Anda di halaman 1dari 17

1

 
 

ALUR DALAM NOVEL


AL-UGHNIYYAT AL-DA’IRIYYA
KARYA NAWAL EL SAADAWI

ADISARIZKA VIRGINA
FAUZAN MUSLIM

Program Studi Arab


Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Juli 2013

Email: adisarizkavirgina@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang alur yang terdapat dalam novel Al-Ughniyyat Al-Da’iriyya
karya Nawal El Saadawi yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul
The Circling Song. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan struktural yang
menitikberatkan pada analisis alur. Hasil penelitian membuktikan bahwa novel ini memiliki
cerita yang unik. Keunikannya terletak pada cara penyajian alur yang berganti-ganti. Alur
cerita didukung oleh penokohan berupa dua tokoh yang sama-sama menderita serta latar
berupa dua alam yaitu kehidupan dan kematian.

Kata Kunci: Novel; Al-Ughniyyat Al-Da’iriyya; Alur

The Plot of Al-Ughniyyat Al-Da’iriyya by Nawal El Saadawi

Abstract

This research analyses the plot of Al-Ughniyyat Al-Da’iriyya by Nawal El Saadawi which has
been translated into the Indonesian language as The Circling Song. This research was
conducted by using a structural approach which emphasized the analysis of the plot. This
research concludes that the novel had a unique plot. Its uniqueness lies in the way presenting
alternated plot. The plot is supported by characterization of two characters who are both
suffering and setting in the form of two worlds are life and death.

Keywords: Novel; Al-Ughniyyat Al-Da’iriyya; The plot

Pendahuluan

Nawal El Saadawi merupakan seorang penulis perempuan yang berasal dari Mesir.
Karya yang telah ia hasilkan berjumlah lebih dari 40 buku fiksi dan non fiksi yang ditulis
dalam bahasa Arab dan banyak dari karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa lain
seperti Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol, Portugis, Swedia, Norwegia, Denmark, Italia,

Universitas Indonesia
 
2  
 

Belanda, Finlandia, Indonesia, Jepang, Iran, Urdu, Turki, serta 30 bahasa asing lainnya. Ia
adalah salah satu penulis paling produktif di negara-negara Arab kontemporer (Sollars, 2008:
682). Oleh karena itu, karya-karyanya memiliki peran yang penting dalam sejarah dan
kebudayaan Arab.

Penulis yang lahir pada 1931 ini, telah mengalami berbagai hal dalam kehidupannya,
seperti penjara, pengasingan, hingga ancaman kematian yang disebabkan oleh tulisan-tulisan
kontroversialnya yang berisi isu sensitif mengenai politik dan agama serta mengkritik
berbagai kebijakan pemerintah. Tulisan-tulisan tersebut dianggap berbahaya bagi masyarakat
jika tersebar luas, salah satunya adalah buku non fiksi pertama yang ia terbitkan tahun 1972
yang berjudul Al-Mar’a wa Al-Jins (Women and Sex) yang berisi tentang penentangan
terhadap kekerasan fisik kepada kaum perempuan di Mesir terutama praktek khitan untuk
perempuan yang dianggap melanggar hak perempuan. Akan tetapi, hal tersebut tidak
membuatnya menyerah dan berhenti menulis. Ketika berada dalam penjara, Nawal El
Saadawi tetap menulis walaupun hanya dengan pensil alis hitam yang pendek dan gulungan
kecil kertas toilet. Hal ini jelas membuktikan bahwa Nawal El Saadawi merupakan sosok
perempuan yang kuat dan tangguh (Hitchcock, 1993: 170-179).

Salah satu novel karya Nawal El Saadawi yang terkenal dan memiliki makna

tersendiri dalam penulisannya yaitu ‫ﻷﻏﻨﻴﯿﺔﺍاﻟﺪ ّﺍاﺋﺮﻳﯾّﺔ‬


‫ﺍا‬ (Al-Ughniyyat Al-Da’iriyya) yang
selanjutnya disebut UD ditulis pada November 1973 di Mesir dan diterbitkan di Beirut pada
1976. Novel tersebut diterjemahkan oleh Marilyn Booth ke dalam bahasa Inggris dengan
judul The Circling Song pada 1989. Kemudian diterjemahkan oleh A. Rahman Zainuddin ke
dalam bahasa Indonesia dan terbit pada 2009 dengan judul yang sama dengan terjemahan
dalam bahasa Inggris yaitu The Circling Song yang selanjutnya disebut CS. Nawal El Saadawi
mengatakan dalam novelnya, “Di antara novel-novel yang telah ku tulis, The Circling Song
adalah salah satu novel yang paling dekat ke hatiku” (Saadawi, 2009: 7).

Ketika menulis novel UD, ia sedang mengalami kesedihan yang mendalam. Konflik
batin sedang terjadi dalam dirinya karena semua hasil karyanya baik buku-buku dan artikel
disita oleh pemerintah Mesir pada masa pemerintahan Anwar Sadat. Tulisan-tulisannya
tersebut menyebabkan dirinya di pecat dari jabatannya sebagai Direktur Jenderal Kesehatan
dan Pendidikan di Kairo. Selain itu, namanya masuk ke dalam blacklist pemerintah sehingga
tidak memungkinkan lagi bagi dirinya untuk menerbitkan buku-buku hasil tulisannya di Mesir.
Oleh karena itu, UD diterbitkan di Beirut. Novel inilah yang menjadi pelampiasan atas

Universitas Indonesia
 
3  
 

kesedihan, kemarahan dan kekecewaan ia terhadap tindakan pemerintah Mesir saat itu yang
tidak adil terhadap dirinya (Saadawi, 2009: 7-11).

Menurut Spare Rib, novel tersebut merupakan salah satu karya Nawal El Saadawi
yang paling kuat, tidak biasa, orisinil, tidak terduga dan merupakan novel yang sangat langka
dengan gaya bahasa yang dapat membawa pembaca ke dalam berbagai aspek kehidupan
(zedbooks, 2013). UD adalah salah satu novel Nawal El Saadawi yang sulit dipahami dengan
plot yang terfragmentasi, kehidupan dalam novel tersebut bergabung dengan kematian serta
masa lalu yang bergabung dengan masa sekarang sehingga waktu yang digambarkan dalam
novel tidak stabil (Malti-Douglas, 1995: 68). Novel ini memang berbeda dari novel-novel lain
yang ditulis Nawal El Saadawi seperti Imra’ah ‘Inda Nuqtah As-Sifr, Mudzakkirat Thabibah
serta Suquth Al-Imam. Hal ini dikarenakan, novel ini merupakan novel yang ia tulis dengan
kesedihan dan kemurungan mendalam yang benar-benar sedang ia rasakan saat itu. Dalam
novel ini, ia menjelaskan tentang penderitaan perempuan baik yang ia rasakan secara pribadi
maupun penderitaan kaum perempuan yang terjadi di kalangan masyarakat. Cerita dalam
novel tersebut begitu singkat namun mengandung sebuah teka-teki (Bekers, 2010: 96).

Dalam novel UD, terdapat alur cerita yang unik yaitu dengan adanya alur bergantian
yang mengisahkan kehidupan dua tokoh utama dalam novel tersebut yaitu Hamida dan
Hamido. Narator menggabungkan dua peristiwa yang sebenarnya terjadi pada tokoh yang
berbeda dengan tempat yang berbeda pula. Dalam hal ini, narator menggunakan dua alur
dalam satu kisah. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti alur yang dimiliki oleh novel
UD karya Nawal El Saadawi.

Sesuai dengan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana alur cerita yang terjadi dalam novel UD?


2. Bagaimana hubungan alur dengan penokohan, latar, sudut pandang serta tema
dalam novel UD?

Dari dua rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menganalisis alur cerita yang terdapat dalam novel UD yang dianggap tidak stabil,
singkat dan mengandung teka-teki.

Universitas Indonesia
 
4  
 

2. Menganalisis hubungan alur dengan penokohan, latar, sudut pandang serta tema
dalam novel UD.

Tinjauan Teoritis

Penelitian ini memfokuskan analisisnya terhadap alur cerita yang terjadi dalam novel
UD serta kaitannya dengan unsur-unsur intrinsik lainnya seperti penokohan, latar, sudut
pandang, tema dan amanat. Oleh karena itu, teori yang digunakan oleh penulis adalah teori
yang sesuai dengan tujuan dan kepentingan dalam penelitian ini yaitu teori mengenai alur.

Alur merupakan tulang punggung dari sebuah cerita dan tidak mungkin lepas dari
unsur-unsur pembangun lainnya. Alur mengatur bagaimana peristiwa-peristiwa harus
berhubungan, bagaimana tokoh-tokoh harus digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu.
Menurut Stanton, alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian yang dihubungkan secara
sebab akibat, sehingga peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa
lain (Nurgiyantoro, 2012: 113). Tasrif membedakan tahapan alur menjadi lima bagian yaitu
tahap penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks dan
tahap penyelesaian (Nurgiyantoro, 2012: 149-150). Sesuai dengan alur cerita yang terdapat
dalam novel UD, penulis memilih tahapan alur menurut Tasrif untuk dijadikan sebagai teori
acuan dalam penelitian ini.

Tahap penyituasian merupakan tahap pembukaan cerita yang berisi pelukisan dan
pengenalan latar dan tokoh cerita. Tahap ini berfungsi untuk mengawali cerita yang akan
dikisahkan. Setelah penyituasian, maka akan muncul konflik yang masuk ke dalam tahap
pemunculan konflik. Tahap pemunculan konflik berisi masalah-masalah dan peristiwa-
peristiwa yang akan menimbulkan konflik yang kemudian akan berkembang pada tahap
peningkatan konflik (Nurgiyantoro, 2012: 149-150).

Penyelesaian dalam sebuah cerita dapat dikategorikan ke dalam dua macam yaitu
penyelesaian tertutup dan penyelesaian terbuka. Penyelesaian tertutup adalah keadaan akhir
sebuah cerita yang memang telah selesai, cerita telah habis sesuai dengan logika cerita yang
telah dikembangkan dalam cerita tersebut. Penyelesaian terbuka adalah keadaan akhir sebuah
cerita yang sebenarnya masih belum berakhir. Cerita yang memiliki penyelesaian terbuka,
pada dasarnya konflik dalam cerita tersebut belum sepenuhnya terselesaikan berdasarkan
tuntutan dan logika cerita (Nurgiyantoro, 2012: 147-148).

Universitas Indonesia
 
5  
 

Sebuah alur cerita tak lepas dari urutan sekuen. Dalam Todorov (1985: 52-53)
dijelaskan bahwa terdapat tiga kemungkinan kombinasi antar sekuen. Pertama adalah sekuen
yang terdapat dalam cerita berbingkai. Pada cerita berbingkai, satu sekuen dapat membentuk
sekuen baru. Kemudian yang kedua adalah sekuen yang terdapat dalam cerita berurutan.
Dalam cerita ini, sekuen-sekuen muncul berurutan serta memiliki struktur yang sama pada
unsur latar yaitu waktu dan tempat. Yang terakhir adalah sekuen yang terdapat pada cerita
berseling. Sekuen-sekuen yang muncul pada cerita berseling bergantian antara cerita yang
satu dengan cerita yang lain. Kombinasi antarsekuen yang seperti ini sering terjadi pada novel.

Menurut Zaimar (2008, 20) dalam bukunya yang berjudul Semiotik dan Penerapannya
dalam Karya Sastra, urutan sekuen adalah rangkaian satuan makna. Sekuen berupa kalimat
yang mengandung beberapa unsur sehungga satu sekuen dapat dipecah dalam beberapa
sekuen yang lebih kecil yang juga dapat dipecah dalam beberapa sekuen yang lebih kecil lagi.
Sekuen memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Sekuen harus terpusat pada satu pusat perhatian yaitu peristiwa yang sama, tokoh yang
sama, gagasan yang sama atau bidang pemikiran yang sama.

2. Sekuen harus terjadi pada suatu tempat dan waktu tertentu, misalnya satu periode dalam
kehidupan seorang tokoh.

3. Sekuen dapat ditandai oleh hal-hal di luar bahasa yaitu kertas kosong di tengah teks, tulisan
yang berbeda bentuknya dan lain-lain.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Hal ini dikarenakan, metode kualitatif merupakan metode yang lebih serasi
digunakan dalam penelitian sastra yang objeknya berupa karya sastra yang memerlukan
intensitas dan pendalaman terhadap pemaknaan dan pemberian interpretasi (Semi, 2012: 29-
30). Dalam penelitian ini, korpus data yang penulis gunakan berupa sebuah novel yang akan
dianalisis isi dan strukturnya yang akan difokuskan pada analisis mengenai alur.

Selain itu, penulis menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan struktural


bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan
semendalam mungkin keterkaitan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama
menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 2003: 112; Kamil, 2009: 183-184).

Universitas Indonesia
 
6  
 

Korpus data penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah novel Al-
Ughniyyat Al-Da’iriyya karya Nawal El Saadawi. Penulis mendapatkan novel tersebut dengan
yang diperoleh dari media elektronik yaitu dari website www.eg-manhg.com yang penulis
unduh pada 19 Januari 2013 pukul 20.25 WIB dalam bentuk pdf.

Untuk memudahkan penulis dalam mengkaji sumber data primer yang berupa novel
berbahasa Arab, penulis menggunakan bantuan novel terjemahan yang diterjemahkan oleh A.
Rahman Zainuddin ke dalam bahasa Indonesia dengan judul The Circling Song diterbitkan
oleh Yayasan Obor Indonesia pada 2009.

Pembahasan

Analisis alur yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada urutan sekuen yang
terdapat dalam novel UD. Penulis membagi tahapan alur menjadi dua bagian yaitu alur kisah
Hamida dan alur kisah Hamido. Hal ini dikarenakan, kedua tokoh tersebut memiliki
peristiwa-peristiwa yang berbeda dalam setiap tahapan alurnya. Berikut adalah visualisasi alur
cerita dalam novel UD.

A merupakan visualisasi alur kisah Hamida dan B merupakan visualisasi alur kisah
Hamido. Pada gambar di atas terdapat titik-titik yang menunjukkan tahapan alur dalam kisah
Hamida dan Hamido. Tahap penyituasian pada kisah Hamida yaitu gambar A, terdapat pada
sekuen 5 sampai sekuen 6 yaitu ketika tokoh aku bertemu dengan Hamida dengan kutipan
sebagai berikut.

Universitas Indonesia
 
7  
 

Perhatianku sepenuhnya ditangkap oleh mata itu sehingga aku, sampai-sampai tidak melihat
segi-segi lain di wajahnya –tidak hidung, tidak pipi juga tidak bibir- bahkan tidak memperhatikan
tangan yang kecil itu yang diangkat ke atas, melambai-lambai kepadaku dengan isyarat halus dan
terbiasa, seolah-olah ia telah lama mengenalku.
Aku bertanya kepadanya: Siapa namamu?
Dia menjawab: Hamida. (CS: 27-28)

Sedangkan pada kisah Hamido yang ditunjukkan dengan huruf B terjadi pada sekuen
18 sampai sekuen 23 saat narator menjelaskan bahwa Hamido merupakan saudara kembar
Hamida. Berikut adalah kutipannya.

Hamido tidak tahu bagaimana akan hidup tanpa Hamida, karena ia bukan saudara biasa.
Hamida adalah saudara kembarnya. Sedangkan kekembaran itu ada dua jenis yang berkembang dari dua
embrio yang hidup dalam satu kandungan dan yang berkembang dari sebuah embrio yang menghasilkan
laki-laki dan perempuan. Hamido dan Hamida berasal dari satu embrio yang tumbuh dalam sebuah
kandungan. (CS: 50)

Tahap pemunculan konflik pada alur kisah Hamida terjadi pada sekuen 9 sampai
sekuen 10 yaitu ketika Hamida diperkosa oleh seorang laki-laki penjaga warung.

Universitas Indonesia
 
8  
 
Seperti mata seekor kucing liar yang pandangan dan daya lihatnya tajam di waktu malam,
belum lagi dijinakkan sehingga agak kabur, namun celah yang menembus dengan warna kemerah-
merahan menjamin bahwa ia di atas tikar itu. Ketika jari-jarinya yang kasar dan datar itu menjangkau
untuk mengangkat gallabiya dari paha perempuan yang pucat itu, perempuan itu masih tetap dalam
keadaan tidur, sambil menikmati bunyi tidur anak-anak itu... (CS: 32)

Serta sekuen 15 sampai sekuen 16 saat ibu menyuruh Hamida untuk pergi ke kota.

...Pada saat mulutnya membuka hendak bertanya, peluit kereta api membuat seluruh tubuh
ibunya gemetar. Sebuah goncangan yang keras menggoyang tanah di bawah kaki perempuan itu, sama
kerasnya dengan tinjunya yang besar itu mengacung ke depan dengan tiba-tiba, mendorong ke
punggung anak perempuannya, sehingga mendorong Hamida ke arah kereta api itu. Lagi-lagi, suaranya
yang berbisik itu menjadi lirih sehingga nyaris hanya menjadi desis-desis saja:
-Kereta api itu tidak menunggu siapa-siapa. Teruslah maju ke depan! (CS: 39)

Adapun tahap pemunculan konflik pada alur kisah Hamido terjadi pada sekuen 25
sampai 26 ketika ayah menyuruh Hamido untuk menyusul Hamida ke kota dan
membunuhnya.

Ia baru saja bermaksud membuka mulutnya untuk menanyakan sebuah persoalan yang ada di
dalam pikirannya ketika ayahnya tiba-tiba berhenti di sebuah dinding pemisah yang membatasi jalan
utama desa itu dengan jalan kereta api. Hamido mengetahui dinding ini, ia sering bersembunyi di balik
dinding ini ketika sedang bermain petak umpet. Ayahnya memberi Hamido sebuah benda yang panjang,
kasar, dan tajam yang berkilat dalam kegelapan yaitu sebuah pisau. (CS: 56-57)

Selanjutnya, tahap peningkatan konflik pada kisah hamida terjadi pada sekuen 30
sampai sekuen 35 ketika Hamida diperkosa oleh petugas keamanan setelah Hamida mencuri
roti.

Universitas Indonesia
 
9  
 

Ia tidur di tempat itu kemudian terbangun dalam keadaan lapar. Ia memerhatikan toko roti
yanng berada di sampingnya dan di depannya terdapat sederet roti yang disusun rapi. Ia mengulurkan
tangannya yang kurus jati-jarinya menggenggam sepotong roti, dan membawanya ke mulutnya. Ia baru
saja menutup giginya di atas roti itu ketika sebuah tangan besar memegang lengannya. (CS: 61)

Serta pada sekuen 61 sampai sekuen 65 saat Hamida bekerja sebagai pembantu rumah
tangga dan diperkosa oleh tuannya akibat mencuri daging milik nyonyanya.

Akan tetapi, Hamida dapat melihatnya dengan jelas, dania memperhatikan otot gemuk itu
mengerut di bawah lubang hidungnya yang lebar dan berbulu itu. Ia menyadari, dari cara rambut itu
bergoyang, nyonyanya telah menyadari bau daging yang disembunyikannya di bawah giginya. Tentu
saja Hamida membantahnya, namun sayang sekali baginya, sepotong daging yang kecil sekali terjepit di
antara dua giginya. Jari-jari nyonyanya yang berdaging lembut itu menariknya keluar dengan sepasang
jepitan... (CS: 114-115)

Sedangkan tahap peningkatan konflik pada alur kisah Hamido terjadi pada sekuen 40
hingga sekuen 42 ketika Hamido menjadi anggota militer dan tertabrak kendaraan saat ia
sedang berpatroli keliling kota.

Universitas Indonesia
 
10  
 
Seseorang mendekat dalam kegelapan, ia tidak dapat melihat mata orang itu. Namun ia dapat
melihat banyak mata di atas bahu dan di seluruh dada, dua deretan mata, ulat dan melotot,
mengeluarkan sebuah cahaya kekuning-kuningan.
Bibir-bibirnya membentuk pertanyaan, namun sebuah telapak tangan yang lebar dan kasar
mendarat di pelipisnya, diikuti oleh sebuah tamparan yang kedua di pelipis satu lagi... (CS: 72-73)

Alur kisah Hamido terlebih dahulu mencapai klimaks pada sekuen 43 sedangkan alur
kisah Hamida mencapai klimaks pada sekuen 66. Kedua klimaks tersebut menceritakan
tentang Hamida dan Hamido yang meninggal dunia. Yang terakhir merupakan tahap
penyelesaian pada kisah Hamida dan kisah Hamido terjadi pada sekuen yang sama yaitu
sekuen 76 sehingga terjadi persinggungan garis antara alur kisah A dengan alur kisah B
seperti terlihat pada gambar di atas.

Akan tetapi, penyelesaian yang terjadi pada kisah hamida dan Hamido merupakan
penyelesaian terbuka, sehingga setelah penyelesaian masih terdapat peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada kisah Hamida dan kisah Hamido. Kisah Hamida hanya berlanjut hingga sekuen
89 yang merupakan kisah arwah Hamida di alam ruh yang memanggil Hamido. Sedangkan
kisah Hamido berlanjut hingga sekuen 96 ketika Hamido seakan-akan terbangun dari tidurnya
dan melihat sekumpulan anak-anak bermain di depan rumahnya.

Dari segi penokohan, novel UD memiliki dua tokoh utama yang sangat berpengaruh
dalam alur cerita yaitu Hamida dan Hamido. Kedua tokoh tersebut adalah pelaku dari setiap
peristiwa dan konflik yang terdapat dalam cerita UD. Karakter yang dimiliki oleh tokoh-tokoh
tersebut merupakan karakter yang statis. Hal ini dikarenakan alur cerita yang ditampilkan oleh
narator merupakan alur cerita yang kurang dapat mengembangkan karakter tokoh-tokoh di
dalamnya.

Dapat terlihat dengan jelas bahwa karakter Hamida adalah seorang perempuan lemah
yang tidak berdaya. Bahkan ketika ada seorang laki-laki yang memperlakukan ia dengan tidak
pantas yaitu memperkosanya, Hamida hanya diam dan menangis serta tidak melakukan
perlawanan atau melaporkan peristiwa tersebut terhadap pihak yang berwenang untuk
memperoleh haknya sebagai perempuan. Gambaran yang muncul dari tokoh Hamida
hanyalah kesedihan dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan penderitaan. Hal
tersebut terlihat pada sekuen 72 dengan kutipan sebagai berikut.

Universitas Indonesia
 
11  
 

Ia biarkan tubuhnya lemas di atas bangku, sambil membuka pori-porinya agar kesedihan itu,
yang mengalir ke dalam, memenuhi seluruh tubuhnya dan memberikan kekuatan kepadanya. Jarang
sekali kesedihan itu memberikan sesuatu dan menentukan sejenis khusus orang untuk pemberiannya,
seseorang yang mampu menukarkan sesembahan itu. Dan Hamida mampu memberikan dirinya
seutuhnya kepada kesedihan itu. (CS: 126)

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Hamida membiarkan dirinya terlarut dalam


kesedihan. Hamida memikirkan kehidupannya yang jauh dari kebahagiaan. Ia harus pergi
meninggalkan ayah, ibu, saudara laki-lakinya serta kampung halamannya. Namun ia berusaha
kuat dan bertahan hidup dalam kesengsaraan itu hingga ia harus meninggal dunia dengan
keadaan yang cukup mengenaskan.

Tidak berbeda dengan karakter Hamida, karakter Hamido pun juga merupakan tokoh
yang statis dan hanya pasrah terhadap keadaan. Kehidupan Hamido dalam kemiliteran
seharusnya membuat ia menjadi laki-laki yang tangguh. Namun justru sebaliknya, alur cerita
UD menunjukkan sisi kelemahan dan ketakutan dari Hamido. Hal ini terlihat pada sekuen 42
dengan kutipan seperti di bawah ini.

Mulutnya menganga dan ia mulai terengah-engah. Namun sebuah tangan yang kuat
menamparnya di lintasan perutnya dan suara kasar itu merobek kedua gendang telinganya:
-Tutup mulutmu. Tahan nafasmu.
Ia menutup mulutnya dan menahan nafasnya. (CS: 77)

Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa Hamido sangat patuh terhadap perintah
pemimpinnya dan merelakan dirinya diperlakukan kasar oleh pemimpinnya. Hal ini
dikarenakan Hamido takut jika ia membantah perkataan tuannya maka tindakan yang lebih
kejam yang akan ia dapat.

Universitas Indonesia
 
12  
 

Dari segi latar, penulis menemukan latar yang sangat menarik dari novel UD yaitu
perbedaan antara alam dunia dengan alam ruh. Hal ini narator gambarkan ketika Hamida dan
Hamido telah meninggal dunia. Narator menggambarkan kehidupan Hamida dan Hamido di
dua alam. Seperti misalnya yang terjadi pada kisah Hamido di sekuen 68 dengan kutipan
sebagai berikut.

Dokter mengangkat celana dalamnya dari belacu itu dengan ujung jarinya yang terawat,
dengan menghindari wajahnya karena bau tubuh yang telah mati itu memenuhi ruangan. Ia menuliskan
diagnosisnya dengan pena parkernya: ((Hanya pantas untuk pekerjaan rumah tangga)). (CS: 120)

Kutipan di atas merupakan peristiwa ketika jasad Hamido yang telah meninggal
diperiksa oleh dokter yang berwenang untuk memeriksa jenazah yang baru saja meninggal.
Akan tetapi, dokter menganggap bahwa jasad Hamido adalah jasad seorang perempuan yang
bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Hal tersebut terjadi dengan latar alam dunia dan
berpengaruh terhadap arwah Hamido yang berada di alam ruh yang terdapat pada sekuen 69
dan di bawah ini adalah kutipan kisahnya.

Hamido meraba-raba tubuhnya dalam kegelapan. Ia mendapati dirinya sedang memakai


gallabiyya lama yang terbelah sepenuhnya yang kini jatuh di atas pahanya dengan longgar sebagamana
gallabiyya yang dikenakan perempuan... (CS: 120-121)

Dalam kutipan di atas digambarkan bahwa arwah Hamido yang berada di alam ruh
terkejut karena ia mengenakan gallabiyya yang biasanya dikenakan oleh perempuan.
Seharusnya ia mengenakan seragam militer karena Hamido merupakan anggota militer
semasa hidupnya. Dari hal ini terlihat, bahwa narator ingin menceritakan kisah Hamido dari
dua alam yang berbeda namun saling berkaitan alur ceritanya.

Dari segi sudut pandang, sudut pandang yang digunakan narator dalam cerita UD
adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini erat kaitannya dengan alur yang terlihat
dalam cerita UD. Narator mengisahkan cerita dalam novel UD tanpa batas. Narator

Universitas Indonesia
 
13  
 

menceritakan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh Hamida dan Hamido secara mendetail.
Hal ini membuat pembaca mengetahui secara detail apa saja kejadian yang menimpa Hamida
dan Hamido. Contoh peristiwa yang menunjukkan sudut pandang orang ketiga serba tahu
terdapat pada sekuen 72.4 dengan kutipan sebagai berikut.

Hamida menjerit, namun suara yang timbul tidak memiliki warna nada yang biasa dari sebuah
teriakan ketakutan atau teriakan minta tolong. Dalam kenyataannya, Hamida tidak minta tolong kepada
siapa pun, karena ia tahu jalan itu kosong, tidak ada orang. Ia sadar sekali bahwa semua jendela dan
pintunya tertutup dan lampu-lampunya telah dipadamkan. Kawasan itu adalah kawasan yang tidak
memiliki bunyi, suara atau apa pun. (CS: 132)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa narator sangat mengetahui apa yang dirasakan oleh
Hamida. Selain itu, terlihat pula bahwa narator mengetahui secara detail keadaan yang terjadi
di sekitar Hamida yaitu jalanan yang kosong, tidak ada orang, jendela dan pintu rumah-rumah
telah ditutup serta lampu telah dipadamkan. Hal ini jelas membuktikan bahwa sudut pandang
yang digunakan dalam novel UD adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu.

Dari segi tema, terdapat beberapa tema yang terkandung dalam novel UD yaitu tema
utama dan tema bawahan yang mendukung. Secara umum, tema utama yang terdapat dalam
novel UD adalah penderitaan karena tema tersebut sangat mendominasi alur cerita dari awal
hingga akhir. Hal itu dapat terlihat dari penderitaan-penderitaan yang dialami Hamida dan
Hamido sepanjang cerita. Tema bawahan dari novel UD adalah pelecehan seksual, kekerasan
fisik, dan kesedihan.

Tema pelecehan seksual yang dialami oleh Hamida terdapat pada sekuen 10 dengan
kutipan sebagai berikut.

Universitas Indonesia
 
14  
 
Sebuah tangan yang besar dan datar menutup mulut dan hidungnya lalu mencekiknya.
Perempuan itu menjadi sadar bahwa sebuah tubuh besar yang berbau tembakau sedang menindih
tubuhnya. (CS: 33)

Kutipan di atas menceritakan peristiwa ketika Hamida diperkosa oleh seorang laki-laki
penjaga warung karena Hamida telah mencuri sebuah permen. Selanjutnya adalah tema
kekerasan fisik yang dialami oleh Hamido yaitu pada sekuen 40 dengan kutipan sebagai
berikut.

Bibir-bibirnya membentuk pertanyaan, namun sebuah telapak tangan yang lebar dan kasar
mendarat di pelipisnya, diikuti sebuah tamparan yang kedua di pelipis satunya. Ia mengangkat
tangannya ke atas untuk menahan pukulan itu, namun ditahan oleh lima jari yang dengan kokoh
menggenggamnya. Ia mengangkat lengannya yang satu lagi ke atas secara naluri untuk menjaga dirinya
sendiri, ketika muncul sebuah kayu yang besar mirip sebuah pentungan yang memukul kepalanya. (CS:
72-73)

Kutipan di atas menunjukkan peristiwa kekerasan fisik yanng menimpa Hamido.


Dengan tiba-tiba, Hamido dipukuli oleh beberapa orang ketika ia baru saja sampai di kota dan
Hamido tidak mengetahui apa penyebabnya.

Selanjutnya adalah tema kesedihan. Tema kesedihan ini dialami oleh Hamida dan
Hamido. Tema kesedihan yang terjadi pada Hamida dapat dilihat pada sekuen 17.1. Berikut
adalah kutipan ceritanya.

Pada saat ia akan berteriak, Hamida meyakinkan dirinya bahwa tidak ada lagi ibunya yang
dapat dilihatnya. (CS: 42)

Dari kutipan di atas terlihat perasaan sedih Hamida ketika ia berada di kereta api
menuju ke kota. Kesedihan itu muncul karena ia harus pergi meninggalkan ibunya.

Dari ketiga tema bawahan tersebut di atas dapat disimpulkan menjadi satu tema utama
yaitu tema penderitaan. Penulis berpendapat bahwa alur cerita yang dimiliki novel UD sangat

Universitas Indonesia
 
15  
 

memperkuat tema yang diangkat oleh narator. Alur cerita yang dikisahkan oleh narator dari
awal hingga akhir cerita berisi penderitaan yang dialami oleh Hamida dan Hamido sejak
mereka kecil hingga mereka meninggal dunia.

Kesimpulan

Judul yang digunakan oleh Nawal El Saadawi dalam novel ini yaitu Al-Ughniyyat Al-
Da’iriyya yang bermakna lagu berputar merupakan penggambaran dari awal dan akhir kisah
yang menceritakan adanya sekumpulan anak-anak yang sedang berputar-putar dengan
menyanyikan sebuah lagu. Selain itu makna ‘berputar’ dapat diibaratkan dengan kehidupan
Hamida dan Hamido yang terus berputar-putar dalam penderitaan, penyiksaan, kesedihan dan
lain sebagainya dan tidak ada akhir dari penderitaan yang mereka alami hingga akhirnya
mereka meninggal dunia.

Secara keseluruhan, alur yang ditampilkan oleh Nawal El Saadawi dalam novel UD
terlihat unik dengan penyajian alur yang berpindah dari kisah Hamida dilanjutkan dengan
kisah Hamido, kembali lagi dengan kisah Hamida, kemudian Hamido dan begitu seterusnya.
Alur cerita dalam novel ini didukung dengan adanya penokohan berupa dua tokoh yaitu
Hamida dan Hamido yang sama-sama mengalami penderitaan secara terus-menerus. Selain itu,
latar dalam novel ini juga menjadi pendukung alur cerita dengan adanya dua latar yaitu
kehidupan dan kematian.

Dengan penyajian dua alur yang bergantian, Nawal El Saadawi ingin memperlihatkan
kesetaraan antara perempuan dan laki-laki yang digambarkan melalui tokoh Hamida dan
Hamido. Dalam novel ini, Nawal El Saadawi ingin menunjukkan bahwa tidak hanya
perempuan saja yang menjadi kaum tertindas dan mengalami berbagai penderitaan, akan
tetapi kaum laki-laki juga dapat mengalami berbagai penderitaan secara terus-menerus.
Adapun novel ini tak lepas dari unsur feminisme seperti novel-novel Nawal El Saadawi yang
lainnya. Dalam novel ini, pembaca tetap akan melihat bahwa Nawal El Saadawi lebih
menonjolkan kaum perempuan dari kaum laki-laki. Nawal El Saadawi menggambarkan tokoh
Hamida yang hidup lebih lama dibanding saudara kembarnya yaitu Hamido. Penulis
beranggapan bahwa Nawal El Saadawi berhasil menyampaikan isi novelnya dengan penyajian
dua laur tersebut.

Berbagai sumber mengatakan bahwa novel ini merupakan curahan kesedihan Nawal
El Saadawi terhadap pemerintahan Mesir ketika buku-bukunya tidak boleh beredar di Mesir.

Universitas Indonesia
 
16  
 

Hal ini terbukti dengan penderitaan-penderitaan seperti pelecehan seksual, kekerasan fisik
serta kesedihan yang dialami oleh Hamida dan Hamido dalam novel ini. Akan tetapi,
penderitaan yang muncul terjadi terus-menerus tanpa ada pemberontakan dari kedua tokoh. Di
samping itu, terdapat pula peristiwa-peristiwa tidak logis dan dipaksakan dalam novel ini.
Seperti misalnya, kehamilan seorang perempuan yang terjadi hanya dalam waktu beberapa
hari setelah diperkosa dan juga seorang anak perempuan yang disuruh ibunya untuk pergi ke
kota seorang diri.

Berdasarkan analisis alur yang terdapat pada bab sebelumnya yaitu bab III, penulis
menyimpulkan bahwa jenis alur yang terdapat dalam novel UD adalah alur campuran jika
dilihat berdasarkan urutan waktu. Hal ini dikarenakan, secara umum novel ini memiliki alur
maju tetapi terdapat peristiwa-peristiwa sorot balik yang mendukung jalannya cerita. Selain
itu, terdapat peristiwa-peristiwa yang berulang di akhir cerita.

Jika dilihat berdasarkan kriteria jumlah, alur yang terdapat dalam novel UD berjumlah
dua alur yaitu alur yang ditokohi oleh Hamida dan alur yang ditokohi oleh Hamido. Kedua
alur tersebut, baik alur yang ditokohi oleh Hamida maupun alur yang ditokohi oleh Hamido,
merupakan alur penting yang membangun cerita dalam novel UD. Kedua alur dikisahkan
secara bergantian dan memiliki peristiwa-peristiwa yang hampir menyerupai satu sama lain.

Sesuai dengan kecenderungan masalah yang diceritakan, alur yang dimiliki cerita UD
termasuk ke dalam alur peruntungan (plot of fortune). Alur peruntungan dibedakan menjadi
tujuh jenis seperti yang telah dipaparkan pada bab dua. Namun novel UD termasuk ke dalam
tiga jenis diantara tujuh jenis dari alur peruntungan yaitu alur pedih, alur tragis, dan alur
sentimental. Hal ini jelas terlihat dari kehidupan yang dijalani Hamida dan Hamido yang
penuh dengan penderitaan dan penyiksaan seperti yang tergambar dalam novel UD.

Daftar Pustaka

Bekers, Elisabeth. 2010. Rising Anthills: African and African American Writing on Female
Genital Excision, 1960-2000. Madison: The University of Wiconsin Press.
Hitchcock, Peter, Nawal el Saadawi, and Sherif Hetata. 1993. Living the Struggle. Transition
61, 170-179. http://www.jstor.org/stable/2935230 (12 Feb. 2013)  
Kamil, Sukron. 2009. Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern. Jakarta: Rajawali Pers.
Malti-Douglas, Fedwa. 1995. Men, Women, and God(s): Nawal El Saadawi and Arab
Feminist Poetics. Los Angeles: University of California Press.

Universitas Indonesia
 
17  
 

----------------------------. “The Cirling Song: Nawal El Saadawi With Foreword.”


http://zedbooks.co.uk/hardback/the-circling-song (28 Jan. 2013)
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Saadawi, Nawal El. 1999. Al-Ughniyyat Al-Da’iriyya. Beirut: Dar Al-Adab.
----------------------. 2009. The Circling Song, terj. A. Rahman Zainuddin. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Semi, M. Atar. 2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa.
Sollars, Michael D. 2008. The Facts on File Companion to The World Novel: 1900 to The
Present. New York: Facts on File Library of World Literature.
Teeuw, A. 2003. Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya.
Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Zaimar, Okke K.S. 2008. Semiotik dan Penerapannya dalam Karya Sastra. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Universitas Indonesia
 

Anda mungkin juga menyukai