Anda di halaman 1dari 9

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Analisis Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah Menggunakan


Modifikasi Metode Storie Di Wilayah Cisompet dan Sekitarnya,
Kabupaten Garut
Analysis of Landslide Vulnerability of Cisompet Territory in Garut District Using
Storie Method and Fault Fracture Density
Hananto Yugo Utomo1, Iyan Haryanto2, Emi Sukiyah2, dan Edy Sunardi4
1
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang Km. 21,
Jatinangor, 45363, Provinsi Jawa Barat
Email : hanantoyugoutomo@gmail.com

Abstrak
Daerah Provinsi Jawa Barat sering mengalami bencana gerakan tanah yang dapat
menimbulkan kerugian fisik dan ekonomi. Salah satu daerah yang tak luput dari bencana
alam gerakan tanah adalah daerah kabupaten Garut Selatan. Analisa tingkat kerentanan suatu
wilayah dapat digunakan untuk mendukung upaya mitigasi bencana pergerakan tanah di
wilayah ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerentanan gerakan tanah
daerah Cisompet yang berada di selatan kabupaten Garut menggunakan metode Storie dan
kerapatan kelurusan sungai yang diolah menggunakan metode Fault Fracture Density (FFD)
sebagai parameter tambahan untuk menganalisa tingkat kerentanan gerakan tanah. Hasil
penelitian menunjukan bahwa daerah Cisompet dan sekitarnya memiliki tingkat kerentanan
sedang hingga tinggi. Daerah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi banyak terdapat di
daerah timur laut daerah penelitian yaitu diwilayah Kecamatan Singajaya dan Kecamatan
Banjarwangi. Bencana gerakan tanah terjadi pada daerah dengan tataguna lahan yang sedikit
vegetasinya,topografi lerengnya agak curam hingga curam, dan pada litologi batuan
penyusun berupa produk gunungapi tua tak teruraikan dengan curah hujan sedah hingga
tinggi.
Kata Kunci : Gerakan tanah, Cisompet Kabupaten Garut Selatan, Kerentanan, metode
storie, FFD

Pendahuluan kejadian gerakan tanah. Hal ini dipicu oleh


topografi wilayah ini yang memiliki lereng
Provinsi Jawa Barat merupakan salah cukup curam, litologi batuan yang sebagian
satu wilayah yang sering mengalami bencana besar tersusun atas batuan gunungapi berumur
gerakan tanah. Pusat Vulkanologi dan kuarter ditambah intensitas curah hujan yang
Mitigasi Bencana mencatat pada tahun 2012, cukup tinggi apabila masuk musim
telah terjadi 63 kejadian gerakan tanah di penghujan.
wilayah Jawa Barat dari total 127 kejadian
gerakan tanah yang terjadi di Indonesia yang Untuk mengurangi dampak kerugian
berarti hampir setengahnya terjadi di wilayah yang dihasilkan oleh bencana gerakan tanah
Jawa Barat ini. Kabupaten Garut selatan salah maka perlu pengetahuan mengenai tingkat
satu wilayah yang kerap kali mengalami kerentanan wilayah-wilayah di daerah

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

kabupaten Garut bagian selatan. Dengan tersusun dari lima jenis formasi batuan yang
mengetahui tingkat kerentanan pergerakan mana dari tua ke muda adalah Tomj (formasi
tanah sehingga dapat membuat rencana jampang), Tmbp (formasi bentang), Tpv
pembangunan ataupun tata guna lahan dan (breksi tufaan), Qtv (Batuan gunungapi tua
mitigasi bencana sehingga dapat dibuat tak teruraikan) dan Qyc/Qyp (batuan
rencana pencegahan yang lebih maksimal gunungapi muda).
guna meminimalisir kejadian gerakan tanah di Formasi Jampang (Tomj) adalah
wilayah ini. formasi batuan yang berumur tersier tersusun
Indeks Storie merukan salah satu atas lava andesitan terkekarkan dan breksi
metode semi kuantitatif untuk penilaian tanah andesit hornblenda, sisipan tuf hablur halus,
yang awalnya digunakan untuk setempat terpropilitkan. Formasi Bentang
mengklasifikasikan tanah guna keperluan tata (Tmpb) adalah formasi batuan yang berumur
guna lahan pertanian berdasarkan tersier tersusun atas batupasir tufan, tuf
produktivitas tanamannya (Storie, 1978; batuapung, batulempung, konglomerat dan
Reganold and Singer 1979). Namun pada lignit. Formasi Breksi tufaan (Tpv) berumur
perkembangannya, indeks Storie dapat juga tersier dan tersusun atas breksi, tuf dan
digunakan untuk menganalisa kerentanan batupasir. Formasi batuan gunungapi tak
gerakan tanah (Sitorus, 1995 ; Arifin et al ., teruraikan (Qtv) berumur kuarter dan tersusun
2006). atas tuf, breksi tuf dan lava. Formasi batuan
Kerentanan gerakan tanah di bagian gunungapi muda (Qyp/Qyc) berumur kuarter
selatan kabupaten Garut ini diindikasikan yang tersusun dari eflata dan lava aliran
dipengaruhi oleh faktor geologi, topografi, bersusunan andesit-basalan bersumber dari
tataguna lahan, curah hujan dan kerapatan Gunung Cikuray dan Gunung Papandayan.
struktur geologinya yang diwakilkan oleh Berikut adalah peta geologi regional daerah
kelurusan segmen sungai karena menurut Van penelitian beradasarkan Peta Geologi lembar
Der Pluijm (2004), kelurusan dapat Garut dan Pameungpeuk, Jawa ( M. Alzwar,
merepresentasikan rekahan atau kekar pada N. Akbar & S. Bachri. 1992).
suatu daerah.
Analisa tingkat kerentanan daerah Metodologi
rawan gerakan tanah di daerah ini berdasarkan
karakteristik parameter-parameter tersebut Analisa tingkat kerentanan gerakan
akan bermanfaat untuk keperluan tata ruang tanah dilakukan menggunakan metode Storie
wilayah dan mitigasi bencana di wilayah (Sitorus, 1995) dan dimasukan parameter baru
daerah penelitian. yaitu kepadatan struktur geologi yang di
wakilkan oleh kelurusan segmen-segmen
sungai yaitu berdasarkan metode Fault
Geologi Daerah Penelitian Fracture Density (FFD) sehingga parameter
yang digunakan dalam klasifikasi tingkat
Geologi regional daerah penelitian kerentanan lahan ini adalah kemiringan
termasuk ke dalam peta geologi lembar Garut lereng, tataguna lahan, curah hujan, jenis
dan Pameungpeuk, Jawa ( M. Alzwar, N. tanah dan FFD.
Akbar & S. Bachri. 1992). Berdasarkan peta
geologi regional tersebut, daerah penelitian

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Gambar 1. Peta Geologi daerah penelitian (modifikasi dari M. Alzwar, N. Akbar & S. Bachri. 1992)

Data kemiringan lereng di dapatkan didapatkan dengan menarik kelurusan-


dengan mengolah peta Digital Elevation kelurusan segmen sungai yang ada pada
Mode (DEM) menggunakan salah satu daerah penelitian menggunakan aplikasi
program aplikasi berbasis GIS yaitu Global Global Mapper.
Mapper. Data tata guna lahan daerah Pengolahan data masing-masing
penelitian di dapatkan dari Peta Penggunaan parameter menggunakan perangkat lunak
Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah Global mapper13, MapInfo Professional 10.5,
Kabupaten Garut Tahun 2011-2031 (Dinas Microsoft Excel 2007, dan Surfer 9.
Perumahan, Tata Ruang dan Cipta Karya Perhitungan tingkat kerentanan gerakan tanah
Kabupaten Garut). Data untuk parameter jenis dilakukan dengan metode Storie (Sitorus,
tanah didapatkan dari Peta Jenis Tanah 1995) ditambah parameter FFD. Parameter-
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten parameter seperti tataguna lahan, kemiringan
Garut Tahun 2011-2031 (Dinas Perumahan, lereng, jenis tanah, curah hujan, dan FFD
Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten masing-masing diberikan bobot. Kemudian
Garut). Informasi data untuk parameter curah dizonasi menggunakan software Surfer 9.
hujan didapatkan dari Peta Rata-Rata Curah
Hujan Tahunan Periode 1981-2010 di DKI
Jakarta, Banten dan Jawa Barat (BMKG).
Data parameter kepadatan struktur (FFD)

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Indeks Storie Sugianti et al., 2014) dengan modifikasi


parameter pada Indeks Storie sebagai berikut:
Indeks Storie merukan salah satu
metode semi kuantitatif untuk penilaian tanah L = A x B/10 x C/10 x D/10 x................... (2)
yang awalnya digunakan untuk
Keterangan :
mengklasifikasikan tanah guna keperluan tata
A : tataguna lahan
guna lahan pertanian berdasarkan
produktivitas tanamannya (Storie, 1978; B : kemiringan lereng
Reganold and Singer 1979). Namun pada C : jenis tanah
perkembangannya, indeks Storie dapat juga D : curah hujan
digunakan untuk menganalisa kerentanan Akan tetapi pada penelitian ini, penulis
gerakan tanah (Sitorus, 1995 ; Arifin et al .,
menambah satu faktor lagi untuk menentukan
2006).
tingkat klasifikasi kerentanan lahan yaitu
Analisis metode Storie ini mudah parameter kerapatan kelurusan sungai fault
dilakukan: parameter-parameter yang fracture density (FFD) sehingga rumus nya
ditetapkan untuk dievaluasi yaitu : menjadi :
A : Kedalaman tanah dan tekstur
L = A x B/10 x C/10 x D/10 x E/10........... (2)
B : Permeabilitas Tanah
C : Sifat kimia tanah Keterangan :
D : Drainase, limpasan permukaan A : tataguna lahan
E : Iklim B : kemiringan lereng
C : jenis tanah
Indeks dihitung dengan perkalian parameter-
D : curah hujan
parameter, yaitu :
E : FFD
Sindex = A x B x C x D x E.............................(1) L : Kerentanan gerakan tanah
Metode storie ini memiliki kelemahan yaitu A. Tataguna lahan
jika salah satu parameter memiliki nilai nol,
Penggunaan lahan pada suatu wilayah
maka hasil perkalian akan menjadi nol dan
akan mempengaruhi tingkat kerentanan
tanah dianggap memiliki keterbatasan fisik gerakan tanah disuatu wilayah. Wilayah
dan tidak sesuia untuk keperluan lahan tataguna lahan hutan yang memiliki vegetasi
pertanian. cukup banyak akan memiliki tingkat erosi
Metode storie ini dalam yang rendah dan kemungkinan pergerakan
perkembangannya telah dilakukan revisi tanahnya lebih sedikit dibanding daerah yang
dengan menggunakan algoritma discrete dan peka terhadap erosi seperti wilayah terbuka
fuzzy logic untuk mendapatkan tingkatan yang yang tidak memiliki vegetasi.
lebih akurat dan mengurangi unsur Data peta tataguna lahan yang
subjektifitas dalam pemberian bobot. digunakan pada penelitian kali ini didapatkan
(O’Green dan Southard, 2005) dari Peta Penggunaan Lahan Rencana Tata
Metode storie ini yang awal mulanya Ruang Wilayah Kabupaten Garut Tahun
digunakan untuk pengklasifikasian jenis tanah 2011-2031 (Dinas Perumahan, Tata Ruang
untuk pertanian juga telah digunakan untuk dan Cipta Karya Kabupaten Garut) yang
menentukan tingkat kerentanan gerakan tanah kemudian dilakukan pembobotan sesuai
(Sitorus, 1995; Arifin et al., 2006; Khori tingkat erosi sesuai dengan klasifikasi

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

pemanfaatan lahan (Karnawati, 2003) (tabel


1).
Tabel 1. Klasifikasi Pemanfaatan Lahan (Karnawati, 2003)

Kelas tataguna lahan Tingkat erosi Bobot

Hutan tidak sejenis Tidak peka terhadap erosi 1

Hutan sejenis Kurang peka terhadap erosi 2

Perkebunan Agak peka terhadap erosi 3

Permukiman, Sawah, Kolam Peka terhadap erosi 4

Tegalan, tanah terbuka Sangat peka terhadap erosi 5

Tabel 2. Klasifikasi Kemiringan Lereng (Van Zuidam, 1983)

Kemiringan (%) Kelas lereng Satuan morfologi Bobot

0-8 Datar Dataran 1

9-15 Landai Perbukitan berelief halus 2

16-25 Agak curam Perbukitan berelief sedang 3

26-45 Curam Perbukitan berelief kasar 4

>45 Sangat curam Perbukitan berelief sangat kasar 5

Tabel 3. Klasifikasi intensitas curah hujan (Puslit Tanah, 2004)


Intensitas curah hujan
Parameter Bobot
(mm/tahun)
<2000 Kering 1

2000-2500 Sedang/lembab 2

2500-3000 Basah 3

>3000 Sangat basah 4

Tabel 4. Klasifikasi kepekaan jenis tanah terhadap tingkat erosi (Sobirin, 2013)

Jenis tanah Tingkat erosi Bobot

Aluvial, Glei Tidak peka 1

Latosol Sedikit peka 2

Brown forest, Mediteran Agak peka 3

Andosol, Grumosol, Podsol Peka 4

Regosol, Litosol, Organosol Sangat peka 5

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Tabel 5. Klasifikasi kepadatan kelurusan sungai (FFD)


Panjang Total (km) (tiap grid 4
Tingkat Kepadatan Bobot
km2)
<4,905 Renggang 1

4,905-7,905 Agak renggang 2

7,905-10,905 Agak padat 3

10,905-13,905 Padat 4

>13,905 Sangat padat 5

Tabel 6. Klasifikasi Tingkat Kerentanan terhadap Gerakan Tanah


(hasil perkalian parameter dengan rumus indeks Storie)

Tataguna Kemiringan Curah Jenis Analisis Nilai kelas Tingkat


FFD
lahan lereng hujan tanah bobot bobot kerentanan
1 1 1 1 1 0,0001 <0,0001 Sangat rendah

2 2 2 2 2 0,0032 0,0001-0,0032 Rendah

3 3 3 3 3 0,0243 0,0032-0,0243 Sedang

4 4 4 4 4 0,1024 0,0243-0,1024 Tinggi

5 5 5 5 5 0,3125 >0,1024 Sangat tinggi


B. Kemiringan lereng C. Curah hujan
Kemiringan lereng merupakan salah Informasi data untuk parameter curah
satu faktor yang berkaitan langsung dengan hujan didapatkan dari Peta Rata-Rata Curah
bahaya pergerakan tanah. Daerah dengan Hujan Tahunan Periode 1981-2010 di DKI
topografi lereng yang curam akan memiliki Jakarta, Banten dan Jawa Barat (BMKG).
potensi pergerakan tanah yang lebih besar Pembobotan didasarkan pada klasifikasi
dibanding daerah yang topografi lerengnya intensitas curah hujan (Puslit Tanah, 2004)
landai. Hal ini disebabkan karena (tabel 3).
perbandingan antara gaya penahan dan gaya D. Jenis tanah
pendorong pada lereng yang curam relatif
lebih kecil dibanding lereng yang lebih landai. Data jenis tanah yang digunakan pada
Data kemiringan lereng di dapatkan penelitian kali ini didapatkan dari Peta Jenis
dengan mengolah peta DEM. Peta dem diolah Tanah Rencana Tata Ruang Wilayah
menggunakan global mapper untuk membagi Kabupaten Garut Tahun 2011-2031 (Dinas
daerah penelitian berdasarkan tingkat kelas Perumahan, Tata Ruang dan Cipta Karya
kemiringan lerengnya Kabupaten Garut). Klasifikasi dan penentuan
nilai bobot jenis tanah dilakukan berdasarkan
Klasifikasi dan pemberian bobot tingkat kepekaan erosi jenis tanah (Sobirin,
kemiringan lereng didasarkan pada persentase 2013) (tabel 4).
kemiringan lereng (Van Zuidam, 1983) (tabel
2).

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

E. Kerapatan Struktur (FFD) sebagai zona-zona lemah (kekar dan sesar)


yang terisi oleh air sehingga membentuk
Metode Fault Fracture Density (FFD) sungai. Dalam Zakaria et al./ICG 2015 juga
adalah metode yang digunakan untuk menjelaskan bahwa ada hubungan antara
mengidentifikasi daerah panas bumi kerapatan kelurusan sungai dengan kekuatan
berdasarkan densitas kelurusan. Kelurusan daya dukung tanah di suatu wilayah. Oleh
disini diasumsikan sebagai bidang lemah yang karena itu penulis menjadikan kerapatan
berasosiasi dengan fault atau fracture yang kelurusan sungai yang diasumsikan sebagai
menjadi jalur pergerakan fluida yang berasal kerapata struktur di wilayah tersebut menjadi
dari reservoir yang muncul di permukaan salah satu parameter dalam penetuan tingkat
sebagai manifestasi seperti mata air panas kerentanan gerakan tanah.
atau fumarol.
Data kerapatan kelurusan sungai
Menurut Van Der Pluijm (2004), didapatkan dengan menarik kelurusan-
kelurusan dapat merepresentasikan rekahan kelurusan sungai yang ada di daerah
atau kekar pada suatu daerah sehingga penelitian yang kemudian dilakukan
kelurusan-kelurusan sungai bisa diasumsikan pembobotan (tabel 5).

Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil pengolahan data, tinggi. Daerah yang memiliki tingkat
didapatkan bahwa di daerah penelitian kerentanan sedang berjumlah 60% sedangkan
memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah daerah dengan tingkat kerentanan tinggi
sedang hingga tinggi. Daerah yang memiliki berjumlah 40%. Wilayah yang paling banyak
tingkat kerentanan sedang berjumlah 60% memiliki daerah dengan tingkat kerentanan
sedangkan daerah dengan tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi adalah Kecamatan
tinggi berjumlah 40%. Wilayah yang paling Cikajang, Kecamatan Singajaya, dan
banyak memiliki daerah dengan tingkat Kecamatan Banjarwang
kerentanan gerakan tanah tinggi adalah
Kecamatan Cikajang, Kecamatan Singajaya,
dan Kecamatan Banjarwangi. Secara Geologi Pustaka
daerah-daerah yang memiliki tingkat Arifin, S., Carolila, I., Winarso, G., 2006.
kerentanan gerakan tanah tinggi memeliki Implementasi Penginderaan Jauh dan SIG
litologi batuan yaitu batuan gunungapi tua tak untuk Inventarisasi Daerah Rawan
teruraikan yang berumur kuarter. Selain Bencana Longsor (Propinsi Lampung).
memiliki kesamaan dalam hal litologi batuan, Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan
Citra Digital, 3 (1), 77-86.
daerah-daerah yang memiliki tingkat
kerentanan tanah tinggi ini juga hampir Karnawati, D., 2003. Bencana Alam Gerakan
memiliki kesamaan dalam masalah tataguna Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya. Jurusan Teknik
lahan, kemiringan lereng dan juga kerapatan Geologi, Universitas Gajah Mada,
kelurusan sungai. Yogyakarta.
M. Alzwar, N. Akbar & S. Bachri. 1992. Peta
Kesimpulan Geologi lembar Garut dan Pameungpeuk,
Jawa
Daerah penelitian memiliki tingkat
kerentanan gerakan tanah sedang hingga

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

O’Green, A. T., and S.B. Southard, 2005. A Agricultural Sciences Special Publication
Revised Storie Index Modeled in NASIS. 3203.
Soil Survey Horizons, 46 (3), 98-109. Van Der Pluijm, Ben A., 2004, Earth
Puslit Tanah, 2004. Klasifikasi Intersitas Structure Second Edition. New York: W.
Curah Hujan. Puslit Tanah, Bogor. W. Norton & Company Ltd.
Reganold, J. P., and M. J. Singer, 1979. Van Zuidam, R.A., 1983. Guide to
Defining Prime Farmland by Three Land Geomorphological Aeral Photographic
Classification System. Journal of Soil and Interpretation and Mapping. ITC,
Water Conservation, 34, 172-176. Enschede, The Nederlands.
Sitorus, S., 1995. Evaluasi Sumber Daya Lahan.
Tarsito, Bandung.
Zufialdi, Zakaria., Hendarmawan., Nana
Sobirin, S., 2013. Pengolahan Sumber Daya Air sulaksana., Adjat Sudrajat., 2015. Soil
Berbasis Masyarakat. Presentasi disampaikan bearing capacity for shallow foundations
pada Seminar Reboan Pusat Penelitian and its relationship with FFD through
Geoteknologi LIPI, Tanggal 8 Mei 2012, modification method in active tectonics
Bandung. region.
Storie, R., 1978. Storie Index Soil Rating.
Oakland, University of California Division of

Lampiran Peta-Peta

Gambar 2. Peta tata guna lahan daerah penelitian Gambar 3. Peta tata guna lahan daerah penelitian

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Gambar 3. Peta curah hujan daerah penelitian Gambar 4. Peta jenis tanah daerah penelitian

Gambar 5. Peta kerentanan daerah penelitian

Kerentanan gerakan tanah


tinggi
Kerentanan gerakan tanah
sedang

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Anda mungkin juga menyukai