Anda di halaman 1dari 6

Diagnosis Malaria ( anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang laboratorium )

a. Anamnesis Pada anamnesis sangat penting diperhatikan: 1. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal 2. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria 3. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria 4. Riwayat sakit malaria 5. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir 6. Riwayat mendapat transfusi darah

b. Pemeriksaan fisik 1. Malaria tanpa komplikasi: a. Demam (pengukuran dengan termometer 37,5C) b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat c. Pembesaran limpa (splenomegali) d. Pembesaran hati (hepatomegali) 2. Malaria dengan komplikasi dapat ditemukan keadaan dibawah ini: a. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat b. Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri) c. Kejang-kejang d. Panas sangat tinggi e. Mata atau tubuh kuning Catatan : penderita tersangka malaria berat harus segera dirujuk untuk mendapat kepastian diagnosis secara mikroskopik dah penanganan Iebih lanjut. c. Diagnosis Atas Dasar Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/Iapangan/rumah sakit untuk menentukan: a. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif). b. Spesies dan stadium plasmodium c. Kepadatan parasit Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: d. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut. e. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan. 2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat

darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survey tertentu. Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam freezer pendingin. 3. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat: a. Darah rutin b. Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, anaIisis gas darah c. EKG d. Foto toraks e. Analisis cairan serebrospinalis f. Biakan darah dan uji serologi g. Urinalisis

Malaria : Diagnosis Diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yang diperiksa dengan mikroskop. Peranan diagnosis laboratorium terutama untuk menunjang penanganan klinis. Manfaat penunjang laboratorium adalah : * Untuk diagnosis kasus pada kegagalan obat. * Untuk penyakit berat dengan komplikasi. * Untuk mendeteksi penyakit tanpa penyulit di daerah yang tidak stabil atau daerah dengan transmsi rendah dan penting untuk daerah yang ada infeksi P.falciparum dan P.vivax secara bersamaan, sebab pengobatan keduanya berbeda. Tekhnik diagnosis : Mikroskop cahaya. Sediaan darah dengan pulasan Giemsa adalah merupakan dasar dari pemeriksaan dengan mikroskop cahaya. Pemeriksaan sediaan darah tebal dilakukan dengan memeriksa 100 lapangan mikroskopis dengan pembesaran 500-600 kali yang setara dengan 0,20 L darah. Jumlah parasit dapat dihitung per lapangan mikroskopis. Metode semi kuantitaf untuk hitung parasit (parasite count) pada sediaan darah tebal adalah sebagai berikut : + = 1 10 parasit per 100 lapangan ++ = 11 100 parasit per 100 lapangan

+++ = 1-10 parasit per 1 lapangan ++++ = >10 parasit per 1 lapangan +++++ = >100 parasit per 1 lapangan, setara dengan 40.000 parasit / L Hitung parasit dapat juga dilakukan dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit dalam sediaan darah tebal dan jumlah leukosit rata-rata 8000 / L darah, sehingga densitas parasit dapat dihitung sebagai berikut : Parasit / L darah = (Jumlah parasit yang dihitung 8000)/(jumlah leukosit yang dihitung (200)) Sayang sekali bahwa diagnosis mikroskopis secara rutin kadang-kadang kurang bermutu atau tidak dapat dilakukan pada sistem pelayanan kesehatan di daerah perifer. Walaupun teknolginya sederhana dan biayanya relatif murah, diagnosis mikroskopis ini tetap memerlukan infrastruktur yang memadai untuk pengadaan dan pemeliharaannya, serta untuk melatih tenaga mikroskopik dan mempertahankan mutu. Tekhnik mikroskopis lain. Berbagai jenis upaya telah dilakukan untuk meningkatkan sensitivitas teknik mikroskopis yang konvensional, diantaranya : Teknik QBC (Quantitavie Buffy Coat) dengan pulasan jingga akridin (acridine orange) yang berfluoresensi dengan pemeriksaan mikroskop fluoresen merupakan salah satu hasil usaha ini, tetapi masih belum dapat digunakan secara luas seperti pemeriksaan sediaan darah tebal dengan pulasan Giemsa menggunakan mikroskop cahaya biasa. Teknik Kawamoto merupakan modifikasi teknik pulasan jingga akridin yang memulas sediaan darah bukan dengan giemsa tetapi dengan akridin dan diperiksa dengan mikroskop cahaya yang diberi lampu halogen. Metode lain tanpa mikroskop. Beberapa metode untukmendeteksi parasit malaria tanpa mengguankan mikroskop telah dikembangkan denan maksud untuk mndeteksi parasit lebih baik daripada dengan mikroskop cahaya. Metode ini mendeteksi protein atau asam nukleat yang berasal dari parasit. Teknik dip-stick mendeteksi secara imuno-enzimatik suatu protein kaya histidine II yang spesifik parasit (immuno enzymatic detection of the parasite spesific histidine rich protein II). Tes spesifik untuk plasmodium falciparum telah dicoba pada beberapa negara, antara lain di Indonesia. Tes ini sederhana dan cepat karena dapat dilakukand alam waktu 10 menit dan dapat dilakukan secara massal. Selain itu, tes ini dapat dilakukan oleh petugas yang tidak terampil dan memerlukan sedikti latihan. Alatnya sederhana, kecil dan tidak memerlukanaliran listrik. Kelemahan tes dip-stick ini adalah : * Hanya spesifik untuk plasmodium falciparum (untuk plasmodium vivax masih dalam tahap pengembangan) * Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif) * Antigen yang masih beredar beberapa hari setelah parasit hilang masih memberikan reaksi positif.

* Gametosit muda (immature) bukan yang matang (mature), mungkin masih dapat dideteksi. * Biaya tes ini cukup mahal. Walaupun demikian tes yang sederhana dan stabil dapat digunakan untuk pemeriksaan epidemiologi dan operasional. Hasil positif palsu (false positive) yang disebabkan oleh antigen residual yang beredar dan oleh gametosit muda dalam darah biasanya ditemukan pada penderita tanpa gejala (asimptomatik). Jadi seharusnya tidak mengakibatkan over treatment sebab tes ini digunakan untuk menunjang diagnosis klinis pada penderita dengan gejala. Metode yang berdasarkan deteksi asam nukleat dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu hibridisasi DNA atau RNA berlabel yang sensitivitasnya dapat ditingkatkan dengan PCR (polymerase chain reaction). Akhir-akhir ini beberapa pelacak (probe) DNA dan RNA yang spesifik telah dikembangkan untuk mengidentifikasi keempat spesies Plasmodium, tetapi terutama untuk plasmodium falciparum, tes ini sangat spesifik dan sensitif, dapat mendeteksi hingga minimal 2 parasit, bahkan 1 parasit / L darah. Penggunaan pelacak tanpa label radioaktif (non radioactivelabelled probe) meskipun kurang sensitif dibandingkan dengan yang menggunakan bahan label radioaktif, mempunyai shelf-life lebih panjang dan lebih mudah disimpan dan diolah. Kelemahan tes ini adalah : * Penyediaan DNA dan RNA sangat rumit * Alat yang diperlukan untuk hibridisasi rumit * Alat untuk amplifikasi PCR dan deteksi hasil amplifikasi sangat canggih dan mahal * Metode ini membutuhkan waktu lebih lama (>24 jam) * Tidak dapat membedakan stadium aseksual dan seksual * Tidak dapat dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif Sementara keuntungan utama pada teknik PCR adalah dapat mendeteksi dan mengidentifikasi infeksi ringan dengan sangat tepat dan dapat dipercaya. Hal ini penting untuk studi epidemiolgi dan eksperimental, tetapi tidak penting untuk meningkatkan penanganan malaria tanpa komplikasi.

Sejak Charles Laveran pertama divisualisasikan parasit malaria dalam darah pada tahun 1880, andalan diagnosis malaria telah pemeriksaan mikroskopis darah. Demam dan syok septik biasanya didiagnosis sebagai malaria berat di Afrika, mengarah ke kegagalan untuk mengobati lain penyakit yang mengancam jiwa. Di daerah endemik malaria, parasitemia tidak menjamin diagnosis malaria parah karena parasitemia dapat insidentil untuk penyakit konkuren lainnya. Penyelidikan terbaru menunjukkan bahwa retinopati malaria adalah lebih baik (sensitivitas 95% kolektif dan spesifisitas 90%) daripada fitur klinis atau laboratorium lain di malaria membedakan dari non-malaria koma. Meskipun darah adalah sampel yang paling sering digunakan untuk membuat diagnosis, baik air liur dan urin telah diteliti sebagai alternatif, spesimen kurang invasif.

Pemeriksaan mikroskopik dari film darah


Diagnosis yang paling ekonomi, disukai, dan dapat diandalkan malaria adalah pemeriksaan mikroskopis dari film darah karena masing-masing dari spesies parasit empat besar telah membedakan karakteristik. Dua jenis apus darah secara tradisional digunakan. Film tipis yang mirip dengan film darah yang biasa dan memungkinkan identifikasi spesies parasit karena penampilan adalah yang terbaik diawetkan dalam persiapan ini. Film tebal memungkinkan microscopist untuk layar lebih besar volume darah dan sekitar sebelas kali lebih sensitif dibandingkan dengan film tipis, sehingga mengambil tingkat rendah infeksi lebih mudah pada film tebal, tetapi penampilan parasit jauh lebih menyimpang dan karenanya membedakan antara spesies yang berbeda dapat jauh lebih sulit. Dengan pro dan kontra dari pap kedua tebal dan tipis dipertimbangkan, sangat penting untuk memanfaatkan kedua Pap ketika mencoba untuk membuat diagnosis definitif. Dari film tebal, sebuah microscopist berpengalaman dapat mendeteksi tingkat parasit (atau parasitemia) turun ke level 0,0000001% dari sel darah merah. Diagnosis spesies dapat sulit karena trophozoites awal ("bentuk cincin") dari semua empat spesies terlihat sama dan tidak pernah mungkin untuk mendiagnosa spesies berdasarkan bentuk cincin tunggal, identifikasi spesies selalu didasarkan pada beberapa trophozoites.

Lapangan tes
Di daerah di mana mikroskop tidak tersedia, atau di mana staf laboratorium tidak berpengalaman di diagnosis malaria, ada tes deteksi antigen yang hanya membutuhkan setetes darah. Tes immunochromatographic (juga disebut: Malaria Tes Diagnostik Cepat, Antigen-Capture Assay atau "dipsticks") telah dikembangkan, didistribusikan dan fieldtested. Tes ini menggunakan jari-tongkat atau darah vena, tes menyelesaikan membutuhkan total 1520 menit, dan laboratorium tidak diperlukan. Ambang deteksi oleh tes diagnostik cepat adalah di kisaran 100 parasit / ml darah dibandingkan dengan 5 dengan mikroskop film tebal. Tes pertama diagnostik cepat yang menggunakan''P. falciparum glutamat dehidrogenase''sebagai antigen. PGluDH segera digantikan oleh''''dehidrogenase laktat P.falciparum, sebuah kDa 33 oxidoreductase 1.1.1.27. Ini adalah enzim terakhir dari jalur glikolisis, penting untuk generasi ATP dan salah satu enzim yang paling banyak diungkapkan oleh P.falciparum''''. PLDH tidak bertahan di dalam darah tetapi membersihkan sekitar waktu yang sama seperti parasit setelah pengobatan berhasil. Kurangnya ketekunan antigen setelah perawatan membuat tes pLDH berguna dalam memprediksi kegagalan pengobatan. Dalam hal ini, pLDH mirip dengan pGluDH. Alat tes Optimal-TI dapat membedakan antara''P. falciparum''dan''P. vivax''karena perbedaan antigen antara isoenzim pLDH mereka. Optimal-TI dipercaya akan mendeteksi''P. falciparum''turun ke 0,01% parasitemia dan spesies lainnya turun ke 0,1%. Paracheck-Pf akan mendeteksi parasitemias turun ke 0,002% tetapi tidak akan membedakan antara falciparum dan non-falciparum malaria. Asam nukleat parasit yang terdeteksi menggunakan polymerase chain reaction. Teknik ini lebih akurat daripada mikroskop. Namun, mahal, dan membutuhkan laboratorium khusus. Selain itu, tingkat parasitemia yang tidak selalu korelatif dengan perkembangan penyakit, khususnya ketika parasit mampu mematuhi dinding pembuluh darah. Oleh karena itu lebih sensitif, alat berteknologi rendah diagnosis perlu dikembangkan dalam rangka untuk mendeteksi tingkat rendah parasitemia di lapangan.

Molekul metode
Metode molekuler yang tersedia di beberapa laboratorium klinis dan cepat real-time tes (misalnya, QT-NASBA berdasarkan reaksi rantai polimerase) sedang dikembangkan dengan harapan untuk dapat menyebarkan mereka di daerah endemik.

Recent Malaria News

Examining the need for WHO todayResponding to an opinion piece published in Nature Medicine last week in which Tikki Pang, a visiting professor at the National University of Singapore and former director of research policy and coope... Inovio first quarter total revenue decreases to $1.7 millionInovio Pharmaceuticals, Inc. today reported financial results for the quarter ended March 31, 2012. New insecticide-treated bodysuit can fight malariaA Cornell University scientist and designer from Africa have together created a fashionable hooded bodysuit embedded at the molecular level with insecticides for warding off mosquitoes infected with m... Researchers develop potent new drug that can kill tumor cellsAll cells have the ability to recycle unwanted or damaged proteins and reuse the building blocks as food. But cancer cells have ramped up the system, called autophagy, and rely on it to escape damage ... Bumped kinase inhibitors may control malariaOver 200 million people contract malaria each year, and according to the World Health Organization, an estimated 655,000 people died from malaria in 2010. Malaria is caused by the parasite Plasmodium,...

Anda mungkin juga menyukai