Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

SUPERVISI

1 Konsep Supervisi
1.1 Definisi Supervisi
Banyak ahli mengemukakan tentang pengertian supervisi, mulai dari pengertian yang
sangat luas sampai pada definisi yang lebih khusus. Supervisi dalam arti yang luas
memiliki dimensi yang beragam. Supervisi sebagai suatu pengamatan atau pengawasan
secara langsung terhadap pelaksanaan pekerjaan yang bersifat rutin. (Admosudiro (1982)
dalam Kuntoro, 2010).

Supervisi merupakan bagian dari fungsi pengawasan dalam fungsi manajemen yang
berperan untuk mempertahankan agar segala kegiatan yang telah diprogram dapat
dilaksanakan dengan baik dan lancar. Supervisi secara langsung memungkinkan manajer
keperawatan mengurangi beban hambatan atau permasalahan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan di ruangan dengan mencoba memandang secara menyeluruh faktor-
faktor yang mempengaruhi dan bersama staf keperawatan mencari jalan pemecahannya
(Kron,(1987) dalam Suarli dan Bachtiar, 2011)

Pengertian supervisi menurut Swanburg (1999) adalah suatu proses kemudahan


mendapatkan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian tugas-tugasnya.
Dalam arti khusus supervisi dikaitkan dengan suatu disiplin ilmu tertentu dalam hal ini
adalah keperawatan. Supervisi dalam konteks keperawatan sebagai suatu proses kegiatan
pemberian dukungan sumber-sumber yang dibutuhkan perawat dalam rangka
menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Kuntoro, 2010)

1.2 Tujuan Supervisi


Menurut Kron (1987) tujuan supervisi meliputi : mengorientasi staf dalam pelaksanaan
keperawatan, melatih staf dalam pelaksanaan keperawatan, memberikan arahan dalam
pelaksanaan tugasnya agar menyadari dan mengerti terhadap peran, fungsi sebagai staf
dan pelaksanaan asuhan keperawatan, memberikan layanan kemampuan staf dan
pelaksanaan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan. Supervisi
keperawatan bertujuan untuk melaksanakan inspeksi, evaluasi dan meningkatkan hasil
kerja (Gillies,1989)

1.3 Sasaran Supervisi


Menurut (Kron, 1987) sasaran yang akan dicapai dalam supervisi adalah : pelaksanaan
tugas sesuai dengan pola, struktur dan hirarki sesuai dengan rencana, staf yang
berkualitas dapat dikembangkan secara kontinyu dan sistematis, penggunaan alat yang
efektif dan ekonomis, sistem dan prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas,
wewenang ada pertimbangan objektif atau rasional, tidak terjadi penyimpangan atau
penyelewengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan.

1.4 Manfaat Supervisi


Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat,
diantaranya sebagai berikut (Triwibowo, 2013) :

a. Dapat lebih meningkatkan efektivitas kerja. Peningkatan efektivitas kerja ini, erat
hubungannya dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan “bawahan” serta
makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara “atasan”
dan “bawahan”.
b. Dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi kerja ini erat
kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan “bawahan” dan
karena itu, pemakaian sumber daya (tenaga, harta, dan sarana) yang sia-sia akan dapat
dicegah.

1.5 Prinsip Supervisi


Supervisi yang baik harus berdasarkan prinsip-prinsip, dan prinsip tersebut harus
memenuhi syarat antara lain didasarkan atas hubungan professional dan bukan hubungan
pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat edukatif, memberikan
perasaan aman kepada perawat pelaksana, dan harus mampu membentuk suasa kerja
yang demokratis (Kuntoro,2010)
Menurut Suarli dan Bachtiar (2007), prinsip pokok supervisi secara sederhana dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan penampilan “bawahan”,
bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan penampilan ini dilakukan dengan
melakukan pengamatan langsung terhadap pekerjaan “bawahan”, untuk kemudian
apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk
mengatasinya.
b. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif dan
suportif, bukan otoriter.
c. Supervisi harus dilakukan secara teratur dan berkala. Supervisi yang hanya dilakukan
sekali, bukan supervisi yang baik.
d. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga terjalin kerja sama
yang baik antara “atasan” dan “bawahan”. Terutama pada waktu melaksanakan upaya
penyelesaian masalah untuk lebih mengutamakan kepentingan “bawahan”.
e. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan
masing-masing “bawahan” secara individu. Penerapan dan tata cara yang sama untuk
semua kategori “bawahan”, bukan supervisi yang baik.
f. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu di sesuaikan dengan
perkembangan.

1.6 Fungsi Supervisi


Supervisi mempunyai empat fungsi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Fungsi
tersebut adalah perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi. (Ratna Sitorus
dan Rumondang Panjaitan, 2011)
1. Perencanaan dan pengorganisasian
Perencanaan merupakan salah satu fungsi dasar dari manajemen yang merupakan
proses untuk mencapai tujuan dan misi organisasi, falsafah keperawatan, tujuan unit,
sasaran, kebijakan dan prosedur.

2. Pengorganisasian
Proses supervisi menunjukkan koordinasi terhadap sumber-sumber untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efisien. Supervisi harus dapat menguasai/memahami fungsi
pengorganisasian untuk merestrukturisasi dan mereformulasikan antara perubahan
manusia dan sumber-sumber material pada waktu yang pendek.
3. Pengawasan dan Evaluasi
Supervisi bertanggung jawab mengawasi lingkungan dan mengukur hasil dari proses
kerja. Fungsi pengawasan meliputi perhatian terhadap sistem alur kerja, sistem
informasi, model pemberian asuhan pasien, liburan staf, upah staf, dan promosi.

Evaluasi membantu untuk menentukan hasil pengawasan dan biasanya prosedur dan
pedoman digunakan untuk mengkaji hasil kerja dalam mendapatkan informasi tentang
tujuan kerja, kegiatan, hasil, dampak dan biaya. Proses supervisi menggunakan
prosedur yang sistematik untuk mengevaluasi kinerja secara periodik.

1.7 Unsur-Unsur Supervisi


Unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut (Triwibowo, 2013) :
a. Pelaksana
Yang bertanggung jawab melaksanakan supervisi adalah “atasan” (supervisor) yang
memiliki “kelebihan” dalam organisasi, karena fungsi supervisi memang lebih
dimiliki oleh “atasan”. Namun, untuk keberhasilan supervisi, yang lebih diutamakan
adalah kelebihan dalam pengetahuan dan keterampilan. Bertitik tolak dari ciri
tersebut sering dikatakan bahwa keberhasilan supervisi lebih ditentukan oleh tingkat
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki “atasan” untuk pekerjaan yang tidak
disupervisi, bukan oleh wewenang nya.
b. Sasaran
Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yag dilakukan oleh bawahan, serta
bawahan yang melakukan pekerjaan. Sasaran pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahan disebut supervisi atau sasaran secara langsung, sedangkan sasaran bawahan
yang melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung.
c. Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang dilakukan
hanya sekali, bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, dikarenakan organisasi atau
lingkungan selalu berkembang.
d. Tujuan
Tujuan dari supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung
sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk
dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik.
e. Teknik
Kegiatan teknik pokok supervisi, pada dasarnya mencakup empat hal, yakni :
1. Menetapkan masalah dan prioritas nya.
2. Menetapkan penyebab masalah, prioritas dan jalan keluarnya.
3. Melaksanakan jalan keluar.
4. Menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut.

1.8 Teknik Pelaksanaan Supervisi


Teknik pokok dari supervisi pada dasarnya identik dengan teknik penyelesaian masalah
(problem solving). Perbedaan terletak pada pengumpulan data untuk menetapkan
masalah dan penyebab masalah, supervisi mempergunakan teknik pengamatan langsung
(direct supervisi) oleh pelaksanaan supervisi terhadap sasaran supervisi, serta
pelaksanaan jalan keluar. Untuk mengatasi masalah, dapat dilakukan oleh pelaksana
supervisi, bersama-sama dengan sasaran supervisi secara langsung ditempat (on the
spot). (Triwibowo, 2013) Untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik, ada dua hal
yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut :

a. Pengamatan langsung
Untuk berhasilnya supervisi, pengamatan langsung yang dilakukan tersebut harus
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu ada beberapa hal lain yang harus
diperhatikan, seperti :
1. Sasaran pengamatan, pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat
menimbulkan kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada
sesuatu yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pada
pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni hanya
ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (selective
supervision)
2. Objektivitas pengamatan, pengamatan langsung yang tidak terstandarisasi dapat
menggangu objektivitas. Untuk mencegah keadaan seperti ini, maka pengamatan
langsung perlu dibantu dengan suatu daftar isi (check list) yang telah
dipersiapkan. Istilah daftar ini tersebut ditujukan untuk setiap sasaran
pengamatan secara lengkap dan apa adanya.
3. Pendekatan pengamatan, pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai
dampak dan kesan negatif (rasa takut, tidak senang, atau kesan menggangu
kelancaran pekerjaan). Untuk mencegah keadaan ini, pengamatan langsung
tersebut harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga berbagai dampak atau kesan
negative tersebut tidak sampai muncul. Dianjurkan pendekatan pengamatan
tersebut dapat dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan kekuasaan dan
otoriter.
b. Kerja sama
Tujuan pokok supervisi adalah berupaya meningkatkan penampilan bawahan dengan
memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan bawahan secara langsung ditempat.
Untuk mengatasi masalah yang ditemukan, perlu jalinan kerja sama antara
pelaksanaan supervisi dan yang di supervisi. Kerja sama ini akan berhasil bila ada
komunikasi yang baik antara pelaksana supervisi dan yang di supervisi, serta mereka
yag di supervisi merasakan masalah yang dihadapi tersebut juga merupakan masalah
mereka sendiri.
Agar komunikasi yang baik dan rasa saling memiliki ini dapat muncul, dianjurkan
untuk kerja sama dalam penyelesaian masalah. Hal itu juga berguna untuk
menerapkan prinsip-prinsip kerja sama kelompok. Membahas masalah, penyebab
masalah, serta upaya alternative penyelesaian masalah secara bersama-sama.
Kemudian, secara bersama-sama pula melaksanakan upaya penyelesaian masalah
tersebut.
c. Tidak Langsung
Supervisi dilakukan melalui laporan dari ruangan baik tertulis maupun lisan biasanya
melalui laporan kerja atau telepon. Supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi
di lapangan, sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik juga dapat
dilakukan secara tertulis maupun langsung melalui telepon. Namun dari laporan
tertulis dapat dilihat bahwa orang mampu memberikan alasan yang lengkap dan
memberikan informasi yang bagus terhadap sumber daya yang dihadapi. Tidak hanya
tentang pelayanan keperawatan pada pasien namun dapat lebih mengarah pada sikap
pemahaman tentang pelayanan keperawatan (Kron, 1987)

Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab
antara lain (Triwibowo, 2013) :

1.1.1.1 Kepala ruangan


Kepala ruangan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan
keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang
dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam
memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak
langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang
perawatan tersebut. Sebagai contoh ruang perawatan yang menerapkan
metode TIM, maka kepala ruangan dapat melaksanakan supervisi secara tidak
langsung melalui ketua tim masing-masing. Secara garis besar, tanggung
jawab kepala ruangan terbagi menjadi empat yaitu, perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. (Suarli dan Bahtiar, 2010)
yaitu sebagai berikut :

(1) Perencanaan
Perencanaan seharusnya menjadi tanggung jawab kepala ruangan adapun beberapa
bagian tugas dalam tahap perencanaan (Suarli dan Bahtiar, 2010) :
- Menunjuk ketua tim untuk bertugas diruangan masing-masing.
- Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya.
- Mengidentifikasi tingkat kebergantungan klien, seperti pasien gawat, pasien
transisi, atau pasien persiapan pulang, bersama ketua tim.
- Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan
kebutuhan klien bersama ketua tim, serta mengatur penugasan/penjadwalan.
- Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.
- Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan
medis yang dilakukan, program pengobatan, mendiskusikan dengan dokter
tentang tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien.
- Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan. Dalam hal ini, yang dapat
dilakukan adalah membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan,
mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta memberikan informasi
kepada pasien atau keluarga yang baru masuk.
- Membantu mengembangkan niat untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan
diri.
- Membantu membimbing peserta didik keperawatan.
- Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dari rumah sakit.

(2) Pengorganisasian
Tahap pengorganisasian dalam melaksanakan tugas yaitu (Suarli dan Bahtiar, 2010):
- Merumuskan metode penugasan yang digunakan.
- Merumuskan tujuan metode penugasan.
- Membuat rentang kendali kepala ruangan yang membawahi dua ketua tim dan
ketua tim yang membawahi 2-3 perawat.
- Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas.
- Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas,
mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain-lain.
- Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.
- Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktek.
- Mendelegasikan tugas saat tidak berada ditempat kepada ketua tim.
- Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien.
- Mengatur penugasan jadwal pos dari pakarnya,
- Mengidentifikasi masalah dan cara penaganan.

(3) Pengarahan
Tahap pengarahan meliputi (Suarli dan Bahtiar, 2010) :
- Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.
- Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik.
- Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan da sikap.
- Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan
asuhan keperawatan pasien.
- Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.
- Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melakukan
tugasnya.
- Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

(4) Pengawasan
Pengawasan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu (Suarli dan Bahtiar, 2010) :
- Melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua
tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien.
- Melalui supervisi :
Supervisi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui
laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi kelemahan yang
ada saat itu juga.
- Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim,
membaca, dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat
selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan. Selain itu, mendengar
laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas.
- Evaluasi, yaitu mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan
dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim.
- Audit keperawatan.

Sedangkan menurut (Ratna Sitorus dan Rumondang Panjaitan, 2011) Kegiatan


supervisi ada lima diantaranya sebagai berikut :
(1) Perencanaan
- Membuat tujuan unit mengacu pada visi dan misi keperawatan.
- Membuat standar ketenagaan di ruangan.
- Membuat rencana pengembangan staf.
- Menyusun SOP & SAK.
- Menetapkan lama hari rawat di unit yang disupervisi.
- Membuat jadwal kerja sesuai area dan personil yang disupervisi.
- Membuat standar evaluasi kinerja staf/personil yang disupervisi.

(2) Pengorganisasian
- Menetapkan sistem pemberian asuhan keperawatan pasien.
- Mengatur pekerjaan personil.
- Koordinasi sumber-sumber untuk mencapai tujuan pelayanan secara efektif
dan efisien.

(3) Membimbing & mengarahkan


- Menjadi role model dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien dan
keluarga.
- Membangun hubungan yang positif dengan staf melalui komunikasi yang
efektif.
- Mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan staf.
- Mengajar/membimbing, mengarahkan, melatih, mengembangkan staf untuk
memberikan askep (tindakan & dokumentasi) sesuai kebutuhan.
- Memberi bimbingan untuk meningkatkan keterampilan staf.
- Melatih staf untuk pengambilan keputusan klinis.
- Membantu staf dalam pemecahan masalah.
- Memfasilitasi staf dalam menyelesaikan pekerjaan.
- Mendelegasikan tugas kepada staf sesuai kemampuan yang dimiliki.
- Memberikan bantuan atau hal lain terkait dengan pelayanan sesuai kebutuhan.

(4) Pengawasan & evaluasi


- Mengontrol jadwal kerja dan kehadiran staf.
- Menganalisa keseimbangan staf dan pekerjaan.
- Mengontrol tersedianya fasilitas/peralatan/sarana untuk hari ini.
- Mengontrol lingkungan area supervisi.
- Mengidentifikasi kendala/masalah yang muncul.
- Mengontrol dan mengevaluasi pekerjaan staf dan kemajuan staf dalam
melaksanakan pekerjaan.
- Mengawasi dan evaluasi kualitas asuhan keperawatan pasien.

(5) Pencatatan dan pelaporan


- Mencatat permasalahan yang muncul.
- Membuat daftar masalah yang belum dapat diatasi dan berusaha untuk
menyelesaikan pada keesokan harinya.
- Mencatat dan melaporkan fasilitas/alat/sarana sesuai kondisi.
- Mencatat dan melaporkan secara rutin proses dan hasil supervisi.
- Mengevaluasi tugas supervisi yang dilakukan setiap hari dan melakukan
tindak lanjut sesuai kebutuhan.
- Membuat jadwal kerja untuk keesokan harinya.
- Memelihara administrasi keperawatan pasien.

1.1.1.2 Pengawas Perawatan (Supervisor)


Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada dibawah unit pelaksana
fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi
jalannya pelayanan keperawatan. (Triwibowo, 2013)

1.1.1.3 Kepala bidang keperawatan


Sebagai top manajer dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan
bertanggung jawab untuk melakukan supervisi baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui para pengawas keperawatan. (Triwibowo, 2013)

Menurut (Proctor dalam Rugaya,2005) penerapan supervisi di rumah sakit


meliputi:
a. Self Supervision, adalah supervisi mengevaluasi pekerjaannya sendiri
apakah sudah efektif atau menuju kepada perubahan intervensi kepada
pasien. Kekuatan dari tipe ini adalah tidak memerlukan biaya, bisa kapan
saja sesuai waktu yang mereka punya, membangun perjuangan dengan
menjadi konselor bagi diri sendiri melalui refleksi, menawarkan
kemandirian, dan lebih proaktif dan inovatif dan dapat diaplikasikan kapan
saja. Kekurangan dari tipe ini adalah sebagai konselor mungkin perawat
tidak mampu menyentuh segala sesuatu yang menyangkut dirinya sendiri,
ketidakmampuan mengobservasi faktor yang mempengaruhi hubungannya
dengan klien, ketidakmampuan merefleksikan issue yang ada, kurang
tanggap atau sensitif melakukan intervensi dengan klien.
b. One to One Supervision adalah hubungan antara supervisor dan supervisi
yang mengarah pada tujuan belajar yang diinginkan. Tipe ini memberikan
kebebasan berkreasi pada individu dan lebih berfokus sesuai dengan
masalah individu.
c. Group Supervision adalah “clinical supervision” tempat group dari
perawat bertemu bersama. Keuntungan dari tipe ini yaitu masukan dari
sejumlah orang, pertukaran pengalaman juga berorientasi pada konseling
dan pendekatan keperawatan, menerima support dari mereka sendiri
terutama untuk perawat baru.
d. Team or Staff Supervision biasanya melibatkan kelompok yang bekerja
sebagai tenaga kesehatan dengan pekerjaan yang sama akan mendapatkan
supervisor dari luar institusi untuk membantu meningkatkan
kemampuannya. Biasanya institusi yang dipakai adalah yang mempunyai
tujuan yang sama dan lebih maju. Atau tim yang dibuat rumah sakit, sistem
ini biasanya membuat perawat takut mengatakan kelemahannya karena
berdampak pada karir.
DAFTAR PUSTAKA

Sitorus, R dan Panjaitan, R. (2011). Manajemen Keperawatan : Manajemen Keperawatan di


Ruang Rawat. Jakarta: Penerbit CV. Sagung Seto.

Suarli dan Bahtiar, Y. (2011). Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan Praktis, Surabaya:
Penerbit Erlangga.

Triwibowo, C. (2013). Manajemen Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta Timur:


Penerbit CV. Trans Info Media.
Banjarmasin, April 2019

Ners Muda

(Devi Indriasari S.Kep)

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

(……………………..) (………………………)

Anda mungkin juga menyukai