EVOLUSI
(ABKC 2605)
Disusun oleh :
Muhammad Agus Sarpani
(1610119210009)
Dosen pengasuh :
Dr. Dharmono, M. Si
Mahrudin, S. Pd., M. Pd
Maulana Khalid Riefani, S. Si., M. Sc
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
analisis molekuler diketahui bahwa Tremarctos ornatus merupakan beruang
modern tertua kedua (Waits dkk, 1999) yang terpisah dari Ursavus
elemensis sekitar 14 juta tahun yang lalu (Ward dan Kynaston 1995), saat
ini beruang tersebut hanya ditemukan di Amerika Selatan (Nowak, 1991).
Keturunan langsung dari jalur ketiga yang merupakan anak suku
Ursinae atau beruang ursine sejati adalah Protursus yang diturunkan dari U.
elemensis pada 12-10 juta tahun yang lalu. Sedangkan Ursus minimus yang
merupakan beruang ursine sejati pertama diturunkan dari Protorsus pada 5
juta tahun yang lalu (Ward dan Kynaston, 1995). Menurut Craighead (2000)
beruang madu yang hidup di Asia Tenggara adalah berasal dari garis
keturunan utama U. minimus sekitar satu juta tahun yang lalu setelah
Melursus ursinus (sloth bear) bercabang, tetapi filogenetik dari beruang
madu dalam Ursidae belum terlalu jelas. Hasil analisis mtDNA oleh Zhang
dan Ryder (1994) terindikasi bahwa beruang madu dan beruang hitam
Amerika (Ursus americanus) terpisah secara bersamaan setelah Melursus
ursinus dan kemudian menurunkan beruang hitam asia (Ursus thibetanus).
Beruang madu memiliki hubungan yang paling dekat dengan U. americanus
yang diketahui dari urutan DNA dari bagian lingkar D (D-loop), cytochrom
b, 12S rRNA, tRNApro dan tRNAthr (Zhang dan Ryder, 1994).
Namun Goldman dkk (1989) menyatakan bahwa jarak genetik antara
Helarctos malayanus dengan U. arctos (beruang cokelat himalaya) sebesar
0,026 yang lebih dekat daripada antara Helarctos malayanus dengan U.
thibethinus (0,037) dan antara Helarctos malayanus dengan M. ursinus
(0,050). Sehingga antara Helarctos malayanus dengan M. ursinus memiliki
perbedaan morfologi yang telah beradaptasi selama 5-7 juta tahun yang lalu.
Terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai marga Helarctos
bagi beruang madu. Meijaard (2004) menyatakan bahwa beruang madu
seharusnya termasuk dalam marga Ursus dengan nama spesies Ursus
malayanus. Berdasarkan variasi craniometrik dari spesimen beruang madu
di Asia Tenggara beruang madu di Borneo merupakan anak jenis tersendiri
dan mengusulkan nama Ursus malayanus euryspilus. Spesimen beruang
3
madu Borneo memiliki tubuh yang lebih kecil dan barisan gigi yang lebih
panjang. Sedangkan spesimen yang berasal dari Sumatera, Semenanjung
Malaysia dan Asia daratan tidak memiliki perbedaan yang signifikan dan
disebut Ursus malayanus malayanus. Namun Augeri (2005) menyatakan
bahwa dalam studi tersebut, jumlah dan jenis kelamin dari beruang madu
Borneo sangat terbatas. Selain itu variasi cranial bukanlah satu-satunya
pertimbangan taksonomi bagi pemisahan subspesies, pada Ursidae yang
paling utama adalah besarnya derajat perbedaan morfologi, variasi fisiologi
dan kemampuan reproduksi untuk menghasilkan keturunan yang fertil.
4
warna rambut kedua beruang tersebut yaitu hitam untuk beruang madu dan
putih untuk beruang kutub. Terjadinya spesiasi tersebut tentunya tidak serta
merta secara kebetulan terbentuk dengan sendirinya tentunya terdapat
penjelasan ilmiah yang dapat menjelaskan terjadinya hal tersebut.
5
Dalam hal ini setelah terjadi perubahan lingkungan, kelompok nenek
moyang beruang mengisi relung – relung di muka bumi ini untuk hidup dan
berkembang biak. Keberhasilan suatu organisme mengisi relung ditentukan
oleh seberapa besar kecocokan organisme tersebut dalam lingkungan
tersebut. Dan sekarang kita tahu bahwa habitat kedua beruang (beruang
madu (Helarctos malayanus) dan beruang kutub (Ursus maritimus)) sangat
berbeda. Habitat beruang madu terdapat di daerah hujan tropis Asia
Tenggara sedangkan beruang kutub terdapat di sekitar benua paling utara
bumi, yaitu benua Artik.
Mayoritas para ahli biologi berpandangan bahwa faktor awal dalam
proses spesiasi adalah pemisahan geografis, karena selama populasi dari
spesies yang sama masih dalam hubungan langsung maupun tidak langsung
gene flow masih dapat terjadi, meskipun berbagai populasi di dalam sistem
dapat menyimpang di dalam beberapa sifat sehingga menyebabkan variasi
intraspesies. Jika populasi yang semula kontinyu dipisahkan oleh geografis
sehingga terbentuk hambatan bagi penyebaran spesies, maka populasi yang
demikian tidak akan lagi bertukar susunan gennya dan evolusinya
berlangsung secara sendiri-sendiri. Seiring dengan berjalannya waktu, kedua
populasi tersebut akan makin berbeda sebab masing-masing menjalani
evolusi dengan caranya masing-masing.
Spesiasi pada beruang juga dapat dikatakan sebagai spesiasi non
simpatri. Spesiasi non simpatri adalah proses spesiasi yang terdapat dalam
area geografi yang berbeda dibandingkan dengan area geografi suatu spesies
yang paling berkerabat. Spesiasi tidak simpatri dapat dibagi tiga, yaitu
spesiasi alopatri (spesiasi yang terjadi di daerah yang berjauhan atau
berlainan dari satu spesies yang paling dekat hubungan kekerabatannya),
spesiasi parapatri (spesiasi terjadi di daerah yang bersebelahan dengan
daerah dari suatu spesies yang paling dekat hubungan kekerabatannya),
spesiasi peripatri (spesiasi yang terjadi di daerah pinggir dari daerah suatu
spesies yang paling dekat hubungan kekerabatannya).
6
Spesiasi secara alopatri pada beruang dapat dicontohkan dalam kasus
tupai antelope di Grand Canyon. Di mana pada tebing selatan hidup tupai
antelope harris (Ammospermophillus harris). Beberapa mil dari daerah itu
pada sisi tebing utara hidup tupai antelope berekor putih harris
(Ammospermophillus leucurus), yang berukuran sedikit lebih kecil dan
memiliki ekor yang lebih pendek dengan warna putih di bawah ekornya.
Ternyata di situ semua burung-burung dan organisme lain dapat dengan
mudah menyebar melewati ngarai ini, tetapi tidak dapat dilewati oleh kedua
jenis tupai ini.
Pengaruh isolasi geografis dalam spesiasi dapat terjadi karena adanya
pencegahan gene flow antara dua sistem populasi yang berdekatan akibat
faktor ekstrinsik (geografis). Setelah kedua populasi berbeda terjadi
pengumpulan perbedaan dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga
dapat menjadi mekanisme isolasi instrinsik. Isolasi instrinsik dapat
mencegah bercampurnya dua populasi atau mencegah interbreeding jika
kedua populasi tersebut berkumpul kembali setelah batas pemisahan tidak
ada.
Perubahan waktu yang terjadi pada isolasi geografis menyebabkan
terjadinya isolasi reproduktif sehingga menghasilkan dua spesies yang
berbeda. Pada awalnya isolasi reproduksi muncul sebagai akibat adanya
faktor geografis, yang sebenarnya populasi tersebut masih memiliki potensi
untuk melakukan interbreeding dan masih dapat dikatakan sebagai satu
spesies. Kemudian kedua populasi tersebut menjadi begitu berbeda secara
genetis, sehingga gene flow yang efektif tidak akan berlangsung lagi jika
keduanya bercampur kembali. Jika titik pemisahan tersebut dapat tercapai,
maka kedua populasi telah menjadi dua spesies yang terpisah.
Dalam kasus ini setelah terjadi isolasi geografis dan reproduksi pada
beruang madu dan beruang kutub, keduanya tidak akan melakukan
perkawinan hal ini dikarenakan, tingkah laku berperan sangat penting dalam
hal courtship (percumbuan) dan perkawinan (mating) berperan dalam
pembentukan spesiasi. Misalnya musim perkawinan untuk beruang kutub
7
terjadi pada musim panas di kutub utara, yaitu antara bulan maret – juni
sedangkan beruang madu tidak mempunyai musim kawin tetapi perkawinan
dilakukan sewaktu-waktu terutama bila beruang madu betina telah siap
kawin. Tingkah laku juga berperan pada perkawinan acak antar spesies yang
berbeda sehingga perkawinan mendapat hambatan oleh terjadinya
inkompatibilitas beberapa perilaku sebagai dasar bagi suksesnya perkawinan
tersebut.
Adapun penghalang kedua beruang ini tidak dapat melakukan
perkawinan adalah sebagai berikut :
1. Stimulus visual
Bentuk, warna, dan karakter morfologi lain dapat mempengaruhi
stimulus visual. Dalam hal ini warna antara kedua beruang ini berbeda
(hitam untuk beruang madu dan putih untuk beruang kutub). Secara
morfologi, beruang madu memiliki panjang tubuhnya 1,40 m, tinggi
punggungnya 70 cm dengan berat berkisar 50 - 65 kg sedangkan
beruang kutub jantan memiliki berat antara 400 - 600 kilogram dan
kadang-kadang dapat mencapai lebih dari 800 kg dengan tinggi mencapai
lebih dari 2,5 meter. Sedangkan Beruang kutub betina hanya separuh dari
berat beruang jantan dengan berat antara 200 - 300 kg dan tinggi sekitar 2
meter.
2. Stimulus adaptif
Bunyi nyanyian atau suara lain yang spesifik berfungsi sebagai alat
komunikasi antar jenis kelamin yang mengarah pada proses terjadinya
perkawinan intra maupun interspesies.
3. Kematian zigot (zygotic mortality)
Sel telur yang telah dibuahi oleh sperma spesies lain (zigot hibrid)
seringkali tidak mengalami perkembangan regular pada setiap stadianya,
sehingga zigot tersebut mengalami abnormalitas dan tidak mencapai
tahapan maturitas yang baik atau mengalami kematian pada stadia awal
perkembangannya. Di antara banyak spesies katak yang termasuk dalam
genus Rana, beberapa diantaranya hidup pada daerah dan habitat yang
8
sama, dan kadang-kadang mereka bisa berhibridisasi. Akan tetapi
keturunan yang dihasilkan umumnya tidak menyelesaikan
perkembangannya dan akan mengalami kematian.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kedelapan jenis beruang modern saat ini berasal dari Ursavus, yang
berasal dari kawasan sub tropis Eropa pada periode Miocene lebih dari
20 juta tahun yang lalu. Pada zaman Miocene tersebut, Ursavus
mengalami peningkatan ukuran tubuh dan mengalami pertumbuhan
bentuk gigi dari pemakan binatang (faunivorous) menjadi bentuk gigi
yang seperti sekarang dengan geraham yang melebar dan lebih datar.
2. Spesiasi pada beruang terjadi karena adanya perubahan lingkungan yang
menyebabkan isolasi geografis, isolasi geografis ini akan menyebabkan
terpisahnya kelompok nenek moyang beruang sehingga dengan kondisi
lingkungan yang berbeda menyebabkan terjadinya spesiasi membentuk 2
spesies yang berbeda ( beruang madu (Helarctos malayanus) dan
beruang kutub (Ursus maritimus)), dengan adanya isolasi geografis juga
menyebabkan adanya isolasi reproduktif. Ketika telah terbentuk 2 spesies
yang berbeda, kedua spesies ini tidak akan melakukan perkawinan secara
alami hal ini dikarenakan terjadinya perbedaan tingkah laku akibat dari
isolasi geografis dan isolasi reproduktif.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kita sempurna, kedepannya
penulis akan lebih detail dan fokus dalam menjelaskan tentang makalah ini
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
dipertanggungjawabkan. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun
untuk penulisan makalah yang lebih baik kedepannya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis dan membaca.
10
DAFTAR PUSTAKA
Augeri, D.M. 2005. On The Biogeographic Ecology Of The Malayan Sun Bear. A
dissertation submitted to the University of Cambridge in partial
fulfilment of the conditions of application for the degree of Doctor of
Philosophy. Wildlife Research GroupDepartment of Anatomy
Sadikin, L.A. 2005. Keberadaan Mamalia Sedang Dan Besar di Kawasan Pinggir
Hutan dengan Metode “Camera Trap” di Air Dikit, Taman Nasional
Kerinci Seblat. Skripsi Sarjana Sains, Fakultas Biologi Universitas
Nasional, Jakarta.
Waits dkk. 1999. Rapid radiation events in the family Ursidae indicated by
likelihood phylogenetic estimation from multiple fragments of mtDNA.
Molecular Phylogenetics and Evolution.
Ward, P dan Kynaston, S. 1995. Bears of the World. Blandford, London. 191 pp.
11