Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian ilmiah pada hakikatnya merupakan penerapan metode ilmiah dalam
kegiatan keilmuan. Penelitian merupakan kegiatan mengji hipotesis, yaitu menguji
kecocokan antara teori dengan fakta empirik di dunia nyata.
Hipotesis merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin saja salah.
Hipotesis akan ditolak jika salah atau palsu dan akan diterima jika fakta-fakta
membenarkannya. Hipotesis adalah pernyataan yang diterima secara sementara
sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan
merupakan dasar kerja serta panduan dalam verifikasi.

Hipotesis adalah alat yang sangat besar kegunaannya dalam penyelidikan


ilmiah. Hipotesis menghubungkan teori dengan pengamatan, dan sebaliknya.
Hipotesis juga dapat menyatukan pengalaman dan penalaran sehingga menghasilkan
suatu alat yang sangat besar manfaatnya dalam mencari kebenaran. Hipotesis disusun
sesudah menemukan dan mengemukakan permasalahan serta pengkajian bahan
pustaka, pengetahuan ini sebagian diambil dari hasil-hasil serta problematik-
problematik yang timbul dari penyelidikan-penyelidikan yang mendahului, dari
renungan-renungan atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang masuk akal, ataupun
dari hasil-hasil penyelidikan eksploratif yang dilakukan sendiri.
Hipotesis dapat dirumuskan secara tepat sebagai suatu pernyataan sementara
yang diajukan untuk memecahkan suatu masalah. Hipotesis mengemukakan
pernyataan tentang harapan peneliti mengenai hubungan variable-variabel yang
diamati dan diukur. Hipotesis tersebut kemudian diuji dalam penelitian melalui suatu
analisis statistik.
Dalam kehidupan ini tentunya ada banyak hal yang membuat kita sering
menduga-duga tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Seringkali dugaan-dugaan
tersebut muncul karena adanya pengalaman akan hal yang sama atau setidaknya mirip

1
2

dengan kejadian yang tengah kita hadapi, dan dalam ranah penelitian dugan-dugan ini
sering disebut dengan hipotesis. Untuk itu agar lebih memahami tentang hipotesis dan
kegunaanya maka pada Bab Pembahasan ini akan diulas lebih dalam lagi mengenai
hipotesis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Hipotesis?
2. Apa tujuan dan kegunaan hipotesis?
3. Bagaimana ciri-ciri hipotesis?
4. Apa saja jenis-jenis hipotesis?
5. Apa saja syarat-syarat hipoesis?
6. Bagaimana merumuskan dan menggali hipotesis
7. Bagaimana menguji hipotesis?
8. Bagaiman tahap-tahap pemnbentukan hipotesis secara umum?
9. Bagaimana hipotesis kerja sebagai generalisasi alamiah?
10. Bagaimana tahap analisis data secara umum?
11. Bagaimana penelitian tanpa hipotesis?
12. Bagaimana contoh-contoh Hipotesis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa pengertian Hipotesis
2. Untuk mengetahui Apa tujuan dan kegunaan hipotesis
3. Untuk mengetahui Bagaimana ciri-ciri hipotesis
4. Untuk mengetahui Apa saja jenis-jenis hipotesis
5. Untuk mengetahui Apa saja syarat-syarat hipoesis
6. Untuk mengetahui Bagaimana merumuskan dan menggali hipotesis
7. Untuk mengetahui Bagaimana menguji hipotesis
8. Untuk mengetahui Bagaiman tahap-tahap pembentukan hipotesis secara
umum
3

9. Untuk mengetahui Bagaimana hipotesis kerja sebagai generalisasi alamiah


10. Untuk mengetahui Bagaimana tahap analisis data secara umum
11. Untuk mengetahui Bagaimana penelitian tanpa hipotesis
12 Untuk mengetahui Contoh-contoh Hipotesis
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hipotesis

Hipotesis berasal dari bahasa yunani ; hypo yang artinya di bawah, thesis
artinya pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian. Artinya, hipotesa merupakan
sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti
kaidah & kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti dan terarah. Dalam penggunaannya
sehari-hari, hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan
makna di dalamnya. Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap
masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data.

Oleh karena itu, setiap penelitian yang dilakukan memiliki suatu hipotesis
atau jawaban sementara terhadap penelitian yang akan dilakukan. Dari hipotesis
tersebut akan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan apakah hipotesis
tersebut benar adanya atau tidak benar. Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah
penelitian yang menggunakan pendekatankuantitatif. Pada penelitian kualitatif, tidak
dirumuskan hipotesis, tetapi justru diharapkan dapat ditemukan hipotesis. Selanjutnya
hipotesis, tersebut akan diuji oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap
masalah yangakan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul
tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis,
peneliti dapat saja dengansengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala
"esengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji
kebenarannya disebut teori.

5
6

Pengertian hipotesis menurut para ahli yaitu :


Menurut Sugiyono (2009: 96), hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang
diberikan baru didasarkan pada teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar kerangka pikir
yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Margono (2004: 80) menyatakan bahwa hipotesis berasal dari perkataan hipo
(hypo) dan tesis (thesis). Hipo berarti kurang dari, sedang tesis berarti pendapat. Jadi
hipotesis adalah suatu pendapat atau kesimpulan yang sifatnya masih sementara,
belum benar-benar berstatus sebagai suatu tesis. Hipotesis memang baru merupakan
suatu kemungkinan jawaban dari masalah yang diajukan. Ia mungkin timbul sebagai
dugaan yang bijaksana dari si peneliti atau diturunkan (deduced) dari teori yang telah
ada.

Pada bagian lain, Margono (2004: 67) pun mengungkapkan pengertian


lainnya tentang hipotesis. Ia menyatakan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara
terhadap masalah penelitian yang secara teoretis dianggap paling mungkin atau paling
tinggi tingkat kebenarannya. Secara teknik, hipotesis adalah pernyataan mengenai
keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya melalui data yang diperoleh dari
sampel penelitian. Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan keadaan
parameter yang akan diuji melalui statistik sampel.

Mengenai pengertian hipotesis ini, Nazir (2005: 151) menyatakan bahwa


hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap permasalahn penelitian, yang
kebenarannya harus diuji secara empiris. Trelease (Nazir, 2005: 151) memberikan
definisi hipotesis sebagai “suatu keterangan sementara sebagai suatu fakta yang dapat
diamati”. Sedangkan Good dan Scates (Nazir, 2005: 151) menyatakan bahwa
hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk
sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-kondisi
yang diamati, dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah penelitian
7

selanjutnya. Kerlinger (Nazir, 2005: 151) menyatakan bahwa hipotesis adalah


pernyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara dua atau lebih variabel.

Menurut Zuriah (2006:162) hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya


sementara terhadap pemasalahan yang diajukan dalam penelitian. Lanjutnya hipotesis
tersebut belum tentu benar, benar tidaknya suatu hipotesis tergantung hasil pengujian
data empiris.
Kerlinger (2006) menurutnya hipotesis merupakan pernyataan dugaan
(conjectural) tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis selalu
mengambil bentuk kalimat pernyataan dan menghubungkan secara umum maupun
khusus anatara variabel satu dengan yang lainnya.
Sudjana (2005) Mengatakan hipotesis sebagai asumsi atau dugaan sementara
menegenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan suatu hal yang sering dituntut
untuk melakukan pengecekan.
Dantes (2012) menyatakan hipotesis sebagai praduga atau asumsi yang harus
diuji melalui data atau fakta yang diperoleh dengan jalan penelitian.

Sementara itu hipotesis kerja baru terus menerus diusahakan agar dapat
ditemukan.
Berikut ini beberapa penjelasan mengenai Hipotesis yang baik :
a. Hipotesis harus menduga Hubungan diantara beberapa variabel.
Hipotesis harus dapat menduga hubungan antara dua variabel atau lebih, disini
harus dianalisis variabel-variabel yang dianggap turut mempengaruhi gejala-
gejala tertentu dan kemudian diselidiki sampai dimana perubahan dalam
variabel yang satu membawa perubahan pada variabel yang lain.
b. Hipotesis harus Dapat Diuji.
Hipotesis harus dapat di uji untuk dapat menerima atau menolaknya, hal ini
dapat dilakukan dengan mengumpulkan data-data empiris.
c. Hipotesis harus konsisten dengan keberadaan ilmu pengetahuan
8

Hipotesis tidak bertentangan dengan pengetahuan yang telah ditetapkan


sebelumnya. Dalam beberapa masalah, dan terkhusus pada permulaan
penelitian, ini harus berhati-hati untuk mengusulkan hipotesis yang
sependapat dengan ilmu pengetahuan yang sudah siap ditetapkan sebagai
dasar. Serta poin ini harus sesuai dengan yang dibutuhkan untuk memeriksa
literatur dengan tepat oleh karena itu suatu hipotesis harus dirumuskan
bedasar dari laporan penelitian sebelumnya.
d. Hipotesis Dinyatakan Secara Sederhana
Suatu hipotesis akan dipresentasikan kedalam rumusan yang berbentuk
kalimat deklaratif, hipotesis dinyatakan secara singkat dan sempurna dalam
menyelesaikan apa yang dibutuhkan peneliti untuk membuktikan hipotesis
tersebut.
2.2 Tujuan dan Kegunaan Hipotesis Dalam kegiatan penelitian

Tujuan adanya hipotesis yaitu:

a. Memberi jangkaan/ramalan sementara tentang fenomena: menghubungkan


fenomena dan penyelesaian masalah dengan badan pengetahuan berdasarkan
fakta yang diperolehi.
b. Memberi kenyataan hubungan yang boleh diuji secara langsung.
c. Memberi panduan penyelidikan: sebagai wakil objektif, hipotesis menentukan
apakah masalah dan bagaimana mengumpul (kaedah kajian), menganalisis &
mentakbir data dan menentukan asas pemilihan sampel.
d. Memberi kerangka laporan dapatan dan kesimpulan.
Hipotesis merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Pentingya hipotesis
dinyatakan oleh Furchan (2004: 115) yang mengungkapkan setidaknya ada dua alasan
yang mengharuskan penyusunan hipotesis. Kedua alasan tersebut ialah:

1. Hipotesis yang mempunyai dasar kuat menunjukkan bahwa peneliti telah


mempunyai cukup pengetahuan untuk melakukan peneliatian di bidang itu.
9

2. Hipotesis memberikan arah pada pengumpulan dan penafsiran data; hipotesis


dapat menunjukkan kepada peneliti prosedur apa yang harus diikuti dan jenis
data apa yang harus dikumpulkan. Dengan demikian dapat dicegah terbuang
sia-sianya waktu dan jerih payah peneliti. Perlu ditekankan bahwa hal ini
berlaku bagi semua jenis studi penelitian, tidak hanya yang bersifat
eksperimen saja.

Dalam penelitian, hipotesis merupakan hal yang sangat berguna. Terkait


dengan hal itu, Furchan (2004: 115) mengungkapkan kegunaan hipotesis penelitian,
yaitu:

a. Hipotesis memberikan penjelasan sementara

Kejelasan tentang gejala-gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan


dalam suatu bidang Untuk dapat sampai pada pengetahuan yang dapat dipercaya
mengenai masalah pendidikan, orang harus melangkah lebih jauh daripada sekedar
mengumpulkan fakta-fakta yang berserakan, untuk mencari generalisasi dan antar
hubungan yang ada di antara fakta-fakta itu. Antar-hubungan dan generalisasi ini
akan memberikan gambaran pola, yang penting bagi pemahaman persoalan. Pola
semacam itu tidak mungkin menjadi jelas selama pengumpulan data dilakukan tanpa
arah.

Hipotesis yang telah terencana dengan baik akan memberikan arah dan
mengemukakan penjelasan-penjelasan. Karena hipotesis itu dapat diuji dan divalidasi
(diuji keshahihannya) melalui penyelidikan ilmiah, maka hipotesis dapat membantu
kita memperluas pengetahuan.

b. Hipotesis memberikan suatu pernyataan hubungan yang berlangsung


dapat diuji dalam penelitian.

Pertanyaan tidak dapat diuji secara langsung. Penelitian memang dimulai


dengan suatu pertanyaan, tatapi hanya hubungan antara variable-variabel sajalah yang
10

dapat diuji. Misalnya, orang tidak akan menguji pertanyaan “Apakah komentar guru
terhadap pekerjaan murid menyebabkan peningkatan hasil belajar secara nyata?”
Akan tetapi orang dapat menguji hipotesis yang tersirat dalam pertanyaan tersebut:
“Komentar guru terhadap hasil pekerjaan murid menyebabkan meningkatnya hasil
belajar hasil belajar murid secara nyata”. Atau yang lebih spesifik lagi, “Skor hasil
belajar siswa yang menerima komentar guru atas pekerjaan mereka sebelumnya akan
lebih tinggi daripada skor siswa yang tidak menerima komentar guru atas pekerjaan
mereka sebelumnya”. Selanjutnya orang dapat meneliti hubungan antara kedua
variabel itu, yaitu komentar guru dan prestasi siswa.

c. Hipotesis memberikan arah kepada penelitian.

Hipotesis merupakan tujuan khusus. Dengan demikian hipotesis juga


menentukan sifat-sifat data yang diperlukan guna menguji pernyataan tersebut.
Secara sangat sederhana, hipotesis menunjukkan kepada peneliti apa yang harus
dilakukan.

Fakta-fakta yang harus dipilih dan diamati adalah fakta yang ada
hubungannya dengan pertanyaan tertentu. Hipotesislah yang menentukan relevansi
fakta-fakta itu. Hipotesis dapat memberikan dasar bagi pemilihan sampel serta
prosedur penelitian yang harus dipakai. Hipotesis juga dapat menunjukkan analisis
statistik yang diperlukan agar ruang lingkup studi tersebut tetap terbatas, dengan
mencegahnya menjadi terlalu sarat. Sebagai contoh, lihatlah kembali hipotesis
tentang latihan prasekolah anak-anak kelas satu yang mengalami hambatan kultural.
Hipotesis itu menunjukkan metode penelitian yang diperlukan serta sampel yang
harus dipakai. Hipotesis itu pun bahkan menuntun peneliti kepada tes statistik yang
mungkin diperlukan untuk menganalisis data. Dari pernyataan hipotesis itu, jelas
bahwa peneliti harus melakukan eksperimen yang membandingkan hasil belajar di
kelas satu dari sampel siswa yang mengalami hambatan kultural dan telah mengalami
program prasekolah dengan sekelompok anak serupa yang tidak mengalami program
11

prasekolah. Setiap perbedaan hasil belajar rata-rata kedua kelompok tersebut dapat
dianalisis dengan tes atau teknik analisis variansi, agar dapat diketahui
signifikansinya menurut statistik.

d. Hipotesis memberikan kerangka

Untuk melaporkan kesimpulan penyelidikan Hipotesis akan sangat


memudahkan peneliti kalau ia mengambil setiap hipotesis secara terpisah dan
menyatakan kesimpulan yang relevan dengan hipotesis itu. Artinya, peneliti dapat
menyusun bagian laporan tertulis ini di seputar jawaban-jawaban terhadap hipotesis
semula, sehingga membuat penyajian itu lebih berarti dan mudah dibaca.

George J. Mouley (dalam singh, 2006) menyatakan bahwa perumusan hipotesis


memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Hipotesis memberikan arahan dalam penelitian yang berguna untuk mencegah
kajian literature dan pengumpulan data yang tidak relevan
2. Hipotesis menambah kepekaan peneliti mengenai aspek-aspek tertentu dari
situasi yang tidak relevan dari sudut pandang masalah yang dihadapi
3. Hipotesis memungkinkan peneliti untuk memahami masalah yang diteliti
dengan lebih jelas
4. Hipotesis digunakan sebagai sebuah kerangka untuk meyakinkan peneliti.
2.3 Ciri-ciri Hipotesis

Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar.
Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun
hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika hipotesis tersebut masih
abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji
secara nyata. Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar,
sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:

a. Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk


menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu,
12

hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang


dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
b. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan
secaraoperasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah
harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan
diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
c. Hipotesis menyatakan variasi nilai, sehingga dapat diukur secara empiris dan
memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk
hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran,
atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai
yang mempunyai makna.
d. Hipotesis harus bebas nilai, Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan
preferensisubyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti
halnya dalam hipotesis.
e. Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat
dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang
diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat
digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis
yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak
ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis
bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik
metode pengamatan, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
f. Hipotesis harus spesifik, Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk
kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan
yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di
antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif).
13

Untuk menilai kelayakan hipotesis, ada beberapa kriteria atau ciri hipotesis
yang baik yang dapat dijadikan acuan penilaian Kriteria atau ciri hipotesis yang baik
menurut Furchan (2004: 121-129) yaitu:

1. Hipotesis harus mempunyai daya penjelas.


2. Hipotesis harus menyatakan hubungan yang diharapkan ada di antara
variabel-variabel.
3. Hipotesis harus dapat diuji,
4. Hipotesis hendaknya konsisten dengan pengetahuan yang sudah ada.
5. Hipotesis hendaknya dinyatakan sederhana dan seringkas mungkin.

Menurut Nazir (2005: 152) hipotesis yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: harus menyatakan hubungan, harus sesuai dengan fakta, harus berhubungan
dengan ilmu, serta sesuai dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan, harus dapat diuji,
harus sederhana, harus bisa menerangkan fakta.

a. Hipotesis harus menyatakan hubungan

Hipotesis harus merupakan pernyataan terkaan tentang hubungan-


hubungan Antar variabel. Ini berarti bahwa hipotesis mengandung dua atau lebih
variable -variabel yang dapat diukur ataupun secara potensial dapat diukur.
Hipotesis menspesifikasikan bagaimana variabel-variabel tersebut berhubungan.
Hipotesis yang tidak mempunyai ciri di atas, sama sekali bukan hipotesis dalam
pengertian metode ilmiah.

b. Hipotesis harus sesuai dengan fakta

Hipotesis harus cocok dengan fakta Artinya, hipotesis harus


terang.Kandungan konsep dan variabel harus jelas. Hipotesis harus dapat dimengerti,
dan tidak mengandung hal-hal yang metafisik. Sesuai dengan fakta, bukan
berarti hipotesis baru diterima jika hubungan yang dinyatakan harus cocok
dengan fakta.
14

c. Hipotesis harus berhubungan dengan ilmu

Sesuai dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan hipotesis juga harus tumbuh


dari hal yang ada hubunganya dengan ilmu pengetahuan dan berada dalam bidang
penelitian yang sedang dilakukan. Jika tidak maka hipotesis bukan lagi terkaan,
tetapi merupakan suatu pertanyaan yang tidak berfungsi sama sekali.

d. Hipotesis harus dapat diuji

Hipotesis harus dapat diuji, baik dengan nalar dan kekuatan memberi
alasan ataupun dengan menggunakan alat- alat statistika.Alasan yang
diberikan biasanya bersifat deduktif. Sehubungan dengan ini, maka supaya dapat
diuji, hipotesis harus spesifik. Pernyataan hubungan antar variabel yang terlalu
umum biasanya akan memperoleh banyak kesulitan dalam pengujian kelak.

e. Hipotesis harus sederhana

Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk yang sederhana dan terbatas


untuk mengurangi timbulnya kesalahpahaman pengertian. Semakin spesifik atau
khas sebuah hipotesis dirumuskan, semakin kecil pula kemungkinan terdapat
salah pengertian dan semakin kecil pula kemungkinan memasukkan hal-hal yang
tidak relevan ke dalam hipotesis.

f. Hipotesis harus bisa menerangkan fakta

Hipotesis juga harus dinyatakan dalam bentuk yang dapat menerangkan


hubungan fakta-fakta yang ada dan dapat dikaitkan dengan teknik pengujian
yang dapat dikuasai. Hipotesis harus dirumuskan sesuai dengan kemampuan
teknologi serta keterampilan menguji dari si peneliti. Secara umum, menurut
Nazir (2005: 153) hipotesis yang baik harus mempertimbangkan semua fakta-
fakta yang relevan, harus masuk akal dan tidak bertentangan dengan hukum alam
yang telah diciptakan Tuhan. Hipotesis harus dapat diuji dengan aplikasi deduktif
atau induktif untuk verifikasi.
15

Dalam kegiatan penelitian, hipotesis merupakan sesuatu yang harus

dilakukan. Pentingnya hipotesis dinyatakan oleh Furchan (2004: 115) yang


mengungkapkan setidaknya ada dua alasan yang mengharuskan penyusunan
hipotesis. Kedua alasan tersebut ialah:

1. Hipotesis yang mempunyai dasar kuat menunjukkan bahwa peneliti telah


mempunyai cukup pengetahuan untuk melakukan penelitian di bidang itu.
2. Hipotesis memberikan arah pada pengumpulan dan penafsiran data,
hipotesis dapat menunjukkan kepada peneliti prosedur apa yang harus
diikuti dan jenis data apa yang harus dikumpulkan. Dengan demikian
dapat dicegah terbuang sia-sianya waktu dan jerih payah peneliti. Perlu
ditekankan bahwa hal ini berlaku bagi semua jenis studi penelitian,
tidak hanya yang bersifat eksperimen saja.

Dengan demikian secara umum, hipotesis yang baik harus


mempertimbangkan fakta-fakta yang relevan, harus masuk akal dan tidak
bertentangan dengan hukum alam yang telah diciptakan Tuhan. Hipotesis harus dapat
diuji dengan aplikasi deduktif atau induktif untuk verifikasi. Hipotesis induktif dan
deduktif yaitu :
a. Hipotesis induktif

Pada prosedur induktif, peneliti merumuskan hipotesis sebagai suatu


generalisasi dari hubungan-hubungan yang di amati. Maksudnya yaitu peneliti
melakukan pengamatan terhadap tingkah laku, memperhatikan kecenderungan-
kecenderungan atau kemungkinan adanya hubungan-hubungan, dan kemudian
merumuskan penjelasan sementara tentang tingkah laku yang diamati. Proses ini
harus disertai dengan pengkajian hasil penelitian lain yang relevan dengan
permasalahan yang telah ditentukan.

Prosedur induktif merupakan sumber hipotesis yang sangat berguna bagi para
guru kelas, karena dapat mengamati tingkah laku siswa setiap hari dan mencoba
16

menghubungkannya aktivitas guru selama pembelajaran, atau dengan perubahan di


lingkungan sekolah. Berdasarkan hal ini guru dapat merumuskan suatu generalisasi
yang mencoba menjelaskan hubungan dari fakta-fakta yang diamati.

Dalam proses induktif, peneliti melakukan pengamatan, memikirkan


persoalan, membavca bahan pustaka untuk mencari petunjuk, melakukan pengamatan
tambahan, da kemudian merumuskan hipotesis yang mencoba menjelakan tingkah
laku yang di amati. Selanjutnya hipotesis diuji dalam kondidi yang terkendali atau
control untuk menyelidiki secara ilmiah asumsi guru tentang hubungan antar
variabel-variabel penelitian.

b. Hipotesis deduktif

Berbeda dengan hipotesis yang dirumuskan sebagai generalisasi dari


hubungan yang diamati, ada hipotesis yang ditarik secara deduktif teori. Hipotesis ini
mempunyai kelebihan dapat mengarah pada sistem pengetahuan yang lebih umum,
karena kerangka untuk menempatkannya secara berarti dalam bangunan pengetahuan
yang telah ada dalam teori itu sendiri, ilmu tidak dapat berkembang seacara efisien
kalu setiap studi tetap merupakan upaya yang terpisah-pisah. Ilmu menjadi kumulatif
dengan membangun di atas kumpulan fakta dan teori yang ada. Hipotesis yang
berasal dari suatu teori disenut hipotesis duduktif.

Teori menyatakan hubungan-hubungan yang dipercaya ada di dalam


kumpulan fakta yang komprehensif. Kebanyakan teori bukan merupakan spekulasi
saja, melainkan dibangun diatas fakta-fakta yang sudah diketahui sebelumnya. Teori
yang baik menata appa yang sudah diketahui serta memberikan kerangka untuk
meramalkan apa yang masih belum diketahui. Kemudian melalaui penalaran deduktif
dari suatu teori, dirumuskan hipotesis-hipotesis, pada tahap pembentukan hipotesis,
orang tidak tahu apakah deduktif-deduktif ini benar atau tidak. Data empiris
mengenai hipotesis tersebut harus diperoleh. Apabila data terebut mendukung
17

hipotesis, maka hasil penelitian tersebut kemudian dapat di masukkan ke dalam teori.
Proses ini berfungsi sebagai tehnik untuk menguji kemampuan suatu teori.

2.4 Jenis-jenis Hipotesis


Untuk membedakan jenis-jenis hipotesis, penulis mengutip pendapat Nazir
(2005: 153-154) yang menyatakan bahwa hipotesis dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis, dan tergantung dari pendekatan dalam membaginya.

Pengklasifikasian atau jenis-jenis hipotesis diungkapkan oleh Sugiyono


(2001: 83-86). Ia menyatakan bahwa menurut tingkat eksplanasi yang akan duji,
maka rumusan hipotesis dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu hipotesis
deskriptif, komparatif dan hubungan.

a. Hipotesis Deskriptif

Menurut Sugiyono (2001: 83) hipotesis deskriptif adalah dugaan tentang nilai
suatu variabel mandiri, tidak membuat perbandingan atau hubungan. Sebagai contoh,
bila rumusan masalah penelitian sebagai berikut ini, maka hipotesis (jawaban
sementara) yang dirumuskan adalah hipotesis deskriptif yaitu :

 Seberapa tinggi daya tahan lampu merk X?


 Seberapa tinggi produktivitas padi di kabupaten Klaten?
 Berapa lama daya tahan lampu merk A dan B?
 Seberapa baik gaya kepemimpinan di lembaga X?

Dari tiga pernyataan tersebut antara lain dapat dirumuskan hipotesis seperti
berikut:

 Daya tahan lampu merk X = 800 jam


 Produktivitas padi di Kabupaten Klaten 8 ton/ha.
 Daya tahan lampu merk A=450 jam dan merk B=600 jam.
 Gaya kepemimpinan di lembaga X telah mencapai 70% dari yang diharapkan.

Dalam perumusan hipotesis statistik, antara hipotesis nol dengan hipotesis


alternatif selalu berpasangan, bila salah satu ditolak, maka yang lain pasti diterima
18

sehingga dapat dibuat keputusan yang tegas, yaitu kalau Ho ditolak pasti alternatifnya
diterima. Hipotesis statistik dinyatakan melalui simbol-simbol. Hipotesis statistik
dirumuskan dengan simbol-simbol statistik, dan antara hipotesis nol (Ho) dan
alternatif selalu dipasangkan. Dengan dipasangkan itu maka dapat dibuat keputusan
yang tegas, mana yang diterima dan mana yang ditolak.

Berikut ini diberikan contoh berbagai pernyataan yang dapat dirumuskan


hipotesis deskriptif statistiknya yaitu:

 Suatu perusahaan minuman harus mengikuti ketentuan, bahwa salah satu


unsur kimia hanya boleh dicampurkan paling banyak 1%. (paling banyak
berarti lebih kecil atau sama dengan: ≤). Dengan demikian rumusan
hipotesisnya adalah: Ho = µ ≤ 0,01 (lebih kecil atau sama dengan) Ha = µ >
0,01 (lebih besar) Dapat dibaca: hipotesis nol untuk parameter populasi
berbentuk proporrsi (1% : proporsi) lebih kecil atau sama dengan 1%, dan
hipotesis alternatifnya, untuk populasi yang berbentuk proporsi lebih besar
dari 1%. b. Suatu bimbingan tes menyatakan bahwa murid yang dibimbing di
lembaga itu, paling sedikit 90% dapat diterima di perguruan tinggi negeri.
Rumusan hipotesis statistik adalah: Ho : µ ≥ 0,90 Ha : µ < 0,90 c. Seorang
peneliti menyatakan bahwa daya tahan lampu merk A = 450 jam dan B = 600
jam. Hipotesis statistiknya adalah: Lampu A: Lampu B: Ho : µ = 450 jam Ho :
µ = 600 jam Ha : µ ≠ 450 jam Ha : µ ≠ 600 jam. Harga dapat diganti dengan
nilai rata-rata sampel, simpangan baku dan varians. Hipotesis pertama dan
kedua diuji dengan uji satu satu pihak (one tail) dan ketiga dengan dua pihak
(two tail).
a. Hipotesis Komparatif

Menurut Sugiyono (2001: 85) hipotesis komparatif adalah pernyataan yang


menunjukkan dugaan nilai dalam satu variabel atau lebih pada sampel yang berbeda.
Contoh rumusan masalah komparatif dan hipotesisnya: a. Adakah perbedaan daya
tahan lampu merk A dan B? b. Adakah perbedaan produktivitas kerja antara pegawai
19

golongan I, II dan III? Adapun rumusan hipotesis adalah: a. – Tidak terdapat


perbedaan daya tahan lampu antara lampu merk A dan B - Daya tahan lampu merk B
paling kecil sana dengan lampu merk A - Daya tahan lampu merk B paling tinggi
sama dengan lampu merk A Hipotesis statistiknya adalah: - Ho : µ1 = µ2

Ha : µ1 ≠ µ2 - Ho : µ1 ≥ µ2 Ha : µ1 < µ2 - Ho : µ1 ≤ µ2 Ha : µ1 > µ2

b. Tidak terdapat perbedaan (persamaan) produktivitas kerja antara golongan I, II, III.
- Ho : µ1 = µ2 = µ3 Ha : µ1 ≠ µ2 = µ3 (salah satu berbeda sudah merupakan Ha)
Dalam hal ini harga µ (mu) dapat merupakan rata-rata sampel, simpangan baku,
varians dan proporsi.

Rumusan uji hipotesis dua pihak

Rumusan uji hipotesis pihak kiri

Rumusan uji hipotesis pihak kanan

b. Hipotesis Hubungan (Asosiatif)

Sugiyono (2001: 86) menyatakan bahwa hipotesis asosiatif adalah suatu


pernyataan yang menunjukkan dugaan tentang hubungan antara dua variabel atau
lebih. Contoh rumusan masalahnya adalah “Adakah hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan efektivitas kerja?”. Rumus dan hipotesis nolnya adalah: Tidak
ada hubungan antara gaya kepemimpinan dengan efktivitas kerja. Hipotesis
statistiknya adalah: Ho : ρ = 0 Ha : ρ ≠ 0 Dapat dibaca: hipotesis nol, yang
menunjukkan tidak adanya hubungan (nol = tidak ada hubungan) antara gaya
kepempinan dengan efektivitas kerja dalam populasi. Hipotesis alternatifnya
menunjukkan ada hubungan (tidak sama dengan nol, mungkin lebih besar dari nol
atau lebih kecil dari nol).
20

Adapun jenis hipotesis yang sering digunakan untuk penelitian yaitu :

1. Hipoteisis Deskriptif, jawaban sementara yang disusun dalam bentuk kalimat


biasa. Harus didukung oleh argumentasi yang kuat berdasarkan teori atau
konsep yang relevan.
2. Hipotesis Statistik, adalah hipotesis yang diformulasikan secara stastistik dan
menggunakan simbol-simbol tertentu. Simbol yang digunakan biasanya H0
dan H1.
Menurut Suharsimi Arikunto, jenis Hipotesis penelitian pendidikan dapat di
golongkan menjadi dua yaitu :
a. Hipotesis Kerja, atau disebut juga dengan Hipotesis alternatif (Ha). Hipotesis
kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau adanya
perbedaan antara dua kelompok.
b. Hipotesis Nol (Null hypotheses) Ho. Hipotesis nol sering juga disebut
Hipotesis statistik,karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat
statistik, yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Bertolak pada pemikiran
diatas dapat penulis kemukakan bahwa dalam penelitian ini penulis
mengajukan hipotesis kerja dan hipotesis nihil (nol).
2.5 Syarat-syarat Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang penting kedudukannya dalam
penelitian. Oleh karena itulah maka dari peneliti dituntut kemampuannya untuk dapat
merumuskan hipotesis ini dengan jelas. Borg dan Gall (1979: 61) mengajukan adanya
persyaratan untuk hipotesis sebagai berikut:
a. Hipotesis harus dirumuskan dengan singkat tetapi jelas.
b. Hipotesis harus dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua atau
lebih variabel.
c. Hipotesis harus didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli
atau hasil penelitian yang relevan.
21

2.6 Merumuskan dan Menggali Hipotesis

Hipotesis dapat berfungsi sebagai penuntun dalam proses penelitian khususnya


dalam pengumpulan data penelitian, tehnik merumuskannya dapat mengikuti saran-
saran sebagai berikut:

a. Hipotesis itu hendaknya menyatakan keterkaitan antara dua atau lebih


variabel. Karena penelitian ilmiah adalah suatu proses untuk mengungkap
ketekaitan baik dalam bentuk pengaruh, hubungan, atau sekedar perbedaan
antara variabel yang satu dengan yang lainya.
b. Hipotesis dirumuskan dalam bentuk kalimat deklaratif atau kalimat
pernyataan.
c. Hipotesis sebaiknya dirumuskan dalam kalimat yang jelas dan padat.
d. Hipotesis hendaknya dapat diteliti. Karena hipotesi yang baik harus dapat
menggambarkan akan ketersediaan data yang cukup memadai sehingga dapat
diuji.
Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang penting kedudukannya dalam
penelitian. Oleh karena itulah maka peneliti dituntut kemampuannya untuk dapat
merumuskan hipotesis ini dengan jelas. Borg dan Gall (Arikunto, 2002: 66)
mengajukan adanya persyaratan untuk hipotesis, yaitu:
1. Hipotesis harus dirumuskan denga singkat tetapi jelas.
2. Hipotesis harus dengan nyata menunjukkan adanya hubungan antara dua atau
dua lebih variabel.
3. Hipotesis harus didukung oleh teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli
atau hasil penelitian yang relevan.
Surachmad (1978), mengemukakan ciri-ciri hipotesis yang baik yaitu :
a. Hipotesis harus tumbuh dari atau ada hubunganya dengan lapangan ilmu
pengetahuan yang sedang dijelajahi oleh penyelidik.
22

b. Hipotesis harus dapat diuji.


c. Hipotesis harus sederhana dan terbatas dan sederhana.
Nazir (2005: 154) menyatakan bahwa menemukan suatu hipotesis merupakan
kemampuan peneliti dalam mengaitkan masalah-masalah dengan variabel-variabel
yang dapat diukur dengan menggunakan suatu kerangka analisis yang dibentuknya.
Menggali dan merumuskan hipotesis mempunyai seni tersendiri.
Menurut Nazir (2005: 154) dalam menggali hipotesis, si peneliti harus :
a) Mempunyai banyak informasi tentang masalah yang ingin dipecahkan dengan
jalan banyak membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan
penelitian yang sedang dilaksanakan.
b) Mempunyai kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang tempattempat,
objek-objek serta hal-hal yang berhubungan satu sama lain dalam fenomena
yang sedang diselidiki.
c) Mempunyai kemampuan untuk menghubungkan suatu keadaan dengan
keadaan lainnya yang sesuai dengan kerangka teori ilmu dan bidang yang
bersangkutan.
Dalam penelitian ilmu-ilmu sosial yang telah cukup berkembang seperti ilmu
ekonomi misalnya, perumusan hipotesis dimulai dengan pembentukan kerangka
analisis. Kerangka analisis ini biasanya dinyatakan dalam model matematika.
Hipotesis- hipotesis dikaitkan dengan model matematika tersebut, yang kemudian
diuji dengan menggunakan data empiris.
Pendapat lainnya mengenai sumber hipotesis diungkapkan oleh Good dan
Scates (Nazir, 2005: 155). Ia memberikan beberapa sumber yang dapat digunakan
untuk menggali hipotesis, yaitu:

a. Ilmu pengetahuan dan pengertian yang mendalam tentang ilmu.


b. Wawasan serta pengertian yang mendalam tentang suatu wawasan.
c. Imajinasi atau angan-angan.
d. Materi bacaan dan literatur.
23

e. Pengetahuan tentang kebiasaan atau kegiatan dalam daerah yang sedang


diselidiki. 6. Data yang tersedia.
f. Analogi atau kesamaan.

2.7 Menguji Hipotesis


Suatu hipotesis harus dapat diuji berdasarkan data empiris, yakni berdasarkan
apa yang dapat diamati dan dapat diukur. Untuk itu peneliti harus mencari situasi
empiris yang memberi data yang diperlukan. Setelah kita mengumpulkan data,
selanjutnya kita harus menyimpulkan hipotesis, apakah harus menerima atau menolak
hipotesis. Ada bahayanya seorang peneliti cenderung untuk menerima atau
membenarkan hipotesisnya, karena ia dipengaruhi bias atau perasangka. Dengan
menggunakan data kuantitatif yang diolah menurut ketentuan statistik dapat
ditiadakan bias itu sedapat mungkin, jadi seorang peneliti harus jujur, jangan
memanipulasi data, dan harus menjunjung tinggi penelitian sebagai usaha untuk
mencari kebenaran.
Berikut ini langkah-langkah pengujian hipotesis:

a. Mengumpulkan data, yaitu data yang diperoleh dari penelitian.

b. Menentukan hipotesis statistik, yaitu merumuskan H0 dan H1.

c. Menentukan taraf signifikansi, yaitu menentukan taraf nyata atau kepercayaan


data hasil penelitian.

d. Menentukan statistik uji, yaitu menentukan statistik atau rumus yang akan
digunakan untuk menguji hipotesis.

e. Menentukan kriteria keputusan, yaitu criteria untuk menerima atau menolak


hipotesis.

f. Melakukan perhitungan, yaitu menghitung data yang diperoleh dari penelitian


dengan menggunakan statistik uji yang telah ditentukan.

g. Menarik kesimpulan, yaitu keputusan untuk menerima tau menolak hipotesis.


24

h. Interpretasi, yaitu menyatakan hasil kesimpulan dalam bentuk kalimat atau


bahasa yang mudah dipahami.

Menurut Furchan (2004: 130-131), untuk menguji hipotesis peneliti harus


melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Menarik kesimpulan tentang konsekuensi-konsekuensi yang akan dapat


diamati apabila hipotesis tersebut benar.

2. Memilih metode-metode penelitian yang akan memungkinkan pengamatan,


eksperimentasi, atau prosedur lain yang diperlukan untuk menunjukkan
apakah akibat-akibat tersebut terjadi atau tidak.

3. Menerapkan metode ini serta mengumpulkan data yang dapat dianalisis untuk
menunjukkan apakah hipotesis tersebut didukung oleh data atau tidak.

Seperti telah diketahui bersama bahwa fungsi hipotesis adalah untuk


memberikan suatu pernyataan terkaan tentang hubungan tentatif antara fenomena-
fenomena dalam penelitian. Kemudian hubungan-hubungan ini akan diuji
validitasnya menurut teknik-teknik yang sesuai untuk keperluan pengujian. Bagi
seorang peneliti, hipotesis bukan bukan merupakan suatu hal yang menjadi vested
interest, dalam artian bahwa hipotesis harus selalu diterima kebenarannya. Jika
hipotesis ditolak karena tidak sesuai dengan data, misalnya, keadaan ini tidak
berarti si peneliti akan kehilangan muka. Bahkan harga diri peneliti akan naik jika
si peneliti dapat menerangkan mengapa hipotesisnya tidak valid. Penolakan
hipotesis dapat merupakan penemuan yang positif, karena telah memecahkan
ketidaktahuan (ignorance) universal dan memberi jalan kepada hipotesis yang
lebih baik. Akan tetapi, seorang ilmuwan tidak dapat mengetahui bukti positif
atau negatif kecuali ilmuwan tersebut mempunyai hipotesis dan dia telah menguji
hipotesis tersebut.

Hipotesis tidak pernah dibuktikan kebenarannya, tetapi diuji validitasnya.


Kecocokan hipotesis dengan fakta bukanlah membuktikan hipotesis, karena bukti
25

tersebut memberikan alasan kepada kita untuk menerima hipotesis, dan hipotesis
adalah konsekuensi logis dari bukti yang diperoleh. Untuk menguji hipotesis
diperlukan data atau fakta-fakta. Kerangka pengujian harus ditetapkan terlebih
dahulu sebelum si peneliti mengumpulkan data. Pengujian hipotesis memerlukan
pengetahuan yang luas mengenai teori, kerangka teori, penguasaan penggunaan
teori secara logis, statistik, dan teknik-teknik pengujian.

Cara pengujian hipotesis bergantung dari metode dan disain penelitian yang
digunakan. Yang penting disadari adalah hipotesis harus diuji dan dievaluasikan.
Apakah hipotesis tersebut cocok dengan fakta atau dengan logika? Ilmuwan tidak
akan mengakui validitas ilmu pengetahuan jika validitas tidak diuji secara
menyeluruh. Satu kesalahan besar telah dilakukan jika dipikirkan bahwa hipotesis
adalah fakta, walau bagaimanapun baiknya kita memformulasikan hipotesis
tersebut.

Secara umum hipotesis dapat diuji denga dua cara, yaitu mencocokkan
dengan fakta, atau dengan mempelajari konsistensi logis. Dalam menguji
hipotesis dengan mencocokkan fakta, maka diperlukan percobaan-percobaan
untuk memperoleh data. Data tersebut kemudian kita nilai untuk mengetahui
apakah hipotesis tersebut cocok dengan fakta tersebut atau tidak. Cara ini biasa
dikerjakan dengan menggunakan disain percobaan. Jika hipotesis diuji dengan
konsistensi logis, maka si peneliti memilih suatu desain di mana logika dapat
digunakan, untuk menerima atau menolak hipotesis. Cara ini sering digunakan
dalam menguji hipotesis pada penelitian yang menggunakan metode
noneksperimental seperti metode deskriptif, metode sejarah, dan sebagainya.

2.8 Tahap-Tahap Pembentukan Hipotesis Secara Umum


Tahap-tahap pembentukan hipotesis pada umumnya sebagai berikut:
a. Penentuan masalah
26

Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya


timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat
diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah diketahui.
Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang
tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk
perumusan masalah.
b. Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis)
Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua
kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa
preliminer,observasi tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan
dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan
dengan masalahyang dihadapi.
Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis
priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan
sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian
sebenarnya dilaksanakan.
c. Pengumpulan fakta
Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu
hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang
perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
d. Formulasi hipotes
Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak
dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan
tertentu diantara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas
menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh
dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua
benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal
dengan hukum gravitasi.
e. Pengujian hipotesa
27

Artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diobservasi dalam


istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok
dengan fakta maka disebut konfirmasi. Terjadi falsifikasi (penyalahan) jika usaha
menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa, dan
bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang
dinamakan koroborasi(corroboration). Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi
atau koroborasi dapat disebut teori.
d) Aplikasi/penerapan
Apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah
ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta.
Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.
Maka dari itu kita juga harus mengetahui manfaat dari sebuah hipotesis,
karena hipotesis banyak memberikan manfaat, baik dalam proses dan langkah
penelitian maupun dalam memberikan penjelasan suatu gejala yang diteliti. Manfaat
hipotesis bagi proses dan langkah penelitian, terutama dalam menentukan proses
pengumpulan data, seperti metode penelitian, instrument yang harus digunakan,
sampel atau sumber data, dan teknik analisis data. Unsur-unsur tersebut dapat
ditetapkan berdasarkan rumusan hipotesis.
Dengan kata lain, hipotesis dapat member petunjuk yang baik terhadap
kegiatan penelitian, khususnya proses pengumpulan data. Adapun manfaat hipotesis
dalam hal penjelasan gejala yang diteliti dapat dilihat dari pernyataan hubungan
variable-variabel penelitian. Manfaat lain dari hipotesis ialah memudahkan peneliti
dalam menarik kesimpulan penelitian, yakni menarik pernyataan-pernyataan hipotesis
yang telah teruji kebenarannya. Dengan demikian, akan mempermudah peneliti
maupun pembaca menangkap makna kesimpulan penelitian.
2.9 Hipotesis kerja sebagai generalisasi alamiah
Hipotesis kerja berasal dari perumusan klasik (Cronbach, 1975), kemudian
ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985:123-125). Menurut Cronbach, jika
28

penelitian berpindah dari satu situasi ke situasi yang lain, tugasnya menguraikan dan
menafsirkan akibat yang baru. Hal itu dilakukan dalam kerangka kenaikan yang
ditemukan dalam setiap situasi yang baru. Generalisasi barulah datang kemudian. Jika
kita memberikan bobot yang tepat terhadap kondisi setempat, generalisasi apa pun
yang ditarik merupakan hipotesis kerja bukanlah kesimpulan.
Kondisi setempat membuat seseorang sukar sekali mengadakan generalisasi.
Masalahnya terletak senantiasa pada adanya perbedaan dalam konteks dari satu
situasi ke situasi lainnya, bahkan pada satu situasi pun terjadi perbedaan sepanjang
masa. Jadi, bagaimanakah seseorang mengatakan bahwa satu hipotesis kerja yang
dikembangkan pada konteks A dapat diaplikasikan pada konteks B?. Menurut Lincoln
dan Guba (1985:123-125) hal itu dapat dicapai melalui penerapan criteria empiris dan
strategis deskripsi suatu situasi. Kriteria tersebut adalah dapatnya ditransfer dan
kesamaan (simillarity) antara dua konteks yang dinamakan kecocokan (fittingness).
Kecocokan didefinisikan sebagai derajat kesesuaian antara konteks pengirim dan
penerima. Jika konteks A dan konteks B secukupnya sesuai (congruence), maka
hipotesis kerja konteks pengirim sebelumnya dapat diaplikasikan pada konteks
penerima.
Sewaktu memanfaatkan generalisasi dalam bentuk hipotesis kerja tersebut,
tetap ada persoalan yang dihadapi ditinjau dari segi paradigma alamiah. Seorang
peneliti tidaklah cukup apabila hanya mengasumsikan bahwa kedua konteks, baik
pengirim maupun penerima, itu sama. Hal demikian lazim dilakukan dalam penelitian
konvensional, yaitu menggeneralisasikan suatu konsep dengan jalan mengasumsikan
bahwa konteks teresebut berasal dari konteks sampel yang representative, kemudian
digeneralisasikan pada populasi yang diasumsikan memiliki cirri-ciri yang sama.
Dari segi penelitian kualitatif hal demikian belumlah cukup. Peneliti yang
ingin membuat keputusan tentang dapatnya dialihkan hal tersebut, jelas masih
bergantung pada kriteria kecocokannya. Untuk itu seseorang memerlukan informasi
tentang kedua konteks teresebut agar keputusan yang dibuat benar-benar terjamin.
Peneliti sangat perlu menyediakan informasi yang cukup sebagai dasar membuat
29

keputusan. Informasi ini dinamakan uraian rinci. Menyusun uraian rinci merupakan
strategi suatu situasi.
Menyusun uraian rinci pada dasarnya bergantung pada focus konteks. Uraian
tersebut hendaknya memaparkan secara khusus segala sesuatu yang perlu diketahui
oleh pembaca agar ia dapat memahami penemuan-penemuan.

2.10 Tahap analisis data secara umum


Menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja. Sejak menganalisis data
di lapangan, peneliti sudah mulai menemukan tema dan hipotesis kerja. Pada analisis
yang dilakukan secara lebih intensif, tema dan hipotesis kerja lebih diperkaya,
diperdalam, dan lebih ditelaah lagi dengan menggabungkan data dari sumber-sumber
lainnya. Sebenarnya tidak ada formula yang dapat digunakan untuk merumuskan
hipotesis kerja. Menganalisis berdasarkan hipotesis kerja. Sesudah menformulasikan
hipotesis kerja, peneliti mengalihkan pekerjaan analisisnya dengan mencari dan
menemukan apakah hipotesis kerja itu didukung atau ditunjang oleh data dan apakah
hal itu benar. Dalam hal demikian peneliti barangkali akan mengubah,
menggabungkan, atau membuang beberapa hipotesis kerja.
Apabila peneliti telah menemukan seperangkat hipotesis kerja dasar, maka
pekerjaan selanjutnya adalah menyusun kode tersendiri atas dasar hipotesis kerja
dasar tersebut. Data yang telah teresusun dikelompokkan berdasarkan hipotesis kerja
dasar tersebut. Beberapa jumlah data yang menunjang suatu hipotesis kerja dasar
bergantung pada kualitas dan kuantitas data dan bergantung pula pada perhatian dan
tujuan penelitian. Data yang dikode tidak perlu secara ketat menunjang hanya satu
hipotesis kerja, artinya satu data barangkali menunjang dua atau lebih hipotesis kerja.
Pekerjaan analisis demikian memerlukan ketekunan, ketelitian, dan perhatian
khusus serta kemampuan khusus pada peneliti. Oleh karena itu, sebaiknya peneliti
sendiri yang melakukannya. Apabila ia memerlukan bantuan tenaga, tenaga pembantu
itu hanyalah membantu mencarikan atau menemukan data, dan peneliti sendirilah
30

yang memutuskan apakah menunjang atau tidak menunjang hipotesis kerja tertentu.
Sehubungan dengan itu, seyogianya peneliti tidak menyewakan pekerjaan analisis
data ini pada orang lain, tidak peduli apakah dia ahli ataupun berpengalaman.
Pekerjaan mencari dan menemukan data yang menunjang atau tidak
menunjang hipotesis kerja pada dasarnya memerlukan seperangkat kriteria tertentu.
Kriteria ini perlu didasarkan atas pengalaman, pengetahuan, atau teori tertentu
sehingga akan sangat membantu pekerjaan ini. Kriteria itu dapat ditetapkan secara
kasar sementara data sudah mulai masuk dan ditetepkan pada saat mengadakan
peemberian kode pada data. Menyusun hipotesis kerja, Hal ini dilakukan dengan jalan
merumuskan suatu pernyataan yang proposional, hipotesis kerja ini sudah merupakan
teori substantive (yaitu teori yang berasal dan masih terkait dengan data).
Hipotesis kerja itu hendaknya terkait dan sekaligus menjawab pertanyaan
penelitian. Secara garis besar analisis data menurut metode perbandingan tetap adalah
sebagai yang dikemukakan tersebut di atas.
2.11 Penelitian Tanpa Hipotesis

Mungkin kita bertanya, apakah semua penelitian harus berhipotesis? Terkait


dengan pertanyaan tersebut, untuk memberikan jawabannya, Arikunto (2002: 71)
menjelaskan ada dua alternatif jawaban. Pendapat pertama menyatakan, semua
penelitian pasti berhipotesis. Semua peneliti diharapkan menentukan jawaban
sementara, yang akan diuji berdasarkan data yang diperoleh. Hipotesis harus ada
karena jawaban

penelitian juga harus ada, dan butir-butirnya sudah disebut dalam


problematika maupun tujuan penelitian. Pendapat kedua mengatakan, hipotesis
hanya dibuat jika yang dipermasalahkan menunjukkan hubungan antara dua variabel
atau lebih. Jawaban untuk satu variabel yang sifatnya deskriptif, tidak perlu
dihipotesiskan. Penelitian eksploratif yang jawabannya masih dicari dan sukar
diduga, tentu sukar ditebak apa saja, atau bahkan tidk mungkin dihipotesiskan.
Berdasarkan pendapat kedua ini maka mungkin sekali di dalam sebuah penelitian,
31

banyaknya hipotesis tidak sama dengan banyaknya problematika dan tujuan


penelitian. Mungkin problematika unsur 1 dan 2 yang sifatnya deskriptif tidak diikuti
dengan hipotesis, tetapi problematika nomor 3 dihipotesiskan.

2.12 Contoh-contoh Hipotesis

a. Hipotesis Deskriptif

Hipotesis deskripsif dapat didefinisikan sebagai dugaan atau jawaban sementara


terhadap masalah deskriptif yang berhubungan dengan variabel tunggal/mandiri.

Contoh:

Seorang peneliti ingin mengetahui apakah bakso di restoran Bakso Idola Malang
mengandung boraks atau tidak. Maka peneliti dapat membuat rumusan masalah
seperti berikut: Apakah bakso di restoran Bakso Idola Malang mengandung boraks?

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah variabel tunggal yakni
bakso di restoran Bakso Idola Malang, maka hipotesis yang digunakan adalah
hipotesis deskriptif. Ada dua pilihan hipotesis yang dapat dibuat oleh peneliti sesuai
dengan dasar teori yang ia gunakan, yakni:

 Ho : Bakso di restoran Bakso Idola Malang mengandung boraks


 H1 : Bakso di restoran Bakso Idola Malang tidak mengandung boraks
b. Hipotesis Komparatif

Hipotesis komparatif dapat didefinisikan sebagai dugaan atau jawaban sementara


terhadap rumusan masalah yang mempertanyakan perbandingan (komparasi) antara
dua variabel penelitian.
32

Contoh:

Seorang peneliti hendak mengetahui bagaimana sikap loyal antara pendukung club
sepakbola Manchester United jika dibandingkan dengan sikap loyal pendukung club
sepakbola Chelsea. Apakah pendukung memiliki tingkat loyalitas yang sama ataukah
berbeda. Maka peneliti dapat membuat rumusan masalah seperti berikut: Apakah
pendukung club sepakbola Manchester United dan Chelsea memiliki tingkat loyalitas
yang sama?

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah variabel jamak. Variabel
pertama adalah loyalitas club sepakbola Manchester United, sedangkan variabel
kedua adalah loyalitas club sepakbola Chelsea. Karena rumusan masalah
mempertanyakan perihal perbandingan antara dua variabel, maka hipotesis yang
digunakan adalah hipotesis komparatif. Ada dua pilihan hipotesis yang dapat dibuat
oleh peneliti sesuai dengan dasar teori yang ia gunakan, yakni:

 Ho: Pendukung club Manchester United memiliki tingkat loyalitas yang sama
dengan pendukung club Chelsea
 H1: Pendukung club Manchester United memiliki tingkat loyalitas yang tidak
sama (berbeda) dengan pendukung club Chelsea
c. Hipotesis Asosisatif

Hipotesis asosiatif dapat didefinisikan sebagai dugaan/jawaban sementara terhadap


rumusan masalah yang mempertanyakan hubungan (asosiasi) antara dua variabel
penelitian.

Contoh:

Seorang peneliti ingin mengetahui apakah sinetron berjudul “Anak Jalanan”


memengaruhi gaya remaja laki-laki dalam mengendarai motor.Maka peneliti dapat
membuat rumusan masalah seperti berikut: Apakah sinetron berjudul “Anak Jalanan”
memengaruhi gaya remaja laki-laki dalam mengendarai motor?
33

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah variabel jamak. Variabel
pertama adalah sinetron berjudul “Anak Jalanan”, sedangkan variabel kedua adalah
gaya remaja laki-laki dalam mengendarai motor. Karena rumusan masalah
mempertanyakan perihal hubungan antara dua variabel, maka hipotesis yang
digunakan adalah hipotesis asosiatif. Ada dua pilihan hipotesis yang dapat dibuat oleh
peneliti sesuai dengan dasar teori yang ia gunakan, yakni:

 Ho: Sinetron berjudul “Anak Jalanan” memengaruhi gaya remaja laki-laki


dalam mengendarai motor.
 H1: Sinetron berjudul “Anak Jalanan” tidak memengaruhi gaya remaja laki-
laki dalam mengendarai motor.
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan mengenai hipotesis penelitian pendidikan dapat
disimpulkan bahwa di makalah ini membahas point-point sebagai berikut:
a. Pengertian Hipotesis
b. Tujuan Dan Kegunaan Hipotesis
c. Ciri-Ciri Hipotesis
d. Jenis-Jenis Hipotesis
e. Syarat-Syarat Hipoesis
f. Merumuskan Dan Menggali Hipotesis
g. Menguji Hipotesis
h. Tahap-Tahap Pemnbentukan Hipotesis Secara Umum
i. Hipotesis Kerja Sebagai Generalisasi Alamiah
j. Tahap Analisis Data Secara Umum
k. Penelitian Tanpa Hipotesis
l. Contoh-contoh hipotesis
Dari point-point tersebut dapat diketahui bahwa hipotesis adalah dugaan yang
mungkin benar atau mungkin saja salah. Hipotesis akan ditolak jika salah atau palsu
dan akan diterima jika fakta-fakta membenarkannya. Hipotesis adalah pernyataan
yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada
saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja serta panduan dalam verifikasi.
Maka dari itu hipotesis sangat diperlukan dalam melakukan sebuah penelitian.

3.2 Saran
Makalah ini masih dalam pengembangan dan jauh dari sempurna, oleh karena
itu dalam pengembangannya dibutuhkan saran dan kritik untuk perkembangan
makalah ini agar dapat lebih baik lagi, dan bisa bermanfaat bagi kami dan orang lain.

35
36

Daftar Pustaka

https://helmyluthfi.files.wordpress.com/2017/04/pertemuan-7-hipotesis-penelitian.pdf

Ramdiah, Siti. 2018. Handout Metedologi Penelitian Pendidikan Biologi.


Banjarmasin: STKIP PGRI

https://www.academia.edu/14956100/Makalah_Hipotesis_Penelitian

http://elidakusumastuti.blogspot.com/2014/12/tugas-makalah-hipotesis-
penelitian.html

https://www.wawasanpendidikan.com/2015/10/teori-hipotesis-penelitian.html

http://staffnew.uny.ac.id/upload/131808346/pendidikan/Makalah+Hipotesis.pdf

Anda mungkin juga menyukai