditransfusi mengandung Hb dari
donor sehingga jika dilakukan pemeriksaan elektroforesis hasilnya tidak menggambarkan
gambaran sebenarnya dari Hb penderita talassemia.

10
Selain pemeriksaan elektroforesis Hb, pada pasien ini juga dilakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium sebagai berikut
14/03/2011 Nilai Rujukan Satuan
Hb A 27.3↓ 96 – 99 %
Hb A2 21.0↑ 0 – 3.5 %
HbF 51.7↑ 0,5 – 1 %
AST (SGOT) 59 s/d 31 U/L 370C
ALT (SGPT) 52 s/d 31 U/L 370C
LDH 1901 ↑ < 1100 U/L
Ureum 6 15 – 50 mg/dl
Kreatinin 0.22 0.17 – 0.42 mg/dl
Asam Urat 4.2 2.4 – 5.7 mg/dl
Serum Iron (Fe) 222 ↑ 37 – 145 Ug/dl
TIBC 267 260 – 445 Ug/dl
Natrium (Na) 142 135 – 145 mEg/L
Kalium (K) 3.6 3.6 – 5.5 mEg/L
Pemeriksaan elektroforesis Hb dilakukan pada penderita dengan menggunakan metode
elektroforesis selulo asetat pada pH alkali (pH 8.2- 8.6).Dari pemeriksaan ini didapatkan
peningkatan HbF (51.7%) dan HbA2 (21.0%) sedangkan HbA (27.3%) mengalami
penurunan.Pada anemia akibat defisiensi besi nilai HbF, HbA dan HbA2 tidak mengalami
penurunan maupun peningkatan. HbF (α2, γ2) adalah Hb fetus yang bertahan sampai bayi
berumur 20 minggu post partum kemudian kadarnya menurun samapai dewasa dengan nilai
normal sebanyak 0,5 – 1 % dari Hb total. HbA2 (α2,δ2) adalah Hb dewasa sekunder normalnya
1,5 – 3 % dari Hb total, dan HbA (α2,β2) adalah Hb dewasa normalnya 96 – 98 %. Elektroforesis
Hb adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mendeteksi fraksi hemoglobin normal dan
mengetahui adanya hemoglobin varian. Dasar pemeriksaan ini adalah apabila hemoglobin
diletakan pada suatu media penunjang dalam larutan dapar dengan pH tertentu dalam medan
listrik, maka hemoglobin dapat dipisahkan menjadi beberapa fraksi. Fraksi hemoglobin tersebut
bermigrasi dengan kecepatan berbeda- beda tergantung pada besar dan jenis muatan listrik
masing- masing dari katode ke anode. Pemisahan fraksi hemoglobin secara elektroforesis
dipengaruhi oleh pH dan ionic strength larutan dapar, tegangan dan arus medan listrik, serta
media penunjang yang digunakan (selulosa asetat, tepung kentang dan agarosa).
Pemeriksaan kimia klinik pada pasien di dapatkan adanya peningkatan laktat
dehidrogenase (LDH)1901U/L.Peningkatan ini disebabkan karena adanya destruksi eritrosit,
sedangkan pada anemia defisiensi besi kadar LDH tidak meningkat karena pada anemia
defisiensi besiyang terjadi adalah kurangnya persediaan besi untuk eritropoiesis sehingga tidak

11
terjadi lisis eritrosit. LDH adalah enzim intraseluler yang terdapat pada hampir semua sel yang
bermetabolisme, dengan konsentrasi tertinggi dijumpai di jantung, otot rangka, hati, ginjal, otak,
dan sel darah merah. Aktivitas LDH total dalam serum diperkirakan meningkat pada hampir
semua keadaan penyakit yang mengalami kerusakan atau destruksi sel. Selain itu, aktivitas LDH
total juga merupakan indikator yang relatif sensitif yang menunjukkan sedang berlangsungnya
proses patologik.Pada talasemia terjadi destruksi pada eritrosit yang mengakibatkan peningkatan
LDH serum.
Pada pasien ini terdapat peningkatan Serum Iron (Fe) yakni 222 ug/uL.Pada anemia
defisiensi besi nilai Serum Ion (Fe) menurun karena asupan besi yang menurun ataupun karena
cadangan besi yang sudah berkurang (feritin).Peningkatan Serum Iron (Fe) ini terjadi karena
pada talasemia terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan yang menyebabkan anemia,
anemia merangsang ginjal untuk mensintesis hormon eritropoetin sehingga terjadi eritropoiesis
ekstrameduler, sebagai kompensasi ekspansi sumsum tulang yang tidak efektif, tubuh akan
meningkatkan absorbsi besi di saluran cerna hingga enam kali lipat. Absorbsi besi yang
meningkat disaluran cerna dan jumlah besi yang meningkat akibat transfusi menyebabkan
penumpukan besi di berbagai organ. Kadar feritin didapatkan meningkat pada kasus ini yaitu
448.7 ng/Ml. Pada penderita talasemia kadar feritin dapat normal ataupun meningkat, sedangkan
pada anemia defisiensi besi kadar feritin menurun karena berbagai proses patologis yang
menyebabkan kurangnya besi memacu tubuh untuk menyesuaikan diri yaitu dengan
meningkatkan absorbsi besi dari usus. Pada tahapan ini tanda yang ditemui adalah penurunan
serum iron dan besi dalam sumsum tulang berkurang (feritin).
Anemia defisiensi Fe bukanlah penyakit herediter, pada kasus ini ditemukan adanya
riwayat saudara kandung pasien adalah penderita talasemia.Riwayat keluarga sangat perlu untuk
membantu menegakan diagnosis, karena talasemia adalah salah satu penyakit yang bersifat
herediter dan penurunannya sesuai dengan hukum MENDEL. Pasien tidak mengalami
perdarahan gusi, mimisan atau perdarahan ditempat lain, hal ini dinyatakan untuk mengetahui
adanya perdarahan yang juga merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia defisiensi Fe.
Status gizi pasien termasuk dalam malnutrisi sedang berdasarkan curve child growth
standart WHO- NCHS.Dari pemeriksaan tanda vital di dapatkan bradikardi (140 X/mnt) dan
takipneu (42 X/mnt) hal ini merupakan mekanisme kompensasi tubuh terhadap kurangnya suplai
oksigen kejaringan.

12
Konjungtiva anemis dan wajah pucat ditemukan pada pemeriksaan fisik. Warna pucat pada
anemia disebabkan karena berkurangnya volume darah, penurunan kadar hemoglobin, dan terjadi
vasokontriksi di perifer dengan tujuan meningkatkan transport pengiriman oksigen ke organ-
organ vital. Berkurangnya volume darah untuk pengiriman oksigen disebabkan eritropoesis yang
tidak efektif dimana keadaan ini menyebabkan umur eritrosit yang memendek. Pada kasus
thalassemia terjadi destruksi eritrosit yang lebih cepat dari normal (Eritrosit abnormal) sehingga
terjadi hepatosplenomegali dikarenakan hepar dan limpa yang bekerja sangat keras dalam
merombak eritrosit.
Dari hasil pemeriksaan foto thorax didapatkan adanya pembesaran jantung, pada penderita
talasemia pembesaran jantung dapat disebabkan karena penumpukan besi di miosit menyebabkan
disfungsi miokardial, dilatasi, berkurangnya fungsi sistolik, fibrosis serta kardiomiopati atau
karena kompensasi tubuh terhadap anemia, kompensasi tubuh terhadap anemia yaitu jantung
memiliki volume ventrikel yang lebih besar, cardiac output yang lebih besar, dan resistensi
vascular yang lebih rendah dibandingkan individu sehat, peningkatan cardiac output bertujuan
untuk mempertahankan aliran oksigen, sehingga terjadi peningkatan denyut jantung dan
pembesaran jantung.

4. Ringkasan
Diagnosis pada pasien adalah anemia gravis et causa talasemia dengan compensated heart
disease. Anamnesis yang menunjang kearah talasemia adalah keluhan pucat disertai dengan
penderita tampak tidak aktif dan ada riwayat anggota keluarga yang menderita
talasemia.Pemeriksaan fisik terdapat peningkatan nadi dan respirasi, konjungtiva anemis,
hepatosplenomegali. Cardiomegali diketahui berdasarkan pemeriksaan rontgen thorax.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hb, Ht, eritrosit dan gambaran hipokrom
anisopoikilositosis pada morfologi darah tepi dengan ditemukan taer drop cell, mikrosit,
normoblast.
Diagnosis banding (anemia defisiensi besi) disingkirkan berdasarkan riwayat keluarga dan
pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan Hb elektroforesis yang abnormal, pemeriksaan
serum iron (Fe) yang meningkat, LDH yang meningkat dan kadar feritin yang meningkat.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Higgins RA, Harrison CR. Hemolytic Anemias Intracorpuscular Defects: Thalassemia.


In: Harmening DM. Clinical Hematology and Fundamental of Hemostasis. 5th edition.
FA Davis Company, Philadelphia, 2009.
2. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Vol: 2. Edisi ke- 15. Jakarta:
EGC: 1996.
3. Tefferti A, Dispenzieri A. Hematologic disorders and the Heart. In: Topol EJ. Textbook
of Cardiovascular Medicine. 3rd edition. Lippincott Williams and Wiklins, Philadelphia,
2009.
4. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Essential Hematology. 4th edition. Blackwell
Science, Massachussettes, 2001.

14
5. Donald LR. Hemoglobinopathies and Thalassemia, Handbook of Hematologic Pathology.
Marcel Dekker Inc. 2000
6. Gibson R, Higgs DR, Nancy F.O, Swee Lay Thien, Wood WG, The Thalassemia
Syndrome. 4th edition, Blackwell Publishing, 2002.
7. National Anemia Action Council. http:/emedicine.medscape.com/article/958850.
Diunduh 23 mei 2011.
8. Sunarto. Diagnosis Thalasemia dan Kepentingannya. Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. 2001.
9. Cohen AR, Galanello Rr, Pennel DJ, Cunningham NJ, Vichinsky E. Thalassemia.
Hematology. 2004.
10. Lewis SM, Bain BJ, Bates I. Dacie and Lewis Practical Haematology. 10th edition.
Churchill Livingston Elsevier, Philadelphia, 2006.

15

Anda mungkin juga menyukai