Anda di halaman 1dari 9

A.

Langkah-Langkah dan Pengembangan Instrumen Tes

Keberhasilan suatu kegiatan evaluasi akan dipengaruhi pula oleh keberhasilan evaluator
dalam melaksanakan prosedur evaluasi. Prosedur yang dimaksud adalah langkah-langkah pokok
yang harus ditempuh dalam kegiatan evaluasi. Yang dimaksud dengan evaluator tersebut adalah
pendidik dalam merencanakan, menyusun dan menghasilkan instrumen tes yang baik tentunya
berdasarkan pada hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan tes hasil belajar.

Mardapi dalam Widoyoko (2012, hlm. 88) menyatakan bahwa terdapat sembilan langkah yang
dilakukan dalam pengembangan tes hasil belajar, yaitu:

1. Menyusun spesifikasi tes. Hal-hal yang dilakukan ketika menyusun spesifikasi tes adalah
menentukan tujuan tes, menyusun kisi-kisi, memilih bentuk tes, dan tes sumatif. Hal ini
dilakukan agar mempermudah dalam menulis soal dan siapa saja yang menulis soal akan
menghasilkan tingkat kesulitan yang relatif sama.
2. Menulis soal tes. Penulisan soal merupakan penjabaran dari indikator menjadi
pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan perincian pada kisi-kisi yang
telah dibuat.
3. Menelaah soal tes. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir kesalahan atau kekurangan.
4. Melakukan uji coba tes. Uji coba tes dilakukan sebagai sarana memperoleh data empiris
tentang tingkat kebaikan soal yang telah disusun.
5. Menganalisis butir-butir soal tes. Dengan adanya analisis butir-butir soal tes dapat
dikatahui tingkat kesulitan butir soal, daya pembeda, dan efektivitas pengecoh.

Langkah-Langkah dan Prosedur Pengembangan Instrumen Tes

1. Memperbaiki tes. Langkah ini biasanya dilakukan tes butir soal, yaitu memperbaiki
masing-masing butir soal yang ternyata masih belum baik.
2. Merakit tes. Dalam merakit soal, hal-hal yang dapat memengaruhi validitas soal seperti
nomor urut soal, pengelompokkan bentuk soal, layout, dan sebagainya harus diperhatikan
karena walaupun butir-butir soal yang disusun sudah baik tetapi jika penyusunannya
sembarang dapat menyebabkan soal tersebut menjadi tidak baik.
3. Melaksanakan tes. Pelaksanaan tes dilakukan sesuai dengan waktu yang tekah ditentukan
dan diperlukan pengawasan agar tes benar-benar dikerjakan dengan jujur.
4. Menafsirkan hasil tes. Hasil tes menghasilkan data kuantitatis yang berupa skor. Skor ini
kemudian ditafsirkan sehingga menjadi nilai, yaitu rendah, menengah atau tinggi. Tinggi
rendahnya nilai selalu dikaitkan dengan acuan penilaian. Terdapat dua acuan penilaian
yang sering digunakan dalam dunia psikologi dan pendidikan, yaitu acuan norma dan
acuan kriteria.

A. Langkah-Langkah Penyusunan Instrumen Penyusunan Non–tes

1. Observasi

Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan


tingkah lakunya. Secara umum observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan
(data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Dalam menggunakan
metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko
pengamatan sebagai instrument. Observasi dapat dilakukan pada berbagi tempat misalnya kelas
pada waktu pelajaran, dihalaman sekolah pada waktu bermain, dilapangan pada waktu murid
olah raga, upacara dan lain-lain.Pengamatan ini dapat dilakukan pada waktu proses pembelajaran
berlangsung. Pengamatan terlebih dahulu harus menetapkan aspek-aspek tingkah laku apa yang
akan di amati, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Bentuk
pengisian pedoman bisa secara bebas dalam bentuk uraian, bisa pula dengan bentuk member
tanda cek (V) pada kolom jawaban observasi bila pedoman yang dibuat telah tersedia
jawabannya (terstruktur).

Ada tiga jenis observasi yaitu:

1. Observasi langsung

Pengamatan langsung adalah pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang
terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat.

2. Observasi dengan alat (tidak langsung)


Observasi ini dilaksanakan dengan menggunakan alat seperti miskroskop untuk
mengamati bakteri, surya kanta untuk melihat pori-pori kulit.

3. Observasi partisipasi

Observasi ini berarti bahwa pengamatan harus melibatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan
yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang diamati. Kelemahan yang sering terjadi dalam
observasi ada pada pengamat itu sendiri, misalnya kurang cermat, kurang konsentrasi, lekas
bosan sehingga hasil pengamatannya sering dipengaruhi oleh pendapatnya, bukan yang
ditunjukkan oleh objek yang diamatinya.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi langsung adalah


sebagai berikut:

1) Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah laku, misalnya
penampilan guru di kelas.
2) Berdasarkan gambaran dari langkah diatas, penilai menentukan segi-segi mana dari
perilaku guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan keperluannya.
3) Tentukan bentuk pedoman tersebut, apakah bentuk bebas (tak perlu ada jawaban, tetapi
mencatat apa yang tampak) atau pedoman yang berstruktur (memakai kemungkinan
jawaban).
4) Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dulu pedoman observasi yang telah dibuat
dengan calon observan agar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan
bagaimana cara mengisinya.
5) Bila ada hal khusus yang menarik, tetapi tidak ada dalam pedoman observasi, sebaiknya
disediakan catatan khusus atau komentar pengamat di bagian akhir pedoman observasi.

Berhasil tidaknya observasi sebagai alat penilaian bergantung pada pengamat, bukan pada
pedoman observasi. Oleh sebab itu, memilih pengamat yang cakap, mampu, dan menguasai segi-
segi yang diamati itu sangat diperlukan. Observasi untuk menilai proses pembelajaran dapat
dilaksanakan oleh guru di kelas pada saat siswa melakukan kegiatan belajar. Untuk itu guru tidak
perlu terlalu formal memperhatikan perilaku siswa, tetapi mencatat secara teratur gejala dan
perilaku yang ditunjukkan oleh siswa.
2. Wawancara (interview)

Wawancara atau interview merupakan salah satu alat penilaian nontes yang digunakan untuk
mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan responden dengan jalan Tanya jawab sepihak.
Atau dengan kata lain wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang
dilaksanakan dengan melakukan Tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan
dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Dikatakan sepihak karena pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan dalam kegiatan wawancara itu hanya berasal dari pihak pewawancara saja,
sementara responden hanya bertugas sebagai penjawab.

Ada dua jenis wawancara yaitu :

1. Wawancara terpimpin biasa juga disebut wawancara terstruktur atau wawancara


sistematis. Yang dimaksud wawancara terpimpin adalah suatu kegiatan wawancara yang
pertanyaan-pertanyaan serta kemungkinan-kemungkinan jawabannya itu telah
dipersiapkan pihak pewawancara, responden tinggal memilih jawaban yang sudah
dipersiapkan pewawancara.
2. Wawancara bebas atau wawancara tak terpimpin, pada wawancara seperti ini responden
diberi kebebasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pewawancara sesuai dengan
pendapatnya tanpa terikat oleh ketentuan-ketentuan yang telah dibuat pewawancara.

Sebagai alat penilaian, wawancara dapat dapat digunakan untuk menilai hasil dan proses belajar.
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara, yakni:

1) Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban sehingga siswa tidak merasa
takut, dan ia terdorong untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan benar atau
jujur.
2) Penggunaan pertanyaan, setelah kondisi awal cukup baik, barulah diajukan pertanyaan-
pertanyaan sesuai dengan tujuan wawancara. Pertanyaan diajukan secara bertahap dan
sistematis berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya.
3) Pencatatan hasil wawancara, hasil wawancara sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak
lupa.

Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara. Pedoman ini disusun
dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara.


2. Berdasarkan tujuan diatas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dalam wawancara
tersebut. Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yang bentuk berstruktur
ataukah bentuk terbuka.
3. Buatlah bentuk pertanyaan yang sesuai dengan analisis (c) diatas, yakni membuat
pertanyaan yang yang berstruktur atau yang bebas.

Ada baiknya dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara, baik pedoman
wawncara terpimpin atau untuk wawancara bebas.

3. Angket

Kelebihan kuesioner dari wawancara adalah sifatnya yang praktis, hemat waktu, tenaga, dan
biaya.Kelemahannya adalah jawaban sering tidak objektif, lebih-lebih bila pertanyaannya kurang
tajam dan memungkinkan siswa berpura-pura.Seperti halnya wawancara, kuesioner pun ada dua
macam, yakni kuesioner berstruktur dan kuesioner terbuka. Kelebihan masing-masing kuesioner
tersebut hampir sama dengan wawancara. Alternatif jawaban yang ada dalam kuesioner bisa juga
diinformasikan dalam bentuk simbol kuantitatif agar menghasilkan data interval.Caranya adalah
dengan jalan memberi skor terhadap setiap jawaban berdasarkan criteria tertentu. Petunjuk yang
lebih teknis dalam membuat kuesioner adalah sebagai berikut :

a) Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi kuesioner sambil dijelaskan
maksud dan tujuannya.
b) Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supaya tidak salah.
c) Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas responden.
d) Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa katergori atau bagian sesuai dengan variabel
yang diungkapkan sehingga mudah mengolahnya.
e) Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga tidak membingungkan dan
salah mengakibatkan penafsiran.
f) Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan yang lain harus dijaga
sehingga tampak logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis.
g) Usahakan kemungkinan agar jawaban, kalimat, dan rumusannya tidak lebih panjang
daripada pertanyaan.
h) Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan membosankan
responden sehingga pengisiannya tidak objektif lagi.
i) Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan sipengisi untuk menjamin
keabsahan jawabannya.

Tujuan penggunaan kuesioner dalam kegiatan pengajaran adalah :

a) Untuk memperoleh data mengenai latar belakang siswa sebagai bahan dalam
menganalisis tinglah laku hasil dan proses belajarnya.
b) Untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapainya dan proses belajar yang
ditempuhnya.
c) Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan program
pembelajaran.

Angket merupakan alat untuk mengumpulkan dan mencatat data, informasi, pendapat, dan
paham dalam hubungan kausal. Pada dasarnya angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang
harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Pada umumnya tujuan penggunaan angket
atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai
latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses
belajar mereka.

Angket adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Pembagiannya
dibedakan menjadi dua, yaitu pembagian kuesioner berdasarkan siapa yang menjawab, dan
pembagian berdasarkan cara menjawab. Ditinjau dari responden yang menjawab, maka angket
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a) Angket Langsung. Disebut angket langsung apabila angket dikirimkan dan diisi langsung
oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.
b) Angket Tidak Langsung. Angket diisi oleh orang yang bukan dimintai keterangan tentang
dirinya.

Berikut ini merupakan langkah-langkah menyusun angket :

1) Merumuskan tujuan
2) Merumuskan kegiatan
3) Menyusun langkah-langkah
4) Menyusun kisi-kisi
5) Menyusun panduan angket
6) Menyusun alat penilaian

4. Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis)

Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan, atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa
menguji juga dapat dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen
seperti infornasi mngenai riwayat hidup peserta didik atau pun orang tua peserta didik. Informasi
tersebut dapat direkam melalui sebuah dokumen berbentuk formulir yang harus diisi oleh peserta
didik saat pertama kali diterima sebagai siswa di sekolah yang bersangkutan.

5. Skala Sikap

Tes skala sikap adalah perasaan suka atau tidak suka atau kecenderungan seseorang
dalam merespon sesuatu atau objek. Seperti : sikap terhadap materi pelajaran, guru, proses
pembelajaran, norma-norma tertentu dan sebagainya.

Penilaian tes skala sikap atas 3 komponen berikut :

1) Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap objek.
2) Komponen kongnisi adalah kepercayaan atau keyakinan yang menjadi pegangan
seseorang.
3) Komponen konasi adalah kecenderunan untuk berperilaku atau berbuat dengan
cara-cara tertentu terhadap sesuatu objek.

6. Portofolio

Pengertian Portofolio, Secara etimologi, portofolio berasal dari dua kata, yaitu port
(singkatan dari report) yang berarti laporan dan folio yang berarti penuh atau lengkap. Jadi
portofolio berarti laporan lengkap segala aktivitas seseorang yang dilakukannnya (Erman S. A.,
2003 dalam Nahadi dan Cartono, 2007). Secara umum portofolio merupakan kumpulan dokumen
seseorang, kelompok, lembaga, organisasi, perusahaan atau sejenisnya yang bertujuan untuk
mendokumentasikan perkembangan suatu proses dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Portofolio dapat digunakan untuk menggambarkan mutu kinerja siswa yang ingin di evaluasi.
Dibidang pendidikan portofolio juga banyak digunakan untuk tujuan pengumpulan data kinerja
siswa.

Portofolio dapat berupa sekumpulan file yang terdiri atas topik pilihan tugas atau pekerjaan
yang telah dan akan diselesaikan siswa dalam satu semester, satu tahun atau sejak masuk sampai
selesai menjadi siswa atau mahasiswa, tergantung tujuan penggunaan portofolio tersebut. Alat ini
juga dapat menggambarkan kinerja siswa dalam satu atau beberapa mata peajaran atau bahkan
semua mata pelajaran yang telah dicapainya. Dilihat dari siapa sasarannya, portofolio dapat
bervariasi misalnya untuk satu orang siswa maupun satu group siswa untuk satu orang portofolio.
Di samping itu, portofolio dapat juga disimpan dalam map guru, dalam note book, kotak atau
dalam CD.

Langkah-langkah menyusun instrumen non-tes portofolio

1) Menetapkan tujuan portofolio


2) Menetapkan prosedur pengembangan portofolio
3) Melakukan tugas dan menyusun portofolio
4) Merangkum dan melaporkan
5) Mengadakan proses evaluasi
Daftar Pustaka
Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik Prosedur. Bandung.

Muchlisin, A. (Teknik Tes dan Non Tes Sebagai Alat Evaluasi Belajar). 2011.

Widoyoko, E. (2012). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai