Anda di halaman 1dari 37

ANALISIS URBAN HEAT ISLAND DAN INDEKS KEKRITISAN

LINGKUNGAN KOTA PURWOKERTO BERDASARKAN DATA


SATELIT OLI/TIRS LANDSAT 8

DESI SETIONINGRUM

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Urban Heat
Island dan Indeks Kekritisan Lingkungan Kota Purwokerto berdasarkan Data
Satelit OLI/TIRS Landsat 8 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2018

Desi Setioningrum
NIM G24140038
ABSTRAK
DESI SETIONINGRUM. Analisis Urban Heat Island dan Indeks Kekritisan
Lingkungan Kota Purwokerto berdasarkan Data Satelit OLI/TIRS Landsat 8.
Dibimbing oleh Dr. Ir. SOBRI EFFENDY, MSi dan IDUNG RISDIYANTO, SSi,
MSc.

Kota Purwokerto mengalami perubahan penggunaan lahan dari tahun ke


tahun, akibatnya terjadi perubahan keseimbangan energi permukaan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh tutupan lahan terhadap suhu permukaan,
mengetahui pesebaran Urban Heat Island, dan memetakan indeks kekritisan
lingkungan berdasarkan rasio antara Land Surface Temperature (LST) dan
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di wilayah Purwokerto.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penginderaan jauh satelit. Data satelit
yang digunakan adalah Landsat 8 tahun 2013, 2015 dan 2017 dengan nilai
radians spektral dari sensor optik dan thermal. Suhu permukaan pada daerah
perkotaan lebih tinggi di bandingkan daerah pinggiran kota. Tahun 2013 suhu
permukaan yang dihasilkan sebesar 21,7˚C – 27,0˚C, tahun 2015 sebesar 23,3˚C –
30,4˚C serta tahun 2017 sebesar 23,3˚C – 29,6˚C0C. Sebaran nilai NDVI
menunjukkan perubahan tutupan lahan bervegetasi. Di wilayah perkotaan, rata-
rata nilai NDVI lebih rendah dibandingkan dengan wilayah pinggiran kota.
Besaran nilai suhu permukaan di pengaruhi oleh tutupan lahan bervegetasi dan
curah hujan. Nilai NDVI yang tinggi menghasilkan suhu permukaan yang rendah.
Curah hujan yang rendah pada tahun 2015 juga mempengaruhi suhu permukaan.
Kota Purwokerto bagian tengah memiliki tingkat kritisan lingkungan yang tinggi
dan diidentifikasi sebagai wilayah Urban Heat Island (UHI).

Kata kunci: NDVI, suhu permukaan, tutupan lahan, UHI


ABSTRACT

DESI SETIONNINGRUM. Analysis of Urban Heat Island and Environmental


Critical Index Purwokerto City based on Satelit Data OLI/TIRS Landsat 8.
Supervised by Dr. Ir. SOBRI EFFENDY, MSi dan IDUNG RISDIYANTO, SSi,
MSc.

Purwokerto City experienced land use changes from year to year, as a


result there was a change in surface energy balance. This study aims to determine
the effect of land cover on surface temperature, find out Urban Heat Island
distribution, and map environmental critical index based on the ratio between
Land Surface Temperature (LST) and Normalized Difference Vegetation Index
(NDVI) in the Purwokerto region. This study uses a satellite remote sensing
approach. Satellite data used is Landsat 8 in 2013, 2015 and 2017 with spectral
values from optical and thermal sensors. Surface temperatures in urban areas are
higher compared to suburban areas. In 2013 the resulting surface temperature was
21.7˚C - 27.0˚C, in 2015 it was 23.3˚C - 30.4˚C and 2017 was 23.3˚C - 29.6˚C.
The distribution of NDVI values shows changes in vegetated land cover. In urban
areas, the average NDVI value is lower than that of suburban areas. The
magnitude of the surface temperature value is affected by vegetation cover and
rainfall. High NDVI values produce low surface temperatures. Low rainfall in
2015 also affects surface temperatures. The central part of Purwokerto City has a
high level of environmental criticism and is identified as the Urban Heat Island
(UHI) area.

Key words: NDVI, surface temperature, land cover, UHI


ANALISIS URBAN HEAT ISLAND DAN INDEKS KEKRITISAN
LINGKUNGAN KOTA PURWOKERTO BERDASARKAN DATA
SATELIT OLI/TIRS LANDSAT 8

DESI SETIONINGRUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan usulan
penelitian dengan “Analisis Urban Heat Island (UHI) dan Indeks Kekritisan
Lingkungan Kota Purwokerto berdasarkan Data Satelit OLI/TIRS Landsat 8”
sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Geofisika dan
Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian
Bogor.
Dalam penulisan usulan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Idung Risdiyanto, SSi, MSc dan Almarhum Bapak Dr. Ir. Sobri
Effendy, MSi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan, masukan, motivasi dan diskusi-diskusi yang sangat
membantu,
2. Dosen penguji sidang Ibu Dr. Ana Turyanti, Ssi, MT dan Bapak Sonni
Setiawan, SSi, MSi atas saran dan masukkannya,
3. Dosen pembimbing akademik serta semua dosen dan staff Departemen
Geofisika dan Meteorologi IPB, yang telah banyak membantu selama
masa perkuliahan,
4. Kedua orang tua, kakak dan semua keluarga besar yang selalu
memberikan doa, nasehat, semangat dan motivasi kepada penulis,
5. Abdul Mu’iz yang selalu memberikan semangat, motivasi dan saran
kepada penulis,
6. Sahabat-sahaba dekat penulis Siti Anisa, Irma, Yura, Novel, Gebrina,
Anis, dan Ariesta yang selalu memberi semangat kepada penulis,
7. Teman satu bimbingan Siti Anisa, Aida, Gading, Wawan, Melda, Fitrul,
dan Rif’an yang selalu memberi semangat dan saran kepada penulis
8. Teman kost Mega, Gartini dan Lusi yang memberikan semangat kepada
penulis,
9. Teman-teman Geofisika dan Meteorologi angkatan 51 yang selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh
dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi kemajuan penelitian ini.

Bogor, Juli 2018

Desi Setioningrum
DAFTAR ISTILAH

Urban Heat Island (UHI) merupakan suatu keadaan dimana suhu diwilayah urban
lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di wiayah sub urban (Delarizka et.al.
2016)
Land Surface Temperature atau suhu permukaan merupakan suhu terluar dari
suatu permukaan objek atau suhu kulit permukaan (Rajeshwari A dan Mani
ND 2014)
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan suatu indeks yang
menunjukkan tingkat kerapatan dan keberadaan tumbuhan di permukaan
(Delarizka et.al 2016)
Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) merupakan merupakan salah satu
kategori metode indeks kelembaban yang digunakan untuk memantau
kelembaban lahan dengan menggunakan pendekatan thermal infrared (Goa
et.al 2011)
Environmental Critical Index (ECI) merupaka indeks yang menunjukkan tingkat
kekeritisan lingkungan berdasarkan rasio suhu permukaan dan indeks
kerapatan vegetasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi lahan yang
mengalami urban heat island (UHI) (Senanayake et.al. 2013)
Koreksi Radiometrik merupakan suatu langkah yang digunakan untuk merubahan
nilai digital number menjadi nilai reflektan yang berfungsi sebagai
perbaikan nilai piksel agar sesuai dengan aslinya (Handayani et al 2017)
Digital Number merupakan angka numerik (1 byte)dari suatu piksel yang
memiliki warna kelabu atau berkisar antara waran putih dan hitam
(Handayani et al 2017)
Radian merupakan besaran radiasi yang dipancarkan, dipantulkan atau diterima
oleh suatu permukaan yang dilihat melalui sudut pandang tertentu (Walidain
et al 2018)
Irradian meupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengukur nilai dari
flux radiometrik yang ada pada suatu permukaan (Walidain et al 2018)
Radian Spektral merupakan nilai fluks radian per unit pada suatu sudut tertentu
yang diradiasikan oleh suatu objek ke arah tertentu ()
Reflektan merupakan rasio antara nilai radian dengan nilai irradian antara radiasi
yang dibancarkan objek kematahari dan radiasi yang dipancarkan oleh
matahari ke objek yang ada dipermukaan (Fawzi 2014)
Emisivitas merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh objek dalam
memancarkan energi termal yang dimilikinya dengan nilai berkisar 0 hingga
1 (Mallick et al 2012)
DAFTAR ISI

PRAKATA vi
DAFTAR ISTILAH vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
METODE 4
Bahan 4
Alat 4
Prosedur Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Kondisi Umum Kota Purwokerto 9
Variasi Curah Hujan Bulanan Tahun 2013, 2015 dan 2017 9
Variasi Indeks Kerapatan Vegetasi Tahun 2013, 2015 dan 2017 12
Suhu Permukaan Tahun 2013, 2015 dan 2017 14
Environmental Critical Index Tahun 2013, 2015 dan 2017 17
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 22
RIWAYAT HIDUP 23
DAFTAR TABEL
1 Daftar data citra satelit OLI/TIRS Landsat 8 tahun 2013, 2015 dan 2017 4
2 Klasifikasi indeks kekritisan lingkungan 7
3 Klasifikasi TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index) 8
4 Luasan area menurut TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index) 9
5 Luasan area menurut NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) 12
6 Luasan area menurut suhu permukaan 14
7 Luasan area menurut indeks kekritisan lingkungan 17

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian 8
2 Grafik curah hujan bulanan tahun 2013, 2015 dan 2017 9
3 Peta Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) tahun 2013, 2015
dan 2017 11
4 Peta Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) tahun 2013, 2015
dan 2017 13
5 Peta suhu permukaan tahun 2013, 2015 dan 2017 15
6 Grafik suhu permukaan tahun 2013, 2015 dan 2017 16
7 Peta Environmental Critical Index tahun 2013, 2015 dan 2017 18

DAFTAR LAMPIRAN
8 Curah hujan bulanan tahun 2013, 2015, 2017 22
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Urban heat island (UHI) adalah fenomena masalah lingkungan daerah


perkotaan di Indonesia. Perkembangan kota mengakibatkan terjadinya
pembangunan infrastruktur kota seperti pemukiman, rumah makan, gedung
perkantoran, jalan dan berbagai infrastruktur fisik lainnya. Hal ini menyebabkan
perubahan penggunaan dan penutupan lahan. Akibatnya, terjadi perubahan
keseimbangan energi permukaan yang dapat menaikan dan menurunkan suhu
permukaan.
Land Surface Temperature (LST) atau suhu permukaan lahan merupakan
suhu teluar dari suatu objek yang dikendalikan oleh keseimbangan energi
permukaan tanah, keadaan atmosfer, sifat termal obyek atau material permukaan
(Delarizka et.al. 2016). Suhu permukaan suatu lahan belum tentu memiliki suhhu
yang sama. Perbedaan suhu pada setiap permukaan disebabkan karena sifat fisis
yang dimiliki oleh objek yang ada di permukaan lahan tersebut. Sifat fisif yang
dimiliki objek diantaranya adalah emisivitas, kapasitas panas jenis dan
konduktivitas thermal (Nanik H 2007).
Permukaan dengan objek yang memiliki kapasitas jenis rendah dan
emisivitas rendah, sedangkan konduktivitas thermalnya tinggi maka objek pada
permukaan tersebut akan memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi dan
sebaliknya. Apabila suatu objek memiliki kapasitas panas jenis dan emisivitas
tinggi , sedangkan konduktivitas thermalnya rendah maka suhu permukaan yang
dihasilkan akan lebih rendah. Suhu permukaan pada suatu lahan akan berdampak
terhadap jumlah energi yang digunakan untuk memindahkan panas dari
permukaan ke udara (Adiningsih 2011).
Perubahan suhu permukaan dapat mempengaruhi kualitas lingkungan.
Kualitas lingkungan tersebut dapat diketahui melalui indeks kekritisan lingkungan
atau environmental critical index (ECI) yang menggambarkan kualitas lingkungan
dari rendah hingga tinggi. Tingkatan kekritisan lingkungan tinggi dalam indeks
kekritisan lingkungan dapat diidentifikasi sebagai UHI. ECI dihitung berdasarkan
rasio antara suhu permukaan dengan indeks kerapatan vegetasi (Senanayake dkk
2013). Pemanfaat citra satelit ini merupakan salah satu langkah yang cukup baik
ntuk mempelajari fenomena UHI dan pesebarannya serta faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya UHI dan bagaimana cara untuk mengatasi masalah
tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk (i) mengetahui pengaruh perubahan tutupan


lahan terhadap perubahan suhu permukaan di Purwokerto; (ii) mengetahui area-
area pesebaran urban heat island (UHI) di wilayah Purwokerto; (iii) memetakan
indeks kekeritisan lingkungan berdasarkan rasio antara Land Surface Temperature
(LST) dan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) .
2

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagai informasi berbentuk spasial terkait sebaran


suhu permukaan diwilayah di Kota Purwokerto. Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan masukkan kepada para pihak dalam perancangan tata
ruang wilayah Kota Purwokerto.

TINJAUAN PUSTAKA

Tutupan Lahan

Lahan merupakan suatu material dasar dari suatu lingkungan yang


berkaitan dengan sejumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah,
topografi, hidrologi dan biologi (Delarizka et. al 2016). Tutupan lahan merupakan
wujud dari material dasar atau objek yang ada di lingkungan tersebut dan
menutupi lahan yang ada. Penggunaan lahan merupakan cerminan dari suatu
kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada suatu lahan. Lahan dapat diklasifikasi
menjadi dua macam yaitu klasifikasi dari tutupan lahan dan klasifikasi
penggunaan lahan (Delarizka et.al. 2016). Kedua klasifikasi tersebut dapat
dihasilkan melalui proses interpretasi citra satelit.

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) merupakan indeks yang


digunakan untuk membedakan tingkat kerapatan dan keberadaan vegetasi di
permukaan. Menurut Parwati et.al (2012), indeks vegetasi didasarkan pada
pengamatan bahwa permukaan yang berbeda akan merefleksikan berbagai jenis
gelombang cahaya yang berbeda-beda. Vegetasi yang aktif melakukan fotosintesis
akan menyerap sebagian besar gelombang merah cahaya matahari dan
memantulkan gelombang inframerah dekat yang lebih tinggi. Sedangkan vegetasi
yang kurang sehat lebih banyak memantulkan gelombang merah dan lebih sedikit
memantulkan gelombang inframerah dekat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi NDVI antara lain adalah aktivitas
fotosintesis pada tumbuhan, kerapatan tutupan tumbuhan, biomassa, kelembaban
tumbuhan dan tanah. Nilai NDVI berkisar antara -1 hingga +1 yang merupakan
nilai dari perbandingan antara spektrum gelombang elektromagnetik merah
dengan infra-red. NDVI badan air berkisar antara -1 – 0 (negatif), tanah kosong
adalah 0, dan tutupan lahan yang bervegetasi di atas 0 dan cenderung memiliki
nilai mendekati +1 jika memiliki kerapatan vegetasi yang tinggi (Sasmito dan
Andri 2017). NDVI yang dihasilkan bernilai positif (+) terjadi karena vegetasi
akan lebih banyak memantulkan gelombang inframerah dekat dibandingkan
cahaya tampak sedangkan untuk NDVI yang bernilai negatif (-) cenderung terjadi
karena permukaan berupa air, salju dan permukaan awan lebih banyak
memantulkan lebih sedikit memantulkan gelombang inframerah dekat
dibandingkan dengan gelombang cahaya tampak (Nanik H 2007). NDVI yang
rendah dapat disebabkan karena luasan lahan bervegetasi berkurang sehingga
jumlah vegetasi yang ada menjadi sedikit dan jarang. Berkurangnya lahan
3

bervegetasi juga dapat disebabkan oleh faktor iklim yaitu curah hujan (Shofiyati
et.al 2002).

Citra Landsat

Teknik penginderaan jauh untuk pengamatan sumberdaya alam dimulai


dengan peluncuran satelit ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) pada
tahun 1972 oleh NASA Amerika Serikat. Satelit ERTS ini memiliki resolusi
spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS untuk saat ini lebih dikenal dengan satelit Landsat
yang diganti nama setelah beberapa peluncuran satelit tersebut. Citra satelit
Landsat untuk saat ini telah mencapai seri ke delapan yang diorbitkan pada bulan
Februari 2013 (Mukmin et.al 2016). Citra satelit Landsat sudah banyak digunakan
untuk menganalisis fenomena UHI karena memiliki resolusi spasial yang tinggi
jika dibandingkan dengan citra satelit yang lainnya, seperti citra satelit NOAA
AVHRR dan MODIS (Rasul dkk 2017).

Land Surface Temperature (LST)

Suhu permukaan (Land Surface Temperature) merupakan suhu dari


permukaan terluar suatu objek (Rajeshwari A dan Mani ND 2014). Suhu
permukaan dikendalikan oleh keseimbangan permukaan, sifat thermal yang
dimiliki oleh permukaan dan media atau material yang ada di bawah permukaan
(Delarizka et.al 2016).Suhu permukaan yang dihasilkan bergantung kepada
keadaan tanah baik di atas maupun di dalam tanah, seperti kelembaaban tanah,
ketersediaa air di dalam tanah dan di atas tanah serta tutupan lahan yang
menutupinya. Hal ini terjadi karena suhu permukaan yang dihasilkan akan rendah
apabila lahan dalam keadaan basah dan sebaliknya jika lahan mulai mengering
maka suhu permukaan akan meningkat (Parwati dan Suwarsono 2008).
Suhu permukaan merupakan unsur pertaman yang dapat diidentifikasi oleh
citra satelit Thermal. Suhu permukaan dalam remote sensing diartikan sebagai
suhu rata-rata dari suatu permukaan yang digambarkan kedalam piksel-piksel
berdasarkan permukaan lahan yang ada. Suhu permukaan tanah maka suhu
permukaan terluar dari suatu permukaan tanah, suhu permukaan dengan vegetasi
rapat maka suhu permukaan dari permukaan kanopi tanaman sedangkan suhu
pada permukaan air maka suhu yang terekam merupakan suhu permukaan dari air
tersebut (Nanik H 2007). Suhu permukaan lahan adalah hasil emisi gelombang
elektromagnetik panjang dari permukaan lahan . Emisi ini kemudian ditangkap
oleh sensor satelit pada spektrum infra merah termal. Suhu permukaan di ukur
melalui emisi panas yang dihasilkan oleh permukaan akibat paparan radiasi
matahari. Emisi yang berasal dari permukaan baik permukaan tanah, bangunan,
atau tumbuhan dan lain sebagainya kemudian ditangkap oleh sensor yang ada
pada citra satelit dengan spektrum infra merah termal. Sensor tersebut kemudian
melakukan konversi emisi panas yang ditangkap menjadi perbedaan kecerahan
(Sasmito dan Andri 2017).
Penelitian-penelitian sebelumnya telah banyak dilakukan untuk mengetahui
suhu permukaan melalui citra satelit Landsat diantaranya Sasmito B dan andri S
(2017), Senanayake et.al (2013) dan Delarizka et.al (2016). Pengaplikasian suhu
permukaan dengan menggunakan data citra satelit Landsat pada kehidupan salah
4

satunya yaitu digunakan untuk mengetahui kejadian urban heat island.


Penggunaan metode tersebut dapat secara cepaat dan efektif untuk mengetahui
fenomena urban heat island dalam suatu wilayah (Sasmito B dan Andri S 2017).

Urban Heat Island (UHI)

Menurut Babazadeh dan Kumar (2015), fenomena UHI pertama kali


diselidiki dan dijelaskan oleh Luke Howard tahun 1818. Urban Heat Island (UHI)
merupakan suatu keadaan dimana suhu diwilayah urban lebih tinggi dibandingkan
dengan suhu di wiayah sub urban (Delarizka et.al. 2016). Faktor-faktor yang
menyebabkan UHI di daerah perkotaan adalah derajat panas yang dimiliki
bangunan tinggi, tinggi dan jarak antar bangunan yang rapat, serta tingkat polusi
udara yang tinggi (Hidayati 2013). UHI dapat diukur menggunakan dua cara,
yaitu (i) melalui pengukuran langsung di lapangan atau stasiun pengamatan (in
situ), dan (ii) menggunakan teknik penginderaan jauh. Kedua pengukuran
tersebut memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Pengukuran in
situ untuk UHI dengan cakupan wilayah yang luas kurang cocok. Kelemahannya
adalah sepek waktu, biaya dan akurasinya untuk interpolasi data spasial. Apabila
menggunakan sistem penginderaan jauh akan menghasilkan data permukaan bumi
yang cukup kompleks dan luas (Fawzi 2017).

Environmental Criticality Index (ECI)

Environmental Criticality Index (ECI) atau indeks kekritisan lingkungan


merupakan indeks yang digunakan untuk mengetahui kualitas dari suatu
lingkungan. Nilai ECI adalah hasil rasio nilai LST dan NDVI. Tutupan vegetasi
semakin berkurang mengakibatkan suhu permukaan semakin meningkat juga, hal
ini menyebabkan nilai ECI turun dan indikasi bahwa kualitas lingkungan semakin
rendah (Sasmito dan Andri 2017).

METODE

Bahan

Penelitian ini menggunakan data satelit OLI/TIRS Landsat 8 wilayah Kota


Purwokerto path/row 120/65 tanggal akusisi 24 Juni 2013, 14 Juni 2015 dan 18
Mei 2017 yang di unduh pada http://earthexplorer.usgs.gov/. Data penunjang
lainnya seperti data iklim berupa data curah hujan bulanan tahun 2013, 2015 dan
2017 yang di unduh pada http://iridl.Ideo.colombia.edu/Sources/.UCSB/CHRIPS
serta peta batas admisistrasi wilayah.

Tabel 1. Daftar Data Citra Satelit OLI/TIRS Landsat 8


Output Data
Scene Id Date Aquired
Format Type
LC08_L1TP_120065_20130624_20170504_01_T1 24 JUNI 2013 GEOTIFF L1TP
LC08_L1TP_120065_20150614_20170407_01_T1 14 JUNI 2015 GEOTIFF L1TP
LC08_L1TP_120065_20170518_20170525_01_T1 18 MEI 2017 GEOTIFF L1TP
5

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya berupa


seperangkat komputer dengan Arc GIS 10.3 dan Minitab 2017 untuk pengolahan
data citra satelit serta Microsoft Office 2010.

Prosedur Analisis Data

Tahapan pengolahan data citra satelit dimulai dari proses koreksi


radiometrik dan clipping area kajian. Selanjutnya melakukan perhitungan
terhadap parameter-parameter yang di butuhkan yaitu nilai NDVI, emisivitas,
suhu permukaan, nilai indek kekeritisan lingkungan, dan klasifisikasi tutupan
lahan di wilayah tersebut. Data iklim berupa data curah hujan digunakan untuk
mengetahui besaran curah hujan yang ada di wilayah tersebut selama satu tahun
menggunakan Microsoft Excel. Hasil yang diperoleh berupa peta dan grafik. Hasil
tersebut kemudian di analisis. Tahapan pengolahan data dapat dijelaskan secara
detail pada urain di bawah ini:

1. Koreksi Radiometrik
Menurut (USGS 2015) koreksi radiometric dapat dilakukan dengan
mengkonversi nilai piksel ke spektral radian. Persamaan dasar yang digunakan
dalam konversi nilai piksel menjadi nilai spektral radian sebagai berikut:

𝐿𝜆 = 𝑀𝐿 × 𝑄𝑐𝑎𝑙 + 𝐴𝐿 ...................................................................................(1)

Keterangan:
Lλ = Nilai radian spektral (Watt/(m2*srad*μm))
ML = Band spesifik multiplicative rescaling dari metadata (radiance_multi_
band_x)
Qcal = Digital number
AL = Band spesifik additive rescaling dari metadata ( radiance_add_ band_x)

2. Layer Stack dan Clipping


Pemotongan citra satelit untuk mendapatkan data hanya di wilayah kajian
yaitu Kota Purwokerto. Ini berfungsi sebagai pembatas wilayah kajian dan
mempermudah dalam pengolahan data, karena ukuran file menjadi lebih kecil.
Sebagai batas area adalah batas administrasi.

3. Normalized Difference vegetation Index (NDVI)


NDVI pada Citra Landsat 8 dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

(𝑁𝐼𝑅−𝑅𝐸𝐷)
𝑁𝐷𝑉𝐼 = (𝑁𝐼𝑅+𝑅𝐸𝐷)
...........................................................................................(2)

Keterangan:
NIR = Band Near Infrared (band 5 dengan panjang gelombang 0.85 μm
- 0.88 μm)
RED = Band Red (band berapa 4 dengan panjang gelombang 0.64 μm –
0.67 μm)
6

4. Emisivitas
Menurut Akher dan Chattopadyay (2017) nilai emisivitas dapat dihitung
dari NDVI (pers.3 dan 4)

Pv = ((NDVI - NDVIMin)/(NDVIMax – NDVIMin))2..........................................(3)

ε = 0.004Pv + 0.986..........................................................................................(4)

Keterangan:
Pv = Proportion of vegetation
NDVIMax = Nilai indeks vegetasi maksimum
NDVIMin = Nilai indeks vegetasi minimum
ε = Nilai emisivitas

5. Land Surface Temperature (LST)


Brightness temperature dapat diketahui menggunakan rumus sebagai
berikut:
𝐾2
𝑇𝑏 = 𝐾1 ...................................................................................................(5)
ln( )+1
𝐿𝜆

Keterangan:
T = Brightness temperature satelit (Kelvin)
K1 = Konstanta kalibrasi spektral radian band_x
K2 = Konstanta kalibrasi spektral radian band_x
Lλ = Radiance Spectral (Watt/(m2*srad*μm))

Konversi suhu dalam satuan Kelvin menjadi Celcius adalah sebagai


berikut:

TCelcius = TKelvin – 273.15...................................................................................(6)

Suhu permukaan tanah dihitung dengan persamaan 7 USGS (2015):

𝑇𝑏
𝑇𝑠 = 𝑇𝑏 ............................................................................................(7)
1+�𝜆 × � ln 𝜀
𝜕

Keterangan:
Ts = Suhu permukaan (Kelvin)
Tb = Brightness temperature satelit (K)
𝜆 = Panjang gelombang emisi radian (11.5 μm)
𝜕 = Berasal dari hc/σ dengan nilai 1.438 × 10-2 mK (h = konstanta planck
dengan nilai 6.26 x 10-34 Jsec, c = kecepatan cahaya yang bernilai 2.998 x
108 m/s, dan σ = konstanta Boltzman yang bernilai 1.38 x 10-23 J/K)
ε = emisivitas permukaan
7

6. Indeks Kekritisan Lingkungan/Environmental Critical Index (ECI)


Menurut Senanayake et.al. (2013), ECI adalah rasio antara suhu
permukaan dengan NDVI. Penelitian ini mengggunakan persamaan tersebut
untuk mengetahui sebaran ECI di wilayah kajian:
𝐿𝑆𝑇
𝐸𝐶𝐼 = 10×𝑁𝐷𝑉𝐼
; 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑁𝐷𝑉𝐼 ≤ 0 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑁𝐷𝑉𝐼 = 0.......................................(8)

Keterangan:
ECI (Environment Criticaly Index) = Indeks kekritisan lingkungan
LST (Land Surface Temperature) = Suhu permukaan
NDVI = Kerapatan vegetasi

Klasifikasi tingkat indeks kekeritisan lingkungan menurut Senanayake et.


al. (2013) adalah sebagai berikut

Tabel 2 Klasifikasi indeks kekritisan lingkungan

Tingkat Kekritisan ECI


Rendah 0 < ECI ≤ 10
Sedang 10 < ECI < 30
TInggi ECI >30

7. Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI)


Ketersediaan air pada suatu lahan dapat diduga dengan menggunakan
salah satu indeks kekeringan yaitu TVDI dengan rumus sebagai berikut:

𝐿𝑆𝑇−𝐿𝑆𝑇𝑚𝑖𝑛
𝑇𝑉𝐷𝐼 = 𝐿𝑆𝑇𝑚𝑎𝑥−𝐿𝑆𝑇𝑚𝑖𝑛....................................................................................(9)

Keterangan:
TVDI =Temperature Vegetation Dryness Index
LST = Land surface temperature / Suhu permukaan (Celcius)
LSTmin =Suhu permukaan minimum (Celcius)
LSTmax =Suhu permukaan maksimum (Celcius)

TVDI memiliki kisaran nilai 0 hingga 1 dimana nilai 0 mewakili


ketersedian air tinggi sedangkan nilai 1 mewakili tingkat kekeringan rendah
(Parwati dan Suwarsono 2008). Klasifikasi tingkat kekeringan menurut
Sandholt et al (2002) adalah sebagai berikut:
8

Tabel 3 Tingkat kekeringan TVDI

Tingkat TVDI
Kekeringan
Basah 0 < TVDI ≤ 0.2

Agak Basah 0.2 < TVDI ≤ 0.4

Normal 0.4 < TVDI ≤ 0.6

Agak Kering 0.6 < TVDI ≤ 0.8

Kering 0.8 < TVDI ≤ 1.0

Mula

Pengumpulan Data

Citra Landsat 8
(2013 , 2015 & 2017) Peta Batas
Administrasi
Koreksi Radiometrik

Cropping Citra
Terkoreksi

Band 5 dan 4 Band Thermal

NDVI Land Surface


Temperature (LST)

Indeks Kekritisan
Lingkungan

Selesai

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian


9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Kota Purwokerto

Kota Purwokerto merupakan salah satu kota yang terletak di provinsi Jawa
Tengah, tepatnya berada di selatan Gunung Slamet dengan koordinat 7.433o LU
109.233o BT / 7.433o LS 109.233o BT. Purwokerto merupakan pusat
pemerintahan dari Kabupaten Banyumas. Kota tersebut terbagi ke dalam 4
kecamatan yaitu Kecamatan Purwokerto Barat, Kecamatan Purwokerto Timur,
Kecamatan Purwokerto Utara dan Ketamatan Purwokerto Selatan. Keadaan iklim
di wilayah Kota Purwokerto secara umum termasuk kedalam iklim Af menurut
klasifikasi iklim koppen. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3146 mm/tahun
dengan suhu rata-rata tahunan sebesar 26.3 oC. Luas wilayah Kota Purwokerto
secara keseluruhan sebesar 38.58 km2 dengan masing-masing kecamatan memiliki
luasan sebesar 13.75 km2 untuk wilayah Kecamatan Purwokerto Selatan, 7.40 km2
Kecamatan Purwokerto Barat, 8.42 km2 Purwokerto Timur dan 9.01 km2 untuk
Kecamatan Purwokerto Utara. Ketinggian Kota Purwokerto berkisar 74-110 meter
di atas permukaan laut (mdpl) (BPS Kabupaten Banyumas 2016).

Variasi Curah Hujan Bulanan Tahun 2013, 2015, dan 2017

Curah hujan mempengaruhi kondisi kelembaan tanah sehingga


berpengaruh terhadap suhu permukaan. Curah hujan pada tahun 2013 lebih tinggi
jika dibandingan dengan tahun 2015 dan 2017 khususnya pada bulan Mei dan Juni.
Pada tahun 2013 memiliki curah hujan bulanan yang berkisar dari 300 mm hingga
350 mm, sedangkan pada tahun 2015 curah hujan yang diperoleh rendah yaitu
berkisar 50 mm hingga 180 mm. Pada tahun 2017 lebih tinggi dibandingkan tahun
2015, yaitu berkisar 180 mm hingga 200 mm. Bulan Mei dan Juni merupakan
bulan peralihan dari musim hujan ke musim kemarau sehingga curah hujan yang
dihasilkan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan curah hujan pada bulan
basah atau musim hujan.

700
600
500
400
300
200
100
0

2013 2015 2017

Gambar 2 Grafik curah hujan bulanan tahun 2013,2015 dan 2017di Kota Purwokerto
10

Kondisi curah hujan tersebut didukung dengan perhitungan indeks


kelembaban pada wilayah kajian dengan cara menghitung nilai Temperature
Vegetation Dryness Index (TVDI). Menurut Gao et. al (2011) Temperature
Vegetation Dryness Index (TVDI) merupakan salah satu kategori metode indeks
kelembaban yang digunakan untuk memantau kelembaban lahan dengan
menggunakan pendekatan thermal infrared. Nilai TVDI benilai 0 hingga 1
dimana nilai 0 menunjukkan bahwa ketersediaan air pada lahan tersebut tercukupi
dan sebaliknya apabila nilai NDVI mendekati 1 maka ketersediaan air akan
semakin berkurang (Parwati dan Suwarsono 2008).

Tabel 4 Luas area menurut tingkat kekeringan TVDI

Tingkat Luas area (Ha) tahun


TVDI
Kekeringan 2013 2015 2017
Basah 0 < TVDI ≤ 0.2 468.4 219.7 312.2
Agak Basah 0.2 < TVDI ≤ 0.4 1195.4 1024.8 1062.9
Normal 0.4 < TVDI ≤ 0.6 1142.8 1240.7 1145.8
Agak Kering 0.6 < TVDI ≤ 0.8 1025.0 1155.2 1190.2
Kering 0.8 < TVDI ≤ 1.0 255.7 448.8 374.7

Hasil yang diperoleh berdasarkan klasifikasi (Tabel 4) menunjukkan


bahwa data curah hujan yang ada, menggambarkan keadaan wilayah sesuai
dengan data curah hujan. Nilai TVDI yang diperoleh menunjukkan bawah rata-
rata tingkat kekeringan kering berada pada Kota Purwokerto bagian tengah dan
diikuti tingkat kekeringan agak kering hingga basah. Bagian utara dan selatan
Kota Purwokerto memiliki tingkat kekeringan basah tahun 2013 lebih luas sebesar
468.4 Ha jika dibandingkan dengan tahun 2015 dan 2017 (Gambar 3 dan Tabel 4).
Tahun 2015 memiliki luasan wilayah dengan tingkat kekeringan kering yang lebih
luas yaitu sebesar 448.8 Ha. Hal tersebut disebabkan karena pada tahun 2015
curah hujan yang ada jauh lebih rendah jika dibandingakan dengan tahun 2013
dan 2017 berdasarkan data curah hujan yang ada.
Menurut Parwati dan Suwarsono (2008) ketersediaan air pada suatu lahan
akan mempengaruhi suhu permukaan yang dihasilkan. Permukaan lahan yang
basah akan menghasilkan suhu yang rendah dan akan meningkat seiring
mengeringnya lahan. Hal tersebut disebabkan karena radiasi yang diserap oleh
permukaan digunakan untuk menguapkan air yang ada pada permukaan tersebut
atau yang sering disebut sebagai proses evapotranspirasi.
Gambar 3 Nilai Temperature Vegetation Dryness Index (TVDI) tahun 2013, 2015 dan 2017
11
12

Variasi Indeks Kerapatan Vegatasi atau Normalized Difference Vegetation


Index (NDVI) Tahun 2013, 2015 dan 2017

Kota Purwokerto memiliki nilai NDVI yang bervariasi dari tahun ke tahun
yang berkisar dari -0.86 hingga 0.92. Lahan bervegetasi pada tahun 2013
merupakan lahan dengan kerapatan vegetasi tinggi terluas jika dibandingkan
dengan tahun 2015 dan 2017. Luasan lahan dengan kerapatan vegetasi rendah
pada tahun 2015 sebesar 4.86 Ha lebih luas dibandingkan dengan tahun 2013 dan
2017 (Tabel 5). Hal tersebut disebabkan karena pada tahun 2015 memiliki curah
hujan yang rendah selain karena adanya perubahan lahan sebagai lahan terbangun.

Tabel 5 Luasan area menurut NDVI

2013 2015 2017


Kategori dan
Luas Presentase Luas Presentase Luas Presentase
kelas NDVI
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
0.35-0.92
(Kerapatan 2812.0 68.8 2539.7 62.1 2570.4 62.9
tinggi)
0.25-0.35
(Kerapatan 799.8 19.6 791.1 19.4 798.1 19.5
sedang)
0.15-0.25
(Kerapatan 426.9 10.4 614.8 15.0 596.5 14.6
rendah)
0.03-0.15
(Kerapatan
49.1 1.2 136.8 3.4 119.2 2.9
sangat
rendah)
-0.86-0.03
(Lahan tidak 0.6 0.0 4.9 0.1 2.9 0.1
bervegetasi)

Berdasarkan hasil yang diperoleh (Gambar 4) menunjukkan bahwa pada


wilayah tengah Kota Purwokerto rata-rata memiliki kerapatan sedang hingga tidak
memiliki vegetasi. Menurut Sasmito dan Andri (2017) lahan dengan permukaan
kerapatan sedang hingga tidak memiliki vegetasi menandakan bawa wilayah
tersebut merupakan wilayah dengan dominasi lahan terbangun yang memiliki
vegetasi rendah dan badan air. Wilayah selatan Kota Purwokerto cenderung
didominasi oleh vegetasi kerapatab sedang hingga tinggi. Vegetasi dengan
kerpatan tinggi menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki lahan yang subur
dan vegetasi yang rapat seperti tanaman pada kawasan hutan (Nanik H 2007).
Gambar 4 Nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) tahun 2013, 2015 dan 2017
13
14

Suhu Permukaan pada Tahun 2013, 2015 dan 2017

Sebaran suhu permukaan di Kota Purwokerto secara spasial pada tahun


2013, 2014, dan 2015 memiliki nilai yang bervariasi.Berdasarkan data yang
diperoleh suhu permukaan pada tahun 2013 berkisar antara 21.7 oC hingga 27.0
o
C. Tahun 2015 suhu permukaan yang di peroleh berkisar 23.3 oC hingga 30.4 oC
sedangkan pada tahun 2017 suhu permukaan yang dihasilkan berkisar 23.3 oC
hingga 29.6 oC. Suhu permukaan pada tahun 2013 memiliki suhu permukaan yang
lebih rendah dibandingakan dengan tahun 2015 dan 2017 walaupun memiliki nilai
rentang yang sama. Tahun 2015 dan 2017 suhu permukaan minimum naik sebesar
2 oC dari suhu permukaan minimum tahun 2013. Namun, pada tahun 2017 suhu
permukaan maksimum yang dihasilkan turun sebesar 1 oC. Luasan lahan dengan
suhu permukaan tertinggi terdapat pada tahun 2015 dengan suhu permukaan
sebesar 30-30.9 oC dengan luasan sebesar 1243.04 Ha (Tabel 5).

Tabel 5 Luasan area menurut suhu permukaan

2013 2015 2017


Kelas Luas Presentase Luas Presentase Luas Presentase
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
20-21.9 13.82 0.34 0 0 0 0
22-23.9 1816.82 44.44 33.87 0.83 65.86 1.61
24-25.9 2023.01 49.48 1053.09 25.75 1408.25 34.45
26-27.9 234.62 5.74 1742.81 42.62 1855.19 45.39
28-29.9 0 0 1243.04 30.40 757.98 18.54
30-31.9 0 0 16.15 0 0 0

Bagian tengah dan wilayah yang dekat dengan wilayah tersebut memiliki
suhu permukaan yang lebih tinggi diantara wilayah Kota Purwokerto lainnya.
Kota Purwokerto bagian selatan dan utara memiliki suhu permukaan yang relatif
lebih rendah (Gambar 5 dan 6). Berdasarkan kajian sebelumnya (Gambar 4)
menunjukkan bawah pada wilayah tengah merupakan wilayah dengan vegetasi
jarang hingga tidak ada vegetasi yang menandakan bahaw pada wilayah tersebut
hanya terdapat bangunan-bangunan, dan lahan kosong. Hal ini menjadikan
wilayah tersebut memiliki suhu yang lebih tinggi. Menurut Wisnawa et. al (2008)
ahan-bahan tesebut memiliki emisivitas dan kapasitas panas yang rendah sehingga
mengakibatkan suhu permukaan di wilayah tersebut lebih tinggi jika dibandingan
dengan daerah sekitarnya Selain itu, ketersediaan air pada wilayah tersebut juga
rendah sehingga berdampak pada suhu permukaan yang tinggi seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa semakin berkurang ketersediaan air yang ada di
suatu objek akan menyebabkan suhu permukaan semakin tinggi (Parwati dan
Suwarno 2008).
Gambar 5 Nilai suhu permukaan atau land surface temperatue (LST) tahun 2013, 2015 dan 2017
15
16

(a)

(b)

(c)

Gambar 6 Grafik suhu permukaan tahun (a) 2013, (b) 2015 dan (c) 2017
17

Environmental Critical Index (ECI) indeks kekritisan lingkungan pada Tahun


2013, 2015 dan 2017

Environmental Criticality Index (ECI) atau indeks kekritisan lingkungan


merupakan indeks yang digunakan untuk mengetahui kualitas dari suatu
lingkungan. Nilai ECI didapatkan dari hasil rasio nilai LST dan NDVI. Tutupan
vegetasi semakin berkurang mengakibatkan suhu permukaan semakin meningkat,
hal ini menyebabkan kualitas lingkungan menjadi semakin rendah jika dilihat dari
kerpatan vegetasi dan suhu permukaan (Senanayake et.al 2013). Menurut
Senanayake et.al (2013) tingkat kekritisan lingkunagan yang tinggi
mengindikasikan bahwa wilayah tersebut mengalami Urban Heat Island.

Tabel 6 Luasan area menurut indeks kekritisan lingkungan

2013 2015 2017


Kelas Luas Presentase Luas Presentase Luas Presentase
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
Rendah 3885.85 95.03 3689.35 90.24 3164.06 77.41
Sedang 184.07 4.50 376.57 9.21 859.60 21.03
Tinggi 19.24 0.47 22.44 0.55 63.67 1.56

Hasil perhitungan berdasarkan luasan wilayah menunjukkan bahwa dari


tahun ke tahun luasan wilayah dengan tingkat kekeritisan lingkungan tinggi
semakin meningkat. Tahun 2017 memiliki luasan wilayah dengan tingkat
kekritisan tinggi terluas dibandingkan luasan wilayah tahun 2013 dan 2015 yaitu
sebesar 63.67 Ha (Tabel 6). Luasan lahan tersebut meningkat sebesar tiga kali
lipat dari luasan wilayah tahun 2015. Peningkatan kekritisan lingkungan tersebut
disebabkan karena perubahan luasan lahan terbangun yang semakin luas yang
berakibat terhadap suhu dan NDVI yang diperoleh.
Berdasarkan hasil tersebut yang dibagi ke dalam tiga tingkat kekritisan
menunjukkan bawah pada Kota Purwokerto bagian tengah dan sekitarnya
memiliki indeks kekeritisan yang tinggi yang selanjutnya diikuti oleh tingkat
kekeritisan sedang dan rendah pada pinggiran kota khususnya pada bagian selatan
Kota Purwokerto (Gambar 7). Kota Purwokerto bagian tengah memiliki tingkat
kekritisan lingkungan yang tinggi disebabkan karena pada pusat kota memiliki
kerapatan vegetasi yang rendah dan suhu yang tinggi. Wilayah dengan tingkat
kekritisan yang tinggi diidentifikasi sebagai wilayah Urban Heat Isaland sesuai
dengan teori yang ada (Senanayake et.al 2013). Urban Heat Island juga dapat
dilihat berdasarkan suhu permukaan yang diperoleh, suhu permukaan yang lebih
tinggi (urban) dari wilayah disekitarnya (sub urban) juga dapat diidentifikasi telah
terjadi fenomena tersebut (Delarizka et. al 2016)
18

Gambar 7 Peta environmental critical index (ECI) tahun 2013, 2015 dan 2017
19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perubahan tutupan lahan yang direpresentasikan melalui nilai NDVI


berpengaruh terhadap suhu permukaan yang dihasilkan. Suhu permukaan pada
Kota Purwokerto khususnya pada Kota Purwokerto bagian tengah memiliki suhu
yang tinggi yang diakibatkan karena pada kota Purwokerto bagian tengah
mengalami perubahan tutupan lahan menjadi lahan terbangun. Kota Purwokerto
bagaian selatan memiliki lahan tutupan vegetasi yang rapat sehingga suhu pada
wilayah tersebut rendah. Hal ini mendandakan bahwa NDVI berpengaruh negativ
terhadap suhu permukaan. Pesebaran area dengan terdampak urban heat island
berada pada Kota Purwokerto bagian tengah dengan luasan lahan yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pengidentifikasian lokasi pesebaran urban heat
island dilakukan dengan menganalisis nilai indeks kekritisan lingkungan.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah membandingkan kondisi


sebenarnya berupa data lapang dengan data citra satelit sehingga hasilnya dapat
menggambarkan keadaan sebenarnya jauh lebih baik. Melakukan analisis lebih
mendalam sehingga dapat menjadikan acuan atau pertimbangan bagi pemerintah
daerah Kota Purwokerto untuk menjaga dan memperbaiki kondisi lingkungannya
seperti pengelolaan tata ruang. Hal tersebut dapat menjaga kondisi lingkungan
yang ada di Kota Purwokerto.

DAFTAR PUSTAKA

Akher S K dan Chattopadhyay. 2017. Impact of urbanization on land surface


temperature - a case study of Kolkata New Town. The International Journal of
Engineering and Science (IJES). 6(1): 71-81.
Babazadeh M, dan Kumar P. (2015). Estimation of the urban heat island in local
climate change and vulnerability assessment for air quality in Delhi. European
Scientific Journal (ESJ). 11(10).
[BPS] Kabupaten Banyumas Dalam Angka 2016.
Danoedoro P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta (ID):
Andi.
Delarizka A, Bandi S dan Hani’ah. 2016. Analisis fenomena pulau bahang (urban
heat island) di Kota Semarang berdasarkan hubungan antara perubahan tutupan
lahan dengan suhu permukaan menggunakan citra multi temporal landsat.
Jurnal Geodesi Undip. 5(4): 165-177.
Fawzi N I. 2014. Pemetaan emisivitas permukaan menggunakan indeks vegetasi.
Majalah Ilmiah Globe. 16(2): 133-139.
Fawzi N I. 2017. Mengukur urban heat island menggunakan penginderaan jauh,
kasus di Kota Yogyakarta. Jurnal Majalah Ilmiah Globe. 19(2): 195-206.
20

Gao Z, Wei G dan Ni-Bin C. 2011. Integrating temperature vegetation dryness


index (TVDI) and regional water stress index (RWSI) for drought assessment
with the aid of Landsat TM/ETM+ images. International Journal of Applied
Earth Observation and Geoinformation. 13: 495-503.
Handayani M N, Bandi S dan Arwan P. 2017. Analisis hubungan antara
perubahan suhu dengan indeks kawasan terbangun menggunakan citra landsat
(Studi kasud: Kota Surakarta). Jurnal Geodesi Undip. 6(4): 208-218.
Handayani N. 2007. Identifikasi perubahan kapasitas panas kawassan perkotaan
dengan menggunakan citra Landsat TM/ETM+ (studi kasus : Kodya Bogor)
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hidayati I N. 2013. Analisis Transformasi Citra dan Penggunaan/Penutup Lahan
terhadap Urban Heat Island Berbasis Citra Penginderaan Jauh. Yogyakarta :
Laporan Penelitian Hibah Penelitian Dosen Program Studi Kartografi dan
Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM.
Ikhwan M dan Hadinoto. 2015. Aplikasi teknologi penginderaan jarak jauh untuk
mengidentifikasi heat island (“pulau panas”) di Kota Pekanbaru. Jurnal
Kehutanan. 10(2):44-59.
Mukmin S A A, Arwan P W, dan Abdi S. 2016. Analisis pengaruh perubahan
tutupan lahan terhadap distribusi suhu permukaan dan keterkaitannya dengan
fenomena urban heat island. Jurnal Geodesi Undip. 5(1): 224-233.
Mallick J, Singh C K, Shashtri S, Rahman A dan Mukherjee S. 2012. Land
surface emissivity retrieval based data over heterogeneous surfaces of Delhi
city. International Journal of Applied Earth Observation and
Geoinformation.19: 384-358.
Purwati dan Suwarsono. Model indeks TVDI (temperature vegetation dryness
index) untuk mendeteksi kekeringan lahan berdasarakan data Modis-Terra.
Jurnal Penginderaan Jauh. 5: 35-44.
Parwati, Zubaidah A, Vetrita Y, Yulianto F, Kusumaning A, Khomarudin M.
2012. Kapasitas index lahan terbakar Normalized Burn Ratio (NBR) dan
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dalam mengidentifikasi
bekas lahan terbakar berdasarkan data SPOT-4. Jurnal Ilmiah Geomatika.
18(1) : 29-41
Rajeshwari A dan Mani ND. 2014. Estimation of land surface temperature of
dindigul distric using landsat 8 data. International Journal of Research in
Engineering and Technology. 3(5): (122-126).
Rasul A, Balzter H, Smith C, Remedios J, Adamu B, Sobrino J, Srivanit M.
(2017). A review on remote sensing of urban heat and cool islands. Land. 6(2):
38
Sandholt I, Rasmussen K dan Andersen J. 2002. A simple interpolation of the
surface temperature/vegetation index space of assessment of surface moisture
status. Remote Sensing of Environment Journal. 79: 213-224.
Sasmito B dan Andri S. 2017. Model kekritisan indeks lingkungan dengan
algoritma urban heat island di Kota Semarang. Jurnal Majalah Ilmiah Globe.
19(1): 45-52.
Senanayake I P, Welivitiya W D D P, dan Nadeeka P M. 2013. Remote sensing
based analysis of urban heat islands with vegetation cover in Colombo City, Sri
Lanka using Landsat-7 ETM+ data. Urban Climate. 5: 19-35.
21

Shofiyati R, K Honda, N T S Wijesekera, dan Widagdo. Pemantauan kekeringan


lahan pertanian menggunakan teknologi remote sensing dan SIG di DAS
Brantas Hulu. Jurnal Tanah dan Iklim. 20: 24-34.
[USGS] United States Geological Survey. 2015. Landsat 8 (L8) Data Users
Handbook Version 1.0. [Internet]. [diunduh 2018 Juli 13]. Tersedia pada:
http://landsat.usgs.gov/Landsat8_Using_Product.php.
Walidain M, Ira D S dan Mahdi S. 2018. Perancangan sistem penerangan LED
sebagai seumber cahaya pada pengujian modur surya. Jurnal Online Teknik
Elektro. 3(2): 46-52.
Wisnawa I G Y, Sutanto, dan Sudibyakto. 2008. Kemampuan saluran thermal
citra Landsat 7 ETM+ dan citra ASTER dalam memetakan pola suhu
permukaan di Kota Denpasar dan sekitarnya. Jurnal Majalah Geografi
Indonesia. 22(1): 39-51.
22

Lampiran 1 Curah hujan bulanan Kota Purwokerto tahun 2013, 2015 dan 2017

Curah Hujan (mm)


Bulan
2013 2015 2017
Januari 410 275 382
Februari 394 385 406
Maret 348 453 276
April 285 282 343
Mei 350 175 186
Juni 344 43 209
Juli 227 18 55
Agustus 89 25 13
September 71 43 152
Oktober 149 19 517
November 272 249 629
Desember 433 390 381
23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 31 Desember 1995 dan
merupakan anak kedua dari pasangan Arjo Suwarno dan Misnah. Penulis
menempuh pendidikan dasar sejak tahun 2002 di SD Negeri 1 Gumiwang hingga
tahun 2008 kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri
1 Purwonegoro dan lulus pada tahun 2011. Selanjutnya, penulis menyelesaikan
pendidikan menengah akhir di SMA Negeri 1 Bawang selama tiga tahun dan lulus
pada tahun 2014.
Tahun2014 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswi di Institut
Pertanian Bogor dengan program Mayor Studi Meteorologi Terapan, Departemen
Geofisika dan Meteorologi Terapan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam melalui jalur SNMPTN. Untuk menunjang program studi Mayor yang
dipilih, penulis mengikuti program minor dengan mengambil program studi
Ekonomi Pertanian,Sumberdaya dan Lingkungan dari Departemen Ekonomi
Sumberdaya Lingkungan. Penulis selama menempuh pendidikan di Institut
Pertanian Bogor mendapatkan beasiswa Bidik Misi.
Selama masa perkuliahan penulis pernah aktif sebagai badan pengawas
Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO) pada tahun 2015-2016,
sebagai anggota Gentra Kaheman tahun 2014-2015. Penulis juga mengikuti
berbagai macam kepanitiaan baik di Departemen Geofisika dan Meteorologi
Terapan maupun di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis
juga pernah mengikuti kegiatan magang di Stastiun Meteorologi Kelas II Ahmad
Yani Semarang pada tanggal 1-16 Agustus 2016.

Anda mungkin juga menyukai