Anda di halaman 1dari 30

(Ho’oponopono: Template Keajabaiban Dari Hawaii Untuk

Memperoleh Kekayaan, Kesehatan, Kedamaian, Dll)

Exclusive Review Berdasarkan Konsep Non-Linear


Pada Metode Ho’oponopono

Oleh: Aswar
Mengenal Ho’oponopono Sebagai Template Keajaiban

Dari Hawii Untuk Memperoleh Kekayaan, Kesehatan,

Kedamaian, Dll

Damai beserta Anda, seluruh Kedamaian Saya


--Quote Dari Hawii

Tahun 2009, saya pertama kali mengenal metode Ho’oponoono.


Dr. Joe Vitale menuliskan cerita soal metode ini dengan judul
“Terapis Paling Luar Biasa di Dunia”, di blog pribadinya. Di artikel ini,
Joe Vitale menceritakan seorang psikolog yang bekerja membantu
menyembuhkan sebangsal penuh narapidana sakit jiwa—tanpa
pernah melihat seorang pun dari mereka secara profesional.

Psikolog hebat ini namanya: Ihaleakala Hew Len, Ph.D.


Beliau menulis pengakuan sebagai berikut:
1. Selama beberapa tahun saya bekerja sebagai psikolog yang
digaji di Rumah Sakit Negara Bagian Hawaii, sebuah fasilitas
psikiatri yang dikelola Departemen Kesehatan Negara Bagian
Hawaii.
2. Tiga tahun lamanya, sejak 1984 sampai 1987 saya bekerja
sebagai staf psikolog dengan 20 jam kerja seminggu, pada
sebuah unit dengan tingkat keamanan paling tinggi untuk
pasien kriminal pria yang melakukan tindak kriminal,
memperkosa, pengguna obat terlarang, menyerang, melukai,
dan merampas hak orang.
3. Pada tahun 1984 ketika saya memasuki unit dengan tingkat
pengawasan keamanan tingkat tinggi ini, semua ruang isolasi
dipenuhi pasien yang mengerikan.
4. Setiap hari pada unit itu ada beberapa pasien dengan rantai
logam pada pergelangan kaki dan tangan untuk mencegah
kekerasan terhadap orang lain.
5. Sering terjadi kekerasan antar-pasien atau pasien dengan
karyawan.
6. Pasien tidak boleh dilibatkan secara dekat dalam perawatan
dan rehabilitasi mereka.
7. Di dalam unit tidak ada kegiatan untuk merehabilitasi.
8. Di luar unit tidak ada aktivitas, rekreasi atau kerja.
9. Jarang terjadi kunjungan keluarga
10. Tidak ada pasien yang diizinin keluar dari unit dengan tingkat
keamanan tinggi tanpa izin tertulis dari psikiater, dan hanya
dengan pergelangan kaki serta tangan diikat rantai.
11. Mereka tinggal di unit bersama berlangsung hingga
bertahun-tahun.
12. Pegawai/staf yang mengawasi ruang sering cuti.
13. Suasana unit suram dan tak bergairah.
14. Karyawan unit terdiri dari orang-orang yang pada dasarnya
sangat baik dan Saya meninggalkan unit dan fasilitas itu pada
Juli 1987 dengan kondisi:

1. Kamar isolasi tidak lagi digunakan.


2. Pasien sudah tidak lagi memakai rantai dipegelangan kaki
dan tangan.
3. Kekerasan antar pasien sudah sangat jarang, ada juga tapi
itu biasanya melibatkan pasien baru.
4. Pasien mulai bisa bertanggungjawab sendiri atas
perawatan mereka, termasuk mengatur kamar, pekerjaan,
dan layanan hukum sebelum meninggalkan unit.
5. Kegiatan rekreasi di luar unit seperti joging dan tenis
mulai dilakukan secara rutin, sudah tidak lagi
memerlukan persetujuan dari psikiater.
6. Aktivitas kerja diluar unit dimulai, seperti mencuci mobil,
tanpa persetujuan dari psikiater.
7. Mereka sudah mulai bekerja pada unit masing-masing,
seperti memanggang kue dan menyemir sepatu.
8. Kunjungan keluarga pada unit mulai berlangsung.
9. Cuti sakit karyawan sudah mulai berkuranga.
10. Suasana unit menjadi jauh lebih baik dengan lukisan,
terawat dan mulai tumbuh kepedulian penghuninya.
11. Staf unit lebih terlibat dalam membantu pasien
12. Tenggang waktu bagi pasien dari saat masuk hingga
meninggalkan rumah sakit jauh berkurang, yang biasanya
dari tahun menjadi bulan.
13. Kualitas hidup pasien dan karyawan berubah secara
dramatis dari pengawasan menjadi lebih akrab; mereka
sudah mulai saling peduli.

Sekarang ini, Haw Len bekerja bersama kelompok-kelompok


pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNESCO, the World Peace
Conference, Healers for Peace di Eropa, dan the Hawaii State
Teachers Asscociation.

Apa yang dilakukan Haw Len selama dirumah sakit itu sehingga
kehadirannya disana mampu memberikan dampak sistemik pada
proses kesembuhan pasien-pasien sakit jiwa tadi?

Ngakunya sih, Haw Len menerapkan metode penyembuhan dari


Hawaii: metode Ho’oponopono. Lebih tepatnya disebut,
"Ho’oponopono I-Dentitas Diri”.

Apa yang dilakukan untuk mengoperasikan metode Hawaii ini?


Hanya mengucap 4 frasa sederhana:
“I Love You”
“I’m sorry”
“Please forangive me”
“Thank You”

Kalau diterjemahkan:
“Saya mengasihimu”
“Saya menyesal”
“Maafkan saya”
“Terima kasih”

Bagaimana kok hanya mengucapkan 4 frasa tadi lalu terjadi


perubahan sistemik di dalam ruangan perawatan pasien sakit jiwa
kemudian menyebar secara sistemik pula dalam diri pasien-pasien
tadi?

Haw Len menjelaskan bahwa penyembuhan baginya dan dalam


konsep Ho’oponopono berarti mengasihi diri Anda sendiri. Kalau
Anda ingin menyembuhkan seseorang, termasuk menyembuhkan
narapidana sakit jiwa, Anda harus melakukannya dengan
menyembuhkan diri Anda.

I-dentitas Diri melalui Ho’oponopono merupakan sebuah proses


pemecahan masalah lewat pertobatan, pengampunan, dan
perubahan yang dapat diterapkan siapa pun terhadap diri sendiri.
Apa maksudnya?

Menurut Haw Len, manusia jarang menyadari bahwa pada


kehadiran eksistensi mereka setiap saat (disini, sekarang) malah
menjadi kekuatan yang melakukan perlawanan secara tak
henti-henti dan tak putus-putusnya pada arus utama kehidupan.
Perlawanan ini kemudian memenjarakan diri kita sendiri dalam
sebuah keadaan yang tetap dan tak putus-putus dari Identitas Diri
Sejati, penjara ini menjauhkan diri Anda dari kedekatan dengan Sang
Ilahi. Terikat dalam kesadaran-diri yang berpindah-pindah
mengembara tanpa tujuan di padang gurun pikirannya sendiri.

Jika kita menggunakan penelitian David R. Hawkins (penulis


buku fenomenal: Power vs Force) maka penjara kesadaran manusia
ada pada level kesadaran diri dibawah level pure consinsciousness.

Menurut Haw Len, ketika dia bekerja di rumah sakit jiwa dan
melihat para pembunuh serta pemerkosa, ia mengambil tanggung
jawab. Ia mengerti bahwa mereka bertindak atas dasar dorongan
dari sebuah kenangan atau program keyakinan tertentu. Katakanlah
itu dorongan dari keyakinan yang keliru. Untuk menolong mereka,
Haw Len menolong mereka dengan menghilangkan kenangan itu.
Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan membersihkan
kenangan tadi dalam dirinya.
Bertanggungjawab sepenuhnya berarti segala sesuatu dalam
kehidupan Anda—semata karena hal itu berada dalam kehidupan
Anda—merupakan tanggungjawab Anda. Dalam pengertian harfiah,
seluruh dunia adalah ciptaan Anda. Kalau Anda mengambil
tanggungjawab sepenuhnya atas kehidupan Anda, segala sesuatu
yang Anda lihat, dengar, rasakan, sentuh atau alami dengan cara
apapun merupakan tanggungjawab Anda karena hal itu berada
dalam kehidupan atau berada dalam ruang kesadaran diri Anda
sendiri.

Ketika Haw Len mengambil tanggung jawab, artinya sambil


melihat catatan pasiennya, Haw Len melakukan
transfigurasi/pergeseran kesadaran diri, dari melihat catatan kriminal
pasien tadi sebagai obyek, lalu “menarik” obyek tadi dalam
kesadarannya sebagai subyek. Jadi tugas Haw Len adalah
terus-menerus mengsubyekkan obyek (catatan kriminal tadi) sambil
terus mengatakan, “saya mengasihimu, saya menyesal, maafkan saya,
terima kasih”.
Haw Len mengerjakan itu untuk upaya menolong
mengembalikan pasiennya ke keadaan perbatasan nol.
Ketika Haw Len terus-terusan melakukan hal itu (proses
transfigurasi kesadaran—terus-terusan mengsubyekkan obyek
selama bertahun-tahun di rumah sakit) hasilnya adalah pasiennya
menjadi sembuh.
Haw Len menjelaskan bahwa ketika bekerja di rumah sakit jiwa
dan saat memeriksa catatan pasien, dia merasakan kepedihan dalam
dirinya, dia hanya perlu membersihkan kepedihan tadi.

Masih menurut Haw Len, kalau Anda ingin memecahkan sebuah


masalah, benahilah diri Anda. Kalau masalahnya melibatkan orang
lain, tanyakanlah pada diri Anda, ”Apa yang terjadi dalam diri saya
yang menyebabkan orang ini merisaukan saya?”

Haw Len menjelaskan lagi bahwa di dalam hati kita semua suci,
tanpa program atau kenangan. Itu adalah keadaan nol. Ada
perbatasan nol disana. Namun karena pengalaman hidup, kita
menangkap program dan kenangan, mirip seperti orang kena pilek.
Kenangan atau program tadi menular. Sama halnya dengan kenangan
atau program. Kita menangkapnya. Ketika kita melihat sebuah
program dalam diri orang lain, kita juga memilikinya. Karena program
pada orang lain tadi juga ada dalam kesadaran kita. Jalan keluarnya
adalah membersihkan program tadi.
Jadi praktisi Ho’oponopono melihat setiap masalah bukan lagi
sebagai cobaan, melaikan sebagai tanggung jawab, sebagai
kesempatan untuk membersihkannya. Apa-apa yang kita sebut
sebagai masalah hanyalah kenangan masa lalu yang bermunculan
kembali untuk memberi kita satu kesempatan lagi untuk
mengunjungi kembali masalah tadi dengan membawa kasih.
Ketika yang kita lakuka adalah mengunjungi kembali dengan
kasih pada apa-apa yang kita sebut sebagai masalah, maka masalah
tadi akan mengalami autoregulasi.
Jadi intinya adalah bersikap mengambil tanggungjawab 100%
atas kehidupan.

**********

Dalam buku Zero Limits yang membahas metode Ho’oponopono,


penulisnya Joe Vitale dan Haw Len, dalam buku itu diceritakan
bahwa orang-orang yang sudah menerima konsep Ho’oponopono ini
sebagai cara menyelesaikan masalah, Ketika mereka mulai
menerapkan konsep Ho’oponopono, masalah-masalah yang mereka
hadapi mulai meleleh seperti mentega yang dipanaskan pada minyak
goreng yang sedang mendidih. Ketika mereka mulai menggunakan
metode Ho’oponopono, pelan-pelan masalah-masalah mereka mulai
mencair seperti es kirim dibawah sinar terik matahari. Masalah
mereka terselesaikan secara fenomenal. Terselesaikan dengan
cara-cara yang tidak biasa. Fenomenal. Percepatan.
**********
Menyembuhkan "kebutaan" pada Ho’oponopono

Misidentifikasi subyek dan obyek menyebabkan kebutaan nalar,


bisa gagal memahami Ho’oponopono. Ujung-ujungnya, kita akan
menyimpulkan bahwa pengetahuan mengenai Ho’oponopono itu
hanya sebatas mengucap frasa:

“I Love You”
“Please Forangive me”
“I’m sorry”
“Thank You”

Jika Ho’oponopono hanya dipahami sebatas mengucap frasa,


maka kondisi yang demikian ini bisa dimetaforakan seperti orang
buta yang memegang senjata otomatis. Si buta akan terus
memuntahkan peluru tanpa pernah melihat sasarannya.

Yuuk, simak ulasan berikut untuk mendapatkan hasil yang


manjur dari praktek Ho’oponopono
Membedah Pengalaman Dengan Ilmu Pengetahuan

Setiap orang memakai batas-batas bidang penglihatannya


sendiri sebagai batas-batas dunia
--Arthur Schopenhauer

Selain pengalaman Haw Len yang berhasil menyembuhkan


sebangsal narapidana yang mengalami gangguan Jiwa, dalam buku
Zero Limits juga dimuat pengalaman orang-orang yang sudah
memahami dan menerapkan metode Ho’oponopono untuk
membereskan masalah atau untuk mempercepat mencapai tujuan
mereka.

Misalnya:
- Ada yang bisa menyembuhkan bipolar klien mereka
- Ada yang berhasil mendapatkan pekerjaan baru setelah di-PHK
- Ada yang berhasil menjual tiket seminar melampaui target
- Ada yang berhasil menemukan pasangan baru

Daftar ini masih bisa saya buat lebih panjang, tapi saya kira Anda
sudah bisa menangkap pesannya.
Nah, untuk memahami realitas di balik metode
Ho’oponopono—sebaiknya kita perlu memahami sedikit saja tentang
ilmu pengetahuan.

Untuk mampu membedah, menafsirkan pengalaman, kebutuhan


pada pengetahuan menjadi sangat penting.

Karena pengetahuan menjadi dasar perbuatan, maka subyek


berbuat sesuatu menurut pengetahuannya. Apabila pengetahuannya
dangkal, kacau, maka perbuatannya akan kacau. Apabila
pengetahuannya teratur, tertib, perbuatannya pasti tertib teratur
pula.

Pada dasarnya, mempelajari ilmu pengetahuan itu berarti subyek


belajar mengenal objek, memetakan sifat objek tadi, lalu melihat
bagaimana karakteristik objek tadi ketika berinteraksi dengan subyek.
Dengan mengetahui karakteristik dasar objek tadi--karakteristik
objek tadi ketika berinteraksi dengan subyek--tentu pada akhirnya
subyek bisa memprediksi dan mulai memanfaatkan objek tadi untuk
membantu subyek kita memecahkan masalah tertentu.

Singkatnya, dengan belajar ilmu pengetahuan, subyek diharapkan


bisa mengontrol karakter obyek untuk memecahkan apa yang
dianggap masalah oleh subyek.
Pengetahuan ialah hasil dari (subyek) mengetahui sesuatu yang
diketahui (obyek). Jika yang diketahui itu tentang jiwa berikut
sifat-sifatnya, maka ia disebut “Ilmu Jiwa”.

Jadi ilmu pengetahuan itu adalah soal subyek yang mengetahui


dan yang diketahui (obyek), atau hubungan yang tahu (subyek)
dengan yang diketahui (subyek). Yang tahu adalah subyek. Yang
diketahui adalah obyek atau benda-benda (baik benda materi
maupun benda abstrak seperti jiwa).
Prinsip-Prinsip Dasar MEMAHAMI

Metode Ho’oponopono

Anda tak dapat mengingkari apa pun yang sempurna, Utuh,


lengkap, dan benar bagi Anda ketika Anda Menjadi Diri Anda.
Menjadi diri Anda membuat Anda secara Otomatis mengalami
kesempurnaan dalam pikiran, kata, perbuatandan tindakan

Ihaleakala Hew Len

Untuk memahami Ho’oponopono, kita bisa cicil bahasannya


dimulai dari mengenal beberapa point penting berikut:

1. Hukum Kausalitas

Hukum Kausalitas: Newtonian


Sebab Akibat
DNA cacat Penyakit Jantung
DNA cacat Kanker

DNA cacat Diabetes


Fisik Masalah-Masalah Fisik
Fisik Masalah-Masalah Lingkungan
Hukum Kausalitas: Ho’oponopono Identitas Diri

Sebab Akibat
Kenangan yang Bermunculan Kembali dalam Fisik-Penyakit
Pikiran Bawah Sadar Jantung
Kenangan yang Bermunculan Kembali dalam Fisik-Kanker
Pikiran Bawah Sadar

Kenangan yang Bermunculan Kembali dalam Fisik-Diabetes


Pikiran Bawah Sadar
Kenangan yang Bermunculan Kembali dalam Masalah-Masalah
Pikiran Bawah Sadar Fisik
Kenangan yang Bermunculan Kembali dalam Masalah-Masalah
Pikiran Bawah Sadar Sosial
2. Pemetaan Alam Jiwa (Database Informasi)

Orang Hawaii, memetakan alam jiwa (database yang


menyumbang informasi dalam kesadaran subyek, sebagai berikut:

Bagian Bawah disebut Unihipili: pikiran bawah sadar


Di atas Unihipili disebut Uhane: pikiran sadar
Di atas Uhane disebut Aumakua: pikiran atas sadar
Di atas Aumakua disebut Devine Intelegence: kecerdasan Ilahi

Devine Intelegence

Aumakua

Uhane

Unihipili
3. AKU & Karakternya

I, AKU, Subyek

Will & Field of Consciousness

I: subyek yang menyadari, yang memiliki kapasitas sebagai


Self-observer (Pengamat) dan Self-reflektif (Pelaku).

Bahwa “I” yang memiliki karakter transenden-imanen dikaruniai


potensi berupa Will & Field Of Consciousness (ruang kesadaran).

Transenden artinya, Keberadaan subyek itu melampaui sifat


imanen.

Imanen artinya, Subyek hadir disini, sekarang. Hadir pada obyek


dalam ruang dan waktu.
Kehadiran subyek pada obyek dalam ruang dan waktu itu
menyebabkan obyek tadi menjadi bagian dari tanggungjawab subyek.
Sehingga pada nama obyek tadi perlu diberi akhiran “ku” sebagai
simbol dari kehadiran subyek.

Nama Obyek Aku Imanen Pada Obyek


Tangan Tanganku
Kaki Kakiku

Dompet Dompetku
Duit Duitku
:
4. Alam Jiwa, AKU, Will & Field of Consciousness

Setiap saat, per saat ini demi per saat ini ruang kesadaran
subyek selalu mendapat sumbangan informasi dari alam jiwa.
Sumbangan informasi itu bisa berasal dari alam jiwa Unihipili
(bawah sadar/kenangan), Uhane (pikiran sadar), ataupun dari alam
jiwa Aumakua (alam jiwa atas sadar/superconsious).
Ketika informasi dari salah satu lapisan alam jiwa tadi memasuki
ruang kesadaran Subyek, subyek mengalami pergeseran kesadaran
Identitas Subyek (identitas diri).
Devine Intelegence

I, AKU, Subyek

Aumaku

Will & Field of Consciousness

Uhane

Unihipili
5. Kausalitas Linear & Non-Linear

Konsep linear adalah sebuah konsep dimana hasil akhir yang


kasat mata dianggap sebagai kerja dari mekanisme alam yang kasat
mata juga. Konsep ini menjadi tak relevan jika dipakai untuk
menjelaskan dinamika jiwa dan pengalam subyek karena
menghilangkan sumber pesan tak kasat mata sekaligus menganggap
vitalitas subyek tak bermakna.
Konsep linear menganggap cara kerja kehidupan ini seperti
mekanisme kerja sebuah arloji. Pada sebuah arloji, cara kerjanya bisa
kita amati bahwa gerakan kecil jarum detik yang berputar lebih
sering, putaran yang lebih sering ini kemudian mendorong jarum
menit yang pada gilirannya, jarum menit ini mendorong jarum jam.
Dalam duia yang teramati, kausalitas linear, secara konvensional
dapat digambarkan seperti berikut:
A  B C (Variabel A bergerak lebih dulu dulu, baru
mendorong variabel B, B mendorong variabel C.

**************

Berbeda dengan konsep linear, konsep non-linear adalah sebuah


konsep baru yang mulai mengakomodasi, yang mulai
memperhitungkan kembali variabel “subyek/Operant” sebagai
penghubung yang menjembatani variabel tak kasat mata (sumber
pesan: attractor pattern) dan variabel kasat mata (observable event).

Model Kausalitas Non-Linear

Vitalitas subyek yang terus bergerak mendekati sumber pesan


dan mengolah pesan tadi sampai mewujud menjadi hasil kasat mata
merupakan satu-satunya indikator dalam model non-linear.
Vitalitas subyek yang terus bergerak mendekati sumber pesan
dan mengolah pesan tadi sampai mewujud menjadi hasil kasat mata
dipandang sebagai tanggung jawab 100% oleh subyek.
Dengan demikian maka semua pengalaman yang terjadi dalam
kesadaran subyek adalah ekspresi dari hasil olah pesan yang selalu
dipertanggungjawabkan sendiri oleh subyek. Itulah mengapa subyek
bisa disebut sebagai CO-CREATOR dari pengalamannya sendiri.
6. The Stage of Awareness: Level Kesadaran Diri
Ho’oponopono & Level Kesadaran Diri Manusia Ala David
R.Hawkins

Devine Intelegence

I, AKU, Subyek

Aumaku

Will & Field of Consciousness

Uhane

Unihipili

Melihat model diatas bahwa subyek terus menerus mendapat


sumbangan informasi; bisa jadi informasi dari Unihipili, bisa jadi
informasi dari Uhane, bisa juga informasi dari Aumakua. Karena ada
sumbangan informasi dari tiap-tiap lapisan alam jiwa, maka Dr Joe
Vitale menyebut ada empat tahap menuju penyadaran yang mirip
peta perjalanan spiritual kehidupan. Ke empat tahap itu adalah:
1. Anda adalah korban. Pada tahap ini kita berpikir dunia luar
menguasai kita: pemerintah, tetangga, masyarakat, orang
jahat dalam berbagai bentuk. Kita merasa tidak memiliki
pengaruh apa pun. Kita merupakan akibat dari dunia
sekeliling. Ngomel, mengeluh, protes, dan berkumpul dalam
kelompok untuk melawan yang dianggap menguasai kita.
Jika kita menggunakan peta kesadaran manusia yang dibuat
oleh David R. Hawkins, orang-orang yang hidup pada level ini
masuk dalam kategori orang yang terpenjara level force.
Level pikiran negatif (Force <50-175). Pada level ini, orang
hidup dalam penderitaan. Sakit-sakitan. Pengangguran. Tak
bahagia. Pokoknya banyak masalah

2. Anda memegang kendali. Pada tahap ini, Anda mulai


tersadar akan kekuatan diri Anda: ternyata Anda bisa
memilih. Anda punya choice. Anda sudah mulai menyadari
kekuatan menetapkan tujuan lalu memvisualisasikan,
mengafirmasikan apa yang Anda inginkan, mengambil
tindakan dan mulai meraih impian Anda. Anda mulai
mengalami pergeseran hidup menuju positif.
Jika kita menggunakan peta kesadaran manusia yang dibuat
oleh David R. Hawkins, orang-orang yang hidup pada level ini
masuk kategori level pikiran positif (Power level 200-400).
Pada level ini kehidupan orang sudah enak. Masalah tetap
ada, tapi hanya sesekali.

3. Anda mulai tersadar. Pada suatu titik setelah tahap


memegang kendali, Anda mulai tersadar bahwa tidak
selamanya kehidupan hasil yang kita terima ini sesuai
visualisasi atau afirmasi yang kita kerjakan. Anda mulai
menyadari memang Anda punya pilihan, tetapi tetap saja
tak bisa mengendalikan keseluruhan aspek kehidupan. Pada
tahap ini Anda mulai menyadari pentingnya berpasrah.

Jika kita menggunakan peta kesadaran manusia yang dibuat


oleh David R. Hawkins, orang-orang yang hidup pada level ini
masuk kategori level bijaksana (Power level 500).

4. Tahap englightenment. Pada tahap ini subjek terus menerus


mendekatu Sang Maha Sumber dan Subyek terus-menerus
mengolah informasi dari Sumber. Pada tahap ini, Subyek
terus-terusan mengalami pencerahan. Keberlimpahan dan
keajaiban yang tak henti-henti terjadi tahap ini.

Jika kita menggunakan peta kesadaran manusia yang dibuat


oleh David R. Hawkins, orang-orang yang hidup pada level ini
masuk kategori level zona rasa: pure consciousness. Power
dengan Level 700-1.000. Pada tahap ini, fungsi self-reflektif
(level 600) dan Self-observer (level 540) “ON” secara
otomatis. Proses autoregulasi terjadi terus-terusan.

Nah, pada level inilah tingkat maqom kesadaran diri Haw Len.
Untuk menjaga kesadaran dirinya tetap berada pada level ini,
Haw Len terus-terusan mengucapkan frasa-frasa:

“I Love You”
“I’m sorry”
“Please forangive me”
“Thank You”

Saya bisa mengidentifikasi level kesadaran Haw Len lewat


Catatan pribadi Haw Len pada tahun 2005 tentang daftar kata-kata
yang “berbicara” dari “karakter” yang sangat penting dalam
Ho’oponopono I-Dentitas Diri:
I-Dentitas Diri: Sayalah I-Dentitas Diri.
Kecerdasan Ilahi: Sayalah kecerdasan ilahi
Pikiran Atas Sadar: Sayalah Pikiran Atas Sadar
Pikiran Sadar: Sayalah Pikiran Sadar.
Pikiran Bawah Sadar: Sayalah Pikiran Bawah Sadar.
Tak Terbatas: Saya tak terbatas
Inspirasi: Sayalah inspirasi
Kenangan:Sayalah kenangan
Masalah: Sayalah masalah
Ho’oponopono: Sayalah Ho’oponopono
Kekayaan: Sayalah kekayaan
KESIMPULAN

Belajar Ho’oponopono itu bukan hanya sekedar mengucap frasa


“I Love You”, “Please Forangive me”, “I’m sorry”, atau “Thank You”
tapi intinya adalah menggeser Identitas Diri Dari Ego (duality) ke
mode I (Unity, Oneness). Titik Nol.

Menggeser Identitas Diri berarti kita mengganti OS (Operating


sayastem) kejiwaan kita dari Ego yang bekerja secara default (linear).
Linear artinya tidak lagi kompatibel dengan sistem yang
memungkinkan keajaiban terjadi setiap saat.

Sekarang, sistem operasi kejiwaan kita bekerja pada mode yang


mana?

Anda mungkin juga menyukai