Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Supervisi Keperawatan

1. Pengertian Supervisi Keperawatan

a. Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh

atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk

kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau

bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Azwar, 2010).

b. Dalam bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat

luas, yaitu meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab

kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf

lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi

semacam ini merupakan dorongan bimbingan dan kesempatan bagi

pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan para perawat

(Suyanto, 2011).

2. Manfaat dan Tujuan Supervisi

Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik akan diperoleh, banyak

manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli &

Bachtiar, 2012):

a) Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas

kerja ini erat hubungannya dengan peningakatan pengetahuan dan

8
9

keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana

kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan

b) Supervisi dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi

kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnnya kesalahan yang

dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta, dan

sarana) yang sia-sia dapat dicegah.

Swansburg & Swansburg (2007) menyatakan bahwa tujuan supervisi

keperawatan antara lain :

a) Memperhatikan anggota unit organisasi di samping itu area kerja dan

pekerjaan itu sendiri

b) Memperhatikan rencana, kegiatan dan evaluasi dari pekerjaannya

c) Meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi, latihan dan

bimbingan individu sesuain kebutuhan individu sesuai kebutuhannya serta

mengarahkan kepada kemampuan keterampilan keperawatan (Supratman

& Sudaryanto, 2008).

3. Pelaksanaan Supervisi

Menurut Bachtiar dan Suarly (2009) yang bertanggung jawab dalam

melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam

organisasi. Idealnya kelebihan tersebut tidak hanya aspek status dan

kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal

tersebut serta prinsip-prinsip pokok supervisi maka untuk dapat melaksanakan


10

supervisi dengan baik ada beberapa syarat karakteristik yang harus dimiliki

oleh pelaksana supervisi (supervisor), karakteristik yang dimaksud adalah:

a) Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang

disupervisi. Atau apabila hal ini tidak mungkin,dapat ditunjuk staf khusu

dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang jelas

b) Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang

cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi

c) Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi

artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tekhnik supervisi

d) Pelaksana supervisi harus memiliki sifat edukatif dan suportif bukan

otoriteer

e) Pelaksana supervisi harus memiliki waktu yang cukup, sabar dan selalu

berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan

yang disupervisi.

4. Teknik Supervisi

Teknik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik

penyelesaian masalah. Teknik pokok supervisi ada dua jenis:

a) Pengamatan langsung

Teknik supervisi dimana supervisor berpartisipasi langsung dalam

melakukan supervisi. Kelebihan dari teknik ini pengarahan dan petunjuk

dari supervisor tidak dirasakan sebagai suatu perintah, selain itu umpan

balik dan perbaikan dapat dilakukan saat ditemukan adanya

penyimpangan
11

b) Pengamatan tidak langsung

Teknik supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun

lisan sehingga supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di

lapangan

5. Sasaran Supervisi Keperawatan

Setiap sasaran dan target dilaksanakan seseuai denga pola yang

disepakati berdasarkan struktur dan hierarki tugas. Sasaran atau objek dari

supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang

melakukan pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan

yang dilakukan, maka disebut supervisi langsung, sedangkan jika sasaran

berupa bawahan yang melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung.

Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja pekerjaan yang

dilakukan oleh bawahan (Suarli dan Bachtiar, 2009)

6. Fungsi Supervisi Keperawatan

Menurut Sitorus (2011) fungsi supervisor adalah :

a) Mengumpulkan dan meningkatkan motivasi staf dalam bekerja

b) Mengembangkan rasa percaya dan keterbukaan staf

c) Menggunakan teknik wawancara agar terjadi komunikasi dua arah

d) Mengumpulkan secara obyektif (berdasarkan standar)

e) Meneliti secara obyektif


12

7. Frekuensi pelaksanaan supervisi

Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi berbeda. Supervisi yang

dilakukan hanya sekali bukanlah supervisi yang baik. Tidak ada pedoman

mengenai frekuensi supervisi, semua tergantung pada derajat kesulitan

pekerjaan. Menurut Nursalam (2008) dalam melakukan supervisi yang tepat,

supervisor harus dapat kapan dan apa yang harus dilakukan supervisi.

Sepanjang control supervisi penting, tergantung bagaiman staf melihatnya :

a. Over control. Kontrol yang terlalu berlebihan akan merusak delegasi yang

diberikan sehingga staf tidak bisa memikul tanggung jawabnya.

b. Under control. Sebaliknya control yang kurang juga berdampak buruk

dimana staf tidak produktif dan berdampak secara signifikan terhadap

hasil yang diharapkan. Sehingga berikan kesempatan kepada staf untuk

berpikir dan menyelesaikan tugasnya.

8. Pelaksana supervisi

Supervisi dilaksanakan oleh orang-orang yang bertanggung jawab dan

mempunyai kemampuan dalam melaksanakan supervisi. Menurut Suarli &

Bachtiar (2009) syarat atau karakteristik yang harus dimiliki supervisor antara

lain :

a. Sebaiknya atasan langsung dari yang disupervisi atau apabila hal ini tidak

memungkinkan dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas

kewenangan dan tanggung jawab yang jelas.

b. Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang

cukup untuk jenis pekerjaan yang disupervisi.


13

c. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi,

artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi. d.

Pelaksana supervisi harus memiliki sifat educative dan supportive, bukan

otoriter Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar,

dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan

perilaku bawahan yang disupervisi.

Menurut Suyanto (2008) pelaksana supervisi antara lain :

1) Kepala ruangan Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi

pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang

perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat

pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara

langsung maupun tidak langsung.

2) Pengawas perawatan Ruang perawatan dan unit pelayanan yang

berada di bawah unit pelaksana fungsional (UPF) mempunyai

pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan

keperawatan.

3) Kepala bidang keperawatan Sebagai top manager dalam

keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab untuk

melakukan supervisi baik secara langsung atau tidak langsung

melalui para pengawas perawatan.

9. Model-model supervisi

Di beberapa negara maju terutama Amerika dan Eropa, kegiatan

supervisi klinik keperawatan dirumah sakit dilakukan dengan sangat


14

sistematis. Peran dan kedudukan perawat supervisor begitu penting. Peran

supervisor dapat menentukan apakah pelayanan keperawatan mencapai

standar mutu atau tidak. Penelitian Hyrkas dan Paunonen-Ilmonen (2001),

membuktikan bahwa supervisi klinik yang dilakukan dengan baik berdampak

positif bagi peningkatan mutu pelayanan. Model-model supervisi keperawatan

klinik : (Supratman & Sudaryanto, 2008)

a. Model developmental

Model ini diperkenalkan oleh Dixon pada rumah sakit mental dan

southern cost addiction technology transfer center tahun 1998. Model ini

dikembangkan dalam rumah sakit jiwa yang bertujuan agar pasien yang

dirawat mengalami proses perkembangan yang lebih baik. Maka semua ini

menjadi tugas utama perawat. Supervisor diberikan kewenangan untuk

membimbing perawat dengan tiga cara, yaitu change agent, counselor,

dan teacher. Kegiatan change agent bertujuan agar supervisor

membimbing perawat menjadi agen perubahan, kegiatan tersebut nantinya

ditransfer kepada pasien sehingga pasien memahami masalah kesehatan.

Kegiatan counselor dilakukan supervisor dengan tujuan membina,

membimbing, mengajarkan kepada perawat tentang hal-hal yang berkaitan

dengan tugas rutin perawat. Kegiatan teaching bertujuan mengenalkan dan

mempraktikkan ‘nursing practice’ yang sesuai dengan tugas perawat.

b. Model akademik

Model ini diperkenalkan oleh Farington di Royal College of Nursing UK

tahun 1995. Farington menyebutkan bahwa supervisi klinik dilakukan


15

untuk membagi pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada

proses pengembangan kemampuan professional yang berkelanjutan.

Dilihat dari prosesnya, supervisi klinik merupakan proses formal dari

perawat professional untuk mendorong dan mengarahkan sehingga

pengetahuan dan kompetensi perawat dapat dipertanggungjawabkan

sehingga pasien mendapatkan perlindungan dan merasa aman selama

menjalani perawatan. Dalam model akademik proses supervisi klinik

meliputi tiga kegiatan, yaitu educative, supportive, managerial. Kegiatan

educative dilakukan dengan mengajarkan ketrampilan dan kemampuan.

Kegiatan supportive dilakukan dengan cara melatih perawat menggali

emosi ketika bekerja. Kegiatan managerial dilakukan dengan melibatkan

perawat dalam peningkatkan standar contoh standar operasional prosedur

yang sudah ada dikaji bersama kemudian diperbaiki hal-hal yang perlu.

c. Model experiential

Model ini diperkenalkan oleh Milne dan James di Newcastle University

UK dan Department of Health US tahun 2005 yang merupakan adopsi

penelitian Milne, Aylott dan Fitzpatrick. Dalam model ini disebutkan

bahwa kegiatan supervisi klinik keperawatan meliputi training dan

mentoring. Dalam kegiatan training, supervisor mengajarkan teknik-teknik

keperawatan tertentu yang belum dipahami perawat pelaksana. Dalam

kegiatan mentoring, supervisor lebih mirip seorang penasihat dimana ia

bertugas memberikan nasihat berkaitan dengan masalahmasalah rutin

sehari-hari. Kegiatan ini lebih mirip kegiatan supportive dalam model

akademik.
16

d. Model 4S

Model ini diperkenalkan oleh Page dan Wosket dari hasil penelitian di

Greater Manchester UK dan New York tahun 1995. Model supervisor ini

dikembangkan dengan empat strategi, yaitu Structure, Skills, Support dan

Sustainability. Dalam model ini, kegiatan structure dilakukan oleh

perawat tingkat lanjut dalam melakukan pengkajian dan asuhan pasien

dimana perawat yang dibina sekitar 6-8 orang perawat pemula. Tujuan

kegiatan ini adalah untuk mengembangkan pengalaman perawat dalam hal

konsultasi, fasilitasi dan assisting. Kegiatan skills dilakukan supervisor

untuk meningkatkan ketrampilan praktis. Kegiatan support dilakukan

dengan tujuan untuk akan kebutuhan keilmuan yang bersifat baru dan

terkini. Kegiatan sustainability bertujuan untuk tetap mempertahankan

pengalaman, ketrampilan, nilai-nilai yang telah dianut perawat. Kegiatan

ini dilakukan secara kontinyu dengan cara mentransfer pengalaman

supervisor kepada perawat pelaksana

10. Kompetensi supervisor keperawatan

Kompetensi adalah suatu keadaan menjadi kompeten (mampu) untuk

memenuhi semua tuntutan atau mempunyai kemampuan/kapasitas. Kompetensi

juga merupakan kualitas pribadi/kemampuan untuk melaksanakan tugas yang

diperlukan. Sedangkan menurut Del Beuno dkk, kinerja kompetensi adalah

penerapan efektif dari pengetahuan dan keterampilan dalam lingkungan kerja

(Swansburg, 2007).
17

Seorang supervisor harus dapat menguasai beberapa kompetensi untuk

melaksanakan supervisi keperawatan. Menurut Bittel (1987) dalam

Nainggoalan (2010) kompetensi tersebut meliputi :

a. Kompetensi Pengetahuan

Merupakan pintu masuk seseorang untuk dapat bekerja dengan baik.

Seorang manajer akan lebih sukses bila dilandasi dengan pengetahuan

yang cukup.

b. Kompetensi Enterpreneurial

Kompetensi supervisor meliputi orientasi efisiensi suatu keinginan untuk

mendapatkan dan melakukan pekerjaan yang lebih baik. Efisiensi dapat

dicapai dengan cara menggunakan dan menggabungkan semua sumber

daya serta berupaya untuk mempunyai inisiatif, motivasi, dan bersedia

melakukan perbaikan.

c. Kompetensi intelektual

Kompetensi intelektual adalah bagaimana supervisor dapat berpikir logis.

Kemampuan ini dapat dilihat dari:

1) Kemampuan supervisor mencari penyebab dari suatu kejadian yang

meliputi kemampuan mengumpulkan informasi dan dapat

membedakan hal-hal diluar pola/konsep.

2) Keterampilan mendiagnosa yang mencakup kemampuan

mengaplikasikan konsep dan teori ke dalam situasi dan kondisi

kehidupan nyata.
18

d. Kemampuan Sosioemosional

Kompetensi supervisor dalam hal emosi dan bersosialisasi mencakup :

Kepercayaan diri, mempunyai rasa percaya diri kuat sehingga dapat

mencapai tujuan.

1) Membantu mengembangkan rasa tanggung jawab.

2) Menanamkan kedisiplinan dan membantu memberikan nasehat pada

yang memerlukannya.

3) Kemampuan lainnya adalah persepsi obyektif yaitu kemampuan untuk

mengerti dan memahami walaupun dalam keadaan kontras, terutama

dalam situasi konflik, pengkajian diri yang akurat untuk bersedia dan

mau mengakui kekurangan maupun kelebihan yang dipunyainya,

adaptasi stamina yang mencakup mempunyai tingkat energi yang

tinggi dan mampu berfungsi secara efektif walaupun dalam keadaan

yang tidak menyenangkan. Faktor yang sangat mempengaruhi

keberhasilan supervisi adalah hubungan kuat antara supervisor dan

anggota yang di supervisi, kontrak dan peran yang jelas, komitmen

untuk bertemu secara berkala, tempat pertemuan yang bebas dari

gangguan, dan manajemen komitmen untuk menyediakan waktu untuk

proses supervisi klinik.

e. Kompetensi interpersonal Kemampuan dalam berinteraksi dengan orang

lain mencakup :

1) Kepercayaan diri yaitu mempunyai rasa percaya diri yang kuat

sehingga dapat mencapai tujuan.


19

2) Pengembangan diri meliputi; membantu pengembangan rasa tanggung

jawab, menanamkan kedisiplinan dan membantu memberikan nasehat

pada yang memerlukannya.

3) Memperhatikan dan mempelajari semua perilaku atau respon terhadap

kebijakan atau keputusan organisasi.

4) Mengelola proses kelompok dapat memberikan inspirasi, mampu

bekerja sama dan dapat mengkoordinasi semua kegiatan di dalam

kelompoknya. Hasil penelitian Hasniaty (2002) menunjukkan

kompetensi knowledge, enterpreneurial, intelektual, emosi, dan

interpersonal berhubungan secara signifikan dengan kepuasan kerja

perawat. Variabel kompetensi merupakan variabel utama yang

signifikan berhubungan dengan kepuasan kerja dan sub variabel

kompetensi intelektual dan emosi yang dominan berhubungan dengan

kepuasan kerja perawat pelaksana.

11. Prinsip supervisi

Prinsip pokok supervisi menurut Sualy & Bactiar (2009) dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Tujuan utama supervisi adalah untuk meningkatkan kinerja bawahan

bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan kerja dilakukan dengan

pengamatan langsung terhadap hasil pekerjaan bawahan, untuk kemudian

apabila ditemukan masalah, segera diberi petunjuk atau bantuan untuk

mengatasinya.
20

b. Untuk mencapai tujuan tersebut sifat supervisi harus edukatif dan suportif

bukan otoriter.

c. Supervisi harus dilakukan secara teratur dan berkala

d. Dalam pelaksanaan supervisi harus terjalin hubungan yang baik antara

yang di supervisi dan supervisor terutama dalam penyelesaian masalah

dan lebih mengutamakan kepentingan bawahan

e. Strategi dan tata cara pelaksanaan supervisi harus sesuai kebutuhan

bawahan masing-masing individu

f. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu di sesuaikan

dengan perkembangan.

12. Tugas dan Fungsi Supervisor

Tugas supervisor adalah mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja

yang nyaman dan aman, efektif dan efisien. Tugas dan fungsi supervisor

menurut Suyanto (2008) sebagai berikut:

a. Mengorientasi staf dan pelaksana keperawatan terutama pegawai baru

b. Melatih staf dan pelaksana keperawatan

c. Memberikan pengarahan dalam pelaksana tugas agar menyadari, mengerti

terhadap peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana asuhan keperawatan

d. Memberikan pelayanan bimbingan kepada pelaksana keperawatan dalam

memberikan asuhan keperawatan Dalam keperawatan fungsi supervisi

adalah untuk mengatur dan mengorganisir proses pemberian pelayanan

keperawatan menyangkut pelaksanaan standar asuhan keperawatan.


21

13. Kegiatan rutin supervisor

Tugas-tugas rutin yang harus dilakukan oleh supervisor setiap harinya

menurut Bittel, (1987) dalam Mua (2011) adalah sebagai berikut:

a. Sebelum pertukaran shif dimulai (15 – 30 menit) Kegiatan ini meliputi

mengecek kecukupan fasilitas peralatan dan sarana untuk hari itu dan

mengecek jadwal kerja harian.

b. Pada waktu mulai pertukaran shif (15 – 30 menit)

Kegiatan pada saat ini adalah mengecek personil yang ada, menganalisis

keseimbangan personil dan pekerjaan, mengatur pekerjaan,

mengidentifikasi kendala yang muncul, dan mencari jalan supaya

pekerjaan dapat diselesaikan

c. Sepanjang hari dinas (6 -7 jam)

Selama dinas kegiatan supervisor meliputi; mengecek pekerjaan setiap

personil, mengarahkan (instruksi, mengoreksi atau memberikan latihan)

sesuai dengan kebutuhannya, mengecek kemajuan pekerjaan dari personil

sehingga dapat segera membantu apabila diperlukan, mengecek pekerjaan

rumah tangga, menciptakan kenyamanan kerja, terutama untuk personil

baru, berjaga-jaga di tempat apabila ada pertanyaan atau permintaan

bantuan, mengatur jadwal istirahat personil, mendeteksi dan mencatat

problem yang muncul pada saat itu dan mencari cara memecahkannya,

mengecek kembali kecukupan alat / fasilitas / sarana sesuai kondisi

operasional, mencatat fasilitas / sarana yang rusak kemudian

melaporkannya, dan mengecek adanya kejadian kecelakaan kerja.


22

d. Sekali dalam sehari (15 – 30 menit)

Mengobservasi satu personil atau area kerja secara kontinyu untuk 15

menit. Kegiatan supervisor adalah melihat dengan seksama hal-hal yang

mungkin terjadi seperti keterlambatan pekerjaan, lamanya mengambil

barang dan kesulitan pekerjaan.

e. Sebelum pulang ke rumah (15 menit)

Sebelum pulang dari dinas supervisor harus melakukan kegiatan, membuat

daftar masalah yang belum terpecahkan dan berusaha untuk memecahkan

persoalan tersebut keesokan harinya, pikirkan pekerjaan yang telah

dilakukan sepanjang hari dengan mengecek hasilnya, kecukupan material

dan peralatannya, lengkapi laporan harian sebelum pulang, membuat

daftar pekerjaan untuk keesokan harinya, membawa pulang, dan

mempelajari di rumah sebelum pergi bekerja kembali.

B. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan

1. Pengertian

Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi

antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan

segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya.

(Kemenkes R.I, 2011)

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut (Niven, 2002) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan

adalah:
23

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana rntuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Tingginya pendidikan seorang perawat dapat meningkatkan kepatuhan

dalam melaksanakan kewajibannya, sepanjang bahwa pendidikan tersebut

merupakan pendidikan yang aktif.

b. Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari pimpinan rumah sakit,

kepala perawat, perawat itu sendiri dan teman-teman sejawat. Lingkungan

berpengaruh besar pada pelaksanaan prosedur asuhan keperawatan yang

telah ditetapkan. Lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa

dampak yang positif pula pada kinerja perawat, kebalikannya lingkungan

negatif akan membawa dampak buruk pada proses pemberian pelayanan

asuhan keperawatan.

c. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan teerhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan

penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat


24

pengetahuan seseorang adalah pendidikan, pekerjaan dan usia (Mubarak,

2006).

d. Sikap

Sikap merupakan aksi atau respon seseorang yang masih tertutup menurut

Notoadmodjo (2007), sikap manusia terhadap suatu rangsangan adalah

perasaan setuju ataupun perasaan tidak setuju terhadap rangsangan

tersebut.

e. Usia

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan

berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangandan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.Dari segi

kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari

pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai

akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya.Semakin dewasa

seseorang, maka cara berpikir semakin matang dan teratur melakukan

suatu tindakan (Notoatmodjo, 2007).

C. Tinjauan Umum Tentang Alat Pelindung Diri

1. Pengertian

Alat pelindung diri adalah alat yang mampu memberikan perlindungan

terhadap bahaya-bahaya kecelakaan (Suma’mur, 2009). Alat pelindung diri

(APD) harus mampu melindungi pemakainya dari bahaya-bahaya kecelakaan

yang mungkin ditimbulkan . Oleh karena itu APD dipiih secara hati-hati agar
25

dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan. Syarat-syarat APD

adalah :

a. APD harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya

yang spesifik atau bahaya yang dihadapai oleh tenaga kerja

b. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak

menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan

c. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel

d. Bentuknya harus cukup menarik

e. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama

f. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang

dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah

dalam menggunakannya

g. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada

h. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya

i. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah

pemeliharaannya

Beberapa hal yang dapat menurunkan resiko penularan di tempat

kerja, semua petugas kesehatan harus selalu waspada dan menghindari

terjadinya kecelakaan kerja. Menurunkan resiko penularan di tempat kerja

dapat dilakukan dengan :

a. Memahami dan selalu menerapkan tindakan pencegahan universal setiap

saat kepada semua pasien, di semuat tempat pelayanan kesehatan atau

ruang perawatan, tanpa memandang status infeksi pasiennya


26

b. Menghindari tranfusi, suntikan, jahitan, dan tindakan invasive lain yang

tidak perlu, seperti misalnya episiotomy dan tindakan operatif lain yang

tidak jelas indikasinya

c. Mengupayakan ketersediaan sarana agar dapat selalu menerapkan

pengendalian infeksi secara standar, meskipun dalam keterbatasan sumber

daya

d. Menilai dan menekan resiko melalui pengawasan yang teratur di sarana

pelayanan kesehatan (Suma’mur, 2009).

Berbagai jenis APD di rumah sakit yaitu penutup kepala, masker,

sarung tangan, gaun pelindung dan sepatu pelindung (Depkes RI, 2010)

a. Penutup kepala

Penutup kepala bertujuan mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada

di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat/ daerah steril dan

juga sebaliknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari percikan

bahan-bahan dari pasien. Pada keadaan tertentu, misalnya pada saat

pembedahan atau di ruang rawat intensif (ICU) petugas maupun pasien

harus menggunakan penutup kepala yang menutupi kepala dengan baik.

(Depkes, 2010)

b. Pelindung Wajah/ Masker/Kaca Mata

Pelindung wajah terdiri dari dua macam pelindung yaitu masker dan

kacamata.Pemakaian pelindung wajah dimaksudkan untuk melindungi

selaput lender hidung, mulut, dan mata selama melakukan tindakan atau
27

perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah atau cairan

tubuh.

Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya

merawat pasien terbuka tanpa luka dibagian kulit/perdarahan. Masker

digunakan bila berada dalam jarak 1 meter dari pasien. Masker,kacamata

dan pelindung wajah secara bersamaan digunakan petugas yang

melaksanakan tindakan berisiko tinggi terpajan lama oleh darah dan cairan

tubuh lainnya antara lain pembersihan luka, membalut luka, mengganti

kateter atau dekotanminasi alat bekas pakai. (Depkes,2010).

c. Sarung tangan

Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak

dengan darah, semua jenis cairan tubuh, secret, ekskreta, kulit yang tidak

utuh, selaput lender pasien dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan

harus selalu dipakai oleh setiap petugas kesehatan sebelum kontak dengan

darah atau semua jenis cairan tubuh, secret, ekskreta dan benda yang

terkontaminasi.

Perlu diperhatikan pada waktu memeriksa, gunakan pasangan sarung

tangan yang berbeda untuk setiap pasien,segera lepas sarung tangan

apabila telah dipakai dengan satu pasien dan ganti sarung tangan yang lain

apabila akan menangani pasien yang lain.Hindari kontak pada benda-

benda lain selain yang berhubungan dengan tindakan yang sedang

dilakukan, misalnya membuka pintu selagi masih memakai sarung tangan

dan sebagainya. Sarung tangan tidak dikenakan untuk tindakan tanpa


28

kemungkina terpajan darah atau cairan tubuh lai, Contoh memberi makan

pasien, membantu minum obat, membantu jalan dan lain-lain.(Depkes,

2010).

d. Alat Pelindung Kaki

Pemakaian sepatu pelindung bertujuan melindungi kaki petugas dari

tumpahan/percikan darah tubuh lainnya dan mencegah kemungkinan

tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan. Sepatu harud mentupi

seluruh ujung dan telapak kaki dan tidak dianjurkan untuk menggunakan

sandal atau sepatu terbuka. Sepatu khusus sebaiknya terbuat dari bahan

yang mudah dicuci dan tahan tusukan misalnya karet, kulit, atau

plastic.Sepatu khusus digunakan oleh petugas yang bekerja di ruang

tertentu misalnya ruang bedah, laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang

pemulasaran jenasah dan petugas santitasi. Sepatu hanya dipakai di

ruanga tersebut dan tidak boleh ke ruang lainnya.(Depkes, 2010).

e. Pakaian Pelindung

Pelindung dapat berbentuk APRON yang mentupi sebagian dari tubuh

yaitu mulai dari dada sampai lutu dan overall yang menutup seluruh

badan. Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi pemakainya dari

percikan cairan, api, larutan bahan kimia korosif dan oli,cuaca

kerja(panas,dingin,dan kelembapan). APRON dapat dibuat dari kain, kulit,

plastic, karet, asbes atau kain yang dilapisi aluminium.Perlu diingat bahwa

APRON tidak boleh dipakai di tempat-tempat kerja yang terdapat mesin

berputar.
29

Pemaian gaun pelindung bertujuan melindung petugas dari kemungkinan

genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat

mencemari baju atau seragam. Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli

bedah dan para asistennya pada saat melakukan pembedahan,sedangkan

gaun pelindung non steril dipakai di berbagai unit yang berisiko tinggi

misalnya pengunjung kamar bersalin, ruang pulih di kamar bedah, ruang

rawat intensif (ICU), rawat darurat dan kamar bayi.

Gaun pelindung harus dipakai apabila ada indikasi,misalnya pada saat

pembersihan luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase;

menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan

/WC/toilet; mengganti pembalut; menangani pasien dengan perdarahan

masaif; melakukan tindakan bedah termasuk otopsi; perawatan gigi dan

sebagainya.(Depkes,2010).

Alat pelindung diri yang akan digunakan di tempat kerja harus

memperhatikan yaitu :

a. Berat alat pelindung diri hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut

tidak menyebabkan rasa tidak nyaman yang berlebihan

b. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel

c. Bentuknya cukup menarik

d. Alat pelindung diri harus tahan untuk pemakaian lama

e. Alat pelindung diri tidak menimbukan bahaya-bahaya tambahan bagi

pemakaianya
30

f. Alat pelindung diri harus memberikan perlindungan yang adekuat

terhadap bahaya yang spesifik yang dihadapi oleh tenaga kerja.

Indikasi pemakaian alat pelindung, tidak semua alat pelindung tubuh

digunakan. Jenis pelindung tubuh yang dipakai tergantung pada jenis tindakan

atau kegiatan yang akan dikerjakan. Sebagai contoh untuk tindakan bedah

minor (misalnya vasektomi, memasang/mengangkat implant) cukup memakai

sarung tangan steril. Namun untuk kegiatan operatif di kamar bedah atau

melakukan pertolongan persalinan sebaiknya semua pelindung tubuh dipakai

oleh petugas untuk mengurangi kemungkinan terpajan darah/cairan tubuh

lainnya. (Depkes, 2010).

D. Tinjauan Umum Tentang Infeksi Nosokomial

1. Pengertian

Menurut Paren (2012) pasien dikatakan mengalami infeksi nosocomial

jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat

selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi. Infeksi nosocomial merupakan

infeksi yang bersumber dari rumah sakit atau infeksi yang terdapat di sarana

kesehatan (Sabarguna, 2011).

Ciri-ciri infeksi nosocomial antra lain: saat masuk rumah sakit tidak

ada tanda dan gejala atau tidak dalam masa inkubasi infeksi tersebut. Infeksi

terjadi minimal 3x24 jam setelah pasien di rumah sakit. Dan infeksi pada

lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda

(Sabarguna, 2011).
31

2. Jenis Infeksi Nosokomial

Muhlis (2010) dan Isselbacher, et.at (1999) dalam bukunya

menyebutkan infeksi nosocomial yang sering ditemukan antara lain:

a. Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih adalah merupakan infeksi nosokomial yang paling

sering,sekitar 40% dari infeksi nosocomial,80% infeksinya dihubungkan

dengan penggunaan kateter urin. Bakteri yang menginfeksi biasanya

E.Coli

b. Infeksi pada saluran operasi

Infeksi luka operasi menyebabkan sekitar 25-30% infeksi nosocomial

tetap berperan pada sampai 57% hari perawatan tambahan di rumah sakit

dan 42% biaya tambahan. Infeksi ini biasanya disebabkan karena flora

mukosa dan kulit yang didapatkan dari rumah sakit atau endogen dan

kadang-kadang dengan penyebaran sisik kulit lewat udara yang mungkin

dilepaskan ke luka dari anggota tim ruang operasi

c. Bakterimia

Infeksi ini hanya memwakili sekitar 5% dari total infeksi

nosocomial.Tetapi dengan risiko kematian yang sangat tinggi, terutama

disebabkan oleh bakteri yang resistern antibiotika seperti Staphylococcus

dan Candida.

d. Infeksi saluran nafas bagian bawah atau pneumonia

Pneumonia menyebabkan 15-20% infeksi nosocomial tetapi menyebabkan

24% hari-hari tambahan perawatan di rumah sakit dan 39 % biaya


32

tambahan.Hampir semua pnemunia nosokomial bacterial disebabkan

karena aspirasi flora lambung dan orofaring yang didapatkan dari rumah

sakit atau endogen. Pneumonia nosocomial didapatkan dari rumah sakit

atau endogen. Pnemuonia nosokomial menyebabkan angka kematian

sampai 50% di Unit Perawatan Intensif.

3. Sumber penularan infeksi Nosokomial

Hidayat (2006) menyebutkan terdapat beberapa sumber infeksi nosokomial,

antara lain :

a. Pasien. Pasien merupakan unsur pertama yang dapat menyebabkan infeksi

kepada pasien lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau benda dan

alat kesehatan lainnya

b. Petugas kesehatan. Petugas kesehatan dpt menyebarkan infeksi melalui

kontak langsung, yang dpt menularkan berbagai kuman ketempat lain

c. Pengunjung. Pengunjung dpt menyebarkan infeksi yang didapat dari luar

ke dlm lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya, yang di dapat dari dalam

rumah sakit keluar rumah sakit

d. Sumber lain. Sumber lain yg dimaksud adalah lingkungan rumah sakit yg

meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit, atau alat

yang ada di rumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas

kesehatan kepada pasien dan sebaliknya.

4. Pencegahan Infeksi Nosokomial

a. Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara

mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan

aseptik, sterilisasi dan disinfektan.


33

b. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.

c. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi

yang cukup, dan vaksinasi.

d. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkanprosedur invasif.

e. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol

penyebarannya

Anda mungkin juga menyukai