PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat,
dimanapun dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap
kehidupan manusia, baik kerugian harta benda maupun korban jiwa manusia
(Nugroho. dkk, 2009) dikutip dalam (Faizana, Nugraha, & Yuwono, 2015). Indonesia
terdiri dari gugusan kepulauan yang mempunyai potensi bencana yamg bervariasi.
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi
(gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorologi
(banjir, tanah longsor, kekeringan, angintopan), bencana akibat faktor biologi (wabah
penyakit manusia,penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi
(kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia).
Bencana akibat perbuatan manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat
perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan
kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah
konflik (BNPB, 2008),
Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) Sutopo Purwo Nugroho Tahun 2018 menyebut Jawa Tengah termasuk
provinsi yang rawan bencana, seperti angin puting beliung, banjir, kebakaran, erupsi
gunung, dan tanah longsor. Data rekapitulasi bencana BPBD Jawa tengah mencatat
bahwa bencana pada 2017 meningkat 16,19 persen. Hal ini menujukan bahwa Jateng
merupakan daerah rawan bencana, terjadi 490 kali bencana puting beliung, 270 kali
banjir, 600 kali kebakaran, 1 kali erupsi gunung berapi, 11 kali gempa bumi, dan
1.091 kali tanah longsor. Kerugian akibat bencana mencapai Rp83 miliar dan korban
meninggal dunia mencapai 61 jiwa (Budi Arista Romadhoni, 2018).
Secara geografis Kota Semarang terletak berbatasan dengan laut jawa di
bagian utara, serta kondisi topografis wilayahnya yang terdiri dari daerah perbukitan,
dataran rendah dan daerah pantai, menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan
tonjolan yang menyebabkan wilayah Kota Semarang mempunyai potensi rawan
terhadap ancaman bencana alam. Berdasarkan data laporan kebencanaan yang
tercantum dalam situs resmi BNPB RI, tercatat sebanyak 117 kejadian bencana yang
terdiri dari bencana banjir, rob, tanah longsor, kekeringan, puting beliung, perubahan
iklim dan gelombang pasang atau abrasi pada rentang tahun 1990 – 2015. Adapun
secara terarah prioritas utama bencana di Kota Semarang terfokus kedalam empat
bencana yaitu banjir, banjir rob, tanah longsor dan kekeringan (BPBD, 2015). Pada
saat musim penghujan Kota Semarang ini mempunyai potensi banjir di dataran
rendahnya dan juga banjir rob pada titik tertentu serta juga beberapa daerah terancam
bencana tanah longsor. Undang undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa banjir adalah peristiwa atau keadaan
dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat..
Sedangkan Banjir rob atau banjir pasang surut adalah peristiwa masuknya air laut ke
daratan yang terjadi pada waktu air pasang. Tanah longsor merupakan salah satu jenis
gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau
keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Pada
musim kemarau daerah ini rentan sekali mengalami kekeringan karena letaknya di
dataran rendah dengan suhu harian rata-rata 31o C yang menyebabkan Kota ini sangat
panas. Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan (Pratiwi, 2016).
Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan
atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat
dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini
belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga
seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting
tidak tertangani. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya
penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana (BNPB,
2008). Pemetaan Risiko Bencana adalah kegiatan pembuatan peta yang
merepresentasikan dampak negatif yang dapat timbul berupa kerugian materi dan non
materi pada suatu wilayah apabila terjadi bencana (Aditya, 2010). Diperlukan data
yang valid diperlukan untuk proses pemetaan risiko sehingga dapat mempresentasikan
kondisi sebenarnya dilapangan. Perkembangan Sistem Informasi Geografis (SIG)
mampu menyediakan informasi data geospasial seperti obyek dipermukaan bumi
secara cepat, sekaligus menyediakan sistem analisis keruangan yang akurat. Sehingga
dapat dilakukan upaya mitigasi bertujuan mencegah risiko yang berpotensi menjadi
bencana atau mengurangi efek dari bencana ketika bencana itu terjadi (Faizana et al.,
2015).
B. Tujuan
1. Mengetahui adanya hazard, kerentanan dan kapasitas dari bencana di kelurahan
SendangMulyo Tembalang
2. Mengetahui analisa resiko bencana dan matriks klasifikasi resiko
3. Mengetahui rencana manajemen bencana yang akan dilakukan
BAB II
PENGKAJIAN RESIKO BENCANA
A. Peta Wilayah
Peta rawan bencana di kota Semarang
Peta kelurahan sendang mulyo
2. Tanah longsor
Keterangan:
Probabilitas
• 5 Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).
• 4 Kemungkinan besar (60 – 80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10
tahun mendatang)
• 3 Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 100
tahun)
• 2 Kemungkinan Kecil (20 – 40% dalam 100 tahun)
• 1 Kemungkian sangat kecil (hingga 20%)
Dampak
5 Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total)
4 Parah (60 – 80% wilayah hancur)
3 Sedang (40 - 60 % wilayah terkena berusak)
2 Ringan (20 – 40% wilayah yang rusak)
1 Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah rusak)
1 2 3 4 5
5
PROBABILITAS
4 BANJIR
3 GEMPA
2 ANGIN
KENCANG
1 LONGSOR
Ancaman
DAMPAK
dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)
- Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)
- Bahaya/ancaman sedang nilai 2
- Bahaya/ancaman rendah nilai 1
BAB III
RENCANA MANAJEMEN BENCANA
A. Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan gejala alam berupa goncangan atau getaran tanah yang
timbul akibat terjadinya patahan atau sesar karena aktivitas tektonik. Selain itu,
gempa bumi juga disebabkan aktivitas vulkanik, hantaman benda langit (misalnya,
meteor dan asteroid), atau ledakan bom. Dalam situasi gempa bumi yang terjadi
tiba-tiba, seseorang biasanya sulit bergerak dan harus mengambil keputusan.
Untuk selamat dari bencana ini, yang terpenting adalah memahami pengetahuan
dan keterampilan sebelum bencana terjadi, saat harus melaksanakan evakuasi
mandiri dan setelah kejadian bencana (Supartini et all, 2017)
1. Tindakan sebelum terjadi bencana
a. Perabot (seperti lemari, dan lain-lain) diatur menempel pada dinding
(dipaku/diikat) untuk menghindari jatuh, roboh, dan bergeser saat terjadi
gempa.
b. Atur benda yang berat sedapat mungkin berada pada bagian bawah.
c. Cek kestabilan benda yang tergantung dan dapat jatuh pada saat gempa
bumi terjadi (misalnya: lampu, dan lain-lain).
d. Matikan aliran air, gas, dan listrik apabila sedang tidak digunakan.
e. Simpan bahan yang mudah terbakar pada tempat yang aman dan tidak
mudah pecah untuk menghindari kebakaran.
f. Perhatikan letak pintu, elevator, serta tangga darurat. Sehingga apabila
terjadi gempa bumi, dapat mengetahui jalan keluar bangunan atau tempat
paling aman untuk berlindung.
g. Tentukan jalan melarikan diri: pastikan Anda tahu jalan yang paling aman
untuk meninggalkan rumah setelah gempa.
h. Tentukan tempat bertemu. Jika teman atau anggota keluarga terpencar,
tentukan dua tempat bertemu. Pertama, semestinya lokasi yang aman dekat
rumah, dan kedua dapat berupa bangunan atau taman di luar desa.
i. Persiapkan makanan praktis untuk bertahan hidup sampai bantuan datang.
j. Siapkan beberapa cara untuk berkomunikasi keluar, dengan asumsi ponsel
tidak berfungsi.
k. Pelajari cara memberikan pertolongan pertama, sebab ambulans bisa
datang terlambat lantaran akses jalan terputus.
l. Adakan latihan cara melindungi diri dari gempa bumi, seperti berlindung
di bawah meja, berlari sambil melindungi diri, dan lain-lain.
m. Untuk tingkat keluarga, sepakati area berkumpul setelah gempa bumi
terjadi supaya tidak saling mencari satu sama lain.
2. Latihan evakuasi saat di gedung atau sekolah
a. Petugas membunyikan peluit/ alat bunyi lain, yang menandakan
dimulainya latihan.
b. Peserta latih berada di dalam gedung dalam keadaan sibuk, tiba - tiba
dikejutkan oleh terjadinya gempa bumi.
c. Petugas membunyikan tanda peringatan dini untuk evakuasi seperti
pukulan lonceng/megaphone/sirine/ bel panjang menerus dan cepat, atau
alat bunyi lain yang telah disepakati sebelumnya
d. Jangan panik/menimbulkan kepanikan yang bisa mengakibatkan korban,
berjongkok dan ikuti petunjuk petugas yang berwenang (safety
oicer/captain loor/).
e. Hindari benda-benda yang bisa jatuh menimpa badan dan gunakan segitiga
aman.
f. Jika berada di lantai satu atau dasar, segera keluar bangunan menuju
tempat terbuka sembari lindungi kepala jika memungkinkan.
g. Jika berada di lantai dua atau lebih tinggi, berlindunglah di bawah meja
yang kokoh sambil memegang kakinya.
h. Merapatlah ke dinding (dekat pondasi) dengan merunduk seraya
melindungi kepala.
i. Konstruksi terkuat gedung bertingkat berada di dinding dekat elevator. Jika
memungkinkan, merapatlah ke sana.
j. Jauhi jendela kaca, rak, lemari, dan barang-barang yang tergantung, seperti
lukisan, cermin, jam dinding, lampu gantung, dan lain-lain.
k. Jika tengah di dalam elevator, tekan tombol semua lantai, dan segeralah
keluar saat pintu terbuka di lantai berapa pun. Jika pintu tak terbuka, tekan
tombol darurat untuk memanggil bantuan.
l. Jika tengah berada di tangga, berpeganglah pada pagar untuk menjaga
kesimbangan agar tidak jatuh.
m. Jangan menyalakan korek api sebab adanya gas yang bisa mengakibatkan
ledakan.
n. Jangan me-reset sirkuit listrik karena bisa mengakibatkan kebakaran.
o. Jika menemukan api masih kecil, padamkan dengan air atau pemadam api.
Tetapi ingat, keselamatan nyawalah yang paling utama.
p. Jangan menyentuh sakelar lampu karena bisa mengakibatkan kebakaran
atau ledakan.
q. Gunakan menyelamatkan diri, gunakan tangga darurat, jangan gunakan
elevator. Menggunakan elevator karena berisiko terjebak di dalam.
r. Jika terjebak dalam ruangan atau tertimpa benda sehingga tidak dapat
bergerak, jangan menghabiskan energi dengan terus-menerus berteriak.
Lebih baik ketuk benda yang ada untuk mendapatkan pertolongan.
s. Jangan berdiri dekat tiang/benda/bangunan/pohon, yang berpotensi
menimpa.
t. Peserta latih melakukan evakuasi menuju tempat berhimpun
sementara/assembly area yang sudah ada. Safety Oicer memastikan
evakuasi berjalan sesuai SOP yang ada.
u. Petugas membunyikan peluit panjang/tanda bunyi lain yang menandakan
latihan berakhir
v. Tim penggendali latihan menyatakan latihan selesai dilaksanakan
masyarakat dan tim evaluator memberitahukan hasil evaluasi berupa
rekomendasi untuk penyelenggaraan maupun substansi latihan, termasuk
memberikan masukan bagian persiapan yang perlu diperbaiki dan
ditingkatkan.
w. Perencanaan untuk tidakan perbaikan harus melibatkan semua pihak yang
terkait dan mendapat kesepakatan
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Budi Arista Romadhoni. (2018, January). rawan bencana di jateng. Retrieved from
https://nusantara.medcom.id/jawa-tengah/peristiwa-jateng/VNnJ02vN-2018-jateng-
rawan-bencana
Edi, H., Raharjo, & Hartono. (2011). Identifikasi sesar aktif di sepanjang kali garang,
semarang berdasarkan data geologi permukaan, (2008), 149–161.
Faizana, F., Nugraha, A. L., & Yuwono, B. D. (2015). Pemetaan Risiko Bencana Tanah
Longsor Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip, 4(1), 223.
Pratiwi. (2016). Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016 Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016.
Juranl Geodesi Undip, 5, 122–131.