Anda di halaman 1dari 2

Mekah dan Klungkung (Gelgel) dalam Kidung Pamancangah*

*Tulisan ini dikirim oleh Sugi Lanus, peneliti Sastra Bali dan Jawa Kuna,
dalam sebuah diskusi mailinglist Bali-Bali (Diskusi Budaya Bali)

Menurut Kidung Pamancangah (C.C Berg): Pada tahun candra sangkala sima
ilang kartaningrat, yaitu tahun caka 1400 (tahun 1478 masehi )
Kerajaan Majapahit runtuh karena diserang oleh Girindra Wardani dari
Kediri, dan pada kesempatan itulah Raden Fatah putera Raja Brawijaya,
Raja Majapahit terlahir dari seorang padmi dari Palembang, kemudian
oleh para Wali dan Ulama dinobatkan sebagai Sultan Demak. Raden Fatah
bersama para Wali dan Ulama selalu berupaya menyebarkan Ajaran Islam
tidak hanya di Jawa tetapi juga keluar Jawa.

Sepertinya Sultan Demak (Raden Fatah) atau rombongannya yang datang ke


istana Gelgel di Bali. Dengan menggunakan pendekatan jalur istana
datanglah rombongan tersebut ke istana Gelgel masa pemerintahan
Waturenggong (1460-1550 masehi).

Dalam Kidung Pamancangah disebutkan:

"Pada waktu itu baginda (Waturenggong) masih muda datanglah utusan


dari 'mekah' dengan membawa gunting dan pisau cukur hendak
mengislamkan baginda, baginda amat marah. Pisau cukur lalu dicukurkan
pada telapak kaki baginda dan tumpullah pisau cukur itu tak ubahnya
seperti gurinda. Guntingnya diguntingkan pada jari tangan baginda,
namun gunting itu terpisah".

Dalam tembang Pamancangah tersebut diatas dikatakan bahwa yang datang


ke istana Gelgel utusan dari "Mekah". Tapi yang dimaksud "utusan
Mekah" adalah orang-orang Demak, seperti dikatakan oleh C.C Berg dalam
desertasinya: "....'propaganda islam' disebut terjadi tahun-tahun muda
Waturenggong. Oleh karena gagal mengislamkan Raja, rombongan kembali
ke Demak dan beberapa orang pengiringnya tinggal di Gelgel dan
orang-orang yang tinggal inilah yang kemudian menurunkan orang-orang
Islam di Gelgel."

Sumber lain mengatakan bahwa saat utusan tersebut gagal mengislamkan


Raja Gelgel maka utusan tersebut kemudian menikam dirinya dengan
menggunakan kerisnya dan mayatnya dimakamkan di desa Satra (kurang
lebih 3 Km di selatan Klungkung atau 1,5 Km dari sebelah barat daya
Gelgel ). Oleh masyarakat sekarang kuburannya disebut sema jarat atau
sema pajaratan (Bahasa Bali ). Kata jarat mengingatkan kita pada
istilah Gujarat (untuk para pedagang Gujarat dari India) yang
peranannya sangat besar di Nusantara.
Dalam sumber lain dapat dicatat bahwa pernah terjadi peristiwa penting
dalam pemerintahan Dalem Ketut Ngelesir sebagai Raja Gelgel I
(1380-1460) yaitu Raja Bali pernah mengadakan kunjungan ke Keraton
Majapahit pada masa Raja Hayam Wuruk mengadakan konfrensi
Kerajaan-Kerajaan masal se-Nusantara. Dari cerita turun-temurun
diperoleh informasi masuknya Islam pertama ke Gelgel dengan mengikuti
sebagai pengiring Dalem (sebutan Raja) dari Majapahit. Sebagai
pengiring mereka datang sebanyak 40 orang pada masa Ketut Ngelisir
Raja Gelgel I.

Apabila memang benar sepulang raja dari kunjungannya ke Majapahit


diiringi orang-orang Islam, ini artinya Islam pertama sudah ada di
pusat kerajaan di Bali sejak abad XIV.

Orang-orang Islam yang menetap di Gelgel tidak mendirikan kerajaan


tersendiri seperti Kerajaan-Kerajaan Islam di Pantai Utara Jawa, akan
tetapi mereka bertindak sebagai abdi dalem yang memerintah, juga tugas
mereka sebenarnya tidak diketahui dengan jelas dan tidak ada juga
tradisi yang mengatakan mereka pernah mengambil alih peranan-peranan
kepemimpinan tradisional yang ada.

Anda mungkin juga menyukai