Penyakit Sars
Penyakit Sars
Oleh:
2012
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati penyusun panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan
Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan anugrahNya kepada penyusun
dalam menyusun makalah berjudul PENYAKIT SARS, guna memenuhi tugas di
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya.
Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan rasa terima-kasih yang sebesar-
besarnya kepada para pembimbing di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Wijaya Kusuma Surabaya atas diberikannya kesempatan kepada penyusun untuk
membuat makalah ini.
Meskipun penyusun berusaha untuk menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik-
baiknya, serta mengingat keterbatasan kemampuan penyusun, maka dalam menyusun
makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu penyusun tidak
menutup diri terhadap kritik dan saran demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat serta dapat menambah
informasi tentang PENYAKIT SARS.
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Pada pertengahan Maret 2003, WHO menyatakan kewaspadaan global
terhadap penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome). Setelah kasus
SARS pertama pada bulan November 2002 di provinsi Guangdong, Cina,
penyakit ini dalam waktu singkat telah menyebar dari Cina daratan ke
Hongkong kemudian ke tempat lain di dunia dan menimbulkan kepanikan di
berbagai tempat. WHO melaporkan sampai bulan Juli 2003 telah terjadi 8442
kasus SARS di 30 negara dengan 812 kematian.1 WHO merekomendasikan
setiap orang yang menderita demam panas mendadak untuk menunda
perjalanannya sampai sehat kembali dari negara terjangkit (affected area),
seperti Kanada (Toronto), Singapura, Cina (Beijing, Guangdong, Hongkong,
Shaxi dan Taiwan) serta Vietnam (Hanoi).
Saat ini penyebab penyakit SARS sudah dapat diketahui, yaitu berupa
infeksi virus yang tergolong dalam genus coronavirus (CoV). SARS-CoV
biasanya tidak stabil bila berada dalam lingkungan. Namun virus ini dapat
bertahan berhari-hari pada suhu kamar. Virus ini juga mampu mempertahankan
viabilitasnya dengan baik bila masih berada di dalam feces (Chen & Rumende,
2006).3
Data yang telah dikumpulkan oleh WHO mengenai stabilitas virus
SARS terhadap faktor lingkungan dan desinfektan memperlihatkan bahwa
virus SARS stabil dalam feses dan urin pada suhu ruang selama 1 – 2 hari.
Nilai pH feses penderita lebih tinggi dari pH feses normal, dan virus yang
dikandungnya lebih stabil serta dapat bertahan sampai 4 hari. Virus SARS
pada pH 6 – 7 dapat bertahan sampai 3 jam, dan pada pH yang lebih tinggi
virus dapat bertahan lebih lama, 6 jam pada pH 8 dan 4 hari pada pH 9. Pada
suhu 4ºC dan -80ºC virus dapat bertahan sampai 21 hari. Pada suhu tersebut
konsentrasi virus dalam kultur sel hampir tidak menurun. Konsentrasi virus
menurun sampai satu log pada suhu ruang setelah dua hari. Oleh karena itu
virus SARS-CoV lebih stabil dibandingkan dengan virus corona manusia yang
telah dikenal. Virus SARS pada pemanasan 56ºC akan menurun cepat, yaitu 10
ribu infectious virus unit per 15 menit. Efektivitas virus dapat dihilangkan
dengan desinfektan seperti aseton 10%, formaldehid dan paraformaldehid,
kloroks 10%, etanol 75%, dan fenol 2% pada suhu ruang dapat menginaktifkan
virus dalam waktu 5 menit (WHO 2003, dalam Ibrahim dan Sudiro, 2003).4
II.2 EPIDEMIOLOGI
SARS diduga berasal dari Propinsi Guangdong di Cina daratan,
muncul dan menyerang manusia sekitar bulan November 2002. Pada bulan Juli
2003 dilaporkan adanya penderita yang mengalami radang paru yang atipikal
dan sangat gawat serta tingkat penularannya tinggi. Dilaporkan juga penyakit
ini telah menjangkiti sekitar 305 orang dan menyebabkan 5 diantaranya tewas.
WHO melaporkan bahwa 30% kasus SARS terjadi pada petugas kesehatan,
yang terjadi karena kontak pada saat merawat penderita. Di samping itu resiko
penularan dapat terjadi pada penderita lain yang sedang dirawat di rumah
sakit, anggota keluarga yang tinggal satu rumah, orang yang menjadi penderita
maupun tamu penderita (DepKes RI, 2003).
SARS terbawa keluar dari Guangdong ke Hongkong pada tanggal 21
February 2003 oleh seorang dokter yang telah merawat pasien dengan gejala
mirip flu di tempat kerjanya. Setelah saat itu infeksi semakin meluas ke
penjuru Cina dan Hongkong yang pada akhirnya meluas hingga ke Vietnam
dan Kanada. Penularan SARS pada tanggal 12 Maret 2003, Badan Kesehatan
Dunia (World Health Organization / WHO) mengeluarkan suatu peringatan ke
seluruh dunia adanya suatu penyakit yang disebutnya sebagai sindrom
pernapasan akut parah (severe acute respiratory syndrome / SARS) (WHO,
2003). Penyakit ini digambarkan sebagai radang paru (pneumonia) yang
berkembang secara cepat, progesif dan seringkali bersifat fatal, dan diduga
berawal dari suatu propinsi di Cina Utara yaitu propinsi Guangdong. Pada saat
pengumuman WHO ini dikeluarkan, kasus-kasus SARS diketahui telah
menyerang beberapa negara seperti Cina, Hongkong, Vietnam, Siangapura dan
Kanada (Poutanen et al. 2003). Kejadian Luar Biasa (KLB) terjadi di 6
wilayah yaitu: Kanada, Cina Daratan (yang berasal dari Guangdong kemudian
menyebar ke beberapa kota besar, Taiwan dan Hongkong), Singapura dan
Vietnam. Setelah itu SARS diketahui menyebar ke lebih dari 20 tempat lain di
dunia mengikuti rute penerbangan (WHO, 2003).
II.3 TRANSMISI
Membran hialin ini terbentuk dari endapan protein plasma serta debris
nucleus dan sitoplasma sel-sel epitel paru (pneumosit) yang rusak. Dengan
adanya nekrosis sel-sel epitel paru maka barrier antara sirkulasi darah dan
jalan udara menjadi hilang sehingga cairan yang berasal dari pembuluh
darah dapat masuk ke dalam ruang alveolus (efusi). Namun masih belum
dapat dibuktikan apakah kerusakan sel-sel paru tersebut diakibatkan
karena efek toksik dari virus tersebut secara langsung atau kerusakan
tersebut terjadi karena perantara sistem imun. Pada saat fase eksudatif ini
dapat diamati dan diidentifikasi RNA dan antigen virus yang terdapat pada
makrofag alveolar.
2. Fase Kedua
Fase ini dimulai tepat setelah fase pertama selesai (setelah 10 hari). Fase
ini ditandai dengan perubahan pada DAD eksudatif menjadi DAD yang
terorganisir. Pada periode ini didapati metaplasia sel epitel skuamosa
bronchial, bertambahnya ragam sel dan fibrosis pada dinding lumen
alveolus. Pada fase ini juga tampak dominasi pneumosit tipe 2 dengan
perbesaran nucleus dan nucleoli yang eosinofilik. Selanjutnya juga
ditemukan adanya sel raksasa dengan banyak nucleus (multinucleated
giant cell) dalam rongga alveoli. Sel raksasa tersebut diduga merupakan
akibat langsung dari SARS-CoV, namun sumber lain mengatakan bahwa
hal tersebut bukan karena SARS-CoV namun disebabkan karena proses
inflamasi yang berat pada tahap DAD eksudatif
BAB III DIAGNOSIS
III.1 DEFINISI KASUS Secara proposional ada 2 definisi kasus SARS, yaitu
“suspect” dan “probable” sesuai kriteria WHO.
1. Suspect SARS
a. Adalah seseorang yang menderita sakit dengan gejala:
- Demam tinggi ( > 38ºC), dengan
- Disertai batuk, sesak nafas/kesulitan bernafas
- Satu atau lebih keadaan berikut:
• Dalam 10 hari terakhir sebelum sakit mempunyai riwayat
kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosis sebagai
penderita SARS*)
• Dalam 10 hari terakhir sebelum sakit melakukan perjalanan ke
tempat terjangkit SARS**)
• Penduduk dari daerah terjangkit.
Keterangan:
*) Kontak erat adalah orang yang merawat, tinggal serumah
atau berhubungan langsung dengan cairan saluran
pernafasan maupun atau jaringan tubuh seseorang penderita
SARS.
**) Tempat yang dilaporkan terjangkit SARS adalah sesuai
dengan ketetapan WHO sebagai negara terjangkit pada
tanggal 1 April: Kanada (Toronto), Singapura, Cina
(Guangdong, Hongkong, Shanxi, Taiwan) dan Vietnam
(Hanoi).
b. Adalah seseorang yang meninggal dunia sesudah tanggal 1 Nopember
2002 karena mengalami gagal nafas akut yang tidak diketahui
penyebabnya dan tidak dilakukan otopsi untuk mengetahui
penyebabnya. Pada 10 hari sebelum meninggal, orang tersebut
mengalami salah satu atau lebih kondisi dibawah ini, yaitu:
1. Kontak erat dengan seseorang yang telah didiagnosa suspect atau
probable SARS.
2. Riwayat berkunjung ke tempat/negara yang terkena wabah SARS.
3. Bertempat tinggal/pernah tinggal di tempat/negara yang terjangkit
wabah SARS.
2. Probable SARS
Adalah kasus suspect ditambah dengan gambaran foto toraks menunjukkan
tanda-tanda pnumonia atau respiratory distress syndrome atau seseorang
yang meninggal karena penyakit saluran pernafasan yang tidak jelas
penyebabnya, dan pada pemeriksaan otopsi ditemukan tanda patologis
berupa respiratory distress syndrome yang tidak jelas penyebabnya.
1. Gejala Klinis
Gejala klinis pada manusia adalah: a.
Gejala Prodromal
Masa inkubasi SARS secara tipikal adalah 2-7 hari, meskipun
demikian, beberapa laporan menunjukkan bahwa masa inkubasi ini
bisa lebih panjang sampai 10 hari (Surjawidjaja, 2003). Gejala
prodromal yang timbul dimulai dengan adanya gejala-gejala sistemik
yang non spesifik, seperti:
- Demam > 38ºC
- Myalgia
- Menggigil
- Rasa kaku di tubuh
- Batuk non produktif
- Nyeri kepala dan pusing
- Malaise
Gejala-gejala tersebut merupakan gejala tipikal yang sering timbul
pada penderita SARS, namun tidak semua gejala tersebut timbul
pada setiap pasien. Pada beberapa kasus, demam muncul dan
menghilang dengan sendirinya pada hari ke-4 hingga ke-7, namun
terkadang demam muncul kembali pada minggu ke-2 (Chen &
Rumende, 2006).
b. Manifestasi Umum
Meskipun SARS merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan
namun beberapa kasus ditemukan penderita dengan gejala multiorgan.
Manifestasi Pernafasan
Penyakit paru adalah gejala klinis utama dari penderita SARS,
gejalagejala utama yang timbul antara lain:
- Batuk kering
- Sesak nafas
Pada tahap awal infeksi, gejala tersebut seperti pada infeksi saluran
pernafasan pada umumnya. Namun gejala sesak makin lama akan
semakin berat dan mulai membatasi aktifitas fisik pasien. Sebanyak
20-25% pasien mengalami progresi buruk ke arah acute respiratory
distress syndrome (ARDS) akibat kerusakan pada pneumosit tipe 2
yang memproduksi surfaktan
Gejala lain yang mungkin timbul adalah pneumotoraks dan
pneumomediastinum, yang diakibatkan karena udara yang terjebak
dalam rongga dada, hal ini dilaporkan 12% terjadi secara spontan dan
20% timbul setelah penggunaan ventilator di ICU (Chen & Rumende,
2006).
Manifestasi Pencernaan
Gejala yang timbul pada sistem pencernaan diduga disebabkan karena
penularan SARS-CoV melalui oral. Gejala utamanya adalah diare.
Pada kasus ini didapati sebanyak 20% pasien SARS mengalami diare
pada kedatangan pertama dan 70% dari jumlah tersebut tetap
mengalami gejala ini selama masa perjalanan penyakitnya.
Pada beberapa kasus yang tidak disertai pneumonia, gejala diare ini
adalah satu-satunya yang tampak, namun pada beberapa kasus lain
dengan pneumonia, diare mulai tampak pada minggu ke-2 bersamaan
dengan timbulnya demam dan perburukan pada paru.
Manifestasi Lain
- Sebanyak 25% pasien SARS mengalami peningkatan SGPT pada
kedatangan pertama. Belum bisa dipastikan penyebab peningkatan
enzim ini namun diduga disebabkan karena respon tubuh terhadap
infeksi SARS-CoV pada tubuh manusia bukan karena infeksi
spesifik CoV pada hepar.
- Dari seri kasus di Hongkong, sekitar 50% pasien mengalami
hipotensi selama masa perawatan di rumah sakit. Hipotensi ini
menyebabkan rasa pusing pada pasien SARS.
- Dari seri kasus di Hongkong didapati sekitar 40% pasien
mengalami takikardi. Namun manifestasi kardiovaskuler pada
SARS ini pada umumnya tidak memerlukan terapi spesifik.
- Beberapa kasus dilaporkan adanya gejala epilepsi dan disorientasi
pada pasien SARS, namun defisit neurologi fokal tidak pernah
ditemukan. Meskipun demikian tetap harus diwaspadai terhadap
kemungkinan manifestasi SARS pada sistem saraf mengingat
adanya laporan kasus yang menunjukkan adanya status epileptikus
pada pasien dengan disertai penemuan SARS-CoV pada CSS
dengan jumlah yang cukup signifikan. Menurut Chen & Rumende
(2006), SARS-CoV ini juga dapat mengakibatkan demielinisasi
pada saraf otak.
Hal yang berperan dalam penanganan penderita SARS adalah status penderita.
Pada kasus pasien suspect dan probable tindakan yang dilakukan adalah: a.
Isolasi penderita di Rumah Sakit
b. Pengambilan sampel (sputum, darah, serum, urin) dan foto toraks untuk
menyingkirkan pneumonia yang atipikal
c. Pemeriksaan leukosit, trombosit, kreatinin fosfokinase, tes fungsi hati,
ureum dan elektrolit, C reaktif protein dan serum pasangan (paired sera).
d. Pemberian antibiotikla selama perawatan untuk pengobatan pneumonia
akibat lingkungan (community-aquired pneumonia) termasuk pneumonia
atipikal.
e. Pada SARS berbagai jenis antibiotika sudah digunakan namun sampai saat
ini hasilnya tidak memuaskan, dapat diberikan ribavirin dengan atau tanpa
steroid.
f. Perhatian khusus harus diberikan pada tindakan yang dapat menyebabkan
terjadinya aerolization seperti nebulizer dengan bronkodilator,
bronkoskopi, gastroskopi yang dapat mengganggu sistem pernapasan.
Pengobatan dan vaksin penyakit ini belum ditemukan. Oleh karena itu
penanganan penderita SARS yang dianggap paling penting adalah terapi
suportif, yaitu mengupayakan agar penderita tidak mengalami dehidrasi
dan infeksi sekunder. Sedangkan penggunaan antibiotik spektrum luas
sendiri merupakan sebuah tindakan pencegahan (profilaksis) untuk
mencegah infeksi sekunder (Ksiazek, 2003).
b. Berat
1. Terapi suportif
2. Antibiotik
• Tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas:
i. Sefalosporin generasi ke-3 (IV) non pseudomonas
ditambah makrolid generasi baru, atau
ii. Fluorokuinon respirasi
• Ada faktor resiko infeksi pseudomonas:
Sefalosporin anti pseudomonas (seftazidim, sefoperazon,
sefipim)/karbapenem (IV) ditambah fluorokuinolon anti
pseudomonas
(siprofloksasin)/aminoglikosida ditambah makrolid
generasi baru.
3. Kortikosteroid.
Hidrokortison (IV) 4 mg/KgBB tiap 8 jam
4. Ribavirin 1,2 gr oral tiap 8 jam atau 8 mg/KgBB IV tiap 8
jam.
BAB V
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit berupa public awareness
melalui upaya advokasi dan sosialisasi, surveilans kasus berdasarkan informasi
masyarakat atau rumah sakit, penyiapan sarana dan prasarana rumah sakit,
peningkatan kemampuan pemeriksaan laboratorium, pengetahuan dan ketrampilan
petugas dan penelitian tentang SARS (DepKes RI, 2003).
Selain itu upaya pengendalian SARS menurut DepKes RI ditetapkan sebagai
berikut:
- Identifikasi dini kasus SARS, kontak dan kasus tambahan
- Menetapkan besarnya masalah
- Identifikasi daerah dan populasi berisiko tinggi
- Mencegah transmisi di masyarakat
- Melaksanakan prosedur pengamanan unit pelayanan (petugas dan
pengunjung)
- Penetapan prosedur pengamanan keluarga dan masyarakat
- Penyebaran informasi epidemiologi SARS
Sebagai penunjang dibuat juga pedoman tentang SARS, brosur, leaflet, serta
hotline service untuk pelaporan penyakit. Adapun mekanisme sistem pelaporan SARS
adalah sebagai berikut :
Sumber : DepKes RI (2003)
BAB VI PENUTUP
VI.1 KESIMPULAN
SARS merupakan emerging diseases yang sangat infeksius. Penyakit
ini disebabkan oleh virus corona (Coronavirus) yang menyebabkan infeksi
saluran nafas akut berat pada jaringan paru-paru dengan sekumpulan gejala
klinis yang sangat berat dan dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini
menular melalui kontak langsung dan tidak langsung dari hewan ke manusia,
manusia ke manusia. Pengobatan dan vaksin belum ditemukan sehingga
pencegahan dan pengendalian penyakit lebih diutamakan. Pengobatan pada
penderita merupakan terapi suportif untuk menghindari infeksi sekunder dan
dehidrasi.
VI.2 SARAN
Berdasarkan uraian bahasan Penyakit SARS, penyusun memberikan saran
sebagai berikut:
6. Sosialisasi bahaya penyakit SARS kepada masyarakat sangat diperlukan.
7. Peningkatan kemampuan laboratorium, sarana dan prasarana serta
pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan dalam menghadapi
penyakit SARS sangat penting untuk penanganan dan pencegahan.
DAFTAR PUSTAKA
3. Chen K, Rumende CM. 2006. SARS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI.
Jakarta.
4. Ibrahim F, Sudiro TM. 2003. Ulas Balik Coronavirus dan Sindroma Pernafasan
Akut Berat. J Mikrobiol Indonesia 8 (2): 35-38.