Anda di halaman 1dari 4

I.

HUKUM JABAT TANGAN DENGAN PEREMPUAN MAHRAM

Berjabatan tangan/bersalaman, bersentuhan dengan perempuan yang


mahramhukumnya boleh. Berdasarkan sebuah hadits riwayat Abu Daud dan
Tirmidzi, bahwa Nabi Muhammad pernah mencium putrinya Fatimah dan
Fatimah juga pernah mencium Nabi apabila Nabi datang ke rumahnya.[1]
Hadits ini menjadi dalil ulama untuk menetapkan bolehnya berjabatan tangan
antara pria dengan wanita mahram. Karena, kalau bersentuhan boleh, maka
bersalaman juga boleh karena jatabtangan menjadi bagian dari bersentuhan.

Hal lain yang boleh dilakukan antara pria dan perempuan yang
mahram adalah memandang anggota tubuh wanita selain antara pusar dan
lutut, bepergian bersama, dan khalwat (berduaan dalam kamar tertutup).

II. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM

Wanita yang bukan mahram ada dua macam. Perempuan tua dan
perempuan muda. Kedunya memiliki konsekuensi hukum yang berbeda
dalam berjabatan tangan.

II.A. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA TUA BUKAN MAHRAM

Bersalaman dengan wanita tua renta hukumnya boleh dengan syarat (a)
perempuan itu sudah tidak menarik dan tidak tertarik lawan jenis; (b) kedua
belah pihak terbebas syahwat (nafsu). Berjabat tangan dengan anak (gadis)
kecil hukumnya sama dengan perempuan tua. Abu Bakar--khalifah pertama--
biasa bersalaman dengan perempuan tua.

Namun, menurut madzhab Syafi'i, hukumnya tetap haram. ٍ

II.B. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA MUDA BUKAN


MAHRAM

Bersalaman dengan perempuan non-mahram yang masih muda haram


secara mutlak dan disepakati oleh madzhab yang empat (Syafi'i, Maliki,
Hanafi, Hanbali).

Menurut madzhab Hanbali:

Haram berjabatan tangan dengan wanita bukan mahram yang masih muda,
walaupun memakai kain penghalang (ha'il). Berdasarkan sebuh hadits sahih
riwayat Tabrani dan Baihaqi Nabi bersabda: "Memasukkan tangan ke besi
yang panas itu lebih baik daripada menyentuh perempuan yang tidak halal
(bukan mahram atau istri)"[2] Bersalaman merupakan bagian dari
bersentuhan.
Sebuah hadits dari Aisyah menyatakan bahwa telapak tangan Nabi tidak
pernah menyentuh tangan perempuan lain sama sekali. Nabi berkata pada
para perempuan apabila hendak membaiat mereka, "Aku akan membaiat
kalian dengan kata-kata."[3]

Menurut Madzhab Syafi'i:

Imam Nawawi berkata: perempuan yang haram dilihat, maka haram disentuh.
Boleh memandang perempuan hanya apabila hendak melamarnya. Tapi
tetap tidak boleh menyentuhnya.[4]

Nabi tidak pernah menyentuh tangan wanita saat membaiat

Ada hadits riwayat Ummu Athiyah yang terkesan seakan-akan Nabi pernah
memegang tangan perempuan saat membaiat mereka. Anggapan itu tidak
betul. Hadits riwayat Ummu Athiyah tersebut menceritakan bahwa Nabi
mengutus Umar bin Khatab membaiat sekelompok perempuan Anshar. Umar
kemudian membaiat mereka dari luar pintu atau luar rumah sedang
perempuan itu berada dalam rumah.[5] Di situ tidak disebut secara jelas
apakah tangan Umar menyentuh atau tidak. Di samping itu, Ibnu Hajar
pensyarah Sahih Bukhari menyatakan bahwa kesaksian Ummu Athiyah
tersebut tertolak dengan hadits Aisyah.[6]

Sebagian ulama menafsiri hadits Ummu Athiyah itu dengan sahnya baiat
dengan bersalaman yang memakai penghalang.

III. PENDAPAT YUSUF QARDHAWI SEPUTAR JABAT TANGAN DENGAN


WANITA BUKAN MAHRAM

Dr. Yusuf Qaradawi mempunyai pandangan yang agak berbeda dalam soal
jabat tangan dengan perempuan bukan mahram. Menurut Qardhawi, hukum
bersalaman dengan perempuan non-mahram adalah makruh alias tidak
haram dengan syarat:

(a) tidak ada syahwat;

(b) aman dari atau tidak ada fitnah. Apabila dikuatirkan terjadi fitnah dari
salah satu pihak atau bangkitnya syahwat, maka hukumnya haram. Bahkan,
bersalaman dengan perelpuan mahram pun, kalau membangkitkan syahwat,
hukumnya haram. Seperti bersalaman dengan ibu mertua, bibi, istri ayah, dan
lain-lain yang termasuk dari perempuan mahram.

(c) Hendaknya bersalaman dengan singkat.[7]

Yusuf Qardhawi membahas aspek hukum secara mendalam sebelum sampai


pada kesimpulan di atas. Termasuk dalam menganalisa dasar-dasar dari
Quran dan hadits yang sebagian dikutip di catatan kaki di bawah.[8]
IV. HUKUM JABAT TANGAN DENGAN WANITA BUKAN MAHRAM
MENURUT MADZHAB 4 (EMPAT)

Berikut pendapat para ulama 4 (empat) madzhab atau madzahib al-arba'ah


seputar hukum berjabatan tangan atau salaman antara laki-laki dan wanita
bukan mahram (muhrim)

1. Madzhab Hanafi berdasarkan pendapat Ibnu Najim yang mengatakan


bahwa tidak boleh menyentuh wajah dan telapak tangan perempuan
walaupun aman dari syahwat karena adanya keharaman dan tidak adanya
darurat (keperluan mendesak) (Al Bahr Ar-Raiq VIII/219).

: ‫قال ابن نجيم‬


‫وال يجوز له أن يمس وجهها وال كفها وإن أمن الشهوة لوجود المحرم‬
. ‫والنعدام الضرورة‬
) 219 / 8 ( " ‫" البحر الرائق‬

Artinya: Laki-laki tidak boleh menyentuh wajah dan telapak tangan wanita
walaupun aman dari syahwat karena itu diharamkan dan tidak adanya hal
yang mendesak (darurat)

2. Madzhab Maliki. Muhammad bin Ahmad berkata tidak boleh menyentuh


wajah dan telapak tangan perempuan bukan mahram tanpa (kain)
penghalang (Minah al-Jalil ala Syarh Mukhtasar Khalil I/223).

: ) ‫قال محمد بن أحمد ( عليش‬


‫ فال يجوز لهما وضع‬، ‫وال يجوز لألجنبي لمس وجه األجنبية وال كفيها‬
‫ قالت عائشة رضي هللا تعالى عنها " ما بايع‬، ‫كفه على كفها بال حائل‬
‫النبي صلى هللا عليه وسلم امرأة بصفحة اليد قط إنما كانت مبايعته‬
‫ وفي رواية " ما مست يده يد‬، " ‫صلى هللا عليه وسلم النساء بالكالم‬
. " ‫امرأة وإنما كان يبايعهن بالكالم‬

3. Madzhab Syafi'i. Menurut Imam Nawawi hukumnya haram berjabat tangan


dengan wanita bukan mahram (Al-Majmuk IV/515). Imam Waliuddin Al-Iraqi
mengatakan bahwa Nabi tidak pernah menyentuh perempuan yang selain
istri-istrinya baik saat membaiat atau situasi lain. Apabila Nabi yang sudah
terpelihara dari berbagai macam keraguan tidak melakukannya, maka yang
lain semestinya lebih dari itu (tidak melakukan jabat tangan) (Tarhut Tatsrib
VII/45-46).
‫وقال ولي الدين العراقي ‪:‬‬
‫وفيه ‪ :‬أنه عليه الصالة والسالم لم تمس يده قط يد امرأة غير زوجاته‬
‫وما ملكت يمينه ‪ ،‬ال في مبايعة ‪ ،‬وال في غيرها ‪ ،‬وإذا لم يفعل هو ذلك‬
‫مع عصمته وانتفاء الريبة في حقه ‪ :‬فغيره أولى بذلك ‪ ،‬والظاهر أنه‬
‫كان يمتنع من ذلك لتحريمه عليه ؛ فإنه لم يُعد جوازه من خصائصه ‪،‬‬
‫وقد قال الفقهاء من أصحابنا وغيرهم ‪ :‬إنه يحرم مس األجنبية ولو في‬
‫غير عورتها كالوجه ‪ ،‬وإن اختلفوا في جواز النظر حيث ال شهوة وال‬
‫خوف فتنة‪ ،‬فتحريم المس آكد من تحريم النظر ‪ ،‬ومحل التحريم ما إذا‬
‫لم تدع لذلك ضرورة فإن كان ضرورة كتطبيب وفصد وحجامة وقلع‬
‫ضرس وكحل عين ونحوها مما ال يوجد امرأة تفعله جاز للرجل‬
‫األجنبي فعله للضرورة ‪.‬‬

‫‪4. Mdzhab Hanbali. Hukumnya haram berjabat tangan (Al-Adab Asy-‬‬


‫‪Syar'iyyah II/257).‬‬

‫وقال ابن مفلح ‪:‬‬


‫وسئل أبو عبد هللا – أي اإلمام أحمد – عن الرجل يصافح المرأة قال ‪:‬‬
‫ال وشدد فيه جدا ‪ ،‬قلت ‪ :‬فيصافحها بثوبه ؟ قال ‪ :‬ال ‪...‬‬
‫والتحريم اختيار الشيخ تقي الدين ‪ ،‬وعلل بأن المالمسة أبلغ من النظر‬
‫)‬

Anda mungkin juga menyukai