Anda di halaman 1dari 11

1.

Unsur pendukung tari


a. Iringan Tari
Iringan di dalam tari memegang peranan penting, tari dan iringan tidak dapat dipisahkan
satu sama lain, karena keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu dorongan atau naluri
ritmis. Seperti yang diungkapkan Humphrey (1964: 132) bahwa pada dasarnya tari
membutuhkan kehadiran musik sebagai pendampingnya. Keterikatan tari dengan musik
dinyatakan Doubler (1985: 156) dalam kutipan “sebagai dorongan dinamik susunan
ritmisnya, di samping kualitas-kualitas melodik dan harmonisnya, musik adalah suatu yang
terpenting dari semua partner tari”. Dari pernyataan tersebut dapat digarisbawahi unsur ritme
sebagai dasar penggerak kerjasama antar tari dan musik.
Musik dalam tari dapat memberikan keselarasan, keserasian dan keseimbangan yang
dipadukan menjadi satu kesatuan yang hidup. Keselarasan mengandung maksud antara jiwa
dan melodi lagu dengan jiwa gerak-gerak tari yang diiringinya selaras, sehingga penonton
merasakan keindahan atau kecocokan musikal melalui pendengaran. Keserasian mengandung
maksud kecocokan antara musik iringan dengan gerak tari melalui indera penglihatan
penonton dan penggarap seni itu sendiri, sedangkan keseimbangan mengandung maksud
kecocokan rasa musikalitas dengan yang diiringinya yaitu tari (Jazuli, 2008: 10).
Melalui musik sebagai iringan tari ini pula pesan atau makna gerak yang ingin
disampaikan akan lebih komunikatif, sehingga tari tersebut mempunyai jiwa atau roh dalam
pengungkapannya. Dengan demikian, tari artinya ekspresi jiwa yang diungkapkan melalui
gerak, memiliki makna dan nilai estetis, sehingga dapat menggugah penonton.
Fungsi iringan dalam tari dapat dilihat dari tujuan atau pesan yang ingin disampaikan
dalam tari, sehingga ada iringan tari yang berfungsi sebagai pengiring tari, pendukung
suasana dan pembuat ilustrasi tari. Fungsi iringan tari sebagai pengiring tari dapat dilhat dari
tari-tari tradisi atau kreasi yang sudah berkembang, seperti tari Gambyong, tari Merak, tari
Topeng Blantek, tari Pakarena, tari Yospan, tari Serampang Dua Belas, dan tari lainnya.
Fungsi tari sebagai pendukung suasana, apabila tari tersebut memiliki tema tetentu, misalnya
tema percintaan, kematian, yang iringannya harus dibuat sedemikian rupa agar penonton
memiliki perasaan yang mendukung terhadap tema tersebut. Sedangkan fungsi iringan tari
sebagai ilustrasi, biasanya dapat dilihat pada penari-penari latar, di mana gerak tarinya
terkadang mengikuti iringan tari yang didengar atau dapat bertolak belakang tidak sesuai
dengan iringan tari yang sering disebut dengan off beat.
Pada iringan tari memiliki unsur tempo dan ritme. Tempo biasanya dengan
memperhatikan panjang pendeknya atau cepat lambatnya gerak berdasarkan hitungan,
misalnya gerak yang sama dilakukan dengan hitungan 1- 4 dengan hitungan 1- 8 atau 1- 16
akan mempengaruhi terhadap tempo atau cepat lambatnya gerakan.
Contoh:

Lakukan gerak berjalan dengan hitungan 1 – 4

Lakukan gerak berjalan dengan hitungan 1 – 8 Rasakan bedanya dari gerak


yang dilakukan
Lakukan gerak berjalan dengan hitungan 1 - 16

1. Contoh Tari dengan Iringan Tempo Cepat


2. Contoh Tari dengan Iringan Tempo Lambat

Ritme atau irama dalam iringan tari merupakan pengulangan bunyi menurut pola tertentu
dalam sebuah lagu. Misalnya lagu Sirih Kuning yang dijadikan tari Tapak Tangan pada Tari
Betawi terdapat gerak yang mengikuti pengulangan pola irama. Biasanya irama keluar dari
perasaan seseorang sehubungan dengan apa yang dirasakan dan diekspresikan ke dalam gerak
tari.
Jenis musik iringan tari yang dapat digunakan terbagi menjadi: 1) musik internal, 2)
musik eksternal. Musik internal adalah musik yang dihasilkan dari penarinya itu sendiri,
contohnya dengan bersiul, bertepuk tangan, bernyanyi, petikan jari, hentakan kaki, dan
sebagainya. Tari dengan musik internal dapat dilihat pada tari Kecak, tari Rampai Aceh, tari
Saman, dan sebagainya. Musik eksternal yaitu musik yang digunakan sebagai pengiring tari
dengan sumber bunyi yang berasal dari instrumen atau alat bunyi lainnya.
Musik eksternal digunakan sebgai pedoman ritme penari untuk bergerak sehingga iringan
pada tarian dapat difungsikan sebagai ilustrasi pendukung suasana (karakter tari) dan juga
difungsikan sebagai patokan bagi penari untuk bergerak. Sebagai contoh musik eksternal
yang biasa digunakan pada tari yaitu gamelan, alat musik tradisional (rebana, tifa, kecapi,
angklung, dan sebagainya), sedangkan alat musik lain dapat pula digunakan dari sumber
bunyi yang ada di sekitar, misalnya pukulan kayu atau kentongan, botol plastik yang diisi
biji-bijian, atau alat-alat perkusi lainnya.
Musik sebagai pengiring tari dapat dibedakan berdasarkan warna suara atau tangga
nadanya. Ada tangga nada pentatonis yang dikenal dengan musik tradisi, dan diatonis berupa
musik non tradisi. Pentatonik itu berasal dari kata penta(5) dan tonic(nada). Tangga nada
pentatonik ini dibentuk dengan mengurangkan nada ke-4 dan ke-7 dari struktur oktaf 8 nada.
Pentatonik sebenarnya digunakan untuk musik modern maupun tradisional di berbagai negara
di dunia ini, seperti Cina, Jepang, dan Indonesia. Di Indonesia, tangga nada pentatonik
biasanya terdapat pada alat musik gamelan Jawa, kolintang, dan khusus pada musik gamelan
(Jawa) terdapat dua macam tangga nada pentatonik dinamakan titi laras slendro dan titi laras
pelog. Untuk itu musik pentatonik adalah musik yang menggunakan 5 nada dalam satu
oktafnya. Contohnya adalah gamelan Jawa, mempergunakan nada 1, 2, 3, 5, 6 (ji, ro, lu, ma,
nem) untuk laras slendro dan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 (ji, ro, lu, pat, ma, nem, pi) untuk laras pelog.
Sedangkan diatonik berasal dari di(2) dan tonic(nada). Jadi dalam satu oktaf terdapat 5+2
nada, = 7 nada. jadi musik modern atau bahkan postmodern sering menggunakan tangga nada
diatonik ini. musik diatonik menggunakan 7 nada dalam setiap oktaf. yaitu nada putih,
ataupun 1,2,3,4,5,6,7 (do,re,mi,fa,sol,la,si).
Pada tari musik yang digunakan sebagai pengiring atau pendukung dapat menggunakan
musik pentatonis maupun diatonis tergantung dari sumber gerak yang digunakan dan ide
tarinya itu sendiri, bahkan mungkin jenis musik ini digunakan dalam satu tarian. Hal ini
apabila musik berfungsi sebagai pendudkung atau ilustrasi tari, sehingga diperlukan musik
yang bervariasi warna suarannya.
Sangatlah mudah membedakan warna suara pentatonis dan diatonis, karena perbedaan
tersebut dapat didengarkan dengan jelas berdasarkan instrumen yang digunakan. Tariannya
pun pada umumnya mengikuti warna suara yang dihasilkan, jika pentatonis biasanya tari-tari
tradisional, sedangkan jika menggunakan musik diatonis maka tari-tari kreasi.

1. Contoh Tari dengan Iringan Pentatonis


2. Contoh Tari dengan Iringan Diatonis

b. Level dalam Tari


level adalah tinggi rendahnya penari dalam melakukan gerakan. Level dalam gerak
tari dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu level tinggi, sedang, dan rendah. Dalam gerak tari,
level tinggi menunjuk pada gerakan-gerakan yang mengarah ke garis vertikal, contohnya
gerak melompat, menjinjitkan kaki, tangan cenderung mengarah ke atas. Dalam tari-tari
tradisional di Indonesia yang bertema perang seperti tari-tarian di Papua, gerak perang dalam
tari gaya Yogyakarta, gerak srisig dalam tari Gatotkaca Gandrung dari tari klasik gaya
Surakarta, tari Baris dari Bali, dan sebaginya.
Sedangkan yang tergolong dalam gerak yang berlevel sedang menunjuk pada posisi
penari yang bergerak dalam posisi berdiri secara lurus di atas pentas. Level sedang ini banyak
terdapat dalam tari-tari tradisional di Indonesia, misalnya Jawa, Sunda, Kalimantan, tari
Melayu, dan sebagainya. Level rendah merupakan gerak yang dilakukan oleh penarai dalam
posisi yang rendah seperti merunduk, duduk, atau bahkan berguling di lantai pentas

1. Contoh Tari dengan Level Tinggi


2. Contoh Tari dengan level sedang
3. Contoh Tari dengan Level Rendah

c. Pola Lantai dalam Tari


Pola lantai sering disebut juga dengan disain lantai, yaitu Desain lantai adalah garis-
garis lantai yang dilalui oleh seorang penari atau garis-garis di lantai yang dibuat oleh formasi
penari kelompok. Secara garis besar ada dua pola garis dasar dalam pada lantai yaitu garis
lurus dan garis lengkung.
Pada garis lurus dapat dibuat ke depan, ke belakang, ke samping atau serong. Selain itu
garis lurus dapat membentuk desain huruf V atau kebalikannya, segitiga, segiempat, huruf T,
Y atau desain zig-zag. Garis lurus memberikan kesan sederhana tetapi kuat. Garis lurus
banyak digunakan pada tari tradisional baik klasik maupun kerakyatan. Garis lengkung dapat
dibuat melengkung ke depan, ke belakang, ke samping dan serong.
Sedangkan pada garis dengan desain lengkung dapat dibuat desain lengkung ular,
lingkaran, angka tiga atau delapan juga bentuk spiral. Garis lengkung memberikan kesan
lembut tetapi juga lemah. Garis lengkung banyak digunakan pada tari-tarian primitif dan tari-
tarian komunal yang kebanyakan berciri sebagai tari bergembira, misalnya tari Kecak dari
Bali, tari Serampang Dua Belas dari Sumatera, dan sebagainya.
Dengan demikian pada satu tarian dapat dibuat dengan variasi garis atau pola lantai dapat
pula satu bentuk desain garis pola lantai yang digunakan. Pada tari tradisi tertentu yang
berakar dari rakyat dengan ciri pola lantai sederhana biasanya hanya menggunakan beberapa
desain pola lantai garis lurus dan garis lengkung.
Gambar 1.7. Lintasan garis yang dilalui penari

Gambar 1. 8. Lintasan garis yang dilalui penari menuju posisi terakhir

Gambar 1.9. Keterangan gambar cara membuat pola lantai pada naskah tari.

Level dan pola lantai dalam tari sangat penting untuk diperhatikan, gabungan beberapa
level dan pola lantai yang digunakan dalam tari akan menghasilkan gerak yang dinamis dan
estetis. Pada tarian tertentu memiliki level dan pola lantai yang tidak bisa diubah-ubah,
seperti pada tari klasik Bedhoyo. Level dan pola lantai pada tari tersbut memiliki makna dan
filosofi yang tinggi. Hal ini terkait dengan tujuan tari itu sendiri.
Selain permainan level dan pola lantai, tari tidak terlepas dari iringan atau musik
pengiringnya.

1. Contoh Tari Menggunakan Pola Lantai

d. Rias dan Busana Tari


1) Tata Rias
Tata rias secara umum dapat diartikan sebagai seni mengubah penampilan wajah
menjadi lebih sempurna. Pada dasarnya, tata rias bukan sesuatu yang asing bagi semua orang,
khususnya kaum wanita sebab tata rias merupakan aspek untuk mendukung penampilan dan
telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Rias di dalam tari bukan sekadar bertujuan untuk
menjadikan penari menjadi cantik atau ganteng. Tata rias tari mempunyai beberapa fungsi
yang benar-benar membantu pertunjukan karya tari menjadi lebih baik.
Fungsi Tata Rias
1. Menyempurnakan penampilan wajah. Tata Rias bisa menyempurnakan kekurangan
pada tampilan penari. Penyempurnaan wajah dilakukan pada penari yang tidak sesuai
dengan karakter tari yang di bawakan.
2. Membantu menunjukkan perwatakan atau karakter penari. Tata rias berfungsi
melukiskan watak tarian dengan mengubah tampilan wajah penari menyangkut aspek
usia, ras, bentuk wajah.
3. Memberi efek gerak pada ekspresi wajah seorang penari diatas panggung, karena
tampilan penari tampak datar ketika tertimpa cahaya lampu. Oleh karena itu
dibutuhkan tata rias untuk menampilkan dimensi wajah penari.
4. Memperjelas garis-garis wajah penari untuk mengekspresikan gerak-gerak tari.
Fungsi garis tidak sekedar menegaskan, tetapi juga menambahkan sehingga terbentuk
tampilan yang berbeda dengan wajah asli pemain.
5. Memberi nilai tambah keindahan karya tari. Dengan tata rias yang baik tentunya akan
menambah keindahan karya tari yang ditampilkan. Anda dapat membayangkan apa
jadinya jika sebuah tarian disajikan tanpa didukung dengan tata rias.
Agar tata rias tari dapat menunjang pertunjukan tari, maka dalam penataan rias penari perlu
diperhatikan prinsip-prinsipsebagai berikut.
1. Rias Hendaknya mencerminkan karakter tokoh/peran.
2. Kerapian dan kebersihan rias perlu diperhatikan.
3. Jelas garis-garis yang dikehendaki.
4. Ketepatan pemakaian desain rias.
Jenis Tata Rias
1. Tata rias korektif (corective make-up): merupakan suatu bentuk tata rias yang bersifat
menyempurnakan (koreksi). Tata rias ini menyembunyikan kekurangan-kekurangan
yang ada pada wajah dan menonjolkan hal-hal yang menarik dari wajah
2. Tata rias fantasi : dikenal juga dengan istilah tata rias karakter khusus. Disebut tata
rias karakter khusus, karena menampilkan wujud rekaan dengan mengubah wajah
tidak realistik.
3. Tata rias karaker adalah tata rias yang mengubah penampilan wajah seseorang dalam
hal umur, watak, bangsa, sifat, dan ciri- ciri khusus yang melekat pada tokoh. Tata
rias karakter dibutuhkan ketika karakter wajah penari tidak sesuai dengan karakter
tari.
Tata rias dan tata busana berupakan unsur penunjang sajian tari yang juga dianggap
penting, karena fungsi tata rias adalah merubah karakter pribadi ke dalam karakter tarian
yang dibawakan, demikian pula dengan tata busananya. Pada awalnya busana yang
dikenakan oleh penari adalah pakaian sehari-hari, pada perkembangannya, busana dalam tari
dirancang berdasarkan kebutuhan penyajian tari dan sesuai dengan budaya masyarakat
pendukungnya.

Gambar 1.10. Tata Rias Fantastik

2) Busana Tari
T Tata busana tari merupakan unsur pendukung yang menentukan keindahan,
pemaknaan pada tari itu sendiri serta dapat menentukan karakter tari yang dibwakan penari.
Pada prinsipnya, busana tari harus enak dipakai, enak dipandang, dan tidak mengganggu
gerak penari. Unsur pendukung dalam bentuk kostum atau busana tari ini biasanya memiliki
filosofi dan menggambarkan isi dari tari. Hal ini dapat dilihat dari warna kostum yang
digunakan, karena warna memiliki arti tersendiri seperti warna kuning yang berarti
keagungan, warna putih kesucian, dan seterus. Pada tari tradisi kerakyatan biasanya warna-
warna menyolok sering digunakan, dan pada tari klasik lebih banyak menggunakan warna
keemasn, perak, dan merah.
Warna pada kostum memiliki simbol-simbol tersendiri, begitu juga ornamen yang
terdapat dalam kostum, dan kekhasan atau ciri daerah yang sering dijumpai pada tari-tari
rakyat. Kostum tidak semata-mata digunakan hanya untuk keindahan tetapi juga memiliki
fungsi yang mendukung terhadap karakter tari.
Fungsi Tata Busana
1. Memperjelas tema tari. Busana tari berfungsi untuk mendukung tema atau isi tari dan
untuk memperjelas peranan-peranan dalam suatu sajian tari. Busana tari secara umum
terdiri atas baju, celana, kain, selendang, ikat kepala, mahkota, dan lain-lain. Tata
busana untuk keperluan pementasan tari biasanya dirancang khusus sesuai dengan
tema tarinya.
2. Membantu menghidupkan karakter dan peran penari. Artinya busana yang dikenakan
penari sudah menunjukkan siapa dia sesungguhnya, umurnya, kebangsaannya, status
sosialnya, kepribadiannya. Bahkan tata busana dapat menunjukkan hubungan
psikologisnya penari dengan tarianya.
3. Membantu ekspresi penari dalam melakukan gerak tari. Artinya penari harus dapat
membawakan tari tanpa terganggu oleh busananya. Busana tidak harus dapat memberi
bantuan kepada penari tetapi busana harus sanggup menambah efek visual gerak,
menambah indah dan menyenangkan dilihat disetiap posisi yang diambil penari.
4. Memberikan nilai tambah pada segi estetika dan etika. Tarian yang dibawakan dengan
tata busana yang baik tentunya akan lebih indah dan menarik untuk disaksikan
(Sumber: http://www.mikirbae.com/2016/03/unsur-unsur-pendukung-dalam-tari.html)

Pada penyajian tari akan lebih menarik untuk disaksikan apabila didukung oleh tata
busana yang baik. Oleh karena itu di dalam penataan dan penggunaan busana tari hendaknya
senantiasa mempertimbangkan hal hal sebagai berikut:
1. Busana tari hendaknya enak dipakai dan sedap dilihat oleh penonton
2. Penggunaan busana selalu mempertimbangkan isi/tema sehingga dapat menghadirkan
suatu kesatuan antara tari dan tata busana
3. Penataan busana hendaknya dapat merangsang imajinasi penonton
4. Desain busana harus memperhatikan gerak tari, agar tidak mengganggu penari saat
bergerak.
5. Busana sebaiknya dapat memberi gamabaran atau karaktertari kepada penarinya.
6. Keharmonisan dalam pemilihan atau perpaduan warna busana harus diperhatikan.
Gambar 1.11. Contoh Busana Tari

e. Tata Pentas
Apapun bentuknya, suatu pertunjukan selalu memerlukan ruangan guna
menyelenggarakan. Ruangan tempat pertunjukan dengan sebutan pentas, dapat berupa
lapangan, pendapa, halaman pura atau gedung pertunjukan yang sering disebut dengan stage,
yang disebut dengan pentas tertutup.
Pertunjukan tari tradisional di lingkungan rakyat biasanya dipentaskan di lapangan terbuka,
seperti bentuk pertunjukan reog Ponorogo, Jathilan, tari-tarian di daerah pedalaman
Kalimantan, Sulawesi, Papua dan sebagainya. Sedangkan di kalangan istana di jawa biasanya
tari dipertunjukkan di pendapa yaitu suatu bangunan yang berbentuk joglo yang mempunyai
4 tiang penyangga atau saka guru. Pada tempat pertunjukan seperti ini biasanya penonton
dapat menyksikan pertunjukan dari berbagai arah. Sedangkan tari yang dipentaskan di
gedung pertunjukan hanya dapat dilihat dari satu arah penonton saja, misalnya di aula
sekolah, dan sebagainya.

1. Contoh Gedung Pertunjukan


2. Contoh Panggung Arena / Pendapa
f. Tata Cahaya dan Tata Suara
Jika kita menyaksikan suatu pertunjukan tari, maka unsur tata cahaya dan tata suara
akan selalu dibutuhkan, karena tata cahaya merupakan salah satu pendukung sebuah tarian
yang harus ada. Tata cahaya dapat berupa cahaya yang berasal dari alam, misalnya siang hari
dengan memanfaatkan cahaya matahari seperti yang sering kita lihat pada tari-tari kerakyatan
yang ditarikan di siang hari, pertunjukkan Sendratari Ramayana di Prambanan yang
memanfatkan cahaya bulan purnama sebagai pendukung suasana pertunjukan. Tata cahaya
juga dapat dihasilkan dari alat baik yang tradisional seperti obor, api unggun dan sebagainya,
maupun modern yaitu dari cahaya lampu listrik. Sedangkan tata suara adalah pendukung
pertunjukan yang berfungsi untuk membantu memperbesar suara music iringan tari.

Gambar 1.9. Contoh Penggunaan Tata Cahaya dalam Pertunjukan

1. Contoh Tata Cahaya


2. Contoh Tata Suara

g. Tema dalam Tari


Tema adalah pokok pikiran, gagasan atau ide dasar, yang biasanya diungkapan dalam
sebuah tarian, namun demikian ada pula tarian yang tidak mempunyai tema. Suatu tarian yang
bertema jika gerak-gerak yang ditata mempunyai keterkaitan dengan tema yang ingin
disampaikan oleh penari pada penonton. Sumber tema yang dapat dijadikan karya tari, antara
lain: pengalaman hidup, kehidupan binatang, kejadian sehari-hari, cerita rakyat, legenda,
sejarah, upacara tradisional, karya sastra, permainan, dan sebagainya. Suatu tarian
dikategorikan tidak bertema jika gerak yang ditata semata-mata hanya merupakan ungkapan
emosional pribadi dan tidak memiliki tema, bahkan cenderung pada gerak-gerak yang
eksploratif.

Anda mungkin juga menyukai