Anda di halaman 1dari 16

REFORMULASI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

UNTUK MENGUATKAN NASIONALISME WARGA NEGARA MUDA


DI WILAYAH PERBATASAN

Sutiyono1, Suharno2
Pendidikan Pancasila dan Kewargangearaan, PPS UNY 1,
Pendidikan Pancasila dan Kewargangearaan, PPS UNY 2
sutiyonoa362@gmail.com 1, suharno@uny.ac.id2

Naskah diterima: 11/10/2017 revisi: 03/06/2018 disetujui: 23/04/2018

Abstrak
Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki beberapa daerah perbatasan yang rentan
akibat globalisasi. Tingginya akses mobilisasi baik barang, jasa, maupun perseorangan
membuat daerah perbatasan rentan terjadinya degradasi nasionalisme. Pihak yang sangat
rentan akibat fenomena ini adalah warga negara muda. Salah satu upaya yang dapat ditempuh
untuk menguatkan nasionalisme melalui pendidikan formal. Salah satu mata pelajaran yang
memiliki tujuan untuk menumbuhkan nasionalisme pada warga negara muda adalah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Tujuan penulisan ini untuk mereformulasikan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk menguatkan nasionalisme warga negara
muda di wilayah perbatasan. Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun karya tulis
ini yaitu library research dan kajian hasil penelitian mengenai penguatan karakter
nasionalisme melalui pembelajaran PPKn. Hasil pembahasan dimaksudkan reformulasi PPKn
mengarahkan peserta didik untuk memiliki kompetensi “act locally and think globally”.
Kompetensi ini untuk melestarikan nilai-nilai berpangkal pada kualitas ke-Indonesiaan
dengan cara pandang internasional. Melalui reformasi PPKn akan mendorong penguatan
nasionalisme warga negara muda di wilayah perbatasan.
Kata Kunci: Nasionalisme, PPKn, Warga Negara Muda

THE REFORMULATION OF PANCASILA AND CIVIC EDUCATION TO IMPROVE


YOUNG CITIZENS NATIONALSM IN THE BORDER REGION

Abstract
Indonesia as an archipelagic country, has several border areas that are vulnerable due to
globalization. The high access to mobilization of goods, services, and individuals makes the
border areas vulnerable to nationalism degradation. A very vulnerable party to this
phenomenon is a young citizen. One of the efforts that can be taken to strengthen nationalism
through formal education. One of the subjects that have a goal to foster nationalism among
young citizens is Pancasila and Citizenship Education. The purpose of this paper is to
reformulate the Pancasila and Citizenship Education to strengthen the nationalism of young
citizens in the border region. Writing methods used in composing this paper is the library
research and study results of research on strengthening the character of nationalism through
learning PPKn. The results of the discussion meant that PPKn reformulation leads learners to
have "act locally and think globally" competencies. This competence to preserve the values
stems from the quality of Indonesianness with an international perspective. Through PPKn
reform will encourage the strengthening of the nationalism of young citizens in the border
region.

Copyright © 2017, Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan


Avaliable online at : http://e-journal.unipms.ac.id/index.php/citizenship
Print ISSN: 2302-433X Online ISSN : 2579-5740
Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

Keywords: Nationalism, PPKn, Young Citizens


memiliki perbedaan kewarganegaraan.
Dampaknya, tidak sedikit fenomena yang
mempengaruhi penggunaan bahasa
PENDAHULUAN multilingual, mata uang ganda, konsumsi
Indonesia merupakan negara produk dari negara lain berimbas pada
kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau goyahnya rasa kebanggaan terhadap negeri
dengan keberagaman bahasa, suku, ras, dan sendiri (Dedes, 2015:2). Di sinilah,
budaya. Indonesia sebagai negara kepulauan pentingnya memupuk rasa nasionalisme
telah ditetapkan pada tanggal 13 Desember pada masyarakat perbatasan yang bukan
1957 oleh Perdana Menteri Indonesia tidak mungkin terjadi pengikisan
Djuanda Kartawidjaja melalui suatu nasionalisme akibat kedekatan baik secara
deklarasi yang dinamakan persis seperti geografis, sosio-kultural, dan interaksi
pencetusnya yaitu Deklarasi Djuanda dengan warga negara lain. Warga negara
(Darmaputra, 2009:12). Konsekuensi muda menjadi salah satu perhatian serius
sebagai negara kepulauan, Indonesia akan efek dari degradasi nasionalisme di
memiliki beberapa daerah perbatasan secara wilayah perbatsan. Warga negara muda
daratan (kontinen) maupun batas lautan merupakan aset bangsa yang akan
(maritim). Kekayaan alam dan budaya meneruskan nasib bangsa dan negara
Indonesia tidak kalah banyaknya dengan kedepannya. Salah satu cara yang bisa
jumlah pulaunya. Karakteristik yang ditempuh dalam menumbuhkan
berbeda baik secara geografis, sosio- nasionalisme pada warga negara muda
kultural, dan suku, ras, serta agama melalui jalur pendidikan.
menjadikan Indonesia negara multikultural Pendidikan menjadi faktor penting
terbesar di dunia (Zarbaliyev, 2016). Hal ini penguatan karakter bangsa Indonesia
juga bisa menjadi pemicu konflik antarsuku, terutama pada generasi muda di wilayah
ras, golongan, bahkan agama di masing- perbatasan. Sekolah memiliki kewajiban
masing pulau karena perberbedaannya untuk memelihara dan menguatkan nilai-
seperti catatan kelam dipenghujung nilai nasionalisme peserta didiknya demi
pemerintahan rezim Soeharto (Budiman, terwujudnya pembinaan yang berkelanjutan
2010). Oleh karena itu, perlu adanya dalam rangka menguatkan nasionalisme di
penguatan tentang rasa mencintai dan persekolahan. Berdasarkan Pasal 1 Nomor 2
bangga sebagai bangsa Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
rangka memperkuat persatuan dan kesatuan. tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
Pemahaman tentang mencintai dan berbunyi “Pendidikan Nasional adalah
mempertahankan Negara Kesatuan Republik pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Indonesia disebut sebagai nasionalisme. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Nasionalisme di perbatasan sangat Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
penting untuk menjaga persatuan dan nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan
Indonesia. Wilayah perbatasan merupakan zaman”. Pendidikan persekolahan yang
lokasi yang sangat rentan lunturnya secara khusus memiliki tanggung jawab
perasaan dan sikap nasionalisme. Hal ini besar dalam pembinaan nasionalisme warga
disebabkan letak wilayah yang sangat jauh negara muda. Mata pelajaran yang memiliki
dengan pusat pemerintahan atau bisa tujuan untuk membentuk warga negara yang
dikatakan wilayah yang paling dekat dengan baik dan cerdas berdasarkan kualitas ke-
negara tetangga. Disisi lain, globalisasi juga Indonesiaan adalah Pendidikan Pancasila
mempengaruhi degradasi nasionalisme dan Kewarganegaraan. Komponen utama
akibat mobilitas yang tinggi dalam yang diajarkan dalam PPKn kepada peserta
berinteraksi dengan warga negara yang didik mencakup pengetahuan

Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...| 2


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

kewarganegaraan (civic knowledge), jurnal mengenai Pendidikan Pancasila dan


keterampilan kewarganegaraan (civic skills), Kewarganegaraan, nasionalisme, warga
dan watak kewarganegaraan (civic negara muda, dan wilayah perbatasan serta
disposition). Komponen tersebut, menjadi peraturan pemerintah mengenai pengelolaan
indikator utama dalam menguatkan perbatasan dan undang-undang tentang
nasionalisme warga negara muda khususnya pendidikan nasional dan wilauah perbatasan.
di wilayah perbatasan. Berdasarkan data Prosedur
nasionalisme di perbatasan tersebut, PPKn Penelitian ini dimulai dengan
perlu diformulasikan kembali yang secara pengumpulan data yang dilakukan dengan
intensif menguatkan nasionalisme warga studi literasi, yaitu mengidentifikasi
negara muda di wilayah perbatasan berbagai referensi yang terkait dengan judul
Indonesia. Tulisan ini mencoba memberikan artikel. Data atau informasi tersebut,
gambaran baru tentang reformulasi PPKn didapatkan dari literatur yang dapat
untuk menumbuhkan, menanamkan, dan dipertanggungjawabkan. Selanjutnya,
menguatkan nasionalisme warga negara disusun berdasarkan hasil studi dari
muda di wilayah Perbatasan. berbagai literatur yang memiliki tenggang
waktu yang relatif berbeda, sehingga terkait
METODE satu sama lain dan sesuai dengan tema yang
Metode penulisan artikel ini dibahas.
menggunakan metode library research. Data Instrumen dan Teknik
Metode ini digunakan untuk menjawab studi Pengumpulan Data
pendahuluan (prelinmary research) untuk Data yang digunakan berasal dari
memahami lebih mendalam gejala baru artikel jurnal dan literatur ilmiah lainnya
yang tengah berkembang di lapangan atau yang bersifat tekstual dengan berpijak pada
dalam masyarakat (Zed, 2004). Selanjutnya, esensi tematik terkait satu sama lain yang
menurut Zed (2004:54), menjelaskan bahwa dikemukakan oleh ahli atau pakar memiliki
riset kepustakaan adalah serangkaian korelasi dengan pembahasan. Sumber data
kegiatan yang berkenaan metode lebih banyak dari data collection, yaitu
pengumpulan data pustaka, membaca dan dokumen pribadi yang berupa artikel hasil
mencatat serta mengolah bahan penelitian. penelitian yang telah ter-publish dari online
Waktu dan Tempat Penelitian maupun offline. Data online berupa artikel
Proses penyusunan artikel ini hasil penelitian, sedangkan data offline
dimulai dari anggapan yang didasarkan dari berasal dari buku-buku primer dan peraturan
data-data sesuai dengan topik pembahasan. yang berkaitan dengan topik pembahasan
Berdasarakan anggapan tersebut, artikel ini.
selanjutnya dilakukan tindak lanjut dengan Teknik pengumpulan data
mengelompokkan data secara sistematis menggunakan teknik dokumentasi,
untuk memberikan penjelasan dari anggapan melakukan coding data dari buku-buku,
tersebut. Setelah itu, data yang telah jurnal, dan literatur terkait yang memiliki
dikumpulkan secara sistematis dianalisis dan korelasi dengan artikel ini. Setelahnya, akan
ditafsirkan untuk menjelaskan fenomena diterjemahkan kembali menjadi transkrip,
dengan alur pikir ilmiah. Dengan demikian, catatan, dan sebagainya untuk memperoleh
akan menciptakan sebuah solusi awal untuk kevalidtan data.
menjawab persoalan yang diangkat dalam Teknik Analisis Data
artikel ini. Analisis data dilakukan secara
Target/Subjek Penelitian induktif, yang di dalamnya terdiri dari dua
Beberapa jenis literatur utama yang tahap yaitu proses reduksi data dan
digunakan terdiri atas buku-buku dan artikel penyajian data. Reduksi data bertujuan

3 | Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

untuk penulis lebih mudah dalam memilih dasar kesamaan bahasa, wilayah, kehidupan
data yang valid, sedangkan penyajian data ekonomi, dan karakter psikologis
agar dimungkinkan penarikan simpulan. sebagaimana termanifestasikan dalam
Penarikan simpulan didapatkan sesudah kebudayaan bersama. Stalin bahkan
merujuk tujuan penulisan, analisis dan menekankan bahwa hanya bila semua ciri
sintesis. Simpulan juga memperhatikan ini hadir bersama, maka disitulah terbentuk
penyajian data dari pembahasan yang ditarik sebuah “nasion”. Stalin, lebih melihat suatu
merepresentasikam pokok-pokok bahasan kesamaan dari segi lahiriah bukan termasuk
dalam karya tulis serta didukung dengan batiniah.
saran praktis sebagai rekomendasi Berbeda lagi kajian konsep “nasion”
selanjutnya. Penarikan simpulan didapatkan yang disampaikan oleh Max Webber (dalam
sesudah merujuk rumusan masalah, tujuan Budiawan, 2017: 4) bahwa “nation is a
penulisan, analisis dan sintesis. Simpulan community sentiment....manifest is self in a
juga memperhatikan penyajian data dari state of its own: hence...it normally tends to
pembahasan yang ditarik merepresentasikan produce a state of its own”. “Nasion” pada
pokok-pokok bahasan dalam karya tulis dasarnya merupakan sutau komunitas
serta didukung dengan saran praktis sebagai pertalian ikatan-ikatan emosional, yang
rekomendasi selanjutnya. mewujudkan diri dengan cara sendiri oleh
tujuan politik bersama. Tujuan politik
HASIL DAN PEMBAHASAN bersama ini dibangun dari memori yang
Kajian Nasionalisme sama. Hal ini berarti bahwa apa yang
Renan (Hutchinson dan Smith, 1994: disampaikan oleh Stalin tentang kesamaan
17) mendefinisikan bahwa “a nation is a etnis/budaya/bahasa tidak ada korelasinya
soul, a spiritual prinsiple....a grand dengan pembentukan sebuah “nasion”.
solidarity”. Istilah “nasion” pada dasarnya Artinya tidak selamanya kesamaan
merupakan satu jiwa, suatu azas spiritual, etnis/budaya/bahasa tidak dengan sendirinya
suatu solidaritas yang besar. Kesemuanya mendasar sebuah pembentukan “nasion”,
ini dibentuk oleh kesadaran tentang hidup sebaliknya, perbedaan etnis/budaya/bahasa
bersama. Hal ini bisa jadi tersalurkan tidak selalu menghalangi pembentukan
dengan narasi sejarah tentang kejayaan atau sebuah “nasion”. Dengan demikian, Rogers
penderitaan masa lalu. Kemudian, narasi Brubaker (2004: 116) menyampaikan bahwa
kejayaan tersebut diharapkan memunculkan pemikiran Weber mengenai “nasion” dan
suatu rasa kebanggaan. Sedangkan, narasi “nasionalisme” bahwa “nasion” bukanlah
penderitaan masa lalu, diharapkan dapat konsep “a category of analysis”, melainkan
membangkitkan suatu “kesediaan untuk “a category of practice”. Sebab,
berkorban”. Di sinilah basis moral nattionhood pada dasarnya bukanlah fakta
solidaritas yang besar itu mewujud. etnodemografis atau etnokultural, melainkan
Kajian mengenai “nasion” klaim politis. Lebih tepatnya adalah klaim
ditunjukkan berbeda oleh Joseph Stalin atas loyalitas orang dengan kepedulian,
(dalam Budiawan, 2017: 3), mendefinisikan perhatian dan solidaritasnya. Sebagaimana
“nasion” sebagai “a hostorically constitude, yang disampaikan oleh Anthonny Giddens
stable community of people, formed on the (1985: 38) mendefinisikan bahwa “nasion”
basis of a common language, territory, hanya mungkin ada jika “state” memiliki
economic life, and psychological make-up jangkauan administrasi atau pemerintahan
manifested in a common culture” yang padu atas teritori yang diklaim sebagai
(Hutchinson dan Smith, 1994: 18-19). wilayah kedaulatannya. Gidden meyakini
“Nation” merupakan suatu komunitas yang bahwa negara-bangsa merupakan
stabil, yang terbentuk secara historis atas seperangkat bentuk-bentuk kelembagaan

Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...| 4


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

tata kelola, yaitu pemerintahan, wilayah, dan sebagai patriotisme dan xenofobia.
kedaulatan. Lantas, kebanyakan “nation” Patriotisme merupakan suatu bentuk
dan “state” sering digunakan secara kesetiaan kepada negara, kelompok, atau
bergantian dan keduannya dianggap relatif institusi yang menangunginya. Sedangkan,
sama. xenofobia merupakan ketidaksukaan kepada
Connor mencoba menjelaskan yang asing atau diluar kelompoknya. Maka,
mengenai kemunculan “nation” dan “state” nasionalisme ini melahirkan dua konsep
yang berawal dari Revolusi Prancis, ketika baru yakni sentimen berwajah ke dalam dan
terjadi transformasi dari L’etat c’est moi sentimen berwajah ke luar.
(negara adalah saya/raja) ke L’etat c’est le Metode berpikir Kedourie yang
peuple (negara adalah rakyat). Dengan seperti Hegelian, ditentang oleh Ernest
peristiwa inilah, “state” dituntut untuk Gellner (Keith Breen and Shane O’Neil,
mengejawantahkan atau menjadi pelayan 2010: 24). Gellner menyampaikan bahwa
kepentingan publik. Bermula dari sinilah sejarah tidak dibentuk dari sebuah pikiran
konsep “nation” dan “state” hampir sama. atau ide, akan tetapi idelah yang dibentuk
Pada konteks inilah istilah nasionalisme oleh sejarah atau setidaknya ide tidak pernah
muncul sebagai ideologi yang menuntut otonom pada dirinya sendiri. Gellner
loyalitas rakyat kepada “nation”, mudah meyakini bahwa sejarahlah yang
melenceng menjadi loyal kepada “state”. menghasilkan ide tentang “nasion”
Dewasa ini, muncul fasisme dan merupakan fenomena “modernisasi”.
totalitarianisme, yakni satu bentuk Konsep modernisasi ini lebih mempercepat
nasionalisme ekstrim, yang menuntut adanya pelipatgandaan hasil daripada
loyalitas setiap individu atau warga negara sejarah. Gagasan nasionalisme yang berasal
secara total kepada “negara”, yang tidak lain dari elitis agar menjadi populis, maka
adalah rezim yang berkuasa. Hal ini juga nasionalisme mengeklaim bahwa
tidak lepas dari istilah yang identik antara nasionalime berakar dari budaya-budaya
“nation” dan “state”. Munculnya fasisme rakyat (folk culture). Bila ditinjau sudut
dan totalitarianisme, menjadikan “state” pandang demikian, maka nasionalisme
bukan lagi sebagai pengawal, tetapi justru seperti menipu diri sendiri. Sifat self-
penyandera dari pada konsep “nasion”. deceptive (menipu diri sendiri) nasionalisme
Celakanya, proses penyanderaan “nasion” nyaris tidak dikenali karena negara dengan
dilakukan secara demokratis, sehingga segala perangkat kelembagaannya terus-
seperti “legitimate”. Berdasarkan menerus memproduksi dan mereproduksi
penggabungan keduanya yaitu “nation- loyalitas pada komunitas yang lebih besar
state” munculah suatu ideologi yang dan luas daripada komunitas tribal, lokal,
menopang dan menunjangnya disebut dan sebagainya, tetapi lebih sempit daripada
sebagai nasionalisme. komunitas peradaban yang biasanya terkait
Elie Kedourie (Kitromilides, 2005) imperium beserta sistem religinya. Dengan
menyampaikan bahwa nasionalisme demikian, kedudukan “nasion” merupakan
merupakan doktrin yang menyeluruh dan sesuatu yang ditemu-ciptakan (invented),
membimbing serta mengarahkan orang bukan sesuatu yang diberi (given). Gagasan
menuju suatu model bernegara yang spesifik ini didukung oleh beberap ahli berikutnya
(a distinctive style of politics). Hal ini seperti Tom Nair, Eric Hobsbawn, Paul R.
didasarkan pada pandangan bahwa manusia Brass, dan Bennedict Anderson. Paul R
adalah makhluk yang memiliki otonom Brass mencoba merekonsiliasi antara
(self-determinism) yang memiliki pilihan pendekatan primordialis dan instrumentalis.
menentukan sejarahnya sendiri. Oleh karena Hasilnya, nasionalisme menurut Paul R
itu, konsep ini melahirkan apa yang disebut Brass merupakan produk konstestasi

5 | Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

antarkelompok elit dalam suatu masyarakat. melahirkan ide subjektif tentang nasion.
Masing-masing kelompok elit mencoba Artinya klaim tentang sejarah apa yang
menyeleksi aspek-aspek tertentu dari budaya dihasilnya mempengaruhi seberapa besar
kelompok tersebut. Aspek budaya yang muncuknya nasion dalam suatu komunitas.
diseleksi hanya yang dapat dianggap Berdasarkan data sejarah mengenai
mempersatukan semua unsur dalam nasion dan nasionalisme, terlihat banyak
kelompok dan berguna untuk beberapa ilmuan memiliki pemaknaan yang
mempromosikan apa yang berguna bagi berbeda mengenai nasionalisme. Hal ini
kepentingan kelompok tersebut. disebabkan karena antara ilmuan yang satu
Benedict Anderson (1999: 5) juga dengan lainnya mengambil suatu sudut
menyampaikan konsep tentang imagined pandangan yang berbeda. Nasionalisme
community (komunitas yang dibayangkan) merupakan paham untuk menumbuhkan
sebagai refleksi nasionalisme. Benedict sikap cinta terhadap tanah air yang
(1999:6) menyampaikan bahwa “nation is didasarkan pada perasaan senasib, kemudian
imagined political community and imagined bergabung menjadi satu untuk bersama-
as both inherently limited and sovereign” sama mempertahankan dan loyal terhadap
(Nasion adalah komunitas politik yang bangsa dan negara (Novita, 2014: 4).
dibayangkan dan di dalam dirinya Dengan kata lain, nasionalisme merupakan
dibayangkan baik secara terbatas maupun suatu pengikat persatuan bangsa untuk suatu
berdaulat). Komunitas membayangkan tujuan yang sama. Menurut Syarbaini (2010:
anggotanya bahkan tidak pernah ketemu 65) nasionalisme merupakan suatu jiwa
secara langsung, namun di dalam diri yang dilandasi rasa kesetiaan yang tinggi
mereka menggema perasaan senasib atau total diabdikan untuk bangsa atau
sepenanggungan. Bahkan dengan komunitas negara. Snyder (1954: 148), juga
terbayangkan tersebut, sampai rela menyampaikan bahwa nasionalisme
berkorban jiwa untuk nasionnya. Komunitas merupakan suatu pengikat adanya
yang dibayangkan atau imagined community independensi dan kesatuan bangsa.
sangat terbatas. Hal ini disampaikan oleh Setelah melihat dari definisi yang
Anderson bahwa sekalipun besar beragam, banyak beberapa ilmuan yang
komunitasnya akan tetap terbatas. Pada mengambil beberapa simpulan tentang nilai
akhirnyam nasion itu dibayangkan sebagai indikator dari nasionalisme. Siti Munawaroh
komunitas, sebab, kendati di dalamnya (2015: 138) menjelaskan bahwa
terdapat ketidaksetaraan dan mungkin nasionalisme dapat dilihat dari beberapa
ekploitas (satu kelompok atas kelompok aktivitas diantaranya: (1) rasa cinta terhadap
lainnya), nasion senantiasa dipahami tanah air dan komponen di dalamnya; (2)
sebagai persaudaraan horisontal yang tingkat partisipasi dalam pembangunan; (3)
mendalam. berperilaku adil; (4) berorientasi pada masa
Anderson juga menyampaikan depan; (5) prestatif, mandiri, dan
tentang kondisi historis yang menentukan bertanggungjawan; (6) siap bekerjasama
sekulerisasi. Misalnya tentang penggunaan ditingkat lokal, nasional, dan internasional.
bahasa cetak dalam keseharian. Waktu dulu Di sisi lain, Trisandi (2013: 29) juga
bahasa yang digunakan telah dicetak dengan menyampaikan bahwa perilaku yang
dibubuhi sebuah pesan. Oleh sebab para mencerminkan nilai-nilai nasionalisme
penutur beragam dialek bahasa Jerman, diantaranya: (1) perasaan senang dan
Perancis, Inggris, yang sangat beragam, bangga sebagai bangsa Indonesia; (2)
kemudian disepakati dalam satu dialek. mampu menghargai jasa-jasa para pahlawan
Selain itu, dari segi produk budaya yang yang telah memperjuangkan negara
dibentuk menjadi faktor penting untuk Indonesia; (3) memiliki jiwa penolong yang

Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...| 6


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

tinggi; (4) giat belajar pada bidangnya; (5) Ditinjau dari suku katanya, wilayah
mencintai produk dalam negeri; (6) perbatasan terdiri dari wilayah dan
kepedulian sosial; (7) memiliki jiwa toleran perbatasan yang memiliki makna yang
yang tinggi atau apresiatif; (8) tidak berbeda. Pengertian perbatasan secara
memaksakan kehendak pribadi dalam umum diungkatkan oleh Darmaputra
musyawarah umum. (2009:3), perbatasan adalah sebuah garis
Pada era globalisasi ini, setidaknya demarkasi antara dua negara yang berdaulat.
nasionalisme merupakan suatu alat yang Pada awalnya perbatasan sebuah negara atau
bisa membentengi atau memfilter beberapa state’s border dibentuk dengan lahirnya
mobilisasi kebudayaan yang kurang tepat negara. Padahal sebelum lahirnya negara,
bagi budaya yang asli dari negara tertentu. penduduk yang menempati wilayah
Aman (2011: 141) menyampaikan bahwa di cenderung mengabaikan sebuah perbedaan,
era global negara harus berperan dalam tetapi tidak jarang berdomisili yang berasal
menguatkan nilai-nilai nasionalisme pada dari etnis yang idetik sama. Akan tetapi,
warga negara agar tetap loyalitas dan lahirnya negara membuat penduduk harus
memiliki jiwa mengabdi pada bangsa dan memiliki sebuah kewarganegaraan yang
negara. Sikap cinta tanah air dapat ditentukan oleh negaranya masing-masing
tergambarkan pada kepedulian terhadap isu dan cenderung berbeda. Sedangkan,
isu kewarganegaraan, menjaga persatuan pembahasan mengenai wilayah cenderung
dan kesatuan bangsa, setia mencintai produk mengarah pada tempat yang tidak bisa ubah
buatan dalam negeri, rela berkorban keberadaanya bersama sejarah dan
terhadap bangsa dan negara di atas hukumnya.
kepentingan pribadi, mengharumkan nama Perbatasan merupakan aspek penting
bangsa melalui prestasi atau sebuah karya oleh suatu negara yang dihasilkan melalui
dan memfilter budaya yang masuk akibat perjanjian Wesphalia Tahun 1618. Hal ini
globalisasi (Trisandi, 2013: 27). Dengan dikarenakan wilayah perbatasan merupakan
demikian, nasionalisme adalah sebuah cita- wilayah yang menentukan dimana suatu
cita yang ingin memberi batas antara bangsa otoritas negara diimplementasikan sekaligus
sendiri dan bangsa lain. Nasionalisme secara menjadi pembatas sampai mana otoritas
umum merupakan paham kebangsaan yang negara itu berakhir. Selain itu, perbatasan
didasari dari nasib, semangat, dan cita-cita juga merupakan aspek penting dimana
yang sama dalam suatu negara. kedaulatan negara bersinggungan langsung
Nasionalisme diperlukan untuk dengan kedaulatan negara lain. Fakta
memperkokoh persatuan dan keutuhan suatu demikian, merupakan hal yang wajar
negara. dialami oleh suatu negara bangsa atau
Pada konteks Indonesia, Aman nation-state. Wesphalia terproliferasi
(2011: 141) juga menyampaikan bahwa diseluruh dunia, sehingga hampir tidak
beberapa indikator nilai-nilai nasionalisme terdapat wilayah yang tidak berada dalam
diantaranya: (1) bangsa menjadi bangsa otoritas suatu negara.
Indonesia; (2) cinta terhadap bangsa dan Konsep perbatasan berkaitan dengan
negara; (3) rela berkorban demi bangsa; (4) tiga pengertian utama yang mencakup
menerima kemajemukan atau memiliki jiwa terminologi border, bounday, dan frontier.
toleran; (5) bangga terhadap kekayaan Di samping kata “border” , setiap studi
budaya Indonesia; (7) memprioritaskan mengenai wilayah perbatasan akan
kepentingan umum. bersinggungan dengan istilah “boundary”
dan “frontier”. Haba (2010: 5)
Konsep Wilayah Perbatasan menyampaikan border adalah garis batas
internasional ketika perbatasan dilihat

7 | Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

sebagai sebuah zona, maka hal ini disebut adanya dukungan berbagai sektor untuk
dengan wilayah perbatasan (borderland). tetap menjaga dan memlihara wilayah
Kemudian, tiga terminologi yang merujuk perbatasan Indonesia baik dari segir maritim
ke wilayah perbatasan itu, maka terminologi dan kontinen.
frontier juga bertumpang tindih dengan Patut diakui bahwa garda depan
garis batas, yang berhubungan dengan zona negara bukan saja terhantung pada aparat
atau titik temu dengan atau tanpa sebuah keamanan, tetapi warga negara yang
wilayah negara (boundary). Dengan merupakan pagar betis utama di wilayah
demikian, perbatasan diartikan sebagai perbatasan. Diviasi perilaku menjadi tidak
sebuah entitas fisik dengan perwujudan nasionalis bukan karena tidak mencintai
relasi timbal balik dan saling bergantungan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi
secara sosial yang cukup intens antara ada pertimbangan yang jauh lebih esensial
intergroup members dan outgroup members yakni kualitas kehidupan warga negara
(Haba, 2010: 6). Indonesia yang rendah kalau dibanding
Di Indonesia, fenomena wilayah dengan negara lainnya (Noveria, 2016: 237).
perbatasan suatu negara dapat terlihat dari Dengan harapan tetap stabil dan
bentangan pulau-pulau yang berhimpitan perpeliharanya perasaan dan perilaku
dengan negara lain baik secara kontinen dan nasionalis dalam masyarakat perbatasan,
maritim. Wilayah perbatasan Indonesia maka diperlukan suatu penguatan dan
dapat dilihat dari batas negara yang terdiri pembinaan nasionalisme di daerah
dari sepuluh negara seperti Australia, Papua perbatasan. Pertimbangan lain yaitu wilayah
Nugini, Malaysia, Singapura, Filiphina, perbatasan merupakan wilayah yang
Thailand, Vietnam, Timor Leste, India, dan memiliki potensi strategis diantaranya: (1)
sebuah pulau. Negara yang berbatasan wilayah perbatasan memiliki pengaruh
dengan Indonesia melalui darat atau terhadap kedaulatan negara; (2) wilayah
kontinen adalah Papua Nugini, Malaysia, perbatsan merupakan pendorong
dan Timor Leste. Selain ketiga negara peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi
tersebut, wilayah perbatasan Indonesia masyarakat; (3) wilayah perbatasan
dibatasi oleh laut atau maritim. Dengan memiliki keterkaitan untuk saling
demikian, Indonesia sebagai negara yang mempengaruhi wilayah antarnegara; (4)
berdaulat harus menjaga dan memelihara wilayah perbatasan memiliki pengaruh
perbatasannya. terhadap pertahanan dan keamanan
Pengelolaan wilayah perbatasan di (Poetranto, 2008).
Indonesia diatur dalam Undang-undang
Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Kajian Warga Negara Muda
Negara dan PP Nomor 12 Tahun 2010 Sebelum menjelaskan mengenai
tentang Badan Nasional Pengelola warga negara muda, akan dikaji terlebih
Perbatasan (BNPP). Kedua peraturan ini, dahulu mengenai warga negara. Secara
mengandung konsekuensi pada umum, warga negara merupakan seseorang
pembentukan Badan Pengelola Perbatasan yang menempati suatu negara yang
baik ditingkat daerah maupun nasional. memiliki status hukum yang tetap, diakui
Sehingga, BNPP merupakan institusi secara yuridis formal (KTS) dan memiliki
terdepan yang mengelola wilayah hak serta kewajiban yang diperuntukan bagi
perbatasan dengan tugas mengkoordikasikan negara tersebut. Ditinjau dari status
dan pelaksanaan yang bersifat koordinatif kewarganegaraannya, keberadaan orang-
operasional. Akan tetapi, tidak semua orang dalam wilayah suatu negara dapat
persoalan yang terjadi di wilayah perbatasan dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: 1)
menjadi tanggungjawab BNPP, perlu orang yang berstatus sebagai warga negara,

Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...| 8


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

dan 2) orang yang berstatus sebagai orang yang terus tumbuh terutama pada
asing. masyarakat yang demokratis.
Tijan (2009: 14-15), menjelaskan Berdasarkan uraian mengenai warga
bahwa warga negara adalah anggota negara, negara muda tersebut, maka dapat
yaitu anggota dari suatu organisasi disimpulkan bahwa warga negara muda
kekuasaan yang dinamai negara. Beberapa merupakan warga negara yang cukup
istilah yang sering digunakan untuk dewasa, yang masih membutuhkan arahan,
menyebut warga negara adalah citizen, binaan, dan pendidikan untuk menjadi
national, subject, onderdaan atau kaula. warga negara dewasa. Secara lebih
Warga negara merupakan salah satu syarat sederhana warga negara muda dikerucutkan
mutlak dari suatu negara, disamping dua pada warga negara muda yaitu peserta didik
syarat lainnya yaitu wilayah dan di persekolahan. Dengan demikian,
pemerintahan yang berdaulat. Sebagai salah penanaman nasionalisme pada warga negara
satu syarat berdirinya, warga negara muda di pendidikan formal lebih tepat
memiliki posisi yang sangat urgent karena dilakukan melalui Pendidikan Pancasila dan
selain menjadi syarat juga menjadi promotor Kewarganegaraan. Pendidikan Pancasila dan
untuk menggerakkan arah kebijakan suatu Kewarganegaraan sangat diperlukan guna
negara. Ia dapat mengisi dalam suatu menuju warga negara yang cerdas (smart)
pemerintahan sekaligus mengatur dan baik (good citizenship) sesuai dambaan
bagaimana pemanfaatan wilayah yang negaranya.
dikuasai negara. Warga negara memiliki Kajian Pendidikan Pancasila dan
suatu hak dan kewajiban sebagai timbal Kewarganegaraan
balik kepedulian terhadap arah kebijakan Istilah Pendidikan kewarganegaraan
suatu negara. Hak-hak warga negara berasal dari kata civic education yang berarti
biasanya diatur dalam suatu aturan atau pendidikan kewargaan. Kemudian
konstitusi dalam suatu negara sesuai dengan dikembangkan oleh TIM ICCE (Indonesia
kesepakatan bersama. Center for Civic Education) (2005) dengan
Lantas, warga negara muda istilah Pendidikan Kewarganegaraan. Max
merupakan warga negara yang masih A.Hope (2012: 98) menjelaskan bahwa
mengalami proses masa transisi dari anak- pendidikan kewarganegaraan yang baik
anak menuju warga negara dewasa. Dalam perlu mengembangkan pengetahuan dan
hal ini, Budimansyah (2002: 11) keterampilan, dan nilai-nilai dalam tiga
menjelaskan bahwa Anak merupakan warga bidang yang saling terkait meliputi
negara hipotetik. Penyebutan sebagai warga tanggungjawab sosial, moral, keterlibatan
negara hipotetik dimaksudkan bahwa anak masyarakat dan melek politik. Pendidikan
merupakan warga negara yang “belum jadi” kewarganegaraan memainkan peran penting
karena masih harus dibina dan didik untuk dalam membangun dan mendukung
menjadi warga negara yang dewasa, sadar kewarganegaraan bertanggung jawab di
akan hak dan kewajibannya baik dalam negara manapun.
hubungannya dalam bermasyarakat, Kerr (1999: 15-16) menjelaskan
berbangsa, dan bernegara. Masyarakat bahwa pendidikan kewarganegaraan
masih mendambakan warga negara dikonseptualisasikan dalam tiga pendekatan,
mudanya menjadi warga negara yang baik yaitu pendidikan tentang kewarganegaraan,
dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan memusatkan perhatian untuk
baik bermasyarakat, berbangsa, dan mempersiapkan para peserta didik dengan
bernegara. Keinginan tersebut, lebih tepat pengetahuan dan pemahaman yang cukup
disebut sebagai perhatian dan kepedulian tentang sejarah nasional dan kehidupan
politik. Pendidikan melalui

9 | Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

kewarganegaraan, menitikberatkan pada didasarkan atas relevansinya dengan


keterlibatan peserta didik untuk belajar demokrasi liberal. Nilai-nilai demokrasi dan
melakukan melalui pengalaman-pengalaman norma-norma juga terintegrasi dalam
untuk aktif, berpartisipasi di sekolah atau pendidikan kewarganegaran di Malaysia.
masyarakat lokal. Pendidikan untuk Orientasi pendidikan kewarganegaraan di
kewarganegaraan, mencakup kedua Malaysia juga bermuara pada partisipasi
pendekatan yang menitikberatkan pada warga negara aktif melalui internalisasi
proses membekali peserta didik dengan nilai-nilai demokrasi. Pentingnya
seperangkat alat (kognitif) dan disposisi pendidikan kewarganegaraan lebih fokus
yang memungkinkan untuk berpartisipasi sebagai alat menuju pembangunan bangsa
secara aktif. Pendidikan seperti ini dan modal sumber daya manusia.
menitikberatkan pada pendidikan Tiga elemen inti kewarganegaraan
kewarganegaraan dan keseluruhan sebagai fokus pendidikan kewarganegaraan
pengalaman pendidikan peserta didik. (PKn) yaitu pengetahuan (knowledge),
Selain itu, pendidikan keterampilan (skill), dan sikap (disposition)
kewarganegaraan diberbagai negara belahan yang harus diberikan kepada peserta didik.
dunia juga memiliki tujuan yang beragam. Lee (2004: 281), menyampaikan pendidikan
Bromley (2011: 45-47), menyampaikan kewarganegaraan bisa digolongkan dalam
bahwa perkembangan pendidikan tiga point pokok yaitu harmoni, spiritual,
kewarganegaraan di negara Finlandia. dan pengembangan individu atau
Tujuan Pendidikan Kewaeganegaraan penanaman diri. Banks dalam Moses (2012:
memiliki pergeseran pada abad ke dua 2) menjelaskan bahwa pendidikan
puluh. Orientasi pendidikan kewarganegaraan harus memiliki tujuan
kewarganegaraan pendidikan untuk membantu siswa mengembangkan
kewarganegaraan yang awalnya bertujuan pemahaman tentang saling ketergantungan
untuk kesetiakawanan dan persatuan dalam di antara bangsa-bangsa di dunia modern,
konteks nasional yang kuat beralih kepada mengklarifikasi sikap terhadap negara-
pengunggulan konsep multikultural atau negara lain dengan masyarakat dunia.
keberagaman. Dengan demikian, bentukan Eyiuche and Lilian (2013: 96) juga
peserta didik lebih kepada kesadaran akan menyampaikan bahwa pendidikan
wawasan global. Borhaug (2010: 66-67), kewarganegaraan ditafsirkan secara luas
menjelaskan mengenai pendidikan untuk mencakup persiapan warga negara
kewarganegaraan di negara Norwegia. muda untuk berperan dan bertanggungjawab
Pendidikan kewarganegaraan difokuskan sebagai warga negara. Pendidikan
pada hal-hal yang konstitusional dan kewarganegaraan yang efektif mengajarkan
struktur formal lembaga pemerintah. warga negara muda untuk berpartisipasi
Colceru (2013: 23-24) dalam kajian aktif dan diharapkan mengalami perubahan
pendidikan kewarganegaraannya di kearah positif dalam lingkungan mereka
Rumania menyampaikan bahwa Pendidikan untuk mengembangkan komitmen yang
kewarganegaraan di Rumania difokuskan abadi untuk partisipasi di masyarakat.
pada pembentukan warga negara yang baik Pada konteks Indonesia, Pendidikan
“good citizenship”. Pendidikan Kewarganegaraan mengalami
kewarganegaraan yang dikembangkan di perkembangan dan perubahan baik kemasan
Rumania lebih menuntut pada civic skills maupun subtansinya. Hal ini dibuktikan
dan civic dispotision. Faraouk (2011: 156- pada kurikulum PKn yang mengalami
157) menyodorka mengenai pendidikan perubahan sampai saat ini berlaku
kewarganegaraan di Malaysia. Pelaksanaan kurikulum 2013 dengan nama baru
pendidikan kewarganegaraan di Malaysia Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...| 10


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

Sedangkan, tujuan dari Pendidikan pendidikan kewarganegaraan untuk


Pancasila dan Kewarganegaraannya sangat mempersiapkan warga negara yang pintar
beragam. Berdasarkan Departemen dan baik (smart and good citizens) dengan
Pendidikan Nasional (2006: 49) PKn berdasarkan Pancasila sebagai esensi
memiliki tujuan untuk memberikan pemikiran.
kompetensi diantaranya: (1) berpikir kritis,
rasional, dan kreatif menanggapi isu Reformulasi PPKn Untuk Menguatkan
kewarganegaraan; (2) berpartisipasi secara Nasionalisme Warga Negara Muda Di
cerdas dan bertanggung jawab dalam Wilayah Perbatasan
bertindak di masyarakat, bangsa, dan Pendidikan Pancasila dan
negara; (3) mengembangkan diri untuk Kewarganegaraan merupakan salah satu
berkarakter Indonesia agar bisa hidup mata pelajaran yang sangat penting bagi
bersama dengan bangsa lain; (4) berinteraksi kebanyakan negara dibelahan dunia. Mata
dengan bangsa lain secara langsung dengan pelajaran ini di dalamnya mengandung
memanfaatkan teknologi, informasi, dan beberapa muatan politik negara yang
komunikasi. Sedangkan, di sisi lain para diarahkan pada peningkatan rasa
ilmuan yang berfokus pada pendidikan nasionalisme dari masing-masing negara.
kewarganegaraan menyampaikan tujuan Pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya
pendidikan kewarganegaraan di Indonesia bermuara pada demokrasi politik. Hal ini
yang beragam. Djahiri (1995: 10) disebabkan di dalamnya terdapat cakupan
menyampaikan bahwa melalui pendidikan tentang ilmu kewarganegaraan yang
kewarganegaraan peserta didik diharapkan meliputi pengkajian hak dan kewajiban
memiliki: (1) pemahaman tentang konsep warga negara. Dengan demikian, pendidikan
dan norma Pancasila sebagai falsafah kewarganeganegaraan (civic education)
bangsa Indonesia; (2) melek akan konstitusi merupakan suatu upaya untuk
Negara Republik Indonesia yaitu UUD NRI mengimplementasikan (ilmu
1945. Maftuh dan Sapriya (2005: 30) juga kewarganegaraan) melalui jalur pendidikan
menyampaikan tujuan negara yaitu (Winarno, 2014: 4).
mengembangkan Pendidikan Pancasila dan Pada konteks persekolahan,
Kewarganegaraan agar setiap warga negara pendidikan kewarganegaraan memiliki
menjadi warga negara yang baik (to be good kewajiban utama yaitu menjadikan peserta
citizens) yakni yang cerdas (civic didik sebagai warga negara yang baik dan
inteliegence) dan tanggung jawab (civics cerdas (smart and good citizens). Warga
responsibility). Pendidikan negara yang baik merupakan warga negara
kewarganegaraan setidaknya harus yang memiliki pemahaman dan kesadaran
mengembangkan generasi muda untuk tentang hak dan kewajibannya sebagai
memperoleh pengetahuan, keterampilan, warga negara Indonesia. Margaret Stimman
dan sikap yang akan mempersiapkan peserta Branson (1999) menyampaikan bahwa
didik untuk menjadi warga negara yang terdapat tiga komponen utama yang perlu
kompeten dan bertanggung jawab sepanjang dipelajari untuk mencapai beberapa tujuan
hidup. Di Indonesia, seharusnya pendidikan dalam pendidikan kewarganegaraan. Tiga
kewarganegaraan memang memiliki titik komponen tersebut diantaranya adalah civic
pangkal pada bagaimana ideologi yang knowledge, civic skills, and civic
dianut yaitu Pancasila. Seperti dalam disposition. Berbekal penguasaan yang
simpulan Budiwibowo, (2016: 571), mengarah pada pengetahuan dan
menyebutkan bahwa ditinjau dari definisi keterampilan sampai menjadi watak
filsafat Pancasila merupakan usaha kewarganegaraan, maka akan tercipta apa
pemikiran. Dengan demikian, tujuan

11 | Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

yang disebut sebagai civic nationalism disatu sisi mengaku sebagai bangsa
dalam diri peserta didik. Indonesia dan disisi lain faktor kemelayuan
Pada konteks modern, nasionalisme sebagai raison d’etre menjadikan batas
lebih diarahkan pada konsep kesetiaan negara seakan semu. Selain itu, efek
tertinggi kepada bangsa dan negara. Negara globalisasi juga mempengaruhi
Indonesia sebagai salah satu nation-state nasionalisme di daerah perbatasan karena
telah mengalami beberapa tahap proses mudahnya mobilisasi barang atau jasa
perkembangan nasionalisme. Tahap bahkan seorang yang memiliki perbedaan
nasionalisme di Indonesia dimulai dari masa kewarganegaraan.
kemerdekaan (1900-1945), masa perjuangan Berdasarkan beberapa data tersebut,
mempertahankan kemerdekaan Indoensia menjadi penting adanya reformulasi PPKn
(1945-1950), dan masa perjuangan mengisi dalam rangka meningkatkan nilai-nilai
kemerdekaan Indonesia (1950-sekarang) nasionalisme di wilayah perbatasan. Hal ini
(Sudiyo, 2004: 14-15). Dengan demikian, juga didukung oleh pendapat Banks (2008:
saat ini menjadi tugas generasi penerus 135) yang menyatakan perlunya konsepsi
bangsa untuk mengisi kemerdekaan ulang Pendidikan Pancasila dan
Indonesia melalui kegiatan-kegiatan positif, Kewarganegaraan di abad 21 agar mampu
berkarya, dan mengabdi untuk negeri. Akan secra efektif mendidik peserta didik untuk
tetapi, pada realitanya masih banyak isu menjadi warga negara yang memiliki fungsi.
degradasi nasionalisme yang terjadi Oleh karena itu, pada abad 21 terminologi
dibeberapa wilayah perbatasan sebagai Pendidikan Kewarganegaraan harus
wilayah terdepan negara Indonesia. Hal ini dimaknai dalam konsep yang luas untuk
dibuktikan dari beberapa penelitian yang menghadapi tantangan global (Setiarsih,
memfokuskan pada nasionalisme di wilayah 2017: 80). Reformulasi pendidikan akan
perbatasan Indonesia. Bakker (2012: 297- menuai keberhasilan ketika mendasarkan
299) melakukan penelitiannya di wilayah pada pengetahuan transformatif dari
perbatasan Indonesia dengan Timur Leste. pengetahuan yang mainstream. Reformulasi
Hasilnya menyebutkan bahwa seharusnya yang dimaksudkan mengarahkan Pendidikan
pembelajaran PKn yang berorientasi pada Pancasila dan Kewarganegaraan menjadi
pembinaan nasionalisme melalui salah satu mata pelajaran yang mampu
pengembangan model yang lebih menjadikan peserta didik memiliki apa yang
menonjolkan nasionalisme pada peserta disebut sebagai “Act locally and think
didik di perbatasaan. Penelitian selanjutnya globally”. Penulis bermaksud menarik
dilakukan oleh Jantisiana (2016: 133-134) istilah “Act locally and think globally”
penelitian nasionalisme dilakukan di dalam ilmu kewarganegaraan yang dimaknai
wilayah perbatasan Indonesia dengan masih mempertahankan nilai-nilai, budaya,
Malaysia. Hasil yang diperoleh adalah adat asli Indonesia, akan tetapi memiliki
adanya suatu ketimpangan tentang fasilitas cara pandang yang tidak ketinggalan dari
pendidikan, sehingga mempengaruhi pikiran kancah internasional.
peserta didik untuk membandingkan fasilitas Pendidikan Pancasila dan
pendidikan dengan Malaysia. Demikian Kewarganegaraan sebagai salah satu
mempengaruhi pemikiran peserta didik pendidikan politik, pendidikan demokrasi,
rendahnya nasionalisme dalam peserta dan pendidikan moral dalam lingkup
didik. Kemudian, penelitian yang dilakukan persekolahan, harus mampu memberikan
oleh Dedes (2015: 152) yang memfokuskan pemahaman yang utuh tentang makna
penelitiannya di wilayah perbatasan melestarikan nilai-nilai kebangsaan yang
Indonesia-Singapura. Hasil yang didapatkan berpangkal pada kualitas ke-Indonesiaan.
terjadinya nasionalisme yang terbelah, Peserta didik sebagai warga negara muda di

Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...| 12


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

wilayah perbatasan harus memahami, pemahaman yang utuh tentang makna


menyadari, menjadikan muatan hati nurani melestarikan nilai-nilai kebangsaan yang
untuk mencintai dan bertindak nyata dalam berpangkal pada kualitas ke-Indonesiaan.
mempertahankan dan mengembangkan jati Peserta didik sebagai warga negara
diri yang dilandasari nilai ke-Indonesiaan negara muda di wilayah perbatasan harus
yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan memahami, menyadari, menjadikan muatan
Bhinneka Tunggal Ika (Slamet, 2016: 4). Di hati nurani wajib mencintai dan bertindak
sinilah prinsip “act locally” akan berperan nyata dalam mempertahankan dan
sebagai filterisasi pada tingkah-laku peserta mengembangkan jati diri berdasarkan nilai
didik dalam menyikapi beberapa pengaruh ke-Indonesiaan yaitu Pancasila, UUD NRI
budaya asing yang masuk. Selain itu, prinsip 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“think globally” menjadi sebuah unsur untuk Dengan demikian, Pendidikan Pancasila dan
mengikuti isu global dengan analisis yang Kewarganegaraan harus mengembangkan
bermuara pada nilai-nilai lokal. Dengan kata kompetensi peserta didik agar mampu
lain, Pendidikan Pancasila dan melestarikan nilai-nilai luhur bangsa
Kewarganegaraan harus mengembangkan Indonesia (daya preservatif) sekaligus
peserta didik untuk mampu melestarikan mengembangkan daya profresif yang
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia (daya dilakukan secara eklektif-inkorporatif
preservatif) dan sekaligus mengembangkan sebagai filterisasi budaya asing agar tidak
daya progresif melalui gesekan-gesekan berbenturan. Melalui reformulasi
yang positif dengan kemajuan-kemajuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
negara lain yang dilakukan secara eklektif- diharapkan mendorong penguatatan
inkorporatif (memilah dan memilih nilai- nasionalisme warga negara muda di wilayah
nilai yang sesuai dengan jati diri ke- perbatasan.
Indonesiaan) agar tidak menimbulkan Saran
konflik atau benturan antarnilai. Dengan Nasionalisme dalam warga negara
reformulasi Pendidikan Pancasila dan muda di wilayah perbatasan sangat penting
Kewarganegaraan yang menekankan pada untuk memperkokoh persatuan dan
prinsip “act locally and think globally” keutuhan Negara Kesatuan Republik
diharapkan dapat menguatkan nasionalisme Indonesia. Pendidikan Pancaila dan
peserta didik di wilayah perbatasan. Kewarganegaraan harus diarahkan pada
muatan pemahaman secara holistik tentang
SIMPULAN DAN SARAN pentingnya melestarikan nilai-nilai lokal
Simpulan sekaligus mengarahkan peserta didik untuk
Reformulasi Pendidikan Pancasila memiliki cara pandang global agar mampu
dan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk bersaing di kancah internastional.
mengarahkan peserta didik untuk memiliki
kompetensi yang disebut sebagai “Act
DAFTAR PUSTAKA
locally and think globally”. Kompetensi
yang dapat melestarikan dan Aman. (2011). Model Evaluasi
mempertahankan nilai-nilai, budaya, adat Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta:
asli Indonesia, akan tetapi memiliki cara Ombak
pandang global mengikuti perkembangan
dunia internasional. Pendidikan Pancasila Anderson, B. (1999). Imagined
dan Kewarganegaraan sebagai pendidikan Communities: Reflections on the
politik, pendidikan demokrasi, dan Origin and Spread of Nationalism.
pendidikan moral dalam lingkup London: Verso
persekolahan harus mampu memberikan

13 | Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

Bakker, R. (2012). Pembinaan


Nasionalisme Generasi Muda Di Budiwibowo, S. (2016). Revitalisasi
Wilayah Perbatasan Indonesia Pancasila dan Bela Negara dalam
Dengan Timor Leste Melalui Menghadapi Tantangan Global
Pendidikan Kewarganegaraan. Melalui Pembelajaran Berbasis
Diunduh pada 30 April 2017 dari Multikultural. Citizenship: Jurnal
Repository.upi.edu Pancasila dan Kewarganegaraan, 4
(2): 565-585.
Banks, J.A. (2008). Diversity, Group
Identity, and Citizenship Education in Colceru, Emilian. (2013). The Impact of
a Global Age. Educational Civic Education on the Citizenship of
Researcher, 37 (3), 129-139. Romanian Youth. Journal of Social
Science Education. 12 (4): 23-24
Borhaug, Kjetil. (2010). Norwegian Civic
Education – Beyond Formalism? L Darmaputra, R. (2009). Manajemen
Education Civique Norvegienne – Au Perbatasan dan Reformasi Sektor
–dela du Formalisme? Journal of Keamanan. Jakarta: Institute for
Social Science Education. 9 (1), 66-67 Defense Scurity and Peace Studies
(IDSPS)
Branson, N. S. (1999). (Terjemahan Dedees, A. R. (2015). Melayu Di Atas Tiga
Syaripudin, dkk). Belajar “Civic Bendera: Kontribusi Identitas
Education” dari Amerika. Yogyakarta: Nasionalisme Masyarakat Perbatasan
Lembaga Kajian Islam dan Sosial Di Kepulauan Batam. Jurnal Ilmu
(LKIS) Sosial dan Ilmu Politik. 19 (2), 141-
152
Bromley, Patricia,. dan Elina Makinen.
(2011). Diversity in Civic Education: Departemen Pendidikan Nasional. (2006).
Finland in Historical and Comparative Kurikulum Tingkat Satuan
Perspective. Journal of International Pendidikan. Jakarta: Depdiknas
Cooperation in Education. 14 (2), 45-
47 Djahiri, A. K. (1995). Dasar-dasar Umum
Metodologi dan Pelajaran Nilai dan
Brubaker, R. (2004). In the Name Of the Moral PVCT. Purwakarta: IKIP
Nation: Reflections on Nationalism
and Patriotism. Citizenship Studies. 8 Eyiuche, I. O., and Lilian, R. A. (2013).
(2), 116 Toward a Function Citizenship
Budiawan. (2017). Nasion & Nasionalisme: Education Curriculum in Nigeria
Jelajah Ringkas Teoretis. Yogyakarta: Colleges of Education for Sustainable
Ombak Development in the 21st Century.
American International Journal of
Budiman, J. (2010). Permasalahan Etnis Contemporary Research. 3 (8), 96-102
Tionghoa. Sumber:
http://kompasiana.com (Diunduh 10 Farouk, Azeem AF., dan Azrina Husin.
November 2017) (2011). Civic Education in an
Emerging Democracry:
Budimansyah, D. (2002). Model Students’Experiences in Malaysia’s
Pembelajaran dan Penilaian. Projek Warga. Asian Social Science. 7
Bandung: Remaja Rosda Jarya (3): 156-157

Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...| 14


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

Gidden, A. (1985). The Nation-State and International Journal pf Progressive


Violence. Berkeley & Los Angeles: Education, Vol.8 No.3: 94-108
University of California Press
Moses, C. (2012). Civic Education and
Hutchinson, J. & Smith, A. D. (eds) (1994). Global Citizenship: A Deweyan
Nationalism. Ixfoerd & New York: Perspective. Journal of Peace
Oxford University Press Education and Social Justice. 6 (1), 1-
25
Hutchinson, J., & Smith, A. D. (eds) (1994).
Nationalism, Oxford & New York: Munawaroh, S. (2015). Nasionalisme
Oxford University Press. Melalui Pendidikan Agama Pada
Peserta Didik SMA/SMK/MA di
Jantisiana, N. M. (2016). Pandangan Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat.
Nasionalisme Siswa SMA Di Wilayah Jurnal Smart. 1 (2)
Perbatasan Indonesia-Malaysia
Dalam Mata Pelajaran Sejarah. Novita, I. R. (2014). Penanaman Nilai
Diunduh pada 30 April 2017 dari Nasionalisme Dan Patriotisme Untuk
Repository.upi.edu Mewujudkan Pendidikan Karakter
Pada Mata Pelajaran Pendidikan
Keith, B., & Shane, O. (2010). After nation? Kewarganegaraan Siswa Kelas X
Critical Reflection on Nationalism and SMA Negeri 4 Sidoarjo. Kajian Moral
Postnationalism. Palgrave Macmilan: dan Kewarganegaraan, 1 (1)
New York
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
Kerr, D. (1999). Citizenship: Local, 2010 tentang Badan Nasional
National, and International. The Pengelola Perbatasan (BNPP).
Taylor & Francis e-Library, 2 (7), 15-
16 Poetranto T. (2008). Strategi Penanganan
Wilayah Perbatasan. Buletin
Kitromilides, P. M. (2005). Elie Kedourie’s Puslitbang Strahan Balitbang Dephan,
Contribution to the Study of 4-6
Nationalism. Middle Eastern Studies.
41 (5) Slamet P. H. (2016). Model Pembelajaran
Inovatif Berbasis Kespesifikan Lokal.
Lee. W. O., & Grossman, D. L. (Eds). Sumber: Seminar Nasional tentang
(2004) Citizenship Education In Asia Kearifan Lokal (UPY, 2016)
And The Pasific Concepts And Issuse. Snyder, L.L. (1954). The Meaning of
Hongkong: The Unisersity of Hong Nationalism. New Jersey: Rutgers
Kong Pokfulam. University Press.

Maftuh dan Sapriya. (2005). Implementasi Sudiyo. (2004). Pergerakan Nasional


KBK Pendidikan Kewarganegaraan Mencapai & Mempertahankan
dalam Berbagai Konteks. Jurnal Kemerdekaan. Jakarta: Rineka Cipta
Civicus; 319-328
Syarbaini, S. (2010). Implementasi
Max A. H. (2012). Becoming citizens Pancasila Melalui Pendidikan
through school experience: A case Kewarganegaraan. Yogyakarta: Graha
study of democracy in practice. Ilmu

15 | Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...


Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 6 No 1 April 2018, hal 1-16
Avaliable online at : http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship
ISSN: 2302-433X (print) 2579-5740 (online)

Tijan. (2009). Kewarganegaraan Republik


Indonesia. Semarang: Unnes Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008
Tim ICCE UIN. (2003). Demokrasi, Hak tentang Wilayah Negara
Asasi Manusia, Masyarakat Madani
(Edisi Revisi). Jakarta: Prenada Media. Winarno. 2014. Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi
TIM ICCE UIN. (2005). Demokrasi, Hak Aksara
Asasi Manusia, dan Masyarakat
Madani. Jakarta: Prenada Media. Zarbaliyev, H. (2016). Multikulturalisme Di
Era Globalisasi: Sejarah Dan
Trisandi, R. A. (2013). Peran Guru Sejarah Tantangannya Bagi Indonesia.
Dalam Meningkatkan Sikap Sumber: Kuliah Umum UNY (15
Nasionalisme Siswa Kelas XI IPS Maret 2017)
SMA Negeri 3 Slawi Tahun Ajaran
2012/2013. Universitas Negeri Zed, M. (2004). Metode Penelitian
Semarang, Semarang Kepustakaan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional

Sutiyono& Suharno, Reformulasi Pendidikan Pancasila...| 16

Anda mungkin juga menyukai