oleh :
dr Jaya Supriyanto
Shinta Rahmawati, S. GZ
1
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
2
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap kejadian bencana. Berdasarkan data
Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED) tahun 2008-2013 bahwa
setiap tahun Indonesia menempati 5 besar di dunia sebagai negara paling sering terkena
bencana alam. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2008 – 2014
menunjukkan bahwa setiap tahun rata-rata terjadi 1.880 kejadian bencana yang
terdistribusi di seluruh provinsi. (1-7)
Pemulihan fasyankes memakan waktu yang tidak sebentar. Laporan Studi Longitudinal
pasca letusan Merapi 2010 oleh BNPB dan UNDP yang dilakukan 2 tahun setelah
letusan didapatkan pemulihan akses korban bencana pada sarana pelayanan kesehatan
dan pendidikan, pemulihan kesehatan fisik dan mental dan status bersekolah anak-anak
usia sekolah di Area Terdampak Langsung Letusan baru mencapai 17,07 dari sesaat
terjadinya bencana, sedangkan di area terdampak lahar hujan baru 57,31%. (14)
Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan simbol kuat dari
kemajuan sosial serta prasyarat untuk stabilitas kemajuan ekonomi untuk suatu negara
karena dampak yang ditimbulkan bisa menyebabkan beban ekonomi. Sejumlah
kejadian bencana di Indonesia menimbulkan kerusakan dan kerugian yang tidak sedikit
3
bagi sektor kesehatan, antara lain gempa bumi di Sumatera Barat tahun 2009 yang
merusakkan sejumlah rumah sakit dan fasyankes lainnya serta peralatan kesehatan
dengan nilai kerusakan dan kerugian hampir mencapai Rp 702 M. Gempa bumi di Kab.
Aceh Tengah dan Kab. Bener Meriah tahun 2010 yang merusak Puskesmas serta
sejumlah peralatan kesehatan dengan nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp 53 M.
Banjir bandang kota Manado tahun 2014 yang merusakkan sejumlah Puskesmas serta
peralatannya dengan nilai kerusakan mencapai hampir Rp 29 M. (16-18)
Sejumlah faktor menyebabkan fasyankes tidak aman saat terjadi bencana. Faktor-faktor
tersebut antara lain lokasi, desain dan ketahanan bangunan fasyankes berkontribusi
terhadap kemampuan fasyankes berhadapan dengan bencana. Fasyankes merupakan
tempat kelompok rentan yaitu masyarakat yang sakit sehingga berisiko tinggi menjadi
korban akibat bencana. Selain itu, kejadian bencana juga meningkatkan jumlah pasien
yang berkunjung yang belum tentu sesuai dengan kapasitas fasyankes. Tenaga
kesehatan fasyankes yang menjadi korban dan dimobilisasinya personil dari luar
merupakan beban ekonomi tersendiri. Kerusakan pada elemen non struktural seperti
listrik, air bersih, kabinet dan sebagainya, akan mengganggu/menghentikan operasional
fasyankes.(16)
Kebijakan nasional dalam rangka fasyankes yang aman terhadap bencana tertuang
dalam sejumlah Undang-undang. UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana menyatakan bahwa tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah daerah dalam
penanggulangan bencana antara lain melakukan pengurangan risiko bencana serta
melindungi masyarakat dari dampak bencana. UU No. 36 tahun 2009 menyatakan
bahwa Pemerintah, pemda dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber
daya, fasilitas dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
berkesinambungan pada saat tanggap darurat dan pasca bencana. Fasyankes baik
pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana
4
dengan tujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut dan
kepentingan terbaik bagi pasien. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
menyatakan bahwa pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan untuk
mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan yankes serta memberikan
perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan RS dan sumber daya
manusia RS. Undang-undang No. 28 tahun 2008 tentang Bangunan Gedung telah
memberikan persyaratan teknis bagi pembangunan gedung, termasuk fasyankes, agar
menjadi andal dan terjamin keamanannya meskipun dalam kondisi bencana. (15, 22-
24). Kebijakan-kebijakan tersebut telah diturunkan menjadi Peraturan Pemerintah,
Peraturan Menteri hingga Pedoman dan Juknis.
Berkebalikan dengan berbagai kebijakan dan program yang telah ada, sejumlah
penilaian maupun penelitian menunjukkan bahwa fasyankes di Indonesia, khususnya
rumah sakit, belum aman terhadap bencana.(29) Hasil Riset Fasilitas Kesehatan secara
nasional yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Kesehatan pada tahun 2011 menunjukkan hasil bahwa sebagian RSU Pemerintah belum
memiliki rambu khusus untuk evakuasi pasien bila terjadi bencana. Lebih dari separuh
RSU Pemerintah belum dilengkapi dengan sistem alarm kebakaran, peta tempat
berisiko, pedoman keselamatan kerja RS dan ketentuan tertulis pengadaan jasa dan
barang berbahaya. Sebagian besar RSU Pemerintah belum melakukan pengecekan
profesional terhadapi struktur bangunan RS. (30). Hasil penilaian menggunakan
SEARO Benchmark yang dilaksanakan oleh WHO bekerja sama dengan institusi
pemerintah dan non pemerintah serta akademisi menyatakan bahwa kode bangunan
belum diterapkan pada seluruh bangunan baru, penilaian risiko belum
diimplementasikan secara luas, fitur-fitur keselamatan belum diterapkan di tingkat sub
nasional. Selain itu sekitar 50% fasyankes belum melakukan penilaian kerentananan
dan penyusunan rencana kedaruratan rumah sakit belum mencapai 50% dari target. (31)
Studi kasus mengenai kesenjangan sumber daya kesehatan dalam menghadapi pandemi
influenza di Bali menunjukkan bahwa virus yang lebih ganas akan menyebabkan
kekurangan di seluruh sumber daya kecuali antimikroba. (32)
5
Negara Indonesia yang rawan terhadap bencana dengan fasilitas pelayanan kesehatan
yang tidak siap menghadapi bencana merupakan masalah besar yang tidak dapat
diabaikan begitu saja. Sejumlah kemungkinan yang terjadi yaitu : a. Kebijakan dan
program sudah memadai, namun pengimplementasian di lapangan masih belum
memadai; atau b. Kebijakan dan program belum memadai.
1.4 Tujuan
a. Mendapatkan informasi ada atau tidaknya kesenjangan antara kebijakan dan program
nasional di Indonesia terkait fasilitas pelayanan kesehatan yang aman terhadap
bencana dengan Kerangka kerja internasional.
b. Mengidentifikasi poin-poin kesenjangan yang ada.
c. Bagi Masyarakat
Dapat membuka wawasan masyarakat terkait fasyankes yang aman dan ikut
mendukung pemerintah untuk pengimplementasian hal tersebut.
d. Bagi Peneliti
Mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman terkait penyelenggaraan
fasyankes yang aman terhadap bencana.
6
1.6 Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan di Indonesia, belum ada penelitian yang sama
dengan yang dilakukan penulis.
4. Lingkup Waktu
Waktu penelitian pada bulan Februari – Agustus 2015.
7
1.8 Keterbatasan Penelitian
a. Kebijakan dan program yang diteliti dibatasi hanya kebijakan tertentu serta
program-program dari instansi tertentu saja dan tidak melihat dari sisi program
pemerintah daerah, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya kekurangtajaman
dalam proses analisa.
c. Hasil yang ada hanya melihat dari sisi kerangka kerja internasional saja dan tidak
melihat dari sisi pengimplementasian di daerah di Indonesia, sehingga rekomendasi
yang dihasilkan tentu memerlukan pengkajian lebih lanjut dengan melihat situasi di
lapangan.
1.9 Pembiayaan
Pembiayaan penelitian berasal dari dana APBN (90%) dan WHO.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat. (15)
Fasyankes yang aman terhadap bencana adalah fasyankes yang siap untuk
menyelamatkan nyawa serta melanjutkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar
untuk masyarakat pada saat bencana. (33)
Bencana dapat berdampak secara langsung maupun tidak langsung pada sebuah
fasyankes.Dampak langsung yaitu bila fasyankes tersebut terletak di daerah yang terkena
bencana serta dapat mengalami kerusakan atau hancur akibat bencana tersebut.Dampak tidak
langsung yaitu bila fasyankes terletak di sekitar daerah dampak, daerah triase atau daerah yang
dipakai untuk mengatur bantuan.Dalam hal ini fasyankes tidak secara langsung dipengaruhi oleh
bencana dan struktur serta fungsinya tetap. Namun demikian, fasyankes secara tidak langsung
juga terpengaruh karena akan memegang peranan penting dalam kegiatan operasional baik itu
untuk menerima pasien korban bencana maupun penyediaan bantuan tenaga dan logistik
kesehatan ke lokasi bencana. (34)
Selama situasi kedaruratan dan bencana, fasyankes harus aman, mudah diakses serta
berfungsi dengan kapasitas maksimal untuk menyelamatkan korban.Mereka harus tetap
menyediakan pelayanan-pelayanan yang penting seperti pelayanan medis dan keperawatan,
laboratorium serta pelayanan kesehatan lainnya.Fasyankes yang aman harus diorganisir dengan
rencana kontinjensi serta tenaga kesehatan yang terlatih. (35)
Mitigasi adalah segala kegiatan berkelanjutan untuk mengurangi risiko jangka panjang
bagi kehidupan dan properti akibat kejadian bencana.Tujuannya adalah menyelamatkan
kehidupan dan mengurangi kerusakan properti dengan upaya yang cost-effective dan ramah
lingkungan.(37)Bagian terpenting dari mitigasi adalah menganalisis ancaman dan kerentanan
yang ada.(36)
9
pengembangan dan penetapan sistem peringatan dini; manajemen dan sistem komunikasi dan
informasi yang adekuat, manajemen logistik, adanya gladi serta sistem manajemen bencana
(Incident command system) yang memadai.(36)
Penyatuan mitigasi dan kesiapsiagaan akan menurunkan risiko ancaman dan kerentanan
yang ada. (36) Sebagaimana teori berikut ini.
Risiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan suatu wilayah, kemampuan
menghadapi ancaman dengan ancaman/bahaya yang ada. Rumusnya yaitu sebagai berikut : (38)
Berikut ini akan dibahas manajemen RS pada pra bencana (mitigasi dan kesiapsiagaan),
saat bencana (tanggap darurat) dan pasca bencana.
1. Struktural
Kerentanan Struktural merupakan tingkat dari desain sistem struktural untuk menghadapi
datangnya ancaman, kualitas dari material bangunan, konstruksi dan perawatan, bentuk
arsitektural dan struktur atau konfigurasi dari bangunan. Rinciannya sebagai berikut :
A. Lokasi
10
B. Desain
1. Bangunan mempunyai bentuk yang sederhana dan simetris sepanjang aksis lateral maupun
longitudinal sehingga kuat ketika terkena tekanan seperti gempa bumi.
2. Bagian dari struktur bangunan (pondasi, kolum, balok, lantai, lempeng, konstruksi) dan
bagian dari non struktural dapat menyesuaikan dengan angin kencang dan gempa bumi.
3. Kaca, dinding, pintu dan jendela tahan dengan angin berkecepatan 200-250 kph.
4. Jumlah lantai kurang dari 5, khususnya di daerah yang rentan terhadap gempa bumi.
5. Sudut atap 30°-40° (optimum untuk tekanan angin) untuk bangunan yang berada di daerah
angin kencang.
C. Struktur
1. Tidak ada struktur mayor yang retak. Retakan yang kecil ditelti oleh insinyur sipil atau
struktural yang kualified dan ditetapkan untuk dilokalisasi serta diperbaiki.
2. Struktur dibangun dengan material yang tahan api dan tidak toksik.
3. Struktur dibangun dengan kompetensi teknik yang adekuat dan pengawasan pembangunan
yang layak serta terkontrol.
2. Non-struktural
Indikator non struktural penting untuk operasional harian RS dan fasilitas kesehatan lainnya yaitu
terdiri dari komponen arsitektur, instalasi, peralatan dan perabotan, elektronik, sistem
komunikasi.Apabila elemen ini rusak, mereka tidak dapat berfungsi dan bahkan dapat
menyebabkan cedera fisik pada pasien maupun staf RS. Indikatornya meliputi : (35, 37)
A. Dokumen/Gambar/Perencanaan Bangunan
1. Perencanaan, spesifikasi teknis, struktur konstruksi yang telah disepakati mendapatkan
persetujuan dari tenaga profesional dan petugas pemerintah yang berwenang.
2. Perencanaan pembangunan yang disiapkan oleh kontraktor disiapkan oleh arsitektur dan
insinyur yang profesional.
3. Diperbaharui sesuai dengan perencanaan pembangunan.
4. Izin kepemilikan
B. Elemen Arsitektur
1. Keamanan atap
2. Keamanan langit-langit
3. Keamanan pintu dan jalur masuk
4. Keamanan jendela
5. Keamanan dinding, divisi dan partisi.
6. Keamanan elemen eksterior yaitu melekat erat di dinging, lampu bergantung tertanam
dengan kuat dan kabel serta kawat listrik tertutup dengan kuat dan aman.
7. Keamanan lantai .
C. Utilitas
1. Sistem listrik
2. Sistem komunikasi
11
3. Sistem penyediaan air
4. Sistem gas medis
5. Sistem penanggulangan api
6. Emergency Exit System
7. Sistem Pemanas, ventilasi dan Air Conditioning (AC)
12
3. Fungsional
Merupakan elemen yang penting karena dibutuhkan kepastian bahwa RS tetap dapat
memberikan pelayanan kesehatan ketika mereka sangat dibutukan. Indikatornya adalah sebagai
berikut : (35, 37)
D. Perizinan
1. Gambaran konstruksi bangunan lengkap dan siap dipergunakan untuk menjadi bahan
referensi.
2. Izin bangunan dan izin kepemilikan lengkap.
3. Jaminan kualitas dan kontrol kualiatas material konstruksi telah diperiksa oleh insinyur
disesuaikan dengan spesifikasi.
4. Renovasi bangunan dilakukan dengan konsultasi yang tepat dengan memperhatikan
perencanaan awal dari bangunan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam melakukan manajemen risiko bencana, upaya
yang perlu dilakukan adalah menurunkan kerentanan serta meningkatkan kapasitas RS tersebut.
Berikut ini akan dibahas kapasitas RS yang meliputi sumber daya manusia, material/logistik dan
sistem/metode.
Komite manajemen krisis terdiri dari para ahli teknis yang dapat memberikan masukan pada
komite eksekutif terkait manajemen krisis, kedaruratan serta bencana.Tim respon kedaruratan terdiri
dari dokter, perawat, bidan, staf terlatih teknis manajemen kedaruratan, paramedik serta supir
ambulans terlatih.Kelompok perencana kedaruratan kesehatan bertanggung jawab dalam menyusun
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana pada pra, saat dan pasca bencana.Komite
keselamatan dikepalai oleh petugas yang bertugas untuk mempromosikan keselamatan di RS
melawan segala ancaman. Pusat operasional kedaruratan RS dipimpin oleh koordinator yang
bertugas melakukan monitoring kedaruratan atau bencana, mobilisasi tim respons dan sumber daya
lainnya untuk kedaruratan, beroperasi 24 jam/hari dan 7 hari/minggu. Kantor tersebut diperlengkapi
dengan fasilitas komunikasi, sistem komputer, buku petunjuk serta sistem komunikasi alternatif bila
sistem yang normal mengalami kerusakan.(35)
Petugas medis dan paramedis harus berkualitas dan telah terlatih dengan baik untuk
merespon terhadap berbagai jenis cedera.Selain itu jumlah petugas harus mencukupi untuk melayani
selama 24 jam.(40)Seluruh petugas kesehatan harus terlatih Basic life support, cardiopulmonary
resuscitation pertolongan pertama standard. Tenaga kesehatan di ruang emerjensi harus terlatih
Advanced Cardiac Life Support (ACLS) dan Advanced Pediatric Cardiac Life Support.Petugas
penolong di RS harus terlatih Emergency Medical Technician Course, Incident Command System
(ICS) dan Mass Casualty Incident (MCI).Manajer RS harus terlatih dalam Hospital Emergency
Incident Command System (HEICS).(35)
Kompetensi terkait pelayanan kesehatan mental juga merupakan salah satu elemen yang
cukup penting. Sebuah penelitian mengevaluasi pelayanan kesehatan mental oleh RS swasta pada
pra dan pasca bencana angin kencang di Florida. Hasilnya bahwa meskipun sebagian besar RS
swasta menyediakan pelayanan kesehatan mental dalam kondisi normal namun mereka tidak rutin
memberikan pelayanan kesehatan mental terkait bencana.Karena itu petugas kesehatan di RS swasta
harus dilatih untuk menyediakan pelayanan kesehatan mental terkait bencana dan prosedur
melakukan rujukan untuk menindaklanjuti evaluasi serta intervensi formal.(41)
14
Nyamathi menyatakan bahwa sebagian besar perawat memiliki kompetensi yang rendah mengenai
bioterorisme.(42)
1.2.3 Material
Material meliputi struktur RS (lokasi bangunan, spesifikasi bangunan dan material yang
digunakan untuk membangun RS) dan non struktur (elemen arsitektur, peralatan medis dan
laboratorium, instalasi mekanikal, eletrikal dan perpipaan serta isyu keselamatan dan keamanan).(35,
37). Berikut ini akan dibahas lebih mendalam mengenai obat-obatan, logistik kesehatan serta
bangunan RS.
A. Obat-obatan
Ada beberapa referensi terkait penyediaan obat-obatan untuk meningkatkan upaya
penyelamatan korban pada saat bencana. Referensi dari HOPE (Hospital Preparedness on
Emergency and Disaster) untuk bencana secara umum yaitu sebagai berikut:(34)
1) Resusitasi jantung :
- inotropic vasopressor (dopamin, dobutamin, isoprenalin, mephenteramin, adrenalin,
phenylephrine, noradrenalin), atropin, antiarrhythmic (xylocard, bretylium, amiodarone,
kalsium klorida/glukonat)
- Sodium bikarbonat, THAM
- Salbutamol, derylphilline, aminophylin
- Lasix
2) Tahap awal trauma
- Analgesik : inhaled Nitrous oksida dalam campuran oksigen 50 :50 (Interrex)
- Analgesik lainnya : Voveron, Fortwin, Pethidine, Morfin
- Anastetik : Ketamin (sebuah referensi menyatakan bahwa Ketamin merupakan bahan
yang cukup aman, efektif dengan insiden efek samping mayor kecil (43)), Xylocaine,
Sensoriane
3) Anestetik dan amnestik agen
- Thiopentone, Propofol dan Midazolam
- Agen inhalasi : halothane
- Narkotik : Pethidine, pentazocine dan fortwin
- Epidural regional atau anastetik
- Muscle relaxants, misalnya Suxamethonium, vecuronium
4) Lain-lain,yaitu antibiotik, savlon, kapas, EMO, mesin boyle
Untuk kejadian terorisme yang menggunakan material kimia, biologi, radioaktif dan nuklir,
dibutuhkan obat-obatan berupa antidotum, antibiotik, antitoksin dan vaksin yang harus disiapkan
dalam jumlah besar karena biasanya bencana akibat bahan material tersebut menyebabkan jumlah
korban yang cukup besar. Selain itu perlu juga disiapkan bahan-bahan dekontaminasi. Berikut ini
obat-obatan dan bahan dekontaminasi sebagaimana yang distandardkan untuk RS militer. yaitu
sebagai berikut : (44)
15
b. Pralidoxime Chloride (1 g vial)
c. Atropin sulfat inj. (1 mg/ml)
d. Diazepam (5 mg/ml dalam 2 ml ampul)
e. Military autoinjector yang mengandung Atropin sulfat, pralidoxime chloride dan diazepam
f. Albuterole sulfate untuk nebulisasi (0,09 mg/inhalasi)
g. Sodium bikarbonat (7,5% injeksi)
h. Methylprednisolon asetat (inj, 20 mg/ml)
i. Dimercaprol 300 mg/3 ml vial
j. Dimercaptosuccinic acid (succimer) oral antidotum untuk lewisite exposure
k. Physostigmine atau pyridostigmine tablet (30 mg)
4. Bahan Dekontaminasi yaitu Chlorine dengan konsentrasi 0,05%. Untuk kasus wabah virus
Lassa dan Ebola, dosis Chlorine dapat ditingkatkan hingga 0,5% untuk desinfeksi kotoran,
kadaver serta percikan darah dan cairan tubuh (Brennan et al dan Cox RD dikutip oleh Turan).
Daftar sarana dan prasarana berikut ini memungkinkan fasilitas medis untuk menangani
hampir semua jenis korban yang ada di daerah bencana.Semuanya atau hampir semuanya
adalah sarana basik. Yaitu sebagai berikut :(34)
- Airways-osophageal/nasal/oral
- Ambu Bag and masks
- Laryngoscope and blades
- Endotracheal tubes and airway devices
- Tongue blades and applicators
- Oxygen Cylinders (kecil, portabel dengan tabung dan koneksinya)
- Oxygen cannulae
- Oxygen Nebulizer treatment set
16
- Oxygen pocket mask (one way valve)
- IV administration set, IV fluid bags, IV cathethers, central venous cathethers
- CVP dan Internal Jugular
- Suction cathether, suction handles, suction tubing
- Surgical and examintaion gloves, surgical masks
Selain alat-alat yang tersebut, perlu juga disiapkan alat-alat untuk monitoring yang terdiri
dari alat pengukur tekanan darah, monitor saturasi oksigen dan electrocardiogram.(43)
Lokasi untuk melakukan dekontaminasi juga perlu disiapkan yang terdiri suatu tempat
dengan multiple shower yang didesain untuk masuknya pasien dengan berbagai derajat
keparahan.Selain itu juga perlu ada tempat untuk berganti baju.(44)
C. Sarana Transportasi
Beberapa jenis kendaraan dapat digunakan untuk evakuasi korban atau untuk melakukan
pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut : (28, 46)
2) Ambulans udara
Terdiri dari heli udara/rotary wing dan fixed wing. Ketentuan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku secara internasional
3) Ambulans air
4) Sepeda Motor
5) Kendaraan roda 4
6) Kendaraan roda 3
17
7) Kendaraan Jenazah
- Telpon
- Faksimili
- SSB
- HT/RIG
Handphone
- Handphone satelit
- Televisi
- Kamera
- LCD proyektor
- PC komputer
- Laptop
- Handycam
- Sound system pusat
- Alarm
- Megaphone
- GPS
1) Sarung tangan dan sepatu boot yang dapat melindungi dari berbagai material atau dari
jenis material tertentu bila RS telah dapat mendefinisikan jenis material kontaminasi.
2) Pakaian pelindung. Bahan pakaian pelindung yang optimal untuk tenaga kesehatan lini
terdepan di area pre dekontaminasi adalah yang dapat melindungi dari berbagai bahan
kimia baik itu cair, padat maupun uap. Selain itu bahan pakaian harus cukup fleksibel,
tahan lama dan dapat dipakai sampai dengan beberapa jam selama aktivitas pelayanan.
3) Yellow Isolation Gowns.
4) Masker
5) Pelindung wajah
6) Kaca mata pelindung
1.2.4 Sistem/Metode
18
A. Kebijakan, prosedur dan pedoman manajemen kedaruratan dan bencana
B. Sistem Komando Insiden/Incident Command System (ICS)
C. Sistem layanan medis gawat darurat
D. Sistem logistik dan persediaan
E. Sistem keamanan dan keselamatan
Berikut ini check list SOP dan pedoman yang harus ada dalam sebuah RS berdasarkan WHO.
.(35)
19
Sistem komando saat insiden atau Incident Command System (ICS) awalnya dikembangkan
oleh petugas pemadam kebakaran saat terjadi kebakaran besar di California Selatan pada tahun
1970.Untuk koordinasi yang memadai di area bencana, sangat dibutuhkan rantai komando yang jelas
untuk seluruh responder sebagaimana kondisi di militer.Siapa pun yang tiba pertama kali di lokasi
bencana akan menjadi Komandan Insiden de facto hingga orang yang lebih senior datang.
Komandan dibantu oleh 4 kepala seksi yaitu Operasional, Perencanaan, Logistik dan
Pembiayaan/Administrasi,
Komandan insiden adalah seseorang yang memutuskan tujuan dari penanganan bencana,
menentukan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, menetapkan prioritas dan bertanggung jawab
terhadap seluruh penanganan saat bencana.
Kepala seksi operasional memimpin operasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
oleh Komandan Insisden, menentukan taktik dan memantau penggunaan sumber-sumber daya.
Dua karakter kunci dari ICS adalah scalabledan fleksible. Sehingga pada insiden yang kecil
(bukan bencana), komandan akan memegang tugas seluruh tim. Namun pada insiden yang besar,
dibutuhkan orang-orang yang menempati posisi seksi-seksi tersebut.Konsep kunci lainnya adalah
“unity of command.”
RS memiliki struktur komando insiden sendiri yaitu the Hospital Incident Command System
(HICS).Struktur ini memperlihatkan ICS yang lebih besar terdiri dari beberapa sektor. Ada beberapa
orang yang melapor pada komandan insiden di atas level dari kepala-kepala seksi yaitu the Liaison
Officer; the Public InformationOfficer; the Safety Officer; dan theMedical Technical Specialist.
Mereka disebut Staf Komandan.Bila semua posisi staf komandan dan kepala seksi terisi, maka ada 8
orang yang melapor langsung pada komandan insiden.
20
d. Pengawasan medis komunikasi 2 arah secara on line dengan dokter spesialis yang
bertugas atau melalui off line protokol mengenai perawatan yang harus diikuti pada
penanganan gawat darurat. 3 komponen utama dalam sistem off line yaitu pengembangan
protokol, jaminan medis serta pendidikan yang sedang berlangsung.
e. Peralatan dan bahan-bahan meliputi semua bahan yang dibutuhkan untuk respon gawat
darurat
f. Legislasi dan advokasi peraturan tindakan pengobatan pra hospital. Juga menyediakan
check and balance untuk perawatn standar tinggi yang dibutuhkan.
g. Sistem perawatan trauma regional
h. Insiden korban masal
Ketersediaan utilitas seperti air, listrik dan gas medis sangat penting pada operasional harian
RS dan fasilitas kesehatan. Penyediaan air harus aman dan harus ada alternatif sumber air seperti
untuk pemadam kebakaran atau tank penyimpan. Konsumsi air harian di fasilitas kesehatan
diperkirakan 5 liter untuk pasien rawat jalan dan 60-100 liter untuk pasien rawat inap.Tambahan
lainnya yaitu untuk laundry, air toilet dan kebutuhan lainnya.
Hal penting lainnya adalah ketersediaan sumber tenaga alternatif untuk penerangan dan operasi
saat terjadi kerusakan listrik pada waktu emergensi.Idealnya, terdapat generator yang mampu
menyediakan minimal 50-60% dari kebutuhan listrik normal RS tersebut.
Penyediaan gas medis vital untuk survival sejumlah pasien dir RS tersebut tapi juga bisa
menjadi sumber bahaya bila tidak dikelola dengan baik.Tank atau pipa gas medis harus diperiksa
secara rutin untuk memastikan mereka masih dalam kondisi baik.Khusus untuk pipa gas, sebaiknya
ada katup pengaman untuk mencegah ledakan.
Detektor asap dan sistem alarm kebakaran juga penting untuk respon cepat pada kebakaran.
Selain itu harus ada koordinasi dengan Dinas Pemadam Kebakaran setempat untuk menyusun
pedoman terkait penempatan yang tepat untuk detektor api dan peralatan pemadam kebakaran.
Selama kedaruratan, keamanan harus diperketat di lokasi berisiko tinggi pada fasilitas seperti
pintu masuk dan keluar utama, tempat penyimpanan untuk mengontrol bahan-bahan kimia serta area
yang menyimpan peralatan medis mahal.
21
II. SAAT TANGGAP DARURAT
Beberapa jenis bencana mudah terdeteksi kehadirannya seperti angin kencang dan gempa
bumi. Namun ada beberapa jenis bencana yang tidak terdeteksi atau terlambat diketahui
kedatangannya seperti saat serangan teroris berupa surat yang berisi kuman anthrax baru disadari
beberapa hari kemudian. Poin utamanya adalah bahwa para responder harus waspada dengan situasi
dan mengenali tanda-tanda terjadinya bencana.Ketika paramedis ada dalam bioskop melihat ada asap
yang tiba-tiba muncul sehingga menyebabkan orang-orang tersedak, mengeluarkan air mata dan air
liur, mengeluarkan urin dan faeces tidak terkontrol, mereka harus mencurigai telah terjadi serangan
agen syaraf dan tidak memasuki area hingga tim HAZMAT menyatakan area tersebut telah aman.
Sejauh mana HEICS tersebut diaktifkan ditentukan oleh Komandan Insiden.Umumnya sejauh
mana aktivasi tersebut ditentukan oleh sifat dan ruang lingkup dampak dari bahayaserta permintaan
yang disampaikan pada operasional RS.(34)
Untuk melaksanakan HEICS diperlukan tempat yang dijadikan Pusat Komando RS.Untuk itu
perlu diidentifikasi minimal 2 lokasi.Satu tempat berada di dekat kantor eksekutif RS. Sedangkan 1
tempat lainnya terletak jauh dari RS dengan pertimbangan apabila diperlukan evakuasi RS secara
keseluruhan.(34)
Sarana yang harus dimiliki Pusat Komando tersebut antara lain telpon, faksimili, telpon
genggam dan batere tambahan, radio komunikasi, radio dan televisi, peta, generator, toilet dengan
tempat cuci tangan, makan dan minuman, papan tulis dan alat tulis dan lampu senter. (34)
Hal yang paling penting bagi para responder adalah keselamatan diri sendiri dan tim. Bila
responder cedera, maka situasi akan bertambah buruk. Saat terjadi bencana, sangat penting untuk
menetapkan perimeter keamanan untuk mengontrol keluar masuk ke lokasi bencana. Contohnya
adalah sewaktu terjadi serangan teroris, di mana ada kemungkinan material yang digunakan masih
berada di lokasi bencana.Begitu pula saat terjadi serangan kimia, orang yang terkontaminasi dapat
mengkontaminasi orang-orang lainnya.(36)
Keputusan untuk melakukan evakuasi merupakan pilihan yang sulit. Pasien sebaiknay
dievakuasi hanya dalam kondisi yang benar-benar terpaksa di mana pasien dan petugas kesehatan
dalam kondisi yang lebih berbahaya bila tetap berada di tempat semula dibandingkan bila dievakuasi
. Di Amerika penilaian risiko tersebut sebagaimana laporan General Accounting Office (GAO) pada
kongres pada tanggal 16-2-2006yang berjudulDisaster Preparedness: Preliminary Observations on
the Evacuation of Hospitals and Nursing Homes Due to Hurricanes. Ditetapkan: “Administrators
memperhitungkan beberapa isyu ketika memutuskan untuk melakukan evakuasi atau tetap berada di
tempat (shelter in place), yaitu tersedianya sumber-sumber daya yang adekuat untuk shelter in place,
22
risiko pada pasien ketika memutuskan untuk evakuasi, tersedianya saranan transportasi untuk
memindahkan pasien dan lokasi tempat pemindahan pasien tersebut dan kerusakan pada fasilitas atau
infrastruktur komunitas.” Banyak pasien memiliki mobilitas yang terbatas dan beberapa di
antaranya sedang mendapatkan sarana penunjang hidup seperti oksigen, ventilatro atau IV pumps.
Memindahkan pasien-paseien ini cukup sulit dan membutuhkan staf yang sangat terlatih.(37, 51, 52)
Elemen kunci dalam penilaian ancaman adalah isyu tentang personal protectiveequipment
(PPE).Dalam situasi potensi HAZMAT, diperlukan PPE yang memadai sebelum seseorang
memasuki “hot zone”.
Ada sejumlah ancaman potensial yang harus selalu diwaspadai terus menerus, termasuk
ancaman kimia (seperti gas syaraf dan klorin), ledakan kedua, perluasan dari api dan gas, banjir,
struktur yang tidak stabil (khususnya setelah ledakan atau gempa bumi) serta ancaman radiasi.
Penilaian yang adekuat diperlukan untuk menentukan sumber-sumber daya yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan operasional penanggulangan bencana.Sayangnya sistem komunikasi di lokasi
bencana seringkali tidak memadai sehingga sangat penting untuk melakukan perencanaan yang
memadai untuk setiap kontigensi yang memungkinkan.
Mass casualty incident(MCI) atau Insiden korban massal, adalah segala kejadian yang
menyebabkan jumlah korban dalam jumlah besar hingga membutuhkan pelayanan di luar kapasitas
normal pelayanan kesehatan yang tersedia. Umumnya setelah MCI, respon terlambat karena
komunikasi yang tidak adekuat. Selain itu, kemampuan petugas dalam menentukan prioritas pasien
yang harus ditangani terlebih dahulu serta transportasi yang tidak memadai juga merupakan
penyebab tidak optimalnya penanganan korban.(45)
Contoh nyata MCI adalah ketika tsunami menimpa Thailand pada akhir tahun 2004, pada 3
hari pertama sebanyak 11.000 korban cedera dirawat di 6 RS utama di Provinsi Phang Nga, Phuket
dan Krabi. Sebanyak 3.000 di antaranya harus dirawat, padahal kapasitas tempat tidur yang tersedia
adalah 1.400. Dalam 3 hari, sebanyak 1.500 operasi harus dilaksanakan, sementara ruang operasi
yang tersedia hanya sebanyak 33 ruangan. Pemerintah Thailand meminta bantuan dari tim kesehatan
negara-negara asal turis-turis di Thailand yang menjadi korban untuk memberi dukungan
penanganan, psikologi, penilaian untuk evakuasi serta evakuasi secepatnya ke negara asal.(53)
Triase merupakan salah satu strategi penanganan paling penting dalam kondisi MCI.Definisi
triase adalah memilah serta menentukan prioritas pelayanan kesehatan bagi korban berdasarkan
derajat cedera atau penyakit serta kemungkinan untuk bertahan.Konsep ini mengutamakan pasien-
pasien yang dianggap paling bisa diselamatkan dan memiliki kondisi medis yang sangat
23
mendesak.Triase merupakan salah satu kegiatan paling penting dalam mengelola MCI dengan tujuan
untuk memberikan yang terbaik bagi dengan jumlah sebanyak-banyaknya dalam kondisi sumber
daya yang terbatas.(34, 45)
Sebelum penanganan kesehatan lebih lanjut, dilakukan stabilisasi seluruh pasien tersebih
dahulu.Penanganan definitif dapat dimulai setelah tidak ada lagi korban-korban yang datang dan
seluruh korban cedera telah dalam kondisi stabil.(45)
Ada beberapa metode Triase. Pada kondisi korban multipel namun situasinya tidak katastropik
dan RS tidak kepenuhan, dapat digunakan metode START (Simple Triage &Rapid Treatment).
Dalam metode ini petugas memilah pasien dalam jangka waktu 60 detik atau bahkan kurang dengan
memberikan penilaian berdasarkan respirasi, perfusi dan status mental.Setelah triase pasien dapat
dilabel berdasarkan kategorinya yaitu HIJAU (aman), MERAH (membutuhkan pertolongan
secepatnya), KUNING (pertolongan masih dapat ditunda) dan HITAM (meninggal).(34)
Namun dalam kondisi MCI metode triase yang paling efektif adalah metode SAVE (Secondary
Assesment of Victim Endpoint).Penempatan korban ke dalam masing-masing kategori ditentukan oleh
hasil yang diharapkan di lapangan dari statistik luka yang ada.Misalnya ada 2 pasien yang
membutuhkan chest tube untuk pneumothorax.Berhubung hanya ada 1 chest tube, maka chest tube
diberikan pada pasien yang memiliki peluang untuk selamat lebih besar. Kategorisasi SAVE dapat
dibedakan dalam 3 kategori, yaitu :(34)
- Korban yang akan meninggal tanpa melihat jumlah perawatan yang diterimanya.
- Korban yang akan selamat tanpa melihat langkah perawatan apa yang diberikan.
- Korban yang akan sangat mendapatkan manfaat dari intervensi lapangan yang terbatas
Metode lainnya yang digunakan untuk kondisi MCI adalah MASS (Move, Asess, Sort and
Send). Move maksudnya adalah menginstruksikan pada korban-korban di lokasi yang mampu
mendengar instruksi agar pindah ke lokasi tertentu untuk mendapatkan pertolongan. Korban yang
masih berjalan ini dikategorikan sebagai prioritas terendah atau ditandai Hijau.Selanjutnya
diinstruksikan pada para korban yang masih dapat mendengar namun tidak dapat berjalan agar
mengangkat tangan atau kakinya.Korban ini ditandai sebagai korban yang dapat ditunda atau warna
kuning.Sisa di lapangan adalah korban-korban prioritas (tanda merah) atau meninggal (tanda hitam)
dan harus dinilai secara individual. Penilaian ini menggunakan pendekatan ABC dan bila ia
merupakan korban prioritas maka dilanjutkan dengan menggunakan metode ID-ME mnemonic
(Immediate-Delayed-Minimal-Expectant). (36)
Sistem kode warna yang digunakan untuk Triase tidak selalu sama pada setiap negara. Untuk
itu faktor yang paling penting adalah makna warna yang dipergunakan telah dipahami dan disepakati
oleh seluruh anggota tim penyelamat. Label ini dapat ditaruh di mana saja pada tubuh, namun lebih
tepat dipasang pada pergelangan tangankanan bagi korban yang bisa bejalan atau pergelangan kaki
kanan bagi korban yang tidak bisa berjalan. (34)
Petugas triase akan memeriksa dengan hati-hati pada tiap kelompok pasien dan mengambil
keputusan berdasarkan faktor-faktor lainnya (contoh : usia, status kesehatan secara keseluruhan atau
perubahan dalam kondisi fisik). Ada beberapa ketentuan dalam triase, yaitu : (45)
24
- Pada kasus yang dengan kategori perbatasan, pilih kategori yang lebih mendesak.
- Anak-anak lebih diprioritaskan dibandingkan orang dewasa pada kategori triase yang sama.
- Prioritaskan petugas kehatan dan keluarganya untuk meminimalisir kecemasan dan
memfasilitasi respon yang efisien.
- Korban yang histeris lebih diprioritaskan dibandingkan kondisi medisnya. Hal ini karena sangat
penting untuk menjaga situasi tenang di lokasi bencana..
Untuk dapat menguasi manajemen MCI dimulai dengan mempersiapkan sumber daya serta
prosedur standard di lapangan dan RS. RS dengan petugas yang terbatas akan kesulitan untuk
mengikuti pelatihan manajemen MCI reguler. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah berfokus pada
hal-hal sebagai berikut :(45)
- Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi rutin untuk kejadian yang mendadak, insiden
dalam skala kecil (contoh : kecelakaan mobil atau kecelakaan di rumah). Prosedur
penyelamatan yang sama dalam melakukan MCI dilakukan sebagai kegiatan emergensi rutin.
- Koordinasi dengan unit emergensi lainnya seperti kepolisian, pemadam kebakaran, ambulans,
RS lainnya, dll)
- Memastikan transisi yang cepat dari pelayanan emergensi rutin menuju manajemen MCI.
- Menetapkan prosedur standar untuk menangani segala insiden (skala kecil maupun besar),
pencarian dan pertolongan, pertolongan pertama,triase, sistem rujukan dan pelayanan di RS.
- Prosedur MCI sebaiknya diadaptasi ke situasi lokal terkait skill staf, transport dan komunikasi,
persediaan dan peralatan. Standarisasi aktivitas emergensi rutin akanmembuat tim menjadi lebih
efisien serta dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam menangani korban MCI.
- Membangun koordinasi yang baik antar unit emergensi (polisi, petugas pemadam kebakaran dan
petugas kesehatan) untuk merespon MCI. Kit standar untuk triase disiapkan dan melakukan
gladi secara reguler.
Latihan dan gladi untuk merespon MCI sangat penting untuk efektivitas penanganan dan
kesuksesan koordinasi dilapangan tanpa rasa panik.Hal ini juga sudah dirasakan oleh RS Krabi di
Thailand Selatan pasca terjadinya tsunami pada tahun 2004. Walaupun korban yang datang 10 kali
lipat dibandingkan perencanaan RS mereka, namun karena mereka telah terlatih dan memiliki
pengetahuan yang cukup hingga mereka dapat menetapkan strategi-strategi yang tepat untuk
menyelamatkan jiwa para korban. Kekuatan dalam merespon adalah RS tersebut adalah dengan tidak
menghitung berapa peralatan dan sumber daya yang mereka punya, namun bagaimana menyelesaikan
berbagai tantangan..(54)
Konsep familiar untuk RS saat MCI adalah memperluas kapasitas yatiu kemampuan untuk
memperluas diri secepatnya di bawah kondisi pelayanan normal untuk mencapai peningkatan
kebutuhan pelayanan kesehatan.Namun karena kemampuan untuk memperluas kapasitas fungsional
terbatas, sehingga sangat penting bagi RS untuk menjalin kerjasama dengan organisasi lainnya untuk
lokasi perawatan pasien saat MCI.
Berikut ini contoh dari jenis-jenis fasilitas yang dapat menjadi perluasan RS dalam kondisi MCI :
25
a. Shuttered hospital (RS tertutup). Direkomendasikan bila kondisi MCI tersebut
membutuhkan karantina untuk mencegah penyebarluasan penyakit atau agen infeksius.
b. Fasilitas yang memungkinkan. Fasilitas ini bukan bangunan medikal, namun karena
ukuran dan jaraknya maka dapat digunakan sebagai perluasan RS. Contoh : arena sport,
convention center, veterinary hospital atau hotel.
c. Mobile medical facilites. Contohny adalah 18-wheel truck yang dapat didesain secepatnya
sebagai ruang operasi dan ICU saat MCI.
d. Portable facilities. Unit-unit ini, atau nama lainnya “hospital in a box”, adalah peralatan
lengkap, bisa dibawa-dibawa sehingga dapat menangani korban secepatnya.
Manajemen korban yang meninggal dunia merupakan bagian dari kegiatan pemulihan.Dalam
manajemen ini perlu memperhatikan aturan hukum yang berlaku sehingga perlu berkoordinasi
dengan kepolisisan setempat. Kegiatan manajemen korban meninggal meliputi proses identifikasi
korban, keselamatan petugas yang menangani korban khususnya korban akibat pandemi atau bahan-
bahan CBRN serta penanganan masalah psikologis petugas yang menangani para korban meninggal
tersebut. (34)
Keputusan Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit bahwa salah satu fungsi Rumah Sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan
paripurna dan memberikan perlindungan bagi keamanan dan keselamatan, merupakan kebijakan
untuk melakukan sesuatu. Tujuan yang ingin dicapai jelas yaitu untuk mengubah sistem pelayanan
kesehatan menjadi lebih baik bagi kepentingan masyarakat.
Kebijakan merupakan suatu proses yang berbentuk siklus dan biasanya dimulai dengan
mengidentifikasi masalah-masalah. Selanjutnya menentukan kriteria untuk mengevaluasi
permasalahan yang ditemukan.Setelah berbagai masalah dievaluasi, kemudian ditentukan alternatif-
alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah.Alternatif kebijakan diseleksi untuk mendapatkan
kebijakan yang paling tepat dan selanjutnya diterapkan di lapangan. Implementasi kebijakan tersebut
kemudian dievaluasi untuk menilai apakah langkah yang diambil sudah tepat atau belum, dan proses
lahirnya kebijakan kembali dimulai dari awal. Salah satu model proses kebijakan dijelaskan oleh
Patton dan Savicky sebagai berikut: (56)
26
Define the
problem
Evaluate alternative
policies
Implementasi kebijakan, menurut Riant Nugroho, adalah cara agar sebuah kebijakan dapat
mencapai tujuannya. (56) Berdasarkan definisi ini, implementasi diartikan sebagai tindak lanjut dari
sebuah kebijakan. Oleh karena itu, lebih lanjut, Riant Nugroho (2009) menyatakan bahwa ada dua
langkah untuk mengimplementasikan kebijakan, yaitu implementasi dalam bentuk program dan
melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan kebijakan tersebut. (56)
DefinIsi lainnya yang berbeda diungkapkan oleh DeLeon (1999), implementasi adalah
perbedaan antara harapan dan hasil dari suatu kebijakan.(57) Sesuai definisi ini, implementasi lebih
diartikan pada kesenjangan yang timbul antara tujuan yang ingin dicapai dengan fakta yang ada.
Implementasi tidak hanya sekedar diartikan sebagai tindak lanjut dari suatu kebijakan tetapi lebih
jauh mengukur apakah tindak lanjut tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai atau tidak.
Kebijakan tentang fasyankes yang aman telah dirumuskan dan diputuskan oleh pemerintah
dalam berbagai bentuk peraturan perundangan, mulai dari undang-undang sampai pada pedoman
yang bersifat teknis. Kebijakan-kebijakan terkait fasyankes yang aman dikeluarkan oleh sektor terkait
sesuai fungsi dan tugasnya, seperti Kementerian Pekerjaan Umum menerbitkan aturan mengenai
standar bangunan untuk pelayanan atau fasilitas umum, standar bangunan di daerah rawan bencana,
dan lain-lain. Kementerian Kesehatan pun telah menyusun peraturan tentang fasyankes, standar
pelayanan minimal di fasyankes, standar keselamatan pasien, dan lain-lain yang terkait.
27
dan mengimplementasikan kebijakan, yaitu otonomi dan kapasitas.Otonomi dalam hal ini diartikan
sebagai kemampuan institusi pemerintah untuk menolak kelompok-kelompok yang berkepentingan
dan kemampuan pemerintah bertindak secara wajar sebagai penguasa jika terjadi perbedaan
kepentingan.Pemerintahan tidak dapat netral dalam soal-soal politik tetapi politik harus dijalankan
dengan tujuan memperbaiki kesejahteraan rakyat, tidak untuk merespon dan melindungi kelompok
tertentu yang memiliki kepentingan terselubung.Sedangkan kapasitas merujuk pada kemampuan
sistem pemerintahan untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan.Hal ini terlihat dari
keahlian, sumber daya dan kesatuan dari alat-alat pemerintahan.(57)
Kebijakan yang dihasilkan oleh Pemerintah sudah seharusnya melihat otonomi suatu daerah
sehingga kebijakan tersebut dapat diadopsi oleh pemerintah daerah dalam penyelenggaraan fasyankes
aman.Otonomi daerah memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan
wewenang yang dilimpahkan Pemerintah untuk mengatur urusan pemerintahan atau lebih dikenal
dengan desentralisasi. Terdapat berbagai argumentasi terkait desentralisasi dan pengambilan
kebijakan, yaitu:(58)
1. desentralisasi mengantar kebijakan lebih dekat kepada masyarakat yang dilayani sehingga akan
melibatkan partisipasi masyarakat,
2. desentralisasi mengantar kebijakan publik lebih dekat pada service provider di lapangan,
3. desentralisasi membawa potensi yang lebih besar untuk kolaborasi multisektor dan multiagensi
pada tingkat pemberi layanan yang lebih rendah daripada melalui kontrol pusat,
28
BAB III
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
Pasca Bencana
Pra Bencana
Secepatnya melakukan
Aktif melakukan pencegahan
upaya rehabilitasi dan
bencana, menyiapkan
rekonstruksi dan
sumber daya sesuai standard
mengintegrasikannya
serta siap siaga menghadapi
dengan kegiatan
bencana
pengurangan risiko bencana
Evaluasi
(Evaluation)
Outcome
29
Variabel independen pada penelitian ini adalah kebijakan dan program nasional pemerintah
Indonesia terkait penyelenggaraan fasyankes yang aman terhadap bencana serta kerangka
kerja internasional. Sedangkan Variabel dependen pada penelitian ini adalah point-point
kesenjangan yang didapatkan. Jelasnya dapat dilihat pada bagan 1 berikut ini.
Bagan 2
ANALISIS KESENJANGAN
UPAYA KESEHATAN
PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN
KESEHATAN
PEMBIAYAAN
KESEHATAN
SEDIAAN FARMASI,
ALAT KESEHATAN
DAN MAKANAN
MANAJEMEN,
INFORMASI DAN
REGULASI KESEHATAN
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Tidak ada
KAJI ULANG/
ADA/TIDAK
CARI
KESENJANG
REFERENSI
AN
LAINNYA
Ada
IDENTIFIKASI POIN-
POIN KESENJANGAN
30
3.3. Definisi operasional dari kerangka konsep
No Uraian Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
31
No Uraian Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
diselenggarakan dan
dikoordinasikan guna memberikan Perpres No.
data kesehatan yang berbasis bukti Teridentifikasinya poin-
72/2012
Penelitian dan untuk menjamin tercapainya poin yang terkait
tentang
5 pengembangan derajat kesehatan masyarakat yang Telaah dokumen penelitian dan
Sistem
kesehatan setinggi-tingginya. Memiliki 4 pengembangan
Kesehatan
subsistem yaitu : 1. biomedis dan kesehatan
Nasional
teknologi dasar kesehatan, 2.
teknologi terapan kesehatan dan
epidemiologi klinik, 3. teknologi
intervensi kesehatan masyarakat
dan humaniora, 4. kebijakan
kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat.
32
No Uraian Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Pengelolaan penyelenggaraan
berbagai upaya kesehatan, baik
perorangan, kelompok, maupun
Perpres No.
masyarakat secara terencana,
72/2012 Teridentifikasinya poin-
terpadu, dan berkesinambungan
Pemberdayaan tentang poin yang terkait
10 guna tercapainya derajat kesehatan Telaah dokumen
Masyarakat Sistem pemberdayaan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Kesehatan masyarakat
Terdiri dari 4 subsistem yaitu : 1.
Nasional
Penggerak pemberdayaan; 2.
Sasaran pemberdayaan; 3. Kegiatan
hidup sehat; 4. Sumber daya.
33
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian menggunakan metodesystematical review dari berbagai buku, jurnal serta
artikel internasional maupun nasional. Pencarian dokumen dibatasi tahun 2005-2015 dan
menggunakan bahasa Inggris atau Indonesia. Dokumen yang didapatkan selanjutnya
melalui 3 tahap proses skrining. Pertama, dokumen diskrining untuk mengeluarkan yang
duplikasi judul. Kedua, dokumen yang ada dipelajari untuk selanjutnya dokumen yang tidak
relevan dikeluarkan. Ketiga, abstrak dari dokumen yang tersisa dipelajari satu persatu untuk
selanjutnya mengeluarkan dokumen yang pada dasarnya tidak relevan, multiple publikasi
dan dokumen dengan data-data yang tidak bermanfaat. Hasil akhir dokumen-dokumen yang
didapatkan menjadi bahan untuk penelitian ini.
a. Upaya Kesehatan
d. SDM Kesehatan
4.2.Sumber Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu
melalui pendekatan pengamatan yang cermat dan mendalam atas sebuah fenomena
(kualitatif). Data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber yaitu :
34
asli yang dikeluarkan oleh institusi pemerintahan (baik pusat maupun daerah) baik
hardcopy dan atau unduhan dari internet.
35
BAB V
HASIL PENELITIAN
Selain itu juga mengkaji Peraturan / Keputusan Menteri/setingkat menteri yang terkait dengan
penyelenggaraan fasyankes yang aman terhadap bencana yang bukan merupakan turunan dari
peraturan perundangan di atas yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes),
Kemen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera) dan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).
36
HASIL SYSTEMATIC REVIEW 6 UNDANG-UNDANG BERDASARKAN KELENGKAPAN TURUNANNYA YANG RELEVAN DENGAN TUJUAN PENELITIAN :
Turunan : Peraturan/pedoman yang dibuat berdasarkan perintah peraturan perundangan di atasnya dan isi maupun levelnya sesuai dengan perintah tersebut.
Bukan turunan tapi terkait : Secara substansi sama dengan amanat UU/PP/Permen untuk turunan namun bukan turunan langsung karena keluar lebih dulu/ tidak dinyatakan
sebagai turunan/ bentuknya tidak sesuai amanat (misal amanatnya Permen tapi yang dikeluarkan bentukanya Pedoman/Juknis). Atau sebaliknya, tidak ada amanat UU/PP/Permen
tapi menyatakan diri sebagai turunan.
1 UU NO. 28/2002 TTG Terdapat 30 turunan untuk Semua amanat turunan telah terakomodasi dalam PP -
BANGUNAN GEDUNG PP. Turunan untuk PP semua No. 36/2005.
relevan dengan konten
penelitian
a PP No. 36/2005 ttg Terdapat 9 turunan untuk Semua amanat turunan telah terakomodasi dalam 5 Dalam Permen ini menyatakan sebagai turunan dari PP
Peraturan Pelaksana UU Permen dan semuanya Permen yaitu : 35/2005 namun di PP tsb tidak secara eksplisit
No. 28/2002 relevan dengan konten memerintahkan untuk menyusun ketentuan lebih lanjut
penelitia a. Permen PU no. 29/PRT/M/2006 ttg. Pedoman mengenai substansi sebagai berikut :
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
b. Permen PU No. 6/PRT/M/2007 ttg Pedoman a. Permen PU No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Fasilitas dan aksesibilitas pada Bangunan gedung dan
c. Permen PU No. 24/2008 tentang Pedoman lingkungan
Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan b. Permen PU No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis
d. Permen PU No 16-PRT-M-2010 ttg Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung Negara
Teknis Pemeriksaan Berkala Bangunan Gedung
e. Permen PU No 17-PRT-M-2010 ttg Pedoman
Teknis Pendataan Bangunan Gedung
37
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)
e Permen PU No 16-PRT-M-
2010 ttg Pedoman Teknis
Pemeriksaan Berkala
Bangunan Gedung
f Permen PU No 17-PRT-M-
2010 ttg Pedoman Teknis
Pendataan Bangunan
Gedung
2 UU NO. 7 TAHUN 2012 Terdapat 4 turunan untuk PP. Seluruh amanat UU yang relevan telah terkomodasi
TENTANG KONFLIK Sebanyak 3 di antaranya dalam PP No. 2 tahun 2015 tentang Peraturan
SOSIAL relevan dengan tujuan Pelaksanaan UU No. 7 tahun 2012 tentang
penelitian. Penanganan Konflik Sosial
38
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)
a PP No. 2 tahun 2015 Terdapat 3 turunan untuk Seluruh turunan belum dibuat yaitu :
tentang Peraturan Permen dan 1 untuk
Pelaksanaan UU No. 7 peraturan Panglima TNI. Yang a. Ketentuan lebih lanjut mengenai
tahun 2012 tentang relevan dengan tujuan tata cara permintaan dan
Penanganan Konflik Sosial penelitian adalah 3 turunan pemberian bantuan pemenuhan
untuk Permen kebutuhan dasar sebagaimana pasal
17 diatur oleh Menteri terkait (pasal
19)
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara permintaan dan
pemberian bantuan pemenuhan
kebutuhan dasar pengungsi
termasuk kebutuhan spesifik
perempuan, anak-anak, dan
kelompok orang yang berkebutuhan
khusus sbgmana pasal 22 diatur
oleh menteri terkait. (pasal 25)
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai
peran serta masyarakat dalam
status keadaan Konflik diatur oleh
menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang
dalam negeri berkoordinasi dengan
menteri/pimpinan lembaga terkait.
(pasal 73)
3 UU No. 36 tahun 2009 Terdapat 1 turunan untuk UU, Dari 7 turunan PP yang relevan dengan penelitian, a. Dari 5 turunan PP yang belum ada, Dari 5 Permen turunan yg sesuai tujuan penelitian , ada 2
tentang Kesehatan 1 turunan untuk Perpres, 28 baru 2 yang telah ditetapkan menjadi PP, yaitu : 1 masih draft (Tata Cara Alokasi Permen yang memuat substansi sesuai permintaan UU
turunan untuk PP dan 20 Pembiayaan Kesehatan) dan 4 36/2009, yaitu :
turunan untuk Permen. Yang - PP No. 66/2014 ttg Kesehatan Lingkungan belum dibuat yaitu :
39
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)
relevan7 PP dan 5 - PP No 46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi - Ketentuan Perizinan Fasyankes - Pelayanan kesehatan pada bencana → ada di
Permen Kesehatan ditetapkan Pemerintah dan Permenkes 64/2013 ttg PEnanggulangan Krisis Kesehatan
Pemda namun tidak dinyatakan kalau ini turunan dari UU
- Ketentuan penyelenggaraan 36/2009
fasyankes (jumlah & jenis - Upaya identifikasi mayat → Ada di Keputusan Bersama
fasyankes) Menkes RI dan Kapolri No. 1087/menkes/SKB/IX/2004
- Standar pelayanan minimal No.pol. Kep./40/IX/2004 tentang Pedoman
upaya kesehatan Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada Bencana
- Standar mutu yan farmasi Massal Namun keputusan bersama tsb keluar sebelum
UU No. 36 /2009
b. Dari 5 Permen turunan yg sesuai
tujuan penelitian , sebanyak 3
Permen belum ada sama sekali,
yaitu :
- Hak pengguna yankes, standar
pelayanan dan standar
prosedur operasional
- Pembinaan penyelenggaraan
kesehatan
- Pengawasan penyelenggaraan
kesehatan
a PP No. 66 tahun 2014 ttg Terdapat 8 turunan untuk 7 turunan Permen yang relevan Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian vektor dan
Kesehatan Lingkungan Permen dan dengan tujuan penelitian belum binatang pembawa penyakit telah ada Permenkesnya, yaitu
semuanyarelevandengan ada yang dibuat Permenkes No. 374 tahun 2010 yang keluar sebelum PP no.
tujuan penelitian 66/2014 ada
40
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)
4 UU No. 44 tahun 2009 Terdapat 1 turunan untuk a. 1 turunan untuk PP telah diakomodir dalam PP a. Peraturan Presiden tentang a. Terdapat 1 SK Menkes dan keluar sebelum
tentang Rumah Sakit Perpres, 5 turunan untuk PP, No. 49 tahun 2013 tentang Badan Pengawas Pedoman organisasi RS ditetapkannya UU No. 44/2009, yang substansinya sesuai
16 turunan untuk Permen, Rumah Sakit b. Sebagian kecil turunan untuk PP amanat turunan dari UU No. 44/2009 mengenai Permen,
dan 1 b. Dari 12 turunan tentang Permen, sebagian besar belum dibuat, yaitu : yaitu SK Menkes No 58 thn 2009 tentang Pedoman
turunanuntukKepmen.Yang telah diakomodir dalam 10 Permenkes, yaitu : - Ketentuanlebihlanjutmengenai Penyelenggaraan RS Bergerak
relevan dengan tujuan - Permenkes No. 2306 thn 2011 tentang pembinaandanpengawasanPe b. Terdapat 1 SK Menkes dan keluar sebelum
penelitian yaitu 1 Perpres, 1 Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi merintahdanpemerintahdaerah ditetapkannya UU No. 44/2009, yang substansinya sesuai
PP, 12 Permendan 1 Kepmen Elektrikal Rumah Sakit - Ketentuanlebihlanjutmengenai amant turunan dari UU No. 44/2009 mengenai Kepmen,
- PermenkesNo. 58 thn 2014 tentang Standar prasarana RS meliputi instalasi yaitu Kepmenkes No. 496 tahun 2005 tentang Pedoman
Pelayanan Kefarmasian di RS uap, audit medisRS.
- Permenkes No. 340 thn 2010 tentang : c. Turunan tentang ketentuan lebih lanjut mengenai
Klasifikasi RS pengelolaan limbah dan air Permenkes NO. 1204
- PermenkesNo. 147 thn 2010 tentang Perizinan tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
RS RS lahir sebelum UU No. 44/2009
- PermenkesNo. 69thn 2014 tentang Kewajiban d. Turunan untuk ketentuan lebih lanjut mengenai
RS dan kewajiban pasien ambulans terdapat pada Kepmenkes No. 882 tahun 2009
- Permenkes No. 12 tahun 2012 tentang tentang Penanganan Evakuasi Medik
Akreditasi RS
- PermenkesNo. 1thn 2012 tentang Sistem
Rujukan Yankes Perorangan
- PermenkesNo. 1691 tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien RS
- PermenkesNo. 10thn 2014 tentang Dewan
Pengawas RS
- PermenkesNo. 82thn 2013 tentang Sistem
41
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)
Informasi Manajemen RS
c. 1 turunan untuk Permen diturunkan dalam
bentuk Pedoman yaitu :
Ketentuanlebihlanjutmengenaipersyaratanteknis
bangunanrumahsakit.
PedomanbukanPermenkes, yaitu : Pedoman-
pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana RS
tahun 2013
- Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan RS
- Pedoman Penyusunan Rencana Induk RS
- Pedoman Teknis Bangunan RS Ruang Operasi
- Pedoman teknis bangunan RS ruang
perawatan intesif
- Pedoman teknis bangunan RS ruang gadar
- Pedoman teknis bangunan RS ruang rawat
inap
- Pedoman teknis bgnan RS ruang rehab medik
- Pedoman Prasarana RS sistem instalasi gas
medik dan vakum medik
- Pedoman teknis prasarana RS sistem instalasi
tata udara
- Pedoman teknis prasarana RS Sarana
Keselamatan Jiwa
- Pedoman teknis bangunan RS yang aman
dalam situasi darurat dan bencana
- Pedoman teknis bangunan RS ruang sterilisasi
sentral
- Pedoman sistem proteksi kebakaran aktif.
42
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)
a PP No 49 tahun 2013 Terdapat 2 turunan untuk Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
tentang Badan Pengawas Permenkes dan 1 turunan kerja BPRS Provinsi
Rumah Sakit untuk Perka BPRS. Yang
relevan dengan tujuan
penelitian adalah 1 turunan
untuk Perka BPRS.
43
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)
Akreditasi RS
- PermenkesNo. 1thn
2012 tentang Sistem
Rujukan Yankes
Perorangan
- PermenkesNo. 1691
tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien RS
- PermenkesNo. 10thn
2014 tentang Dewan
Pengawas RS
5 UU No. 4 tahun 1984 Terdapat 5 turunan untuk PP a. 3 turunan yang relevan untuk PP telah
tentang Penanggulangan dan 1 turunan untuk Permen. terakomodiasi dalam PP No. 40/1991 tentang
Wabah Penyakit Menular Yang relevan dengan tujuan Penanggulangan Wabah Penyakit Menular.
penelitian adalah adalah 3 b. 1 turunan untuk Permen telah terakomodir dalam
turunan untuk PP dan 1 Permenkes No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang
turunan untuk Permen. Jenis Penyakit Menular tertentu yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangannya.
a PP No. 40 tahun 1991 Terdapat 6 turunan untuk Substansi 5 turunan untuk Permen, telah ada di Permenkes
tentang Penanggulangan Permen, dan yang relevan No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit
Wabah Penyakit Menular. adalah 5 Permen Menular tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan
Upaya Penanggulangannya. Ke-5 substansi tersebut yaitu
mengenai :
44
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)
6 UU No. 24 tentang Terdapat 2 turunan untuk Seluruh turunan untuk PP yang relevan dengan tujuan
Penanggulangan Bencana Perpresdan 6 turunan untuk penelitian, telah diakomodir dalam 2 PP, yaitu :
PP. Yang relevan dengan
tujuan penelitian adalah - PP No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
4turunan untuk PP Penanggulangan Bencana.
- PP No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan
Penanggulangan Bencana.
a PP No. 21 tahun 2008 Terdapat 6 turunan untuk Seluruh turunan untuk Perka BNPB telah diakomodir
tentang Penyelenggaraan Perka BNPB dan seluruhnya dalam 8 Perka, yaitu :
Penanggulangan Bencana. relevan dengan tujuan
- Perka No. 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum
45
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)
b PP No. 22 tahun 2008 Terdapat 2 turunan untuk Seluruh turunan yang relevan telah diakomodir dalam
tentang Pendanaan Permen (Permenkeu dan 2 Perka BNPB yaitu :
Penanggulangan Bencana Permendagri) serta 3 turunan - Perka No. 6A tahun 2011 tentang Pedoman
untuk Perka BNPB. Yang Penggunaan Dana Siap Pakai pada Status Keadaan
relevan dengan tujuan Darurat Bencana
penelitian yaitu 2 turunan - Perka No. 7 tahun 2008 tentang Pedoman Tata
untuk perka BNPB Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan
Dasar
7 UU No. 36 tahun 2014 Terdapat 1 turunan untuk Turunan untuk PP : a. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan tenaga
Perpres, 10 turunan untuk PP, - Ketentuan lebih lanjut mengenai kesehatan akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
46
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)
tentang Tenaga Kesehatan 17 turunan untuk Permen perencanaan tenaga kesehatan Belum ada PP yang dimaksud namun substansi tersebut
dan 1 turunan untuk - Ketentuan lebih lanjut mengenai ada pada Permenkes 1199/2004 tentang Pedoman
peraturan konsil masing- penempatan tenaga kesehatan Pengadaan Tenaga Kesehatan dengan Perjanjian Kerja
masing tenaga kesehatan. - Ketentuan lebih lanjut mengenai Sarana Kesehatan Pemerintah
Yang relevan adalah 6 turunan penugasan sebagai nakes dalam b. Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dengan
untuk PP dan 3 turunan untuk keadaan tertentu penugasan khusus diatur dalam peraturan Menteri.
Permen. - Ketentuan lebih lanjut mengenai Terdapat Permenkes No. 9/2013 tentang Penugasan
pendayagunaan tenaga Khusus Nakes yang ditetapkan sebelum keluarnya UU
kesehatan No. 36/2014
- Ketentuan lebih lanjut mengenai
pembinaan dan pengawasan
47
PERMEN/PERKA LAIN YANG BUKAN TURUNAN TAPI TERKAIT DENGAN TUJUAN
PENELITIAN
1. Terkait UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana
a. Kepmenkes No. 1361/Menkes/SK/XII/2001 tentang Pedoman Sistem Peringatan Dini
pada Daerah Potensi Bencana
b. Permenkes No. 77 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Penanggulangan Krisis
Kesehatan
c. Kepmenkes No. 783/Menkes/SK/X/2006 tentang Regionalisasi Pusat Bantuan
Penanganan Krisis Kesehatan Akibat Bencana dan Kepmenkes No.
1228/Menkes/SK/XI/2007tentang Perubahan Atas Keputusan Menkes RI No.
783/Menkes/SK/XI/2006.
d. Kepmenkes No. 679/Menkes/SK/VI/2007 tentang Organisasi Pusat Penanggulangan
Krisis Kesehatan Regional dan Kepmenkes No. 1227/Menkes/SK/XI/2007 tentang
Perubahan Atas Keputusan Menkes RI No. 679/Menkes/SK/VI/2007.
e. Permenkes No. 36 tahun 2014 tentang Penilaiaan Kerusakan, Kerugian dan
Kebutuhan Sumber Daya Kesehatan Pasca Bencana
f. Kepmenkes No. 1786/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman Penanganan Masalah
Kesehatan pada Bencana Gempa Bumi
g. Kepmenkes No. 1132/Menkes/SK/XI/2009 tentang Penetapan Peningkatan
Kemampuan 100 Rumah Sakit dalam Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan.
h. Kepmenkes No. 1357/Menkes/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal
Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi
i. Kepmenkes No. 1278/Menkes/SK/2001 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Kontinjensi Sektor Kesehatan di Provinsi dan Kabupaten/Kota
j. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.05/2013 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan Bencana.
48
n. Pedoman-pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana RS (Kemenkes, 2013)
49
DEFINISI-DEFINISI :
o Fasyankes yang aman terhadap bencana adalah fasyankes yang siap untuk menyelamatkan
nyawa serta melanjutkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar untuk masyarakat
pada saat bencana
o Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
o Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
o Konflik Sosial, /Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan
antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan
berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga
mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.
o Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan
terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi
Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan
pascakonflik.
o Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini.
o Penghentian Konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan,
menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi Konflik, serta mencegah
bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda.
o Pemulihan Pascakonflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan
memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui
kegiatan rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
o Ruang lingkup Penanganan Konflik meliputi: Pencegahan Konflik; Penghentian Konflik; dan
Pemulihan Pascakonflik
o Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang ditujukan untuk
membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan penanganan permasalahan kesehatan
manusia.
o Sistem kesehatan adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua
komponen di suatu wilayah secara terpadu dan saling mendukung guna mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
o Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah
atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana.
o Kapasitas adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan
pengurangan Tingkat Ancaman dan Tingkat Kerugian akibat bencana.
o Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk memperlihatkan potensi
dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana yang melanda. Potensi
dampak negatif yang timbul dihitung berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas
kawasan tersebut. Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang
terpapar, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan.
50
KAJIAN SUBSTANSI KEBIJAKAN
1. UPAYA KESEHATAN
Merupakan pengelolaan upaya kesehatan yang terpadu, berkesinambungan, paripurna,
dan berkualitas,meliputi upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan,
yang diselenggarakan guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi tingginya.
Prinsip-prinsipnya meliputi :
a. terpadu, berkesinambungan, dan paripurnaUpaya kesehatan bagi masyarakat
diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan, dan paripurna meliputi upaya
peningkatan, pencegahan, pengobatan hingga pemulihan, serta rujukan antar
tingkatan upaya.
b. bermutu, aman, dan sesuai kebutuhanPelayanan kesehatan bagi masyarakat
harus berkualitas, terjamin keamanannya bagi penerima dan pemberi upaya, dapat
diterima masyarakat, efektif dan sesuai, serta mampu menghadapi tantangan global
dan regional. KN 9 Januari 2012 – Verbal Final
c. adil dan merataPemerintah wajib menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang berkeadilan dan merata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang
kesehatan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan di luar
negeri dalam kondisi tertentu.
d. Nondiskriminasi Setiap penduduk harus mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai kebutuhan medis, bukan status sosial ekonomi dan tidak membedabedakan
suku/ras, budaya dan agama, dengan tetap memperhatikan kesetaraan dan
pengarusutamaan gender serta perlindungan anak.
e. Terjangkau Ketersediaan dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang bermutu
harus terjangkau oleh seluruh masyarakat.
f. Teknologi tepat gunaUpaya kesehatan menggunakan teknologi tepat guna yang
berbasis bukti. Teknologi tepat guna berasas pada kesesuaian kebutuhan dan tidak
bertentangan dengan etika dan norma agama
51
g. Bekerja dalam tim secara cepat dan tepatUpaya kesehatan dilakukan secara
kerjasama tim, melibatkan semua pihak yang kompeten, dilakukan secara cepat
dengan ketepatan/ presisi yang tinggi.
Penyelenggaraan PB bidang kesehatan pada tahap pra krisis bertujuan untuk peningkatan
kapasitas sumber daya kesehatan. Kegiatan meliputi kegiatan perencanaan
penanggulangan bencana bidang kesehatan, pengurangan risiko bencana bidang
kesehatan, pendidikan dan pelatihan, penetapan persyaratan standar teknis dan analisis
penanggulangan bencana bidang kesehatan, kesiapsiagaan dan mitigasi kesehatan.
Termasuk kegiatan kesiapsiagaan adalah meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan dengan
melengkapi sarana/fasilitas yang dibutuhkan serta memfasilitasi penyusunan rencana
kesiapsiagaan RS untuk penanggulangan bencana bidang kesehatan.
Dalam hal pencegahan konflik, Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya melaksanakan pencegahan Konflik melalui penyelenggaraan serangkaian
kegiatan antara lain peningkatan forum kerukunan masyarakat;peningkatan kesadaran
hukum;sosialisasi peraturan perundang-undangan; pendidikan dan pelatihan
perdamaian;penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau daerah
Konflik;penguatan kelembagaan dalam rangka sistem peringatan dini;pembinaan
kewilayahan;penguatan/pengembangan kapasitas (capacity building);desa berketahanan
sosial;penguatan akses kearifan lokal;penguatan keserasian sosial; danbentuk kegiatan lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
52
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
WHO telah mengembangkan konsep Health as a Bridge for Peace atau kesehatan sebagai
jembatan perdamaian. Upaya pelayanan kesehatan bersifat netral, tidak berpihak dan
harus diberikan pada siapa pun tanpa membedakan SARA. Pada tahap pencegahan konflik,
peran sektor kesehatan yaitu :
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk : menyediakan Rumah Sakit
berdasarkan kebutuhan masyarakat; Pemerintah dan asosiasi Rumah Sakit membentuk
jejaring dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan. Setiap Rumah Sakit harus
memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel. Selai itu setiap Rumah Sakit harus
menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis yang baik. Dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala
menimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi Rumah Sakit dilakukan oleh suatu lembaga
independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang
berlaku.
Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja dan menjamin lingkungan
kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja. Program
Keselamatan dan kesehatan kerja RS bertujuan untuk melindunngi keselamatan dan
kesehatan serta meningkatkan produktivitas SDM RS, melindungi pasien,
pengunjung/pengantar pasien dan masyarakat serta lingkungan sektiar RS. Program
tersebut meliputi : 1) Pengembangan kebijakan K3RS; 2) pembudayaan perilaku K3RS, 3)
pengembangan SDM K3RS, 4) Pengembangan pedoman petunjuk teknis dan SOP K3RS, 5)
pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja, 6) pelayanan kesehatan
kerja, 7) pelayanan keselamatan kerja, 8) pengembangan program pemeliharaan
pengelolaan limbah padat, cair dan gas, 9) pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan
barang berbahaya, 10) pengembangan manajemen tanggap darurat, 11) pengumpulan,
pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3; 12) Review program tahunan.
Untuk mewujudkan RS yang aman terhadap bencana memerlukan visi dan komitmen untuk
memastikan bahwa RS berfungsi penuh, terutama selama keadaan darurat dan bencana.
Untuk itu perlu melibatkan berbagai sektor, seperti perencanaan pengoperasian RS,
keuangan, pelayanan publik, arsitektur dan rekayasa dalam menentukan kelemahan
bangunan rumah sakit dan menangani perbaikannya.
Upaya pengurangan risiko di RS diawali dengan identifikasi struktur, non struktur dan
fungsional. Dokumen ini tersedia dalam bentuk daftar petunjuk yang perlu
dipertimbangkan dalam menilai kelemahan RS dan fasiltias kesehatan. Setelah identifikasi
kelemahan-kelemahan, langkah selanjutnya adalah merencanakan aksi yang dapat
53
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
dilakukan untuk mengurangi kelemahan. Untuk fungsional yang harus dinilai adalah : 1)
lokasi dan aksesibilitas; 2) sirkulasi internal dan interoperabilitas; 3) peralatan & persediaan
untuk situasi darurat; 4) Pedoman dan SOP darurat; 5) sistem logistik dan utilitas; 6) Sistem
keselamatan dan keamanan; 7) sistem transportasi, komunikasi & informasi ; 8) SDM dan 9)
Perencanaan untuk situasi darurat dan bencana; 10) Pemantauan dan evaluasi
II. PENGOBATAN
Pada Saat Tanggap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan
operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah
disusun sebelumnya. Rencana penanggulangan kedaruratan bencana merupakan acuan
bagi pelaksanaan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat.
Pada kondisi konflik dilakukan tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban
untuk meminimalisir jumlah korban, memberikan rasa aman, menghilangkan trauma serta
memberikan layanan yang dibutuhkan bagi korban;
Setiap orang berhak: mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman. Upaya
perlindungan terhadap kelompok rentan dilaksanakan oleh instansi/ lembaga terkait yang
dikoordinasikan oleh Kepala BNPB dan/atau kepala BPBD dengan pola pendampingan/
fasilitasi. Pelindungan terhadap kelompok rentan dilakukan dengan memberikan prioritas
kepada korban bencana yang menderita luka parah serta kelompok rentan berupa
penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. Kelompok
rentan terdiri atas: a. bayi, balita, dan anak-anak; b. ibu yang sedang mengandung atau
menyusui; c. penyandang cacat; dan d. orang lanjut usia.
Dalam hal status keadaan darurat bencana ditetapkan, Badan Nasional Penanggulangan
Bencana dan badan penanggulangan bencana daerah mempunyai kemudahan akses yang
meliputi: a. pengerahan sumber daya manusia; b. pengerahan peralatan; c. pengerahan
logistik; d. imigrasi, cukai, dan karantina; e. perizinan; f. pengadaan barang/jasa; g.
pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang; h. penyelamatan; dan i.
komando untuk memerintahkan sektor/lembaga
54
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
Pemenuhan kebutuhan dasar meliputi bantuan penyediaan kebutuhan air bersih dan
sanitasi, pelayanan kesehatan dan pelayanan psikososial. Jangka waktu pemberian
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar disesuaikan dengan masa tanggap darurat bencana
yang ditentukan berdasarkan eskalasi bencana. Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
korban bencana diberikan dengan memperhatikan standar minimal kebutuhan dasar
dengan memperhatikan prioritas kepada kelompok rentan.
Korban bencana, baik secara individu maupun berkelompok, terutama untuk kelompok
rentan, dapat memperoleh bantuan pelayanan kesehatan. Bantuan pelayanan kesehatan
diberikan dalam bentuk : 1) Pelayanan kesehatan umum (Pelayanan kesehatan dasar dan
Pelayanan kesehatan klinis); 2) Pengendalian penyakit menular (Pencegahan Umum,
Pencegahan Campak, Diagnosis dan Pengelolaan Kasus, Kesiapsiagaan Kejadian Luar Biasa,
Deteksi KLB, Penyelidikan & Tanggap serta HIV/AIDS); 3) Pengendalian penyakit tidak
menular (Cedera, Kesehatan Reproduksi, Aspek Kejiwaan dan Sosial Kesehatan, Penyakit
Kronis). Pelayanan kesehatan ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena
dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi kesehatan masyarakat.
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta,
wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu. Dilarang menolak dan/atau meminta uang muka terlebih
dahulu. Upaya kesehatan didasarkan pada standar pelayanan minimal kesehatan. . Nakes
tersebut berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan standar pelayanan profesi
(ditetapkan oleh organisasi profesi dan disahkan oleh menteri) serta standar prosedur
operasional. (ditetapkan oleh Fasyankes). Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan
nondiskriminatif. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kegawatdaruratan yang
bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut dan
kepentingan terbaik bagi pasien. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana. Setiap penerima
pelayanan kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan/kelalaian nakes dapat meminta ganti
rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelesaian perselisihan
harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selama keadaan darurat dan bencana, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya harus
tetap aman, mudah didatangi dan berfungsi pada kapasitas maksimum dalam usaha
membantu keselamatan jiwa. Rumah sakit harus terus menyediakan layanan penting
seperti layanan medik, perawatan, laboratorium dan layanan kesehatan lainnya serta
merespon persyaratanpersyaratan yang berhubungan dengan keadaan darurat. Bangunan
rumah sakit yang aman harus tetap terorganisir dengan rencana kontigensi di tempat dan
tenaga kesehatan terlatih untuk menjaga jaringan operasional. Membangun rumah sakit
yang aman melibatkan banyak faktor pengetahuan yang berkontribusi terhadap kelemahan
bangunan selama keadaan darurat atau bencana, seperti lokasi gedung, spesifikasi desain
dan bahan yang digunakan serta memberikan kontribusi pada kemampuan bangunan
rumah sakit dalam menahan untuk tidak runtuh apabila terjadi peristiwa alam yang
merugikan.
55
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien
tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis,
pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien; h. menyelenggarakan rekam medis; i.
menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir,
ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia; j.
melaksanakan sistem rujukan; k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan; l. memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien; m. menghormati dan
melindungi hak-hak pasien; n. melaksanakan etika Rumah Sakit; o. memiliki sistem
pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun
nasional;
q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi
dan tenaga kesehatan lainnya;
r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);
s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam
melaksanakan tugas; dan
t. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
Setiap Rumah Sakit mempunyai hak melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
mengembangkan pelayanan; menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan; mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan;
Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Standar keselamatan pasien
dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan
masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan. Rumah Sakit
melaporkan kegiatan kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan
oleh Menteri. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonim dan ditujukan
untuk mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien. Setiap Rumah
Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan
Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Pencatatan dan
pelaporan terhadap penyakit wabah atau penyakit tertentu lainnya yang dapat
menimbulkan wabah, dan pasien penderita ketergantungan narkotika dan/atau
psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
56
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
Seluruh korban meninggal dievakuasi ke satu tempat khusus yaitu RSUD/RS Polri/RS TNI
setempat. Jenazah dilakukan registrasi dan pencatatan kemudian identifikasi medik dan bila
ada permintaan dari kepolisian setempat serta persetujuan keluarga maka bisa dilakukan
otopsi. Barang bukti dimasukkan dalam kantong plastik tersediri dan diberi nama & nomor.
Jenazah dan barang bukti setelah selesai pemeriksaan dokter diserahkan kepada petugas
kepolisian.
Untuk menjalankan “Health as a bridge for peace” pada tahap Penghentian konflik maka
peran SDM kesehatan yaitu bersifat netral, tidak berpihak dan harus melayani siapa pun
tanpa membedakan SARA, berusaha membangun kepercayaan, mempromosikan
pelayanan kesehatan dan kemanusiaan, kerja sama teknologi kesehatan, air dan dan
sanitasi, koordinasi kegiatan kesehatan dan kemanusiaan di antara yang bertikai,
memantau dampak kesehatan serta kerja sama pengiriman tenaga medis dan vaksin.
III. PEMULIHAN
Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang
meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Upaya
pemulihan kondisi kesehatan masyarakat, dilaksanakan melalui pusat/pos layanan
kesehatan yang ditetapkan oleh instansi terkait dalam koordinasi BPBD. Pemulihan fungsi
pelayanan publik ditujukan untuk memulihkan kembali fungsi pelayanan kepada
masyarakat pada kondisi seperti sebelum terjadi bencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan: perbaikan prasarana dan sarana umum, pemulihan
sosial psikologis, pelayanan kesehatan atau j. pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonstruksi dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi:
pembangunan kembali prasarana dan sarana, penerapan rancang bangun yang tepat dan
penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, peningkatan fungsi pelayanan
publik dan peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
Lembaga Internasional, lembaga asing non pemerintah dan atau lembaga non pemerintah
57
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
yang terlibat dalam rehabilitasi dan rekonstruksi wajib berkoordinasi dengan BNPB dan
BPBD bersama Kementrian Lembaga dan SKPD. Semua hasil kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi menjadi asset Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat dan
dilakukan penatausahakan sesuai peraturan yang berlaku. Pelaksanaan pemantauan dan
evaluasi melibatkan kementrian/lembaga, SKPD teknis dan atau masyarakat.
Untuk melaksanakan “Health as a bridge for peace”, tugas petugas kesehatan padatahap
pemulihan yaitu antara lain memfasilitasi untuk dialog di antara yang bertikai, proyek
kerjasama kesehatan, rehabilitasi yankes dan pelatihan nakes, mengembangkan program
untuk menyatukan nakes militer, memasukkan kelompok rentan dalam pengambilan
keputusan, memantapkan pelaksanaan kerjasama kelompok kesehatan untuk menyatukan
kembali antara kesehatan dan pelayanan sosial, merancang peraturan umum untuk
menyatukan kelompok yang lain serta merancang kerjasama program latihan dalam
diagnosis dan pengobatan penyakit-penyakit umum
2 Fasyankes Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melakukan upaya
pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program
pembangunan. Kegiatan pengurangan risiko bencana meliputi pengenalan dan
pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipatif penanggulangan bencana,
pengembangan budaya sadar bencana, peningkatan komitmen terhadap pelaku
penanggulangan bencana serta penerapan upaya fisik, non fisik dan pengaturan
penanggulangan bencana.
Penyelenggaraan PB pada tahap pra bencana meliputi dalam situasi tidak terjadi bencana
dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi antara lain perencanaan
penanggulangan bencana; serta pengurangan risiko bencana;.
Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang menimbulkan bencana
dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai bagian dari usaha penanggulangan
bencana sesuai dengan kewenangannya.
Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan. Lokasi pendirian Puskemsa harus
memenuhi persayratan geografis, aksesibilitas untuk jalur transportasi, kontur tanah,
fasilitas parkir, fasiltias keamanan, ketersediaan utilitas publik, pengelolaan kesehatan
58
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
Rehab rekon bertujuan untuk memperbaiki, memulihkan dan atau membangun kembali
prasarana dan fasilitas pelayanan kesehatan.
Perencanaan penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemda sesuai dengan
kewenangannya, meliputi: pengenalan dan pengkajian ancaman bencana, pemahaman tentang
kerentanan masyarakat, analisis kemungkinan dampak bencana, pilihan tindakan pengurangan risiko
bencana, penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana, alokasi tugas,
kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. Perencanaan penanggulangan bencana disusun
berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan upaya penanggulangan bencana yang dijabarkan dalam
program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya. Kerentanan meliputi
kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik dan kerentanan ekologi.
Penyelenggaraan PB bidang kesehatan pada tahap pra krisis bertujuan untuk peningkatan
kapasitas sumber daya kesehatan. Kegiatan meliputi kegiatan perencanaan
penanggulangan bencana bidang kesehatan, pengurangan risiko bencana bidang
kesehatan, pendidikan dan pelatihan, penetapan persyaratan standar teknis dan analisis
penanggulangan bencana bidang kesehatan, kesiapsiagaan dan mitigasi kesehatan.
Termasuk kegiatan kesiapsiagaan adalah meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan dengan
melengkapi sarana/fasilitas yang dibutuhkan serta memfasilitasi penyusunan rencana
kesiapsiagaan RS untuk penanggulangan bencana bidang kesehatan.
A. Penyelenggaraan bangunan gedung harus memegang asas keselamatan. Untuk itu bangunan
tersebut harus andal dan ramah lingkungan
B. Kebijakan pembangunan gedung terintegrasi dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Perda
sehingga fungsi bangunan gedung harus menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kab/Kota, DTRKP (Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan), dan/atau RTBL
(Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan).
C. Pemerintah Pusat menetapkan NSPK. Sedangkan proses penyusunan RTBL, RTRW, perizinan,
pendataan, ketentuan lebih lanjut dari NSPK, dilakukan oleh Pemda kecuali bangunan fungsi
khusus.
D. Pembiayaan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemda dan pemilik gedung
E. Pembinaan dan pengawasan dilakukan bersama-sama antara pemerintah pusat dan Pemda
dengan melibatkan masyarakat.
59
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
i. TAHAPAN PEMBANGUNAN
Kegiatannya meliputi perencanaan dan pelaksanaan & pengawasannya.
60
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
61
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
62
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki. Penetapan bangunan
gedung dan lingkungannyayang dilindungi dan dilestarikan dilakukan oleh Presiden, Gubernur,
Bupati/walikota.
iv. TAHAPAN PEMBONGKARAN
meliputi kegiatan penetapan pembongkaran dan pelaksanaan pembongkaran dengan
mengikuti kaidah-kaidah pembongkaran secara umum serta memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Surat penetapan/persetujuan pembongkaran oleh
bupati/walikota kecuali DKI Jakarta oleh gubernur) dan bangunan fungsi khusus oleh
Menteri
Bangunan gedung dapat dibongkar apabila: a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
b. dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung dan/atau
lingkungannya; c. tidak memiliki izin mendirikan bangunan (ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah berdasarkan hasil pengkajian teknis dan/atau usulan dari pemilik gedung
dan/atau laporan dari masyarakat)
Pembongkaran bangunan gedung yang pelaksanaannya dapat menimbulkan dampak luas
terhadap keselamatan umum dan lingkungan harus dilaksanakan berdasarkan rencana
teknis pembongkaran yang disusun oleh penyedia jasa perencanaan teknis yang memiliki
sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Rencana teknis pembongkaran
harus disetujui oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh
Pemerintah, setelah mendapat pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung. Pemilik
dan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan sosialisasi dan pemberitahuan
tertulis kepada masyarakat di sekitar bangunan gedung, sebelum pelaksanaan
pembongkaran..
Pengawasan pelaksanaan pembongkaran bangunan gedung dilakukan oleh penyedia jasa
pengawasan yang memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hasilnya diilaporkan secara berkala kepada pemerintah daerah.
Isi surat penetapan pembongkaran memuat batas waktu pembongkaran, prosedur
pembongkaran, dan ancaman sanksi terhadap setiap pelanggaran. Dalam hal pemilik
dan/atau pengguna bangunan gedung tidak melaksanakan pembongkaran dalam batas
waktu, pembongkaran dilakukan oleh pemerintah daerah yang dapat menunjuk
penyedia jasa pembongkaran bangunan gedung atas biaya pemilik
Setiap kegaitan RR sarana dan prasarana kesehatan yang sedang atau telah dilakukan dalam rangka
penanggulangan bencana bidang kesehatan harus segera dilaporkan oleh unit/insntansi/lembaga
yang melakukannya kepada Menkes paling lambat pada akhir tahun untuk setiap tahun berjalan.
Setiap melakukan pelaporan harus ditembuskan kepada PPKK.
Dalam keadaan darurat, untuk pemenuhan semua kebutuhan pada penyelenggaraan PB bidang
kesehatan dapat dilakukan pengadaan alat kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
a. SDM KESEHATAN
Pada masa tanggap darurat, bantuan tenaga kesehatan WNA dan perlengkapannya untuk
penanggulangan bencana bidang kesehatan dapat diterima, dengan kriteria :
o Disetujui oleh Pemerintah berdasarkan rekomendasi dari kepala BNPB, Menteri Luar
negeri dan Menteri Kesehatan untuk nakes sipil
o Memiliki sertifikat rekomendasi yang dikeluarkan oleh otoritas profesi negara asal
(professional regulatory authority) dan disahkan oleh Ketua Konsil Kedokteran
Indonesia/Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia/Komite Farmasi Nasional
o Rekomendasi dari Kepala BNPB, Menkes dan Menteri Pertahanan untuk nakes militer.
Dalam pelaksanaan tugas, nakes WNA harus didampi oleh nakes WNI dengan kompetensi
sama, di bawah kendali Kadinkes Prov/Kab/Kota setempat dan dilarang melakukan di luar
kegiatan kesehatan yang telah ditentukan. Harus segera meninggalkan wilayah Indonesia
apabila masa tanggap darurat telah berakhir dan wajib membuat laporan pelaksanaan
kegiatan yang disampaikan kepada menteri dengan salinan pada instansi pemberi
rekomendasi.
meliputi seluruh SDM yang ada baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat
63
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
(swasta, akademisi/perguruan tinggi/ahli, masyarakat adat dan sebagainya) baik itu untuk
manajemen kesehatan maupun teknis medis. Rinciannya sebagai berikut :
Manajemen kesehatan :
o Pemerintah pusat dan daerah sebagai penyusun regulator, pelaksana, pembina dan
pengawas dengan memberdayakan masyarakat.
o Tim Ahli Bangunan Gedung
o Penyelenggara gedung
o Masyarakat
Teknis kesehatan :
o Tenaga kesehatan yang menjalankan praktik pada Fasyankes (memiliki STR dan izin
dalam bentuk SIP).
o Tim Penanggulangan Krisis yaitu Tim Gerak Cepat (TGC), Tim penilaian cepat kesehatan
(RHA) dan Tim bantuan kesehatan.
o Tim penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan sumber daya kesehatan pasca
bencana.
b. FASILITAS KESEHATAN
Andal terhadap gempa, ledakan, kebakaran, kecelakaan radiasi & nuklir, tahan angin, rayap,
bahan-bahan berbahaya, petir, korsleting listrik dan akibat alam atau manusia lainnya serta
ramah lingkungan
c. PEMBIAYAAN
Dinkes Kab/Kota melakukan pembayaran klaim RS untuk biaya perawatan pasien korban
bencana sesuai dengan ketentuan peraturan daerah setempat. Dinkes Provinsi
memfasilitasi dukungan pembayaran klaim RS untuk biaya perawatan pasien korban
bencana sesuai dengan ketentuan perda setempat. Bila kab/kota dna provinsi tidak
mampu, maka Kemenkes melalui PPKK melakukan pembayaran klaim RS untuk biaya
perawatan pasien.
Biaya penyelenggaraan bangunan gedung oleh pemerintah, pemerintah daerah dan pemilik
bangunan
Pendanaan Penanganan Konflik secara memadai menjadi tanggungjawab bersama
Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dialokasikan pada APBN dan/atau APBDsesuai
dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing. Sumber pendanaan lainnya
yaitu dari masyarakat.
64
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
Penyediaan informasi pada PB bidang kesehatan dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat
serta koordinasi secara berjenjang melalui Dinkes Kab/Kota, Dinkes Provinsi, PPK Regional
dan PPK Sub Regional dan PPKK.
Sistem informasi penyelenggaraan bangunan gedung :
o pemilik dan pengguna bangunan gedung mempunyai Informasi yang terbuka mengenai
tata cara/proses penyelenggaraan bangunan gedung; keterangan tentang peruntukan
lokasi dan intensitas bangunan pada lokasi dan/atau ruang tempat bangunan akan
dibangun; ketentuan persyaratan keandalan bangunan gedung; ketentuan bangunan
gedung yang laik fungsi;
o Data base daftar anggota tim Tim Ahli Bangunan Gedung dari asosiasi profesi,
perguruan tinggi dan masyarakat ahli termasuk masyarakat adat dan dapat diakses dari
semua kabupaten/kota, provinsi dan Pusat.
o Sistem pendataan bangunan gedung merupakan sistem yang terkomputerisasi dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh tahapan penyelenggaraan
bangunan gedung dan dapat diakses oleh masyarakat. Pemutakhiran data secara
berkala setiap 5 (lima) tahun untuk bangunan gedung fungsi non-hunian dan 10
(sepuluh) tahun untuk bangunan gedung fungsi hunian.
Sistem peringatan dinikonflik yang meliputi deteksi dini dan cegah dini meliputi
o penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau daerah Konflik;
o penyampaian data dan informasi mengenai Konflik secara cepat dan akurat;
o penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
o peningkatan dan pemanfaatan modal sosial; dan
o penguatan dan pemanfaatan fungsi intelijen sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber
daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan
pada bencana.
4 Pembinaan a. Pemerintah, pemerintah daerah, BNPB atau BPBD sesuai dengan kewenangannya melaksanakan
dan pengawasan dan laporan pertanggungjawaban terhadap pengelolaan dana dan bantuan
Pengawasan penanggulangan bencana. Instansi/lembaga terkait bersama BNPB atau BPBD melakukan
pengawasan terhadap penyaluran bantuan dana yang dilakukan oleh masyarakat kepada korban
bencana. Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan
dana dan bantuan pada seluruh tahapan penanggulangan bencana.
b. Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana,
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat mewajibkan pelaku penanggulangan bencana
untuk melaksanakan perencanaan penanggulangan bencana. Pemerintah dan
pemerintah daerah melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap penanggulangan
bencana. Pengawasan meliputi: sumber ancaman atau bahaya bencana; kebijakan
pembangunan yang berpotensi menimbulkan bencana; perencanaan penataan ruang
dan pengelolaan keuangan.
c. Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pembangunan berisiko tinggi, yang tidak
dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) yang
mengakibatkan terjadinya bencana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
atau paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
d. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan timbulnya kerugian
harta benda ataubarang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun
atau paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling sedikit Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah) atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
e. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun atau paling lama 10
65
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau denda
paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
f. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dilakukan karena
kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau paling
lama 8 (delapan) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau
denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
g.
h. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dilakukan karena
kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun atau paling
lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau
denda paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)
i. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) dilakukan karena
kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) tahun atau
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah) atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
j. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 78
dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang
dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari
pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 78
k. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa: pencabutan izin usaha; atau pencabutan status badan hukum.
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk: membina dan mengawasi
penyelenggaraan Rumah Sakit; memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab; memberikan
perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan; menyediakan informasi kesehatan yang
dibutuhkan oleh masyarakat;
l.
m. Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 tidak diberikan izin
mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit.
o. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah
Sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi
kemasyaratan lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
66
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
q. Dalam melaksanakan tugas pengawasan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengangkat tenaga
pengawas sesuai kompetensi dan keahliannya. Tenaga pengawas melaksanakan pengawasan
yang bersifat teknis medis dan teknis perumahsakitan.
r. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengambil
tindakan administratif berupa: a. teguran; b. teguran tertulis; dan/atau c. denda dan pencabutan
izin.
s. Pembinaan dan pengawasan secara internal dilakukan oleh Dewan Pengawas Rumah Sakit.
t. Pembinaan dan pengawasan secara eksternal dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit
Indonesia.
u. Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak memiliki izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah).
v. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan oleh korporasi, selain
pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap
korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62.
w. S elain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum
z. Menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
aa. Tindakan administratif dapat berupa:a. peringatan secara tertulis; b.. pencabutan izin
sementara atau izin tetap.
bb. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik
atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan
pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
cc. Dalam hal perbuatan mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
67
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
68
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur
Prinsip-prinsip yang ada dalam peraturan tersebut Bermutu, aman dan sesuai kebutuhan,
non diskriminatif, bekerja dalam tim secara cepat dan tepat, adil dan merata dan teknologi
tepat guna
69
d. Bekerja dalam tim secara cepat dan tepat yaitu Penelitian, pengembangan,
penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan harus dilakukan dengan
melibatkan semua pihak yang terkait dan kompeten, bekerja sama, dan dilakukan
secara cepat dengan ketepatan yang tinggi, termasuk dalam rangka peningkatan
kapasitas dan kompetensi tenaga peneliti kesehatan serta pemanfaatan fasilitas
penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi kesehatan sebagai wahana
pendidikan tenaga peneliti mencapai jenjang keahlian tertinggi.
e. Norma agama yaitu Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan produk
teknologi kesehatan yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan norma agama
dan yang dapat menurunkan harkat dan martabat manusia.
f. Kebenaran ilmiahyaitu Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan produk
teknologi kesehatan yang dilakukan harus didasarkan pada kebenaran ilmiah, yakni
kebenaran yang didapatkan melalui tahap-tahap (proses, prosedur) metode ilmiah.
g. Perlindungan terhadap subjek penelitian dan etik yaitu Penelitian, pengembangan,
penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan yang dilakukan harus
menjamin perlindungan terhadap subjek penelitian. Penelitian dan pengembangan
yang menggunakan manusia dan hewan percobaan harus mendapatkan persetujuan
etik (ethicalclearance).
1 Biomedis dan
teknologi dasar
kesehatan
2 Teknologi terapan
kesehatan dan
epidemiologi klinik
3 Teknologi Setiap orang dalam mengajukan permohonan IMB gedung wajib melengkapi antara lain analisis
intervensi mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting
kesehatan terhadap lingkungan
masyarakat Nakes dalam menjalankan praktik dapat melakukan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi,
produk teknologi dan teknologi informasi kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan.
4 Humaniora, Sistem peringatan dini konflik meliputi deteksi dini dan cegah dini. meliputi:
kebijakan a. penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau daerah Konflik;
kesehatan dan b. penyampaian data dan informasi mengenai Konflik secara cepat dan akurat;......dst.
pemberdayaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan
masyarakat korban sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya, meliputi antara lain penilaian
cepat kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar korban Konflik; dsb
3. Pembiayaan Kesehatan
Adalah pengelolaan berbagai upayapenggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana
kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
70
a. Danadigali dari sumber Pemerintah, Pemerintah Daerah baik dari sektor kesehatan
dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang
digunakan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan
b. Sumber dayameliputi: SDM pengelola, sarana, standar, regulasi, dan kelembagaan
yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya penggalian,
pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
terselenggaranya pembangunan kesehatan.
c. Pengelolaan dana kesehatanmerupakan seperangkat aturan yang disepakati dan
secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik
oleh Pemerintah,Pemerintah Daerah secara lintas sektor, swasta, maupun
masyarakatyang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian, pembelanjaan
dana kesehatan, dan mekanisme pertanggungjawabannya.
1 Dana a. BENCANA
Pemerintah, pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap penyediaan dana
penanggulangan bencana bidang kesehatan
Pemerintah, pemeda bertanggung jawab menngalokasikan anggaran penanggulangan
bencana bidang kesehatan secara memadai dalam APBN atau APBD.
Pmerintah, pemda wajib mendorong dan menkooridnir partisipasi masyrakat dalam
penyediaan dana penanggulangan bencana bidan kesehatan yang bersumber dari masyrakat
sesuai ketentuan yang berlaku.
b. PENANGANAN KONFLIK
Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran penanganan Konflik dalam APBN
dan APBD secara memadai.Masyarakat dapat berperan serta dalam pembiayaanpenanganan
Konflik.
Untuk pencegahan konflik, Pemerintah mengalokasikan dana APBN melalui anggaran
kementerian/lembaga yang bertanggung jawab sesuai tugas dan fungsinya. Pemerintah Daerah
71
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
mengalokasikan dana APBD melalui anggaran satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung
jawab sesuai tugas dan fungsinya.
Pendanaan untuk penanganan Konflik pada tahap penghentian Konflik dan rekonsiliasi
bersumber dari:
o dana penanganan Konflik yang telah dialokasikan dalam APBN pada bagian anggaran
kementerian/lembaga;
o dana penanganan Konflik yang telah dialokasikan dalam APBD pada satuan kerja perangkat
daerah;
o dana siap pakai yang dialokasikan pada bagian anggaran bendahara umum negara dalam
APBN; dan
o dana belanja tidak terduga yang telah dialokasikan pada APBD.
d. TENAGA KESEHATAN
Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan konsil tenaga kesehatan Indonesia dibebankan
kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
72
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
peraturan perundang-undangan.
b. MEKANISME PENGALOKASIAN
Pengajuan usulan penggunaan anggaran penanggulangan bencana bidanng kesehatan dilakukan
secara tertib administrasi keuangan dengan sistem satu pintu, berupa :
o Tahap prakrisis kesehatan usulan dari dinkes Kab/Kota harus disampaika jmelalui
Dinkes Provinsi kepada Sekjen Kemenkes dengan tembusan Kepala PPKK dengan
melampirkan Renkon
o Tahap tanggap darurat usulan rencana operasi dari Dinkes Kab/Kota harus
disampaikan melalui dinkes prvoinsi,s erta harus dilengkapi dengan surat pernyataan
bencana yang meliputi siaga darurat, tanggap darurat atau pemulihan darurat. Usulan
dari unit-unit utama di lingkungan Kemenkes disampaika ke Sekjen Kemenkes dengan
tembusan kepada Kepala PPKK.
73
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
d. MEKANISME PERTANGGUNGJAWABAN
Pertanggungjawaban penggunaan anggaran penanggulangan bencana bidang kesehatan saat
tanggap darurat diperlakukan secara khusus sesuai dengna kondisi kedaruratan dan
dilaksanakan sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan transpraransi serta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Pertanggungjawaban dana penanggulangan bencana bidang kesehatan pada ABPN dan
APBD sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
74
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
4. SDM Kesehatan
Yaitu pengelolaan upaya pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusiakesehatan, yang meliputi: upaya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,
serta pembinaan dan pengawasan mutu SDM kesehatan untuk mendukung
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
75
d. Hierarki dalam SDM Kesehatan. Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan dalam mendukung pembangunan kesehatan perlu
memperhatikan adanya susunan hierarki sumber daya manusia kesehatan yang
ditetapkan berdasarkan jenis dan tingkat tanggung jawab dan wewenang,
kompetensi, serta keterampilan masing-masing sumber daya manusia kesehatan.
Residen dan nakes dengan pendidikan diploma III merupakan jenis tenaga yang diangkat
untuk Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan
kriteria terpencil dan sangat terpencil terutama di Daerah Tertinggal, Perbatasan,
Kepulauan, dan Daerah bermasalah kesehatan, rawan bencana dan konflik sosial, serta
Rumah Sakit Kelas C dan Kelas D di kabupaten/kota yang memerlukan pelayanan medik
spesialistik, .
76
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
c. CARA/METODE
Metode yang dikembangkan dalam rangka pemerataan dan pemenuhan kebutuhan
yankes kepada masyarakat.
penempatan nakes setelah melalui proses seleksi dengan cara pengangkatan PNS,
pengangkatan sbg pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau penugasan khusus
serta pengangkatan sebagai anggota TNI/Polri .
Pemerintah dapat mewajibkan nakes lulusan perguruan tinggi pemerintah untuk
mengikuti seleksi penempatan.
Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja
kepada Nakes yangmemenuhi kualifikasi akademik & kompetensi untuk melaksanakan
tugas sebagai nakes di daerah khusus NKRI.
Pemerintah dapat menerapkan pola ikatan dinas bagi calon nakes.
Pemerintah dan Pemda wajib memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan (jumlah, jenis, kompetensi)
secara merata untuk menjamin keberlangsungan pembangunan kesehatan.
A. PERENCANAAN
3 kelompok Perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan :
a. Perencanaan kebutuhan pada tingkat institusi
77
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
Perencanaan Kebutuhan SDM untuk penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana sebagai
berikut :
a. memperhatikan hal-hal : waktu untuk bereaksi yang singkat untuk memberikan pertolongan,
kecepatan dan ketepatan dalam bertindak, kondisi penduduk di daerah bencana, ketersediaan
fasilitas kesehatan, kemampuan sumber daya setempat.
b. Untuk mendukung kebutuhan SDM kesehatan , tim harus menyusun : kebutuhan anggaran,
kebutuhan sarana dan prasarana pendukung, peningkatan kemampuan dalam PKKAB, rapat
koordinasi secara berkala serta gladi penanggulangan krisis.
c. Perencanaan pada pra bencana :
Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan pada masa pra bencana yaitu penempatan SDM
Kesehatan dan pembentukan Tim PKKAB dengan memperhatikan : analisis risiko pada
wilayah rawan bencana, kondisi penduduk di daerah bencana, ketersediaan fasyankes,
kemampuan SDM Kesehatan setempat, kebutuhan minimal yankes di wilayah setempat.
Distribusi dalam rangka penempatan SDM kesehatan ditujukan untuk antisipasi
pemenuhan kebutuhan minimal tenaga padapelayanan kesehatan akibat bencana. PJ di
daerah adalah Kadinkes. Selain itu ketersediaan SDM manajerial yang memahami upaya
penanggulangan masalah kesehatan. Untuk tingkat Propinsi tingkat pendidikan jenjang
Strata 2 sebanyak 4 orang , dengan rincian 2 orang memahami bidang management dan 2
orang bidang medis. Untuk tingkat Kab / Kota tingkat pendidikan jenjang Strata 1 sebanyak
2 orang dengan rincian 1 orang bidang management dan 1 orang bidang medis.
d. Perencanaan pada saat tanggap darurat :
Dilakukan berdasarkan hasil RHA berdasarkan kebutuhan jumlah minimal SDM kesehatan
melalui perhitungan- perhitungan berdasarkan rasio. Untuk fasyankes :
Dokter umum = (jml pasien/40) - jml dr umum yang ada di tempat
Dokter bedah = (jumlah pasien dr bedah/5) - jml dr bedah yang ada di tempat
Dokter anestesi ={ (jumlah pasien bedah/15)}/5 - jumlah dr anestesi di tempat
perawat di UGD = 1 perawat menangani 1 pasien
perawat di ruang rawat inap = jumlah jam perawatan total untuk semua jenis
pasien/jumlah jam efektif per hari per shift (7 jam)
Fisioterapis : 1 fisioterapis menangani 30 pasien
Apoteker 1 dan asisten apoteker 2
Tenaga gizi 2
Pembantu umum 5-10
Jumlah jam perawatan :
o Berdasarkan klasifikasi pasien dalam 1 ruangan (penyakit dalam 3,5 jam/hari, bedah
4 jam/hari, gawat 10 jam/hari, anak 4,5 jam/hari, kebidanan 2,5 jam/hari;
o Berdasarkan tingkat ketergantungan keperawatan minimal 2 jam/hari, sedang 3,08
jam /hari, agak berat 4,15 jam/hari dan maksimal 6,16 jam/hari
e. Perencanaan pada saat pasca bencana :
Dilakukan berdasarkan hasil penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan sumber daya
kesehatan pasca bencana.
f. Menteri melakukan perencanaan tenaga kesehatan utk skala nasional melalui pemetaan
tenaga kesehatandengan memperhatikan faktor :jenis, kualifikasi, jumlah, pengadaan &
distribusi tenaga kesehatan; penyelenggaraan upaya kesehatan; ketersediaan fasyankes;
kemempuan pembiayaan; kondisi geografis & sosbud; kebutuhan masyarakat.
78
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
b. Saat tanggap darurat :Mobilisasi SDM Kesehatan sesuai dengan kebutuhan yankes serta
pengorganisasian SDM kesehatan dalam pelaksanaan yankes. Pada saat terjadi bencana,
perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan
Krisis yaitu Tim Gerak Cepat, Tim penilaian cepat kesehatan dan Tim bantuan kesehatan.
Koordinator adalah Kadinkes Prov/kab/kota. Rincian Tim dan kebutuhan minimal sebagai
berikut :
o Tim Gerak Cepat. Kebutuhan minimal yaitu 1 dokter umum, 1 dokter spesialis bedah,
1 dokter spesialis anestesi, 2 perawat mahir, 1 tenaga DVI, 1 apoteker/asisten
apoteker, 1 sopir ambulans, 1 surveilans/epidemiolog/sanitarian, 1 petugas
komunikasi.
o Tim Rapid Health Assessment (RHA). Kebutuhan minimal yaitu 1 dokter umum, 1
epidemiolog, 1 sanitarian.
o Tim Bantuan Kesehatan diberangkatkan berdasarkan kebutuhan. jenis-jenis tenaga
dan kompetensi telah ditentukan.
Pengadaan nakes dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
Pengadaan nakes melalui pendidikan tinggi bidang kesehatan untuk menghasilkan nakes yang
bermutu sesuai standar profesi dan standar pelayanan profesi. Penyelenggara pendidikan yaitu
Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pendayagunaan nakes(dalam&luar negeri) dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, dengan memperhatikan
aspek pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan.
Dalam rangka pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
pemerintah dan pemda wajib melakukan penempatan nakes setelah melalui proses seleksi dengan
cara pengangkatan PNS, pengangkatan sbg pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau
penugasan khusus serta pengangkatan sebagai anggota TNI/Polri . Pemerintah dapat mewajibkan
nakes lulusan perguruan tinggi pemerintah untuk mengikuti seleksi penempatan. Dalam keadaan
tertentu Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada Nakes yangmemenuhi
kualifikasi akademik & kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai nakes di daerah khusus
NKRI. Dapat menerapkan pola ikatan dinas bagi calon nakes.
Pengaturan Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan Tenaga Kesehatan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil terutama di Daerah Tertinggal,
Perbatasan, Kepulauan, dan DBK, rawan bencana dan konflik sosial, serta Rumah Sakit Kelas C dan
Kelas D di kabupaten/kota yang memerlukan pelayanan medik spesialistik. Jenis tenaga yang
diangkat yaitu residen dan nakes dengan pendidikan diploma III.
79
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
lanjutan; keperawatan ICU, jiwa, OK; manajemen keperawatan di RS, mahir anestesi,
PONEK
o Pelatihan PONED serta penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak
untuk dokter, perawat dan bidan;
o Gizi --> penanggulangan masalah gizi dalam keadaan darurat untuk petugas gizi,
surveilans gizi, konselor gizi, tata laksana gizi buruk;
o Pelayanan medik --> GELS, PTC, APRC, dental forensik, DVI, PONEK, ATLS, ACLS, BLS;
o Pelatihan Manajemen penanggulangan krisis --> Manajemen PKKAB, Manajemen
PKKAB pada kedaruratan kompleks, Health Emergencies Large Population COurse,
Pelatihan radio komunikasi;
o Pelatihan pelayanan penunjang medik
o Pelatihan pelayanan kefarmasian
o Pelatihan P2PL --> surveilans epidemiologi dalam keadaan bencana, kesiapsiagaan PB
di regional center, pelatihan RHA dan rapid respons sanitasi darurat, dsb
Pengembangan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan karier nakes melalui
pendidikan, pelatihan dan kesinambungan dalam menjalankan praktik. Dalam rangka
pengembangan nakes, kepala daerah & pimpinan fasyankes bertanggung jawab atas pemberian
kesempatan yang sama kepada nakes dengan mempertimbangkan penilaian kinerja. Pelatihan
sesuai standar profesi dan standar kompetensi dan diselenggarakan oleh institusi yang
terakreditasi baik pemerintah, pemda dan/atau masyarakat.
Untuk meningkatkan mutu praktik tenaga kesehatan serta memberikan perlindungan dan
kepastian hukum kepada nakes dan masyarakat, dibentuk Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang
bertanggung jawab pada Presiden.Tugas Konsil : memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil
masing-masing tenaga kesehatan, melakukan evaluasi tugas konsil masing-masing nakes dan
membina serta mengawasi konsil masing-masing nakes.Konsil masing-masing nakes mempunyi
fungsi pengaturan, penetapan dan pembinaan nakes dalam menjalankan praktik nakes untuk
meningkatkan mutu yankes. Tugasnya yaitu registrasi nakes, pembinaan, menyusun standar
nasional pendidikan, standar praktik dan standar kompetensi serta menegakkan disiplin praktik
nakes.Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan konsil tenaga kesehatan Indonesia dibebankan
kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Setiap nakes yang praktik wajib memiliki STR yang berlaku selama 5 tahun dan dapat diregistrasi
ulang setelah memenuhi persyaratan. Juga wajib memiliki izin dalam bentuk SIP.Pimpinan
fasyankes dilarang mengizinkan nakes yang tidak memiliki STR dan izin untuk menjalankan praktik
di fasyankes.
Untuk terselenggaranya praktik nakes yang bermutu dan perlindungan kepada masyarakat perlu
dilakukan pembinaan praktik yang dilakukan oleh menteri, pemda, konsil masing-masing nakes dan
organisasi profesi sesuai dengan kewenangannya.
Untuk menegakkan disiplin nakes, konsil masing-masing nakes menerima pengaduan, memeriksa
dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin nakes. Sanksi berupa peringatan tertulis, rekomendasi
pencabutan STR/SIP dan/atau kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan kesehatan.
Nakes harus membentuk organisasi profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat dan etika profesi nakes. Setiap jenis
naskes membentuk 1 organisasi profesi.
Nakes yang menjalankan praktik pada Fasyankes wajib memberikan pertolongan pertama kepada
penerima pelayanan kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana untuk
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan. Dilarang menolak dan/atau meminta uang
muka terlebih dahulu.Nakes dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan
berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. Dalam keadaan tertentu, nakes dapat memberikan
pelayanan di luar kewenangannya.
Dalam melakukan pelayanan kesehatan, nakes dapat menerima pelimpahan tindakan medis dari
tenaga medis. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian dapat
menerima pelimpahan pekerjaan kefarmasian dari tenaga dokter. Persyaratan pelimpahan :
a. Penerima pelimpahan memiliki kemampuan dan ketrampilan tindakan yang dilimbahkan
b. Pelaksanaan tindakan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan;
c. Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan;
d. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar pelaksanaan
80
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
tindakan.
Setiap nakes dalam menjalankan praktik berkewajiban untuk mematuhi standar profesi, standar
pelayanan profesi dan standar prosedur operasional. Standar profesi dan pelayanan profesi
ditetapkan oleh organisasi profesi dan disahkan oleh menteri. SOP ditetapkan oleh Fasyankes.
Nakes dalam menjalankan praktik dapat melakukan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk
teknologi dan teknologi informasi kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan.
Setiap tindakan yankes perseorangan yang dilakukan oleh nakes harus mendapatkan persetujuan
setelah mendapat penjelasan secara cukup dan patut. Setiap nakes yang melaksanakan yankes
perseorangan wajib membuat rekam medis penerima pelayanan kesehatan yang harus segera
dilengkapi setelah penerima pelayanan kesehatna selesai menerima yankes. Rekam medis harus
disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh nakes dan pimpinan fasyankes.
Pimpinan fasyankes dalam meningkatkan dan menjaga mutu pemberian layanan kesehatan dapat
membentuk komite atau panitia atau tim untuk kelompok tenaga kesehatan di lingkungan
fasyankes.
Setiap penerima pelayanan kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan/kelalaian nakes dapat
meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelesaian
perselisihan harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan kepada nakes dengan
melibatkan konsil masing-masing nakes dan organisasi profesi sesuai dengan kewenangannya. Hal
ini diarahkan untuk meningkatkan mutu yankes yang diberikan nakes , melindungi penerima
yankes dan masyarakat atas tindakan yang dilakukan nakes serta memberikan kepastian hukum
bagi masyarakat dan nakes.
Sanksi administratif :
a. Setiap nakes yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 47 (papan nama praktik), pasal 52 ayat 1
(Nakes WNI lulusan luar negeri untuk praktik di Indonesia harus mengikuti proses evaluasi
kompetensi), pasal 54 ayat 1 (TKWNA yang akan praktik harus melalui proses evaluasi kompetensi)
,pasal 58 ayat 1 (dalam praktik harus sesuai standar & etika, inform consent, menjaga rahasia,
menyimpan rekam medik, merujuk ke nakes lain yangmempunyai klmpetensi sesuai) , pasal 59
ayat 1 (wajib memberi pertolongan pertama dalam kondisi gadar/bencana), pasal 62 ayat 1
(praktik sesuai dengan kewenangan dari kompetensi yang dimiliki), pasal 66 ayat 1 (praktik sesuai
standar), pasal 68 ayat 1 (inform consent), pasal 70 ayat 1-3 (rekam medis), pasal 73 ayat 1 (wajib
menyimpan rahasia kesehatan) ;
b. Setiap fasyankes yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 26 ayat 2 (memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, papan, lokasi, keamanan dan keselamatan kerja nakes), pasal 53 ayat 1
(fasyankes dapat mendayagunakan TKWNA sesuai persyaratan), pasal 70 ayat 4 (rekam medis
harus dsimpan dan dijaga kerahasiaannya) dan pasal 74 (dilarang mengizinkan nakes tanpa STR dan
izin untuk praktik)
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kab/kota sesuai dengan
kewenangannya memberikan sanksi administratif (teguran lisan, peringatan tertulis, denda
administratif dan/atau pencabutan izin) kepada nakes dan fasyankes.
Ketentuan Pidana :
a. Penjara
- Setiap orang bukan nakes melakukan praktik seolah-olah sebagai nakes;
- Setiap nakes yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan penerima pelayanan kesehatan
luka berat/mati;
b. Pidana denda
- Setiap nakes yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR dan nakes WNA yang
sengaja memberikan yankes tanpa memiliki STR sementara;
- Setiap nakes maupun nakes WNA yang praktik tanpa izin
81
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
gedung.
o Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melaksanakan
pencegahan Konflik melalui penyelenggaraan kegiatan antara lain pendidikan bela negara dan
wawasan kebangsaan; pendidikan dan pelatihan perdamaian; pendidikan
kewarganegaraan;peningkatan kesadaran hukum, sosialisasi peraturan perundang-undangan,
pendidikan budi pekerti; pendidikan agama dan penanaman nilai-nilai integrasi kebangsaan;
penguatan/pengembangan kapasitas (capacity building). Sistem peringatan dini meliputi
deteksi dini dan cegah dini meliputi antara lain penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
o Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pemberdayaan peran
serta masyarakat dalam penanganan Konflik sesuai dengan kewenangannya. Pembinaan
meliputi sosialisasi peraturan perundang-undangan terkait penanganan Konflik; pemberian
bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penanganan Konflik; pengembangan sistem
informasi dan komunikasi penanganan Konflik; penyebarluasan informasi penanganan Konflik;
dan pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.Pemberdayaan meliputi
fasilitasi kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan kualitas SDM
Adil, merata dan demokratis, Hierarki dalam SDM kesehatan, Objektif dan transparan, Kompeten dan
berintegritas
82
b. Tersedia, merata dan terjangkauObat merupakan kebutuhan dasar manusia yang
tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan, sehingga obat tidak boleh
diperlakukan sebagai komoditas ekonomi semata.
c. RasionalSetiap pelaku pelayanan kesehatan harus selalu bertindakberdasarkan
bukti ilmiah terbaik dan prinsip tepat biaya (costeffective) serta tepat manfaat (cost-
benefit) dalam pemanfaatan obat agar memberikan hasil yang optimal.
d. Transparan dan bertanggung jawabMasyarakat berhak untuk mendapatkan
informasi yang benar,lengkap, dan tidak menyesatkan tentang sediaan farmasi,
alatkesehatan, dan makanan dari produsen, distributor, dan pelakupelayanan
kesehatan.
e. KemandirianPotensi sumber daya dalam negeri, utamanya bahan baku obat dan
obat tradisional harus dikelola secara profesional, sistematis, dan berkesinambungan
sehingga memiliki daya saing tinggi dan mengurangi ketergantungan dari sumber
daya luar negeri serta menjadi sumber ekonomi masyarakat dan devisa negara.
Bantuan tersebut dapat berupa bantuan teknis (peralatan maupun tenaga ahli
yang diperlukan), bantuan program (keuangan untuk pembiayaan program) dan
bantuan logistik kesehatan.
Sumber Daya Segala bantuan yang berbentuk makanan dan minuman harus memenuhi
persyaratan mutu dan keamanan. Khusus bantuan obat dan perbekalan
kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan, memenuhi standar mutu dan
batas kadaluwarsa dan disertai label yang menggunakan bahasa Indonesia
atau bahasa Inggris dengan memuat petunjuk yang jelas. Mekanisme
pemasukan obat, perbekalan kesehatan dan makanan minuman ke dalam
wilayah Indonesia dilaksanakan sesuai dengna ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3 Pelayanan
kefarmasian
4 Pengawasan
83
b. Administrasi kesehatan adalah kegiatan perencanaan, pengaturan, dan pembinaan
serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan
kesehatan
c. Hukum kesehatan yaitu keseluruhan peraturan perundang-undangan di bidang
kesehatan dan segala upaya penyebarluasan, penerapan, dan penegakan aturan
tersebut dalam rangka memberikan perlindungan hukum, terutama kepada individu
dan masyarakat, dan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.
d. Informasi Kesehatan merupakan hasil pengumpulan dan pengolahan data sebagai
masukan bagi pengambilan keputusan di bidang kesehatan.
e. Sumber daya manajemen kesehatanmeliputi sumber daya manusia, dana, sarana,
prasarana, standar, dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan
berdaya guna dalam upaya mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.
1 Kebijakan kesehatan a. Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
2 Administrasi
b. Kebijakan/Peraturan mengenai fasyankes yang aman terhadap bencana
kesehatan
terdiri dari UU, PP, Permen, Kepmen, Perda dan Juknis.
3 c. Sebagian besar peraturan perundangan tersebut telah lengkap mulai dari UU
hingga turunannya.
d. Kebijakan/peraturan tersebut :
- telah meliputi sumber-sumber daya yang dibutuhkan yaitu SDM, pembiayaan,
bangunan, sarana prasarana serta sistem/mekanisme.
- telah meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, dan pembinaan serta
pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan kegiatan terkait
Hukum kesehatan sumber-sumber daya yang dibutuhkan dalam rangka mendukung fasyankes
yang aman terhadap bencana.
- Telah memuat aturan mengenai penyebarluasan, penerapan, dan penegakan
aturan tersebut (sanksi, dsb) dalam rangka memberikan perlindungan hukum,
terutama kepada individu dan masyarakat
84
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
Bantuan tersebut dapat berupa bantuan teknis (peralatan maupun tenaga ahli yang
diperlukan), bantuan program (keuangan untuk pembiayaan program) dan bantuan
logistik kesehatan.
85
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
86
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
b. PENANGANAN KONFLIK
Pencegahan Konflik dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat.dengan salah satu upayanya yaitu membangun sistem
peringatan dini yang meliputi deteksi dini dan cegah dini. Rinciannya antara
lain :
- penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau daerah
Konflik;
- penyampaian data dan informasi mengenai Konflik secara cepat dan
akurat;
b. DANA
Biaya penyelenggaraan bangunan gedung oleh pemerintah, pemerintah
87
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
7. Pemberdayaan Masyarakat
Adalah pengelolaan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan, baik perorangan,
kelompok, maupun masyarakat secara terencana, terpadu, dan berkesinambungan guna
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
88
d. Kemitraan dan gotong royongSemua pelaku pembangunan kesehatan baik
sebagai penyelenggara maupun sebagai pengguna jasa kesehatan dengan
masyarakat yang dilayani berinteraksi dalam semangat kebersamaan, kesetaraan,
dan saling memperoleh manfaat.
1 Penggerak a. Masyarakat (bersama Pemerintah dan Pemda) ikut terlibat dalam pendayagunaan nakes(dalam
pemberdayaan &luar negeri) sesuai dengan tugas dan fungsinya, dengan memperhatikan aspek pemerataan,
pemanfaatan dan pengembangan serta ikut melakukan pendidikan tenaga kesehatan.
b. Keanggotaan tim ahli bangunan gedung terdiri atas unsur-unsur perguruan tinggi, asosiasi
profesi, masyarakat ahli, dan instansi pemerintah yang berkompeten dalam memberikan
pertimbangan teknis di bidang bangunan gedung
c. Pengawasan terhadap pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah pada saat pengajuan perpanjangan sertifikat laik fungsi dan/atau adanya
laporan dari masyarakat.
d. RTBL disusun oleh pemerintah daerah atau berdasarkan kemitraan pemerintah daerah, swasta,
dan/atau masyarakat sesuai dengan tingkat permasalahan pada lingkungan/kawasan yang
bersangkutan
e. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat :
memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan secara objektif, penuh tanggung
jawab dan tidak menimbulkan gangguan dan/atau kerugian bagi pemilik dan/atau
pengguna, masy dan lingkungan;
memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemda dalam penyempurnaan peraturan,
pedoman, dan standar teknis di bidang bangunan gedung; --> laporan lisan/tertulis oleh
perorangan/kelompok/organisasi kemasyarakata/TABG/dengar pendapat publik yang
difasilitasi oleh pemda kec. utk bgnan gedung fungsi khusus difasiltasi oleh Pemerintah
koord gn pemda --> wajib ditindaklanjuti oleh pemerintah dan/atau pemda
menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang terhadap
penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan, rencana teknis bangunan gedung
tertentu, dan kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan;
melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang mengganggu,
merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum.
f. Tugas pemerintah daerah melakukan pemberdayaan kepada masyarakat pentingnya tertib
administratif pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung, serta sistem informasi
bangunan gedung sosialisasi dan penyuluhan.
g. Masyarakat dalam melaksanakan tertib administratif pembangunan dan pemanfaatan bangunan
gedung, serta sistem informasi bangunan melalui peran aktif mendaftarkan bangunan
gedungnya sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam peraturan
daerah tentang bangunan gedung.
h. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pemberdayaan peran serta
masyarakat dalam penanganan Konflik sesuai dengan kewenangannya.
i. Peran serta masyarakat dalam pencegahan Konflik meliputi pembiayaan; bantuan teknis;
dan/atau bantuan tenaga dan pikiran.
j. Peran serta masyarakat dalam penghentian Konflik meliputi penyediaan kebutuhan dasar
minimal bagi Korban Konflik; dan/atau bantuan tenaga dan pikiran
k. Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan dana
yang bersumber dari masyarakat. Dana yang bersumber dari masyarakat yang diterima oleh
Pemerintah dicatat dalam APBN dan bila diterima oleh Pemda dicatat dalam APBD. Pemerintah
daerah hanya dapat menerima dana yang bersumber dari masyarakat dalam negeri. Pemerintah
dapat menolak bantuan dana dari masyarakat yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
89
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan
3 Kegiatan hidup
sehat
e. PEDOMAN
f. MEDIA
DAFTAR PUSTAKA
1. BNPB. Data dan Informasi Bencana Indonesia: BNPB; [cited 2015 January 8]. Available
from: http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id.
2. Guha-Sapir D, Vos F, Below R, Ponserre S. Annual Disaster Statistical Review 2011.
Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2012.
3. Hoyois P, Sapir DG, Below R. Annual Disaster Statistical Review 2013. Brussel: Centre
for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2014.
4. Rodriguez-Llanes JM, Below R, Sapir DG. Annual Disaster Statistical Review : Number
and Trends 2008. Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED),
2009.
5. Rodriguez-Llanes JM, Below R, Sapir DG. Annual Disaster Statistical Review 2009.
Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2010.
6. Sapir DG, Below R. Annual Disaster Statistical Review : Number and Trends 2010.
Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2011.
90
7. Sapir DG, Hoyois P, Below R. Annual Disaster Statistical Review 2012 : The Number and
Trends Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2013.
8. Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2010.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.
9. Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2011.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.
10. Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2012.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
11. Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2013.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.
12. Krisis PP. Tinjauan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008. In: RI DK, editor.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009.
13. Krisis PP. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2009. In: RI
KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.
14. Sikoki B, Nugroho JE, Widanto FAS, Umam N, Sakti E, Kawuryan ISS, et al. Merapi :
Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010, Laporan Studi Longitudinal: BNPB,
UNDP Indonesia, DR4, MRR; 2014.
15. Kesehatan, UU No. 36 tahun 2009 (2009).
16. Organization WH, Bank TW, ISDR. Hospitals Safe from Disasters. United Nations; 2008.
17. BNPB. Perka BNPB No. 01 tahun 2013 tentang Rencana Aksi Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Wilayah Pasca Bencana Gempa Bumi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener
Meriah Tahun 2013-2014. BNPB; 2013.
18. BNPB, Bappenas, Barat PPKKS, Jambi PPKK, Internasional M. Bencana Alam di Sumatra
Barat dan Jambi : Penilaian Kerusakan, Kerugian dan Kebutuhan-kebutuhan Awal. BNPB,
2009.
19. Hyogo Framework for Action 2005 - 2015 : Building the Resilience of Nations and
Communities to Disasters. WORLD CONFERENCE ON DISASTER RISK
REDUCTION Kobe, Hyogo, Japan: UNISDR 2005.
20. Kathmandu Declaration. Twenty-seventh Meeting of Ministers of Health; Kathmandu -
Nepal: WHO regional office for south-east asia; 2009.
21. Yogyakarta Declaration on Disaster Risk Reduction in Asia and the Pacific 2012. FIFTH
ASIAN MINISTERIAL CONFERENCE ON DISASTER RISK REDUCTION
Yogyakarta-Indonesia UNISDR and BNPB; 2012.
22. Penanggulangan Bencana, UU No. 24 tahun 2007 (2007).
23. Rumah Sakit, UU No. 44 tahun 2009 (2009).
24. Bangunan Gedung, UU No. 28 tahun 2002 (2002).
25. Deklarasi Makassar2000 [cited 2015 2 Maret]. Available from:
http://www.bsbktimakassar.com/311796981.
26. Safety Community Untuk Antisipasi Bencana Alam di Indonesia2002 [cited 2015 2
Maret]. Available from: http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=688.
27. BRIGADE SIAGA BENCANA REGIONAL TIMUR I2003 [cited 2015 2 Maret].
Available from: http://www.depkes.go.id/article/print/481/brigade-siaga-bencana-regional-
timur-i.html.
28. Guntur Bambang Hamurwono. H dS, Idrus A. Paturusi d, SpBO, FICS, DR, Prof, Jetty
Sedyawan d, SpJP, Karjadi Wirjoatmodjo D, SpAn KIC, Prof., Ratna Rosita d, MPHM,
Teguh Sylvaranto d, SpAn KIC, et al. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT). In: Kesehatan D, editor. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI; 2004.
29. Pusponegoro AD. Safe Community Jakarta: CV Sagung Seto; 2015.
30. Kemenkes B. Laporan Akhir Riset Fasilitas Kesehatan 2011 Rumah Sakit. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2012.
31. Assessmeent of Capacities using SEA Region Benchmarks for Emergency Preparedness
and Response : Indonesia. WHO Regional Office for South-East Asia
KOFIH, 2012.
32. Adisasmito W, Hunter BM, Krumkamp R, Latief K, Rudge JW, hanvoravongchai P, et al.
Pandemic Influenza and Health System Resource Gaps in Bali : An Analysis Through a
Resource Transmission Dynamics Model. Asia-Pacific Journal of Public Health. 2011.
33. Pacific WHOROftW. Safe Hospitals in Emergencies and Disasters. In: Organization WH,
department ECtiHA, ISDR, editors.: World Health Organization; 2010.
91
34. Saksena DR, Herbosa DT, Sharma DDK, Boen ET, Pusponegoro PDDA, Shresta dRP, et
al. Hospital Preparedness for Emergencies and Disasters. Hospital Preparedness for
Emergencies and Disasters Course; Bandar Lampung: Departemen Kesehatan RI
IKABI
PERSI
USAID; 2008.
35. Pacific WHOROftW. Safe Hospitals in Emergencies and Disasters. In: Organization WH,
department ECtiHA, editors.: World Health Organization; 2009.
36. McCann DGC. Preparing for the worst: a disaster medicine primer for health care. Journal
of Legal Medicine. 2009;30(3):329-48.
37. Agency FEM. HOSPITAL DESIGN CONSIDERATIONS. Federal Emergency
Management Agency
U.S. Department of Homeland Security.
38. Harjadi DP, Ratag PDMA, Ir. Dwikorita Karnawati MP, Seis. SRD, Surono D, Dr. Ir.
Sutardi ME, et al. Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di
Indonesia. . Jakarta: Direktorat Mitigasi Lakhar Bakornas PB; 2007. Available from:
http://www.scribd.com/doc/26974321/Buku-Karakteristik-Bencana-Edisi2.
39. Academy USFANF. Incident Command System for Emergency Medical Service 1999.
Available from:
http://fire.state.nv.us/Files/Training/NFA%20Direct%20Delivery%20Courses/ICS%20for
%20EMS%20SM.pdf.
40. Ammar A. Hospital preparedness in earthquake zones: a must. Prehospital & Disaster
Medicine. 2008;23(6):516-8.
41. Brown LP, Hyer KPMPP, Schinka JP, Mando AB, Frazier DB, Polivka-West LM. Use of
Mental Health Services by Nursing Home Residents After Hurricanes. Psychiatric
Services. 2010;61(1):74.
42. Nyamathi AANPPF, Casillas AM, King MPCNS, Gresham LPMPH, Pierce EMM, Farb
DP, et al. Computerized Bioterrorism Education and Training for Nurses on Bioterrorism
Attack Agents. The Journal of Continuing Education in Nursing. 2010;41(8):375.
43. Mulvey JM, Qadri AA, Maqsood MA. Earthquake Injuries and the Use of Ketamine for
Surgical Procedures: The Kashmir Experience. Anaesthesia and Intensive Care.
2006;34(4):489.
44. Turan K, Levent K, Mahir G. How Would Military Hospitals Cope with a Nuclear,
Biological, or Chemical Disaster? Military Medicine. 2004;169(10):757.
45. Holtermann K, Gaull ES, Lucas R, Boland DRGA, Roberts L, Macdonald M, et al.
PUBLIC HEALTH GUIDE FOR EMERGENCIES: The Johns Hopkins
Red Cross / Red Crescent. Available from: http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACU086.pdf.
46. RI PPKKK. Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2009. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2010.
47. Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana, Kepmenkes No.
064/Menkes/SK/II/2006 (2006).
48. Georgia hospital hit by F3 tornado -- all patients evacuated to area hospitals: ambulances,
bus used as building becomes increasingly unstable. Healthcare Risk Management.
2007;29(4):37-40.
49. (OSHA) OSaHA. OSHA BEST PRACTICES for HOSPITAL-BASED FIRST
RECEIVERS OF VICTIMS from Mass Casualty Incidents Involving the Release of
Hazardous Substances. In: Hygiene DoHaM, editor. New York: Department of Health and
Mental Hygiene; 2004.
50. Cusick C. Disaster and flu: putting planning into practice. Materials Management in Health
Care. 2010;19(1):14-8.
51. Planning NYCfTPa. HOSPITAL EVACUATION PROTOCOL DRAFT. In: Hygiene
NDoHaM, editor. New York: NYC Department of Health and Mental Hygiene; 2006.
52. Ting IL, Fuh-Yuan S, Wen-Chu C, Shih-Tsuo S, Wen-Jone C. Strategies of disaster
response in the health care system for tropical cyclones: Experience following Typhoon
Nari in Taipei City. Academic Emergency Medicine. 2003;10(10):1109.
53. Lennquist S, Hodgetts T. Evaluation of the response of the Swedish healthcare system to
the tsunami disaster in South East Asia. European Journal of Trauma & Emergency
Surgery. 2008;34(5):465-85.
54. Johnson LJ, Travis AR. Trauma response to the Asian tsunami: Krabi Hospital, Southern
Thailand. Emergency Medicine Australasia. 2006;18(2):196-8.
55. Ken K. Hospital disaster preparedness plans become a necessity. Managed Healthcare
Executive. 2007;17(1):33.
92
56. Nugroho R. Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo; 2009.
57. Buse K, Mays N, Walt G. Making Health Policy-Understanding Public Health. England:
Open University Press; 2005.
58. Green A. An Introduction To Health Planning for Developing Health Systems. UK:
Oxfrod University Press; 2007.
93
Lampiran
PEDOMAN TELAAH DOKUMEN
1. Dokumen-dokumen yang telah diseleksi hingga akhirnya didapat dokumen-dokumen yang relevan
dengan tujuan penelitian digunakan sebagai data ilmiah.
3. Isi dokumen-dokumen tersebut ditelaah satu persatu dan dijadikan sebagai data ilmiah dalam
melakukan analisis. Hasilnya dikelompokkan ke dalam tabel sbb :
h. Upaya Kesehatan
k. SDM Kesehatan
4. Selanjutnya dilakukan analisis dan sintesa berdasarkan hasil pengelompokan tersebut untuk
mendapatkan tujuan penelitian.
94