Sutiyono1, Suharno2
Pendidikan Pancasila dan Kewargangearaan, PPS UNY 1,
Pendidikan Pancasila dan Kewargangearaan, PPS UNY 2
sutiyonoa362@gmail.com 1, suharno@uny.ac.id2
Abstrak
Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki beberapa daerah perbatasan yang rentan
akibat globalisasi. Tingginya akses mobilisasi baik barang, jasa, maupun perseorangan
membuat daerah perbatasan rentan terjadinya degradasi nasionalisme. Pihak yang sangat
rentan akibat fenomena ini adalah warga negara muda. Salah satu upaya yang dapat ditempuh
untuk menguatkan nasionalisme melalui pendidikan formal. Salah satu mata pelajaran yang
memiliki tujuan untuk menumbuhkan nasionalisme pada warga negara muda adalah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Tujuan penulisan ini untuk mereformulasikan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk menguatkan nasionalisme warga negara
muda di wilayah perbatasan. Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun karya tulis
ini yaitu library research dan kajian hasil penelitian mengenai penguatan karakter
nasionalisme melalui pembelajaran PPKn. Hasil pembahasan dimaksudkan reformulasi PPKn
mengarahkan peserta didik untuk memiliki kompetensi “act locally and think globally”.
Kompetensi ini untuk melestarikan nilai-nilai berpangkal pada kualitas ke-Indonesiaan
dengan cara pandang internasional. Melalui reformasi PPKn akan mendorong penguatan
nasionalisme warga negara muda di wilayah perbatasan.
Kata Kunci: Nasionalisme, PPKn, Warga Negara Muda
Abstract
Indonesia as an archipelagic country, has several border areas that are vulnerable due to
globalization. The high access to mobilization of goods, services, and individuals makes the
border areas vulnerable to nationalism degradation. A very vulnerable party to this
phenomenon is a young citizen. One of the efforts that can be taken to strengthen nationalism
through formal education. One of the subjects that have a goal to foster nationalism among
young citizens is Pancasila and Citizenship Education. The purpose of this paper is to
reformulate the Pancasila and Citizenship Education to strengthen the nationalism of young
citizens in the border region. Writing methods used in composing this paper is the library
research and study results of research on strengthening the character of nationalism through
learning PPKn. The results of the discussion meant that PPKn reformulation leads learners to
have "act locally and think globally" competencies. This competence to preserve the values
stems from the quality of Indonesianness with an international perspective. Through PPKn
reform will encourage the strengthening of the nationalism of young citizens in the border
region.
untuk penulis lebih mudah dalam memilih dasar kesamaan bahasa, wilayah, kehidupan
data yang valid, sedangkan penyajian data ekonomi, dan karakter psikologis
agar dimungkinkan penarikan simpulan. sebagaimana termanifestasikan dalam
Penarikan simpulan didapatkan sesudah kebudayaan bersama. Stalin bahkan
merujuk tujuan penulisan, analisis dan menekankan bahwa hanya bila semua ciri
sintesis. Simpulan juga memperhatikan ini hadir bersama, maka disitulah terbentuk
penyajian data dari pembahasan yang ditarik sebuah “nasion”. Stalin, lebih melihat suatu
merepresentasikam pokok-pokok bahasan kesamaan dari segi lahiriah bukan termasuk
dalam karya tulis serta didukung dengan batiniah.
saran praktis sebagai rekomendasi Berbeda lagi kajian konsep “nasion”
selanjutnya. Penarikan simpulan didapatkan yang disampaikan oleh Max Webber (dalam
sesudah merujuk rumusan masalah, tujuan Budiawan, 2017: 4) bahwa “nation is a
penulisan, analisis dan sintesis. Simpulan community sentiment....manifest is self in a
juga memperhatikan penyajian data dari state of its own: hence...it normally tends to
pembahasan yang ditarik merepresentasikan produce a state of its own”. “Nasion” pada
pokok-pokok bahasan dalam karya tulis dasarnya merupakan sutau komunitas
serta didukung dengan saran praktis sebagai pertalian ikatan-ikatan emosional, yang
rekomendasi selanjutnya. mewujudkan diri dengan cara sendiri oleh
tujuan politik bersama. Tujuan politik
HASIL DAN PEMBAHASAN bersama ini dibangun dari memori yang
Kajian Nasionalisme sama. Hal ini berarti bahwa apa yang
Renan (Hutchinson dan Smith, 1994: disampaikan oleh Stalin tentang kesamaan
17) mendefinisikan bahwa “a nation is a etnis/budaya/bahasa tidak ada korelasinya
soul, a spiritual prinsiple....a grand dengan pembentukan sebuah “nasion”.
solidarity”. Istilah “nasion” pada dasarnya Artinya tidak selamanya kesamaan
merupakan satu jiwa, suatu azas spiritual, etnis/budaya/bahasa tidak dengan sendirinya
suatu solidaritas yang besar. Kesemuanya mendasar sebuah pembentukan “nasion”,
ini dibentuk oleh kesadaran tentang hidup sebaliknya, perbedaan etnis/budaya/bahasa
bersama. Hal ini bisa jadi tersalurkan tidak selalu menghalangi pembentukan
dengan narasi sejarah tentang kejayaan atau sebuah “nasion”. Dengan demikian, Rogers
penderitaan masa lalu. Kemudian, narasi Brubaker (2004: 116) menyampaikan bahwa
kejayaan tersebut diharapkan memunculkan pemikiran Weber mengenai “nasion” dan
suatu rasa kebanggaan. Sedangkan, narasi “nasionalisme” bahwa “nasion” bukanlah
penderitaan masa lalu, diharapkan dapat konsep “a category of analysis”, melainkan
membangkitkan suatu “kesediaan untuk “a category of practice”. Sebab,
berkorban”. Di sinilah basis moral nattionhood pada dasarnya bukanlah fakta
solidaritas yang besar itu mewujud. etnodemografis atau etnokultural, melainkan
Kajian mengenai “nasion” klaim politis. Lebih tepatnya adalah klaim
ditunjukkan berbeda oleh Joseph Stalin atas loyalitas orang dengan kepedulian,
(dalam Budiawan, 2017: 3), mendefinisikan perhatian dan solidaritasnya. Sebagaimana
“nasion” sebagai “a hostorically constitude, yang disampaikan oleh Anthonny Giddens
stable community of people, formed on the (1985: 38) mendefinisikan bahwa “nasion”
basis of a common language, territory, hanya mungkin ada jika “state” memiliki
economic life, and psychological make-up jangkauan administrasi atau pemerintahan
manifested in a common culture” yang padu atas teritori yang diklaim sebagai
(Hutchinson dan Smith, 1994: 18-19). wilayah kedaulatannya. Gidden meyakini
“Nation” merupakan suatu komunitas yang bahwa negara-bangsa merupakan
stabil, yang terbentuk secara historis atas seperangkat bentuk-bentuk kelembagaan
tata kelola, yaitu pemerintahan, wilayah, dan sebagai patriotisme dan xenofobia.
kedaulatan. Lantas, kebanyakan “nation” Patriotisme merupakan suatu bentuk
dan “state” sering digunakan secara kesetiaan kepada negara, kelompok, atau
bergantian dan keduannya dianggap relatif institusi yang menangunginya. Sedangkan,
sama. xenofobia merupakan ketidaksukaan kepada
Connor mencoba menjelaskan yang asing atau diluar kelompoknya. Maka,
mengenai kemunculan “nation” dan “state” nasionalisme ini melahirkan dua konsep
yang berawal dari Revolusi Prancis, ketika baru yakni sentimen berwajah ke dalam dan
terjadi transformasi dari L’etat c’est moi sentimen berwajah ke luar.
(negara adalah saya/raja) ke L’etat c’est le Metode berpikir Kedourie yang
peuple (negara adalah rakyat). Dengan seperti Hegelian, ditentang oleh Ernest
peristiwa inilah, “state” dituntut untuk Gellner (Keith Breen and Shane O’Neil,
mengejawantahkan atau menjadi pelayan 2010: 24). Gellner menyampaikan bahwa
kepentingan publik. Bermula dari sinilah sejarah tidak dibentuk dari sebuah pikiran
konsep “nation” dan “state” hampir sama. atau ide, akan tetapi idelah yang dibentuk
Pada konteks inilah istilah nasionalisme oleh sejarah atau setidaknya ide tidak pernah
muncul sebagai ideologi yang menuntut otonom pada dirinya sendiri. Gellner
loyalitas rakyat kepada “nation”, mudah meyakini bahwa sejarahlah yang
melenceng menjadi loyal kepada “state”. menghasilkan ide tentang “nasion”
Dewasa ini, muncul fasisme dan merupakan fenomena “modernisasi”.
totalitarianisme, yakni satu bentuk Konsep modernisasi ini lebih mempercepat
nasionalisme ekstrim, yang menuntut adanya pelipatgandaan hasil daripada
loyalitas setiap individu atau warga negara sejarah. Gagasan nasionalisme yang berasal
secara total kepada “negara”, yang tidak lain dari elitis agar menjadi populis, maka
adalah rezim yang berkuasa. Hal ini juga nasionalisme mengeklaim bahwa
tidak lepas dari istilah yang identik antara nasionalime berakar dari budaya-budaya
“nation” dan “state”. Munculnya fasisme rakyat (folk culture). Bila ditinjau sudut
dan totalitarianisme, menjadikan “state” pandang demikian, maka nasionalisme
bukan lagi sebagai pengawal, tetapi justru seperti menipu diri sendiri. Sifat self-
penyandera dari pada konsep “nasion”. deceptive (menipu diri sendiri) nasionalisme
Celakanya, proses penyanderaan “nasion” nyaris tidak dikenali karena negara dengan
dilakukan secara demokratis, sehingga segala perangkat kelembagaannya terus-
seperti “legitimate”. Berdasarkan menerus memproduksi dan mereproduksi
penggabungan keduanya yaitu “nation- loyalitas pada komunitas yang lebih besar
state” munculah suatu ideologi yang dan luas daripada komunitas tribal, lokal,
menopang dan menunjangnya disebut dan sebagainya, tetapi lebih sempit daripada
sebagai nasionalisme. komunitas peradaban yang biasanya terkait
Elie Kedourie (Kitromilides, 2005) imperium beserta sistem religinya. Dengan
menyampaikan bahwa nasionalisme demikian, kedudukan “nasion” merupakan
merupakan doktrin yang menyeluruh dan sesuatu yang ditemu-ciptakan (invented),
membimbing serta mengarahkan orang bukan sesuatu yang diberi (given). Gagasan
menuju suatu model bernegara yang spesifik ini didukung oleh beberap ahli berikutnya
(a distinctive style of politics). Hal ini seperti Tom Nair, Eric Hobsbawn, Paul R.
didasarkan pada pandangan bahwa manusia Brass, dan Bennedict Anderson. Paul R
adalah makhluk yang memiliki otonom Brass mencoba merekonsiliasi antara
(self-determinism) yang memiliki pilihan pendekatan primordialis dan instrumentalis.
menentukan sejarahnya sendiri. Oleh karena Hasilnya, nasionalisme menurut Paul R
itu, konsep ini melahirkan apa yang disebut Brass merupakan produk konstestasi
antarkelompok elit dalam suatu masyarakat. melahirkan ide subjektif tentang nasion.
Masing-masing kelompok elit mencoba Artinya klaim tentang sejarah apa yang
menyeleksi aspek-aspek tertentu dari budaya dihasilnya mempengaruhi seberapa besar
kelompok tersebut. Aspek budaya yang muncuknya nasion dalam suatu komunitas.
diseleksi hanya yang dapat dianggap Berdasarkan data sejarah mengenai
mempersatukan semua unsur dalam nasion dan nasionalisme, terlihat banyak
kelompok dan berguna untuk beberapa ilmuan memiliki pemaknaan yang
mempromosikan apa yang berguna bagi berbeda mengenai nasionalisme. Hal ini
kepentingan kelompok tersebut. disebabkan karena antara ilmuan yang satu
Benedict Anderson (1999: 5) juga dengan lainnya mengambil suatu sudut
menyampaikan konsep tentang imagined pandangan yang berbeda. Nasionalisme
community (komunitas yang dibayangkan) merupakan paham untuk menumbuhkan
sebagai refleksi nasionalisme. Benedict sikap cinta terhadap tanah air yang
(1999:6) menyampaikan bahwa “nation is didasarkan pada perasaan senasib, kemudian
imagined political community and imagined bergabung menjadi satu untuk bersama-
as both inherently limited and sovereign” sama mempertahankan dan loyal terhadap
(Nasion adalah komunitas politik yang bangsa dan negara (Novita, 2014: 4).
dibayangkan dan di dalam dirinya Dengan kata lain, nasionalisme merupakan
dibayangkan baik secara terbatas maupun suatu pengikat persatuan bangsa untuk suatu
berdaulat). Komunitas membayangkan tujuan yang sama. Menurut Syarbaini (2010:
anggotanya bahkan tidak pernah ketemu 65) nasionalisme merupakan suatu jiwa
secara langsung, namun di dalam diri yang dilandasi rasa kesetiaan yang tinggi
mereka menggema perasaan senasib atau total diabdikan untuk bangsa atau
sepenanggungan. Bahkan dengan komunitas negara. Snyder (1954: 148), juga
terbayangkan tersebut, sampai rela menyampaikan bahwa nasionalisme
berkorban jiwa untuk nasionnya. Komunitas merupakan suatu pengikat adanya
yang dibayangkan atau imagined community independensi dan kesatuan bangsa.
sangat terbatas. Hal ini disampaikan oleh Setelah melihat dari definisi yang
Anderson bahwa sekalipun besar beragam, banyak beberapa ilmuan yang
komunitasnya akan tetap terbatas. Pada mengambil beberapa simpulan tentang nilai
akhirnyam nasion itu dibayangkan sebagai indikator dari nasionalisme. Siti Munawaroh
komunitas, sebab, kendati di dalamnya (2015: 138) menjelaskan bahwa
terdapat ketidaksetaraan dan mungkin nasionalisme dapat dilihat dari beberapa
ekploitas (satu kelompok atas kelompok aktivitas diantaranya: (1) rasa cinta terhadap
lainnya), nasion senantiasa dipahami tanah air dan komponen di dalamnya; (2)
sebagai persaudaraan horisontal yang tingkat partisipasi dalam pembangunan; (3)
mendalam. berperilaku adil; (4) berorientasi pada masa
Anderson juga menyampaikan depan; (5) prestatif, mandiri, dan
tentang kondisi historis yang menentukan bertanggungjawan; (6) siap bekerjasama
sekulerisasi. Misalnya tentang penggunaan ditingkat lokal, nasional, dan internasional.
bahasa cetak dalam keseharian. Waktu dulu Di sisi lain, Trisandi (2013: 29) juga
bahasa yang digunakan telah dicetak dengan menyampaikan bahwa perilaku yang
dibubuhi sebuah pesan. Oleh sebab para mencerminkan nilai-nilai nasionalisme
penutur beragam dialek bahasa Jerman, diantaranya: (1) perasaan senang dan
Perancis, Inggris, yang sangat beragam, bangga sebagai bangsa Indonesia; (2)
kemudian disepakati dalam satu dialek. mampu menghargai jasa-jasa para pahlawan
Selain itu, dari segi produk budaya yang yang telah memperjuangkan negara
dibentuk menjadi faktor penting untuk Indonesia; (3) memiliki jiwa penolong yang
tinggi; (4) giat belajar pada bidangnya; (5) Ditinjau dari suku katanya, wilayah
mencintai produk dalam negeri; (6) perbatasan terdiri dari wilayah dan
kepedulian sosial; (7) memiliki jiwa toleran perbatasan yang memiliki makna yang
yang tinggi atau apresiatif; (8) tidak berbeda. Pengertian perbatasan secara
memaksakan kehendak pribadi dalam umum diungkatkan oleh Darmaputra
musyawarah umum. (2009:3), perbatasan adalah sebuah garis
Pada era globalisasi ini, setidaknya demarkasi antara dua negara yang berdaulat.
nasionalisme merupakan suatu alat yang Pada awalnya perbatasan sebuah negara atau
bisa membentengi atau memfilter beberapa state’s border dibentuk dengan lahirnya
mobilisasi kebudayaan yang kurang tepat negara. Padahal sebelum lahirnya negara,
bagi budaya yang asli dari negara tertentu. penduduk yang menempati wilayah
Aman (2011: 141) menyampaikan bahwa di cenderung mengabaikan sebuah perbedaan,
era global negara harus berperan dalam tetapi tidak jarang berdomisili yang berasal
menguatkan nilai-nilai nasionalisme pada dari etnis yang idetik sama. Akan tetapi,
warga negara agar tetap loyalitas dan lahirnya negara membuat penduduk harus
memiliki jiwa mengabdi pada bangsa dan memiliki sebuah kewarganegaraan yang
negara. Sikap cinta tanah air dapat ditentukan oleh negaranya masing-masing
tergambarkan pada kepedulian terhadap isu dan cenderung berbeda. Sedangkan,
isu kewarganegaraan, menjaga persatuan pembahasan mengenai wilayah cenderung
dan kesatuan bangsa, setia mencintai produk mengarah pada tempat yang tidak bisa ubah
buatan dalam negeri, rela berkorban keberadaanya bersama sejarah dan
terhadap bangsa dan negara di atas hukumnya.
kepentingan pribadi, mengharumkan nama Perbatasan merupakan aspek penting
bangsa melalui prestasi atau sebuah karya oleh suatu negara yang dihasilkan melalui
dan memfilter budaya yang masuk akibat perjanjian Wesphalia Tahun 1618. Hal ini
globalisasi (Trisandi, 2013: 27). Dengan dikarenakan wilayah perbatasan merupakan
demikian, nasionalisme adalah sebuah cita- wilayah yang menentukan dimana suatu
cita yang ingin memberi batas antara bangsa otoritas negara diimplementasikan sekaligus
sendiri dan bangsa lain. Nasionalisme secara menjadi pembatas sampai mana otoritas
umum merupakan paham kebangsaan yang negara itu berakhir. Selain itu, perbatasan
didasari dari nasib, semangat, dan cita-cita juga merupakan aspek penting dimana
yang sama dalam suatu negara. kedaulatan negara bersinggungan langsung
Nasionalisme diperlukan untuk dengan kedaulatan negara lain. Fakta
memperkokoh persatuan dan keutuhan suatu demikian, merupakan hal yang wajar
negara. dialami oleh suatu negara bangsa atau
Pada konteks Indonesia, Aman nation-state. Wesphalia terproliferasi
(2011: 141) juga menyampaikan bahwa diseluruh dunia, sehingga hampir tidak
beberapa indikator nilai-nilai nasionalisme terdapat wilayah yang tidak berada dalam
diantaranya: (1) bangsa menjadi bangsa otoritas suatu negara.
Indonesia; (2) cinta terhadap bangsa dan Konsep perbatasan berkaitan dengan
negara; (3) rela berkorban demi bangsa; (4) tiga pengertian utama yang mencakup
menerima kemajemukan atau memiliki jiwa terminologi border, bounday, dan frontier.
toleran; (5) bangga terhadap kekayaan Di samping kata “border” , setiap studi
budaya Indonesia; (7) memprioritaskan mengenai wilayah perbatasan akan
kepentingan umum. bersinggungan dengan istilah “boundary”
dan “frontier”. Haba (2010: 5)
Konsep Wilayah Perbatasan menyampaikan border adalah garis batas
internasional ketika perbatasan dilihat
sebagai sebuah zona, maka hal ini disebut adanya dukungan berbagai sektor untuk
dengan wilayah perbatasan (borderland). tetap menjaga dan memlihara wilayah
Kemudian, tiga terminologi yang merujuk perbatasan Indonesia baik dari segir maritim
ke wilayah perbatasan itu, maka terminologi dan kontinen.
frontier juga bertumpang tindih dengan Patut diakui bahwa garda depan
garis batas, yang berhubungan dengan zona negara bukan saja terhantung pada aparat
atau titik temu dengan atau tanpa sebuah keamanan, tetapi warga negara yang
wilayah negara (boundary). Dengan merupakan pagar betis utama di wilayah
demikian, perbatasan diartikan sebagai perbatasan. Diviasi perilaku menjadi tidak
sebuah entitas fisik dengan perwujudan nasionalis bukan karena tidak mencintai
relasi timbal balik dan saling bergantungan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi
secara sosial yang cukup intens antara ada pertimbangan yang jauh lebih esensial
intergroup members dan outgroup members yakni kualitas kehidupan warga negara
(Haba, 2010: 6). Indonesia yang rendah kalau dibanding
Di Indonesia, fenomena wilayah dengan negara lainnya (Noveria, 2016: 237).
perbatasan suatu negara dapat terlihat dari Dengan harapan tetap stabil dan
bentangan pulau-pulau yang berhimpitan perpeliharanya perasaan dan perilaku
dengan negara lain baik secara kontinen dan nasionalis dalam masyarakat perbatasan,
maritim. Wilayah perbatasan Indonesia maka diperlukan suatu penguatan dan
dapat dilihat dari batas negara yang terdiri pembinaan nasionalisme di daerah
dari sepuluh negara seperti Australia, Papua perbatasan. Pertimbangan lain yaitu wilayah
Nugini, Malaysia, Singapura, Filiphina, perbatasan merupakan wilayah yang
Thailand, Vietnam, Timor Leste, India, dan memiliki potensi strategis diantaranya: (1)
sebuah pulau. Negara yang berbatasan wilayah perbatasan memiliki pengaruh
dengan Indonesia melalui darat atau terhadap kedaulatan negara; (2) wilayah
kontinen adalah Papua Nugini, Malaysia, perbatsan merupakan pendorong
dan Timor Leste. Selain ketiga negara peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi
tersebut, wilayah perbatasan Indonesia masyarakat; (3) wilayah perbatasan
dibatasi oleh laut atau maritim. Dengan memiliki keterkaitan untuk saling
demikian, Indonesia sebagai negara yang mempengaruhi wilayah antarnegara; (4)
berdaulat harus menjaga dan memelihara wilayah perbatasan memiliki pengaruh
perbatasannya. terhadap pertahanan dan keamanan
Pengelolaan wilayah perbatasan di (Poetranto, 2008).
Indonesia diatur dalam Undang-undang
Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Kajian Warga Negara Muda
Negara dan PP Nomor 12 Tahun 2010 Sebelum menjelaskan mengenai
tentang Badan Nasional Pengelola warga negara muda, akan dikaji terlebih
Perbatasan (BNPP). Kedua peraturan ini, dahulu mengenai warga negara. Secara
mengandung konsekuensi pada umum, warga negara merupakan seseorang
pembentukan Badan Pengelola Perbatasan yang menempati suatu negara yang
baik ditingkat daerah maupun nasional. memiliki status hukum yang tetap, diakui
Sehingga, BNPP merupakan institusi secara yuridis formal (KTS) dan memiliki
terdepan yang mengelola wilayah hak serta kewajiban yang diperuntukan bagi
perbatasan dengan tugas mengkoordikasikan negara tersebut. Ditinjau dari status
dan pelaksanaan yang bersifat koordinatif kewarganegaraannya, keberadaan orang-
operasional. Akan tetapi, tidak semua orang dalam wilayah suatu negara dapat
persoalan yang terjadi di wilayah perbatasan dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: 1)
menjadi tanggungjawab BNPP, perlu orang yang berstatus sebagai warga negara,
dan 2) orang yang berstatus sebagai orang yang terus tumbuh terutama pada
asing. masyarakat yang demokratis.
Tijan (2009: 14-15), menjelaskan Berdasarkan uraian mengenai warga
bahwa warga negara adalah anggota negara, negara muda tersebut, maka dapat
yaitu anggota dari suatu organisasi disimpulkan bahwa warga negara muda
kekuasaan yang dinamai negara. Beberapa merupakan warga negara yang cukup
istilah yang sering digunakan untuk dewasa, yang masih membutuhkan arahan,
menyebut warga negara adalah citizen, binaan, dan pendidikan untuk menjadi
national, subject, onderdaan atau kaula. warga negara dewasa. Secara lebih
Warga negara merupakan salah satu syarat sederhana warga negara muda dikerucutkan
mutlak dari suatu negara, disamping dua pada warga negara muda yaitu peserta didik
syarat lainnya yaitu wilayah dan di persekolahan. Dengan demikian,
pemerintahan yang berdaulat. Sebagai salah penanaman nasionalisme pada warga negara
satu syarat berdirinya, warga negara muda di pendidikan formal lebih tepat
memiliki posisi yang sangat urgent karena dilakukan melalui Pendidikan Pancasila dan
selain menjadi syarat juga menjadi promotor Kewarganegaraan. Pendidikan Pancasila dan
untuk menggerakkan arah kebijakan suatu Kewarganegaraan sangat diperlukan guna
negara. Ia dapat mengisi dalam suatu menuju warga negara yang cerdas (smart)
pemerintahan sekaligus mengatur dan baik (good citizenship) sesuai dambaan
bagaimana pemanfaatan wilayah yang negaranya.
dikuasai negara. Warga negara memiliki Kajian Pendidikan Pancasila dan
suatu hak dan kewajiban sebagai timbal Kewarganegaraan
balik kepedulian terhadap arah kebijakan Istilah Pendidikan kewarganegaraan
suatu negara. Hak-hak warga negara berasal dari kata civic education yang berarti
biasanya diatur dalam suatu aturan atau pendidikan kewargaan. Kemudian
konstitusi dalam suatu negara sesuai dengan dikembangkan oleh TIM ICCE (Indonesia
kesepakatan bersama. Center for Civic Education) (2005) dengan
Lantas, warga negara muda istilah Pendidikan Kewarganegaraan. Max
merupakan warga negara yang masih A.Hope (2012: 98) menjelaskan bahwa
mengalami proses masa transisi dari anak- pendidikan kewarganegaraan yang baik
anak menuju warga negara dewasa. Dalam perlu mengembangkan pengetahuan dan
hal ini, Budimansyah (2002: 11) keterampilan, dan nilai-nilai dalam tiga
menjelaskan bahwa Anak merupakan warga bidang yang saling terkait meliputi
negara hipotetik. Penyebutan sebagai warga tanggungjawab sosial, moral, keterlibatan
negara hipotetik dimaksudkan bahwa anak masyarakat dan melek politik. Pendidikan
merupakan warga negara yang “belum jadi” kewarganegaraan memainkan peran penting
karena masih harus dibina dan didik untuk dalam membangun dan mendukung
menjadi warga negara yang dewasa, sadar kewarganegaraan bertanggung jawab di
akan hak dan kewajibannya baik dalam negara manapun.
hubungannya dalam bermasyarakat, Kerr (1999: 15-16) menjelaskan
berbangsa, dan bernegara. Masyarakat bahwa pendidikan kewarganegaraan
masih mendambakan warga negara dikonseptualisasikan dalam tiga pendekatan,
mudanya menjadi warga negara yang baik yaitu pendidikan tentang kewarganegaraan,
dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan memusatkan perhatian untuk
baik bermasyarakat, berbangsa, dan mempersiapkan para peserta didik dengan
bernegara. Keinginan tersebut, lebih tepat pengetahuan dan pemahaman yang cukup
disebut sebagai perhatian dan kepedulian tentang sejarah nasional dan kehidupan
politik. Pendidikan melalui
yang disebut sebagai civic nationalism disatu sisi mengaku sebagai bangsa
dalam diri peserta didik. Indonesia dan disisi lain faktor kemelayuan
Pada konteks modern, nasionalisme sebagai raison d’etre menjadikan batas
lebih diarahkan pada konsep kesetiaan negara seakan semu. Selain itu, efek
tertinggi kepada bangsa dan negara. Negara globalisasi juga mempengaruhi
Indonesia sebagai salah satu nation-state nasionalisme di daerah perbatasan karena
telah mengalami beberapa tahap proses mudahnya mobilisasi barang atau jasa
perkembangan nasionalisme. Tahap bahkan seorang yang memiliki perbedaan
nasionalisme di Indonesia dimulai dari masa kewarganegaraan.
kemerdekaan (1900-1945), masa perjuangan Berdasarkan beberapa data tersebut,
mempertahankan kemerdekaan Indoensia menjadi penting adanya reformulasi PPKn
(1945-1950), dan masa perjuangan mengisi dalam rangka meningkatkan nilai-nilai
kemerdekaan Indonesia (1950-sekarang) nasionalisme di wilayah perbatasan. Hal ini
(Sudiyo, 2004: 14-15). Dengan demikian, juga didukung oleh pendapat Banks (2008:
saat ini menjadi tugas generasi penerus 135) yang menyatakan perlunya konsepsi
bangsa untuk mengisi kemerdekaan ulang Pendidikan Pancasila dan
Indonesia melalui kegiatan-kegiatan positif, Kewarganegaraan di abad 21 agar mampu
berkarya, dan mengabdi untuk negeri. Akan secra efektif mendidik peserta didik untuk
tetapi, pada realitanya masih banyak isu menjadi warga negara yang memiliki fungsi.
degradasi nasionalisme yang terjadi Oleh karena itu, pada abad 21 terminologi
dibeberapa wilayah perbatasan sebagai Pendidikan Kewarganegaraan harus
wilayah terdepan negara Indonesia. Hal ini dimaknai dalam konsep yang luas untuk
dibuktikan dari beberapa penelitian yang menghadapi tantangan global (Setiarsih,
memfokuskan pada nasionalisme di wilayah 2017: 80). Reformulasi pendidikan akan
perbatasan Indonesia. Bakker (2012: 297- menuai keberhasilan ketika mendasarkan
299) melakukan penelitiannya di wilayah pada pengetahuan transformatif dari
perbatasan Indonesia dengan Timur Leste. pengetahuan yang mainstream. Reformulasi
Hasilnya menyebutkan bahwa seharusnya yang dimaksudkan mengarahkan Pendidikan
pembelajaran PKn yang berorientasi pada Pancasila dan Kewarganegaraan menjadi
pembinaan nasionalisme melalui salah satu mata pelajaran yang mampu
pengembangan model yang lebih menjadikan peserta didik memiliki apa yang
menonjolkan nasionalisme pada peserta disebut sebagai “Act locally and think
didik di perbatasaan. Penelitian selanjutnya globally”. Penulis bermaksud menarik
dilakukan oleh Jantisiana (2016: 133-134) istilah “Act locally and think globally”
penelitian nasionalisme dilakukan di dalam ilmu kewarganegaraan yang dimaknai
wilayah perbatasan Indonesia dengan masih mempertahankan nilai-nilai, budaya,
Malaysia. Hasil yang diperoleh adalah adat asli Indonesia, akan tetapi memiliki
adanya suatu ketimpangan tentang fasilitas cara pandang yang tidak ketinggalan dari
pendidikan, sehingga mempengaruhi pikiran kancah internasional.
peserta didik untuk membandingkan fasilitas Pendidikan Pancasila dan
pendidikan dengan Malaysia. Demikian Kewarganegaraan sebagai salah satu
mempengaruhi pemikiran peserta didik pendidikan politik, pendidikan demokrasi,
rendahnya nasionalisme dalam peserta dan pendidikan moral dalam lingkup
didik. Kemudian, penelitian yang dilakukan persekolahan, harus mampu memberikan
oleh Dedes (2015: 152) yang memfokuskan pemahaman yang utuh tentang makna
penelitiannya di wilayah perbatasan melestarikan nilai-nilai kebangsaan yang
Indonesia-Singapura. Hasil yang didapatkan berpangkal pada kualitas ke-Indonesiaan.
terjadinya nasionalisme yang terbelah, Peserta didik sebagai warga negara muda di