Supervisi Kinerja
Perawat dalam Asuhan
Keperawatan
L-61
PENGERTIAN
Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan kemampuan pihak yang
disupervisi agar mereka dapat melaksanakan tugas kegiatan yang telah ditetapkan secara efisien dan
efektif (Huber, 2000). Supervisi keperawatan adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan yang
dilakukan secara berkesinambungan oleh supervisor mencakup masalah pelayanan keperawatan,
masalah ketenagaan dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan yang bermutu setiap saat.
UNSUR POKOK
Dalam melaksanakan supervisi terdapat beberapa unsur pokok. Unsur-unsur pokok yang dimaksud
adalah pelaksana; sasaran; frekuensi; tujuan dan teknik.
Pelaksana
Pelaksana atau yang bertanggung jawab melaksanakan supervisi adalah atasan, yakni mereka yang
memiliki kelebihan dalam organisasi. Kelebihan yang dimaksud sering dikaitkan dengan status yang
lebih tinggi (supervisor) dan karena itu fungsi supervisi memang dimiliki oleh atasan. Namun untuk
keberhasilan supervisi, yang lebih diutamakan adalah kelebihan pengetahuan atau keterampilan.
Menurut Ali Zaidin, dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Kepemimpin dalam
Keperawatan, membagi tingkatan atas kelas manajer dalam melakukan supervisi, yaitu sebagai berikut.
1. Manajer puncak (Top Manager)
Manajer puncak bertanggung jawab atas seluruh kegiatan dari hasil kegiatan serta proses manajamen
organisasi. Tugas utamanya menetapkan kebijaksanaan (policy), memberi petunjuk atau
pengarahan umum berkaitan dengan tujuan, misalnya, Kakanwil Depkes Provinsi, Kadinkes
Daerah, Direktur RS, dan sebagainya.
2. Manajer Menengah (Middle Manager)
Manajer menengah ini memimpin sebagian manajer tingkat pertama. Tugasnya menjabarkan
kebijaksanaan top manajer ke dalam program-program. Misalnya, Kepala Bagian Tata Usaha,
Kepala Bidang, Kasubdin Propinsi, dan Kasubbag Dati II.
3. Manajer Tingkat Pertama (First Line, First Level Manager, Supervisor Manager)
Manajer tingkat bawah yang bertugas memimpin langsung para pelaksana atau pekerja, yaitu
melaksanakan supervisi sebagai mandor atau supervisor. Misalnya, Kepala Seksi, Kepala Urusan.
Syarat
Untuk dapat melasaksanakan supervisi dengan baik diperlukan beberapa sarat atau karakteristik yang
harus dimiliki oleh pelaksana supervisi atau supervisor (Azwar, 1996 ) adalah sebagai berikut.
1. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi, atau apabila tidak
mungkin, dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang jelas.
2. Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan
yang disupervisi.
3. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi, artinya memahami
prinsipprinsip pokok serta teknik supervisi.
4. Pelaksana supervisi harus mempunyai sifat edukatif, suportif, dan bukan otoriter.
5. Pelaksana harus mempunyai waktu yang cukup, tidak tergesa-tergesa, dan secara sabar berupaya
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap bawahan yang disupervisi.
Pelaksana supervisi yang baik memerlukan bekal kemampuan yang banyak. Selain lima syarat
atau karakteristik tersebut, juga dibutuhkan kemampuan melakukan komunikasi, motivasi, pengarahan,
bimbingan, dan kepemimpinan.
Dalam pelaksanaan supervisi akan terdapat dua pihak yang melakukan hubungan kegiatan yaitu
pihak supervisor dan pihak yang disupervisi. Supervisor melakukan kegiatan pelayanan profesional
untuk membantu atau membimbing pihak yang dilayani. Pihak yang disupervisi inilah yang menerima
layanan profesional berupa bantuan dan bimbingan agar mereka dapat meningkatkan kemampuan
dalam melaksanakan kegiatan secara efisien dan efektif (Sudjana, 2004).
Menurut WHO (1999) dalam buku Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer, proses pengawasan
pegawai yang baik harus meliputi hal berikut.
1. Tepat waktu, artinya untuk mempertahankan standar kerja, tindakan pengawasan harus dilakukan
pada saat yang tepat.
2. Sederhana, artinya tindakan pengawasan harus sederhana, bila tidak akan memerlukan waktu lama
untuk menerapkan dan menghasilkan efek yang diinginkan.
3. Minimal, artinya pengawasan harus disediakan sedikit mungkin, yakni sedikit yang diperlukan
untuk menjamin pekerjaan akan diselesaikan dan standar dipertahankan.
4. Luwes, artinya pengawasan yang selalu kaku dapat menjadi seperti senjata makan tuan, para pekerja
akan mencoba menghindarinya.
Sasaran
Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan yang melakukan
pekerjaan. Sasaran yang dilakukan oleh bawahan disebut sebagai sasaran langsung.
Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berbeda. Supervisi yang dilakukan hanya sekali,
bukan supervisi yang baik. Tidak ada pedoman yang pasti seberapa sering supervisi dilakukan.
Pegangan umum yang digunakan bergantung pada derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan serta
sifat penyesuaian yang akan dilakukan.
Menurut Nursalam (2002), melakukan supervisi yang tepat harus bisa menentukan kapan dan apa
yang perlu dilakukan supervisi dan bantuan. Sepanjang kontrol/supervisi penting bergantung
bagaimana staf melihatnya.
1. Overcontrol. Kontrol yang terlalu berlebihan akan merusak delegasi yang diberikan. Staf tidak akan
dapat memikul tanggung jawabnya.
2. Undercontrol. Kontrol yang kurang juga akan berdampak buruk terhadap delegasi, di mana staf
akan tidak produktif melaksanakan tugas limpah dan berdampak secara signifikan terhadap hasil
yang diharapkan. Hal ini akan berdampak terhadap pemborosan waktu dan anggaran yang
sebenarnya dapat dihindarkan. Berikan kesempatan waktu yang cukup kepada staf untuk berpikir
dan melaksanakan tugas tersebut.
Tujuan
Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung, sehingga bawahan
memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik.
Tujuan dari pengawasan adalah sebagai berikut.
1. Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam tempo
yang diberikan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.
2. Memungkinkan pengawas menyadari kekurangan-kekurangan para petugas kesehatan dalam hal
kemampuan, pengetahuan, dan pemahaman, serta mengatur pelatihan yang sesuai.
3. Memungkinkan para pengawas mengenali dan memberi penghargaan atas pekerjaan yang baik dan
mengenali staf yang layak diberikan kenaikan jabatan dan pelatihan lebih lanjut.
4. Memungkinkan manajemen bahwa sumber yang disediakan bagi petugas telah cukup dan
dipergunakan dengan baik.
5. Memungkinkan manajemen menentukan penyebab kekurangan pada kinerja tersebut.
Teknik
Kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya mencakup empat hal yang bersifat pokok, yaitu (1)
menetapkan masalah dan prioritas; (2) menetapkan penyebab masalah, prioritas, dan jalan keluarnya;
(3) melaksanakan jalan keluar; dan (4) menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut berikutnya. Untuk
dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua teknik.
1. Pengamatan langsung
Pengamatan yang langsung dilaksanakan supervisi dan harus memperhatikan hal berikut. a.
Sasaran pengamatan
Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat menimbulkan kebingungan. Untuk
mencegah keadaan ini, maka pengamatan langsung ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok
dan strategis saja.
b. Objektivitas pengamatan
Pengamatan langsung yang tidak terstandarisasi dapat mengganggu objektivitas. Untuk mencegah
keadaan seperti ini, maka diperlukan suatu daftar isian atau check list yang telah dipersiapkan. c.
Pendekatan pengamatan
Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan negatif, misal, rasa takut,
tidak senang, atau kesan mengganggu pekerjaan. Dianjurkan pendekatan pengamatan
dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan kekuasaan atau otoriter.
Kerja Sama
Keberhasilan pemberian bantuan dalam upaya meningkatkan penampilan bawahan di dalam supervisi
perlu terjalin kerjasama antara supervisor dengan yang disupervisi. Kerja sama tersebut akan terwujud
bila ada komunikasi yang baik, sehingga mereka yang disupervisi merasakan masalah yang dihadapi
adalah juga masalah mereka sendiri (Azwar, 1996).
LANGKAH SUPERVISI
Menurut Ali Zaidin, teknik atau metode dalam melaksanakan pengawasan adalah bertahap dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
Manfaat yang dimaksud apabila ditinjau dari sudut manajemen dapat dibedakan atas dua macam.
1. Meningkatkan efektivitas kerja
Peningkatan efektivitas kerja ini erat hubungannya dengan makin meningkatnya pengetahuan dan
keterampilan “bawahan”, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis
antara “atasan” dengan “bawahan”.
2. Meningkatkan efisiensi kerja
Peningkatan efisiensi kerja ini erat hubungannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang
dilakukan oleh “bawahan”, sehingga pemakaian sumber daya ( tenaga, dana, dan sarana) yang sia-
sia akan dapat dicegah.
Supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya adalah mempelajari dan memperbaiki
secara bersama-sama (Huber, 2000). Supervisi keperawatan adalah suatu proses pemberian
sumbersumber yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dalam rangka mencapai tujuan.
Tujuan Supervisi
Tujuan supervisi adalah pemenuhan dan peningkatan pelayananan pada klien dan keluarga yang
berfokus pada kebutuhan, keterampilan, dan kemampuan perawat dalam melaksanakan tugas.
Prinsip Supervisi
Pelaksana Supervisi
1. Kepala Ruang:
a. bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan pada klien di ruang perawatan;
b. merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya tujuan pelayanan kesehatan di rumah
sakit;
c. mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktik keperawatan di ruang perawatan
sesuai dengan yang didelegasikan.
2. Pengawas keperawatan, bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan kepada kepala ruangan yang
ada di instalasinya.
3. Kepala seksi keperawatan, mengawasi instalasi dalam melaksanakan tugas secara langsung dan
seluruh perawat secara tidak langsung.
Langkah Supervisi
Prasupervisi
1. Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi.
2. Supervisor menetapkan tujuan dan kompetensi yang akan dinilai.
Pelaksanaan Supervisi
1. Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau instrumen yang telah disiapkan.
2. Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan.
3. Supervisor memanggil PP dan PA untuk mengadakan pembinaan dan klarifikasi permasalahan.
4. Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, wawancara, dan memvalidasi data sekunder.
a. Supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada.
b. Supervisor melakukan tanya jawab dengan perawat.
Pascasupervisi–3F
1. Supervisor memberikan penilaian supervisi (F-Fair).
2. Supervisor memberikan feedback dan klarifikasi (sesuai hasil laporan supervisi).
3. Supervisor memberikan reinforcement dan follow up perbaikan.
Peran dan fungsi supervisor dalam supervisi adalah mempertahankan keseimbangan pelayanan
keperawatan dan manajemen sumber daya yang tersedia.
1. Manajemen pelayanan keperawatan.
Tanggung jawab supervisor adalah sebagai berikut.
a. Menetapkan dan mempertahankan standar praktik keperawatan.
b. Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang diberikan.
c. Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur pelayanan keperawatan, kerja sama
dengan tenaga kesehatan lain yang terkait.
2. Manajemen anggaran.
Manajemen keperawatan berperan aktif dalam membantu perencanaan dan pengembangan.
Supervisor berperan dalam hal berikut.
a. Membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan dana tahunan yang tersedia dan
mengembangkan tujuan unit yang dapat dicapai sesuai tujuan RS.
b. Membantu mendapatkan informasi statistik untuk merencanakan anggaran keperawatan.
c. Memberi justifikasi proyeksi anggaran unit yang dikelola.
Supervisi yang berhasil guna dan berdaya guna tidak dapat terjadi begitu saja, tetapi memerlukan
praktik dan evaluasi penampilan agar dapat dijalankan dengan tepat. Kegagalan supervisi dapat
menimbulkan kesenjangan dalam pelayanan keperawatan.
Delegasi/Pendelegasian
Delegasi adalah pendelegasian penyelesaian pekerjaan yang dikerjakan melalui orang lain untuk
menyelesaikan tujuan organisasi (Nursalam, 2002). Unsur-unsur dalam proses delegasi meliputi R-A-
A, yaitu:
1. Tanggung Jawab (responsibility), adalah pekerjaan-pekerjaan yang harus diselesaikan oleh
seseorang pada jabatan tertentu.
2. Kemampuan (accountability), adalah kompeten dalam memberikan pertanggungjawaban atas
pelimpahan yang diberikan kepadanya.
3. Kewenangan (authority), adalah hak atau wewenang untuk memutuskan segala sesuatu yang
berhubungan dengan fungsinya.
Dari uraian ketiga unsur di atas, jelas bahwa authority (kekuasaan) dan responsibility (tugas)
dapat didelegasikan, sedangkan accountability (kemampuan) tidak dapat didelegasikan. Ini berarti
ManajerBertugas
bahwa seseorang pemimpin yang mendelegasikan tugas dan kekuasaannya kepada bawahannya tidak
berarti mendelegasikan pertanggungjawabannya, tetapi ia tetap bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan tugas yang didelegasikan kepada bawahannya.
Tugas yang dapat didelegasikan dari atasan kepada bawahan, dapat dibedakan menjadi dua, yang dapat
ditinjau dari aspek berikut.
1. Ditinjau dari tugas proses (Manullang, 2001: 113–114)
Pada Figur 1 di atas, terlihat bahwa fungsi manajer (supervisor) disederhanakan menjadi tiga fungsi,
yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Tugas-tugasPelaksanaan
A B C A B C
Pada Figur 2 di atas, terlihat bahwa para bawahan yang menerima delegasi tugas dan kekuasaan,
selanjutnya mendelegasikan tugas dan kekuasaan kepada bawahannya. Pada keadaan ini manajer
terdahulu lebih banyak lagi mendelegasikan perencanaan dan pelaksanaan dan semakin banyak ia
memusatkan perhatian dalam pengawasan. Kalau diperhatikan, kedua gambar di atas tampak
bahwa tugas-tugas perencanaan dan pelaksanaan sebagaian besar dapat didelegasikan, sedangkan
tugas pengawasan tidak dapat didelegasikan (hanya sebagian kecil saja).
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2000. Pengantar Administrasi Kesehatan, edisi ke 3. Jakarta: Bina Rupa Aksara, hlm 287–
321.
Huber, D. L. Leadership and Nursing Care Management. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam???. 2007. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi
2. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam???. 2011. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi
3. Jakarta: Salemba Medika.
Marquis, B.L. dan C.J. Huston .1998. Management Decision Making for Nurses, 124. Case Studies.
Edisi 3. Philadelphia: JB. Lippincott.
Contoh: Lampiran
Dilakukan
Aspek Penilaian Parameter Bobot Ya Tidak Keterangan
Persiapan A. Menyiapkan alat
steril
1. Kapas steril 1
2. Bak injeksi 1
3. Spuit sesuai kebutuhan 1
3
B. Menyiapkan bahan-bahan
1. Obat.
C. Menyiapkan pasien 2
1. Memberi penjelasan
kepada pasien tentang 1
prosedur yang akan
dilakukan.
2. Mengatur posisi pasien
yang nyaman.
Pelaksanaan Pelaksanaan injeksi intravena:
1. Cuci tangan kemudian 3
menggunakan sarung
tangan. 3
2. Memasukkan obat dalam 2
spuit.
3. Pastikan infus dalam
keadaan menetes lancar
tidak ada tanda- 3
tanda flebitis, kemudian
klem atau pengatur 3
tetesan dimatikan.
2
4. Melakukan desinfeksi
2
dengan alkohol 70%
pada daerah yang
akan diinjeksi. 1
5. Obat dimasukkan.
6. Lihat ekspresi wajah wajah
pasien.
7. Pengatur tetesan dibuka
kembali, kemudian
tetesan diatur sesuai
dengan kebutuhan
yang sudah
ditentukan.
8. Pasien dirapikan,
alat-alat dibereskan.
Dilakukan
Aspek Penilaian Parameter Bobot Ya Tidak Keterangan
1. Melepas sarung tangan 1
dan cuci tangan.
2. Mencatat dan memberi 2
tanda pada format
pemberian injeksi
dan buku injeksi.
Sikap Sikap perawat pada waktu 1
injeksi: 1
1. Komunikasi 3
2. Kerja sama 3
3. Tanggung jawab
Evaluasi 4. Kewaspadaan
2
Evaluasi:
1. Mengevaluasi lokasi 1
penyuntikan dan 1
kelancaran tetesan.
2. Mengevaluasi kenyamanan
posisi.
3. Mengobservasi kemungkinan
flebitis.
Total Nilai 40
Kriteria:
Baik : 35–40
Cukup : 30–35
Kurang : < 30
Surabaya,
Kepala ruangan
CONTOH FORMAT LAPORAN SUPERVISI
Tanggal,
Tanda Tangan Ners yang Disupervisi Tanda Tangan Supervisor
______________________________ ________________________
RECANA KERJA MINGUAN
HARI
NO KEGIATAN SENIN SELASA RABU KAMIS JUMAT SABTU
1. Diskusi kasus
2. Audit
dokumentasi
3. Supervisi
Tindakan
4. Supervisi
Askep
5. Orientasi
6. Evaluasi
kinerja
7. Dst.
Kompetensi Supervisor
Untuk menjadi supervisor yang baik diperlukan kompetensi yang harus dimiliki dalam
melaksanakan supervisi (Bittel, 1987, Dharma, 2004).
Kompetensi tersebut meliputi:
1. Knowledge Competencies, adalah kemampuan pengetahuan yang merupakan pintu masuk
seseorang untuk bekerja dengan baik. Seorang manager akan lebih sukses apabila dilandasi
dengan ilmu pengetahuan yang cukup.
2. Enterpreneurial Competencies, adalah kompetensi yang meliputi 2 bagian yaitu orientasi
efisiensi dan produktivitas. Orientasi efisiensi adalah keinginan untuk mendapatkan dan
melakukan pekerjaan yang lebih baik dengan menggunakan dan menggabungkan semua
sumber daya yang ada. Produktif artinya memiliki inisiatif, menuliskan laporan, menyapa atau
menghubungi klien, memulai melakukan sesuatu.
3. Intelectual Competencies, meliputi 3 bagian penting yaitu: berfikir logis dengan mencari
penyebab dari suatu kejadian; konseptual yaitu mampu untuk mengumpulkan informasi dan
dapat membedakan hal-hal di luar konsep; keterampilan mendiagnosis yaitu mampu untuk
mengaplikasikan konsep dan teori ke dalam situasi dan kondisi kehidupan yang nyata.
4. Sosio-emotional Competencies. Kompetensi ini meliputi 5 bagian penting yaitu:
kepercayaan diri, pengembangan, persepsi objektif, pengkajian diri akurat dan adaptasi stamina.
5. Interpersonal Competencies meliputi delapan bagian yaitu selain memiliki kepercayaan diri
yang kuat dan pengembangan lain, juga memiliki perhatian kepada dampak, kekuasaan satu
sisi, kekuasaan sosial, berpandangan positif dan mengelola proses kelompok.