Anda di halaman 1dari 2

SUMAYYAH binti KHAYYAT🌺

Dialah Sumayyah binti Khayyat, hamba sahaya dari Abu Hudzaifah bin Mughirah. Beliau
dinikahi oleh Yasir, seorang pendatang yang kemudian menetap di Mekkah.

Tidak berselang lama dari pernikahannya, lahirnya anak mereka berdua yang bernama Ammar
dan Ubaidullah.

Tatkala Ammar hampir menjelang dewasa dan sempurna sebagai seorang laki-laki, beliau
mendengar agama baru yang didakwahkan oleh Muhammad bin Abdullah kepada beliau.
Berpikirlah Ammar bin Yasir sebagaimana yang dipikirkan oleh penduduk Mekkah, sehingga
kesungguhan beliau dalam berpikir dan lurusnya fitrah beliau, menggiringnya untuk memeluk
dinul Islam.

Ammar kembali ke rumah dan menemui kedua orang tuanya dalam keadaan merasakan
lezatnya iman yang telah terpatri dalam jiwanya. Beliau menceritakan kejadian yang beliau
alami hingga pertemuannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian
menawarkan kepada keduanya untuk mengikuti dakwah yang baru tersebut. Ternyata, Yasir
dan Sumayyah menyahut dakwah yang penuh berkah tersebut dan bahkan mengumumkan
keislamannya. Sumayyah pun menjadi orang ketujuh yang masuk Islam.

Dari sinilah dimulainya sejarah yang agung bagi Sumayyah binti Khayyat, yang bertepatan
dengan permulaan dakwah Islam dan sejak fajar terbit untuk yang pertama kalinya.

Bani Makhzum mengetahui akan hal itu, karena Ammar dan keluarganya tidak memungkiri
bahwa mereka telah masuk Islam, bahkan mereka mengumumkan keislamannya dengan kuat
sehingga orang-orang kafir tidak menanggapinya melainkan dengan pertentangan dan
permusuhan.

Bani Makhzum segera menangkap keluarga Yasir dan menyiksa mereka dengan bermacam-
macam siksaan agar mereka keluar dari din mereka, mereka memaksa dengan cara
mengeluarkan mereka ke padang pasir tatkala keadaannya sangat panas dan menyengat.
Mereka membuang Sumayyah ke sebuah tempat dan menaburinya dengan pasir yang sangat
panas, kemudian meletakkan di atas dadanya sebongkah batu yang berat. Akan tetapi, tiada
terdengar rintihan atau pun ratapan, melainkan ucapan, “Ahad … Ahad ….” Sumayyah binti
Khayyat ulang-ulang kata tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Yasir, Ammar, dan Bilal.

Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyaksikan keluarga muslim tersebut
yang tengah disiksa dengan kejam, maka beliau menengadahkan ke langit dan berseru,

‫صتْ ًراآ َل يَاس ٍِرفَإ ِ ِِّن َم ْو ِع َد ُك ُم ْال َجنَّة‬


َ ُ

“Bersabarlah, wahai keluarga Yasir, karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah
surga.”
Sumayyah binti Khayyat mendengar seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka
beliau bertambah tegar dan optimis. Dengan kewibawaan imannya, dia mengulang-ulang
dengan berani, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah dan aku bersaksi bahwa janjimu
adalah benar.”

Begitulah, Sumayyah binti Khayyat telah merasakan kelezatan dan manisnya iman sehingga
bagi beliau kematian adalah sesuatu yang remeh dalam rangka memperjuangkan akidahnya.
Hatinya telah dipenuhi kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala, maka dia menganggap kecil
setiap siksaan yang dilakukan oleh para tagut yang zalim; mereka tidak kuasa menggeser
keimanan dan keyakinannya, sekalipun hanya satu langkah semut.

Sementara Yasir telah mengambil keputusan sebagaimana yang dia lihat dan dia dengar dari
istrinya,Sumayyah binti Khayyat pun telah mematrikan dalam dirinya untuk bersama-sama
dengan suaminya meraih kesuksesan yang telah dijanjikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam.

Tatkala para tagut telah berputus asa mendengar ucapan yang senantiasa diulang-ulang oleh
Sumayyah binti Khayyat maka musuh Allah Abu Jahal melampiaskan keberangannya kepada
Sumayyah dengan menusukkan sangkur yang berada dalam genggamannya kepada
Sumayyah binti Khayyat.

Terbanglah nyawa beliau dari raganya yang beriman dan suci bersih. Beliau adalah wanita
pertama yang syahid dalam Islam. Beliau gugur setelah memberikan contoh baik dan mulia
bagi kita dalam hal keberanian dan keimanan, beliau telah mengerahkan segala yang beliau
miliki dan menganggap remeh kematian dalam rangka memperjuangkan imannya. Beliau telah
mengorbankan nyawanya yang mahal, dalam rangka meraih keridhaan Rabbnya.
Mendermakan jiwa adalah puncak tertinggi dari kedermawanan

Anda mungkin juga menyukai