Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat suatu
populasi organisme terwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi,
reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa gen yang
diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan bervariasi dalam suatu
populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-
sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen
akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies
yang bereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh
rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi
terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka
dalam suatu populasi.
Evolusi didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan hanyutan
genetik. Seleksi alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan sifat
terwariskan ke keturunan yang berguna untuk keberlangsungan hidup dan
reproduksi organisme menjadi lebih umum dalam suatu populasi dan sebaliknya,
sifat yang merugikan menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi karena individu
dengan sifat-sifat yang menguntungkan lebih berpeluang besar bereproduksi,
sehingga lebih banyak individu pada generasi selanjutnya yang mewarisi sifat-sifat
yang menguntungkan. Setelah beberapa generasi, adaptasi terjadi melalui
kombinasi perubahan kecil sifat yang terjadi secara terus menerus dan acak dengan
seleksi alam. Sementara itu, hanyutan genetik (Bahasa Inggris: Genetic Drift)
merupakan sebuah proses bebas yang menghasilkan perubahan acak pada frekuensi
sifat suatu populasi. Hanyutan genetik dihasilkan oleh probabilitas apakah suatu
sifat akan diwariskan ketika suatu individu bertahan hidup dan bereproduksi.
Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil,
perubahan ini akan berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial
pada organisme dalam kurun waktu yang lama (Proses evolusi). Proses ini
mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies yang baru. Makalah ini akan
menguraikan mengenai perjalanan evolusi dari Buaya selama kurun waktu tertentu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perjalanan evolusi buaya?
2. Apa saja jenis buaya yang hidup pada zaman prasejarah?
3. Bagaiaman kekerabatan dari buaya?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perjalanan Evolusi Buaya

Selama ini buaya disebut sebagai ‘fosil hidup’ karena sedikitnya perubahan
fisik buaya dari jaman prasejarah. Namun, analisa yang dilakukan peneliti di New
York menunjukkan bahwa buaya yang hidup di jaman sekarang berbeda dengan
buaya yang hidup di jaman prasejarah. Terungkapnya perjalanan evolusi buaya
diketahui melalui penemuan moyang purba buaya, semisal spesimen mirip kucing
(Pakasuchus Kapilimai), buaya raksasa dan spesies vegetarian berhidung pesek
(Simosuchus clarki). Anatomi tubuh pendek dan lebar, moncong bulat, serta ekor
pendek yang diperlihatkan beberapa buaya menunjukkan adanya serangkaian
adaptasi.

Adaptasi anatomi yang beragam pada kelompok reptil disebut “Notosuchian


Crocodyliformis”. Para peneliti menduga struktur tubuh buaya, alligator, dan
gharial berkembang dari kelompok reptil prasejarah yang beragam dengan bentuk
tubuh berbeda.

Dugaan itu berawal dari penemuan fosil buaya aneh yang disebut Simosuchus
clarki di Madagaskar. Sejak saat itu, para ahli paleontologi berlomba menemukan
fosil utuh binatang tersebut sampai kerangka buaya yang hampir lengkap pun
ditemukan. Analisis fosil tersebut memicu kembali diskusi tentang evolusi buaya
modern.
Simosuchus clarki, yang diperkirakan hidup 66 juta tahun lampau di penghujung
zaman dinosaurus, amat berbeda dibandingkan dengan spesies buaya lain.
Panjangnya hanya 60 sentimeter, moncong pendek dan membulat, serta ekor
pendek dan tubuhnya mirip tank tertutup lapisan keras. Dengan rahangnya yang
pendek dan lemah, ditambah gigi berbentuk daun, para ilmuwan menduga reptil
tersebut tak mampu menarik mangsa dari tepi air, seperti apa yang dilakukan buaya
modern. Berdasarkan analisis tersebut, Simosuchus clarki diperkirakan adalah
buaya purba yang hidup di darat, dan bukannya memangsa binatang lain seperti
kerabat modernnya. Spesies itu justru mengunyah tanaman di habitat padang
rumput yang kering.
Selain Simosuchus clarki, fosil buaya lain yang membuktikan buaya bukan fosil
hidup adalah kerangka binatang mirip buaya kecil dengan gigi menyerupai
mamalia, yang ditemukan sejumlah ahli paleontologi di Tanzania. Gigi kucing yang
dimiliki buaya tersebut jauh berbeda dari gigi kerucut buaya modern, yang
digunakan untuk merobek dan memotong mangsa.
Profesor Patrick O Connor dari Ohio University mengatakan, “buaya ini
berusaha menjadi mamalia”. Kepalanya sebesar kepalan tangan. Jika melihat
giginya, orang akan berpikir bahwa binatang ini adalah buaya, Profesor Patrick
mengatakan bahwa binatang ini tidak memiliki pelindung yang kuat seperti buaya
lainya kecuali ekornya. Hal ini menjelaskan bahwa makhluk ini cukup mobile dan
mungkin aktif tidak seperti buaya biasanya.Aspek lain dari anatominya menyatakan
bahwa binatang ini merupakan makhluk darat yang senang memakan serangga dan
binatang kecil, untuk bertahan hidup. Para peneliti menjulukinya Pakasuchus
kapilimai.
Buaya, Alligator, Caimans dan Gavials. Mereka adalah salah satu predator
terganas di muka bumi saat ini. mereka bersaudara walau dengan bentuk moncong
yang biasanya berbeda beda. Buaya muncul dari kelompok reptile yang sangat
produktif disebut archosaurs. Archosaurs adalah reptil purba yang cabang cucu
cucunya meluas hingga burung, dinosaurus, dan mahluk ampibi purba lainnya.
Kelompok ini menghasilkan spesies seperti buaya & alligator di saat sekarang ini.
Penemuan ini memunculkan pendapat yang mengatakan bahwa buaya memiliki
hubungan kekerabatan dengan burung dan dinosaurus.
Para leluhur buaya awal diidentifikasi adalah makhluk yang disebut
Barbarenasuchus brasiliensis. Spesies Ini adalah bagian dari kelompok hewan
besar dan serupa dengan Sphenosuchia.

Barbarenasuchus brasiliensis hidup di periode Trias sekitar 220-200 juta tahun


yang lalu. Barbarenasuchus brasiliensis adalah salah satu anggota tertua dari
kelompok hewan yang disebut Crocodylomorphs (archosaurs). Spesies ini
ditemukan di tempat yang sekarang adalah Brasil. Binatang ini berlari tegak
sehingga memungkinkan dia melaju cepat karena badannya ramping. Ketika zaman
Barbarenasuchus brasiliensis runtuh, diduga mereka berevolusi menjadi reptil
purba yang lebih mirip buaya sekarang ini. Predator semi-akuatik. Makhluk-
makhluk ini disebut Phytosaurs. Nenek moyang buaya diduga adalah evolusi atau
bahkan kerabat dekat Phytosaurs. Namun, Phytosaurs telah lenyap tanpa
meninggalkan fosil sehingga tidak ditemukan bukti kuat yang mendukung teori
tersebut.
Penemuan fosil justru memperkuat bukti evolusi buaya yang berkembang dari
sekelompok reptil yang disebut archosaurs, sekitar 250 juta tahun yang lalu.
Keturunan lain dari Archosaur adalah burung. Semua dinosaurus juga keturunan
dari archosaurs. Seperti burung, buaya memiliki jantung empat bilik. Hal ini telah
diusulkan sebagai bukti bahwa buaya pernah berdarah hangat, dan bahwa buaya
kembali berevolusi berdarah dingin untuk menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan. Buaya juga, seperti burung yang memiliki korteks otak.
Temuan terbaru di bidang paleontologi menunjukkan buaya purba berukuran
raksasa tampak mengenakan perisai di kepalanya. Asesoris yang belum pernah
dijumpai sebelumnya pada buaya ini diduga berfungsi untuk mengintimidasi musuh
sekaligus menarik perhatian pasangan. Para peneliti menyebut buaya purba
berperisai tersebut sebagai "Shieldcroc", dan merupakan nenek moyang awal dari
buaya modern yang ditemukan di Afrika.

“Seiring dengan penemuan-penemuan lain, diketahui bahwa nenek moyang


buaya ternyata jauh lebih beragam dari yang disadari para ilmuwan sebelumnya"
kata Casey Holliday, seorang ahli paleontologi vertebrata dan biologi evolusi di
University of Missouri di Columbia, Amerika Serikat. Shieldcroc diidentifikasi dari
sepotong fosil tengkorak yang ditemukan di padang pasir di tenggara Maroko. Fosil
tengkorak Shieldcroc saat ini dipamerkan di Royal Ontario Museum, Kanada,
hingga beberapa tahun mendatang.
Dengan menganalisis cekungan dan benjolan tempat pembuluh darah yang
menempel pada tulang tengkorak buaya, para peneliti menemukan adanya struktur
melingkar menyerupai perisai pada bagian atas kepala. Struktur ini tidak pernah
terlihat sebelumnya pada buaya modern. Para peneliti memperkirakan perisai
berguna untuk membantu mengontrol suhu di kepala buaya, sekaligus sebagai ciri
penanda bagi kawan dan musuhnya. “Buaya dan aligator modern menggunakan
kepala mereka untuk pamer ke pasangan atau musuh yang menyusup ke wilayah
mereka," kata Holliday. Aligator, lanjut dia, sering menempatkan kepala di udara
untuk memamerkan profil tengkorak mereka. Adapun buaya, di sisi lain,
menunjukkan kepala kepada penyusup atau pasangan dengan maksud
mempertontonkan tanduk kecil di bagian belakang tengkorak mereka.
Shieldcroc memiliki tengkorak lebih datar dibandingkan spesies buaya lainnya.
Tengkorak datar ini membuat kepala Shieldcroc menjadi terlalu tipis untuk
memudahkannya bergulat dengan dinosaurus. Sebaliknya, para peneliti
menyatakan reptil kuno ini kemungkinan ahli menangkap ikan karena memiliki
rahang tipis. Fosil yang ditemukan menunjukkan kepala Shieldcroc tidak hanya
datar, tapi juga panjang, mencapai 1,5 meter. Panjang tubuhnya dari ujung kepala
hingga ekor mencapai 9 meter. Para peneliti memperkirakan ukuran tubuh
Shieldcroc berdasarkan ukuran tengkoraknya.
Shieldcroc diperkirakan hidup 99 juta tahun yang lalu. Berdasarkan hasil
perbandingan dengan buaya masa kini yang meliputi buaya, kadal, dan alligator,
peneliti memperkirakan bahwa lapisan yang dimiliki ShieldCroc berfumgsi
membantu mengontrol temperatur badan dan berkomunikasi dengan individu
sejenis lainnya. Fitur hampir serupa juga dimiliki beberapa buaya modern.
Misalnya, buaya Kuba memiliki tanduk di sisi kepalanya, yang pada jantan
berfungsi untuk menarik perhatian betina sekaligus mengusir pejantan lainnya.
Meski begitu, diketahui bahwa lapisan seperti pada ShieldCroc merupakan satu
satunya yang pernah ditemukan.
B. Jenis-Jenis Buaya yang hidup di jaman Prasejarah

1. BoarCroc (Kaprosuchus saharicus)

Kaprosuchus adalah sebuah genus yang telah punah dari jaman Crocodyliform.
Hal ini diketahui dari tengkorak yang ditemukan di Upper Cretaceous Echkar
Formation di Nigeria. Namanya yang berarti "BoarCroc" dari bahasa Yunani kapros
("babi hutan") dan souchos ("buaya") mengacu pada gigi yang besar berbentuk
taring mirip dengan babi hutan. Buaya ini telah dijuluki "BoarCroc" oleh Paul
Sereno dan Hans Larsson yang genusnya pertama kali dijelaskan di dalam
monografi yang diterbitkan dalam ZooKeys pada tahun 2009 bersama dengan
crocodyliformes Sahara lainnya seperti Anatosuchus dan Laganosuchus.
Kaprosuchus diperkirakan memiliki panjang sekitar 6 meter. Buaya ini memiliki
tiga set gigi yang seperti gading yg berbentuk taring yang ada di bagian atas dan di
bawah tengkorak, jenis gigi ini tidak terlihat dalam crocodyliform lain yang sudah
dikenal. Karakteristik lain yang unik dari Kaprosuchus adalah tanduk berkerut
terbentuk dari tulang squamosal dan parietal yang keluar dari tengkoraknya.
2. RatCroc (Araripesuchus rattoides)

Fossil-nya ditemukan di Maroko. Panjangnya tiga kaki. Mempunyai sepasang


gigi di rahang bawahnya untuk menggali dan mencari makanan.
3. PancakeCroc (Laganosuchus thaumastos)
Panjang tubuh mencapai 20 kaki, PancakeCroc sama besarnya seperti buaya
terbesar yang hidup sekarang ini. Tapi rahangnya benar-benar tipis, rapuh, dan
kurang bertenaga. Karena rahangnya tidak cukup kuat untuk berkelahi dengan
mangsanya, Paul Sereno percaya dia makan di bawah air, hanya dengan membuka
mulutnya dan berharap sesuatu akan berenang di dalamnya. Tubuhnya sudah pasti
dilengkapi dengan baik untuk mengintai tanpa bergerak di satu tempat selama
berjam-jam, bahkan mungkin berhari-hari.

4. DuckCroc (Anatosuchus minor)

Diciptakan untuk bergerak di darat, DuckCroc mungkin sangat cekatan, serta


cepat larinya. Scan otak menunjukkan otak DuckCroc dikelilingi oleh kantong
udara - tanda-tanda bahwa itu adalah organ turbocharged yang membutuhkan
pendinginan. DogCroc juga memiliki karakteristik serupa. Orang mungkin
menyebut mereka korvet buaya. Tapi DuckCroc memiliki otak yang lebih besar
yang terhubung khusus ke hidung seperti Platypus berparuh bebek.
5. DogCroc (Araripesuchus wegeneri)
Makhluk aneh, dan kurus, yang tampak seperti anjing berlapis baja, mengendus
tanah saat mereka pergi, dan juga mengendus udara dengan hidungnya yang
berdaging. DogCroc adalah spesies yang mampu melarikan diri dengan lihai - siap
untuk pergi menjauh dari dinosaurus atau lari dari buaya lain. Seperti DuckCroc,
DogCroc memiliki otak besar - bagian berpikir, dan merasakan dari otak.

6. SuperCroc (Sarcosuchus imperator)

Para ilmuwan telah menggali sisa-sisa satu buaya kuno yang memiliki panjang
seperti bus kota dan berat seperti ikan paus kecil. Makhluk raksasa, yang hidup 110
juta tahun yang lalu, di masa Cretaceous Tengah, tumbuh sepanjang 40 kaki (12
meter) dan beratnya sebanyak delapan ton metrik (17.500 Pon). Rahangnya sendiri
hampir sepanjang enam kaki (1,8 meter) dan mempunyai lebih dari 100 gigi yang
begitu kuat bahkan makhluk kolosal ini mungkin mengkonsumsi dinosaurus kecil
serta ikan.
7. Deinosuchus rugosus
Deinosuchus adalah buaya dengan rahang besar serta menjadi makhluk
terbesar yang menjelajahi daratan berair yang pernah ada di dunia. Mesin
pembunuh raksasa purba ini bersembunyi di rawa yang lebat di Amerika Utara lebih
dari 65 juta tahun yang lalu. Dengan rahang sepanjang tinggi badan manusia, ia
dapat dengan mudah membunuh dinosaurus dengan bobot beberapa ton. Dengan
mudah kita dapat membayangkan bagaimana makhluk buas ini menarik dinosaurus
besar ke air untuk menenggelamkannya, lalu membunuhnya dengan gigitan yang
mematikan. Sejauh ini bagian dari makhluk ini telah ditemukan. Para ilmuwan
memperkirakan ukuran dari makhluk ini berdasarkan tengkorak yang telah
ditemukan di Texas.
C. Kekerabatan Buaya
Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Sauropsida

Ordo: Crocodilia

Famili: Crocodylidae (Buaya)

Alligatoridae (Aligator dan Caiman)

Gavialidae (Gharial)

Terdapat 13 spesies buaya di dunia, 2 spesies alligator, 6 spesies caiman, dan 2


spesies gharial. Mereka semua termasuk ordo crocodilia dalam kelompok besar
reptil. Buaya, alligator, dan caiman memiliki morfologi yang mirip sehingga cukup
sulit untuk dibedakan. Gharial berbeda dengan yang lain, memiliki rahang yang
cukup ramping sehingga membedakannya dengan teman-temanya.

Tubuh keempat jenis reptil tersebut tidak memiliki perbedaan jauh, perbedaan
antara keempatnya dapat diketahui dari mulut mereka. Perbedaan dalam lebar
rahang dan gigi yang nampak saat mulut tertutup merupakan ciri identifikasi yang
paling mudah dikenali. Perbedaan antara buaya, alligator, caiman, dan gharial
adalah sebagai berikut.

1. Buaya memiliki rahang dengan ujung cukup meruncing, berbeda dengan aligator
dan dan caiman yang memiliki rahang cukup lebar di bagian ujungnya. Gharial
sangat berbeda dengan yang lainnya, dimana Gharial memiliki rahang yang
sangat ramping karena makanan gharial adalah ikan, rahang yang ramping
memudahkannya menangkap ikan dengan cepat dan tangkas. Bentuk mulut buaya
seperti huruf V sedangkan alligator dan caiman memiliki bentuk mulut seperti huruf U.
Gharial memiliki bentuk paling ramping seperti huruf I.

2. Perbedaan mencolok lain terletak pada gigi mereka. Saat mulut dalam keadaan
tertutup, gigi dari rahang bawah dan rahang atas buaya akan nampak dan dapat
terlihat dengan jelas. Sedangkan aligator dan caiman hanya gigi bagian atas saja
yang nampak saat mulut dalam keadaan tertutup. Perbedaan antara alligator dan
caiman terletak pada ukuran giginya. Caiman memiliki gigi yang lebih panjang
dan lebih tajam dengan ujung yang runcing bila dibandingkan dengan alligator.
Sedangkan gharial memiliki gigi yang lebih ramping dan runcing dibandingkan
teman-temannya.
3. Dari keempat jenis reptil tersebut, buaya dan gharial memiliki ukuran yang
cukup besar. Caiman merupakan jenis yang paling kecil dari keempatnya.
Buaya, aligator, dan gharial biasa diambil kulitnya untuk dijadikan sepatu, tas
dan cinderamata yang lain. Caiman jarang diburu kulitnya karena memiliki
struktur kulit yang lebih keras sehingga sulit dalam proses penyamakan untuk
dijadikan barang tertentu.

BAB III
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai