Anda di halaman 1dari 94

EVIDENCED BASED POLICY ANALYSIS

ANALISIS KESENJANGAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM

FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN YANG AMAN TERHADAP BENCANA DI


INDONESIA

DENGAN KERANGKA KERJA INTERNASIONAL

oleh :

dr Ina Agustina Isturini, MKM

dr Mohammad Imran Saleh Hamdani, MKM

dr Fina Hidayati Tams, MscIH

Setiorini, SKM, MKM

dr Jaya Supriyanto

Shinta Rahmawati, S. GZ

PUSAT PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN


WHO COLLABORATING CENTER
FOR TRAINING AND RESEARCH
ON DISASTER RISK REDUCTION
2015

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 4


1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 4
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................. 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................... 7
1.4 Tujuan ...................................................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................................... 7
1.6 Keaslian Penelitian ................................................................................................... 8
1.7 Ruang Lingkup ......................................................................................................... 8
1.8 Pembiayaan .............................................................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................

BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ......................................

BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN ..........................................................................

BAB V HASIL PENELITIAN ...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap kejadian bencana. Berdasarkan data
Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED) tahun 2008-2013 bahwa
setiap tahun Indonesia menempati 5 besar di dunia sebagai negara paling sering terkena
bencana alam. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2008 – 2014
menunjukkan bahwa setiap tahun rata-rata terjadi 1.880 kejadian bencana yang
terdistribusi di seluruh provinsi. (1-7)

Kejadian bencana menimbulkan dampak permasalahan kesehatan baik korban jiwa,


cedera fisik dan atau mental, pengungsian maupun rusaknya fasilitas kesehatan.
Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan tahun 2008 –
2013, bila dirata-ratakan kejadian bencana (alam, non alam dan sosial) yang
menyebabkan permasalahan kesehatan terjadi hampir setiap hari dengan jumlah korban
meninggal hampir mencapai 900 jiwa pertahunnya, korban luka berat/cedera berat
mencapai 2.000 pertahun dan pengungsian lebih dari 300 ribu jiwa pertahunnya. Rata-
rata setiap tahunnya 10 RS, 55 Puskesmas, 109 Pustu serta 63 Polindes mengalami
kerusakan akibat bencana. (8-13)

Pemulihan fasyankes memakan waktu yang tidak sebentar. Laporan Studi Longitudinal
pasca letusan Merapi 2010 oleh BNPB dan UNDP yang dilakukan 2 tahun setelah
letusan didapatkan pemulihan akses korban bencana pada sarana pelayanan kesehatan
dan pendidikan, pemulihan kesehatan fisik dan mental dan status bersekolah anak-anak
usia sekolah di Area Terdampak Langsung Letusan baru mencapai 17,07 dari sesaat
terjadinya bencana, sedangkan di area terdampak lahar hujan baru 57,31%. (14)

Saat kejadian bencana fasyankes bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan


kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan. (15) Selain itu
fasyankes juga bertugas untuk mengumpulkan dan analisis data dalam rangka
mendeteksi serta mencegah penyakit berpotensi kejadian luar biasa (KLB), meneruskan
pelayanan rutin kesehatan, menyediakan pelayanan imunisasi untuk mencegah KLB,
menyediakan pelayanan vital termasuk laboratorium, bank darah, ambulans, obat-obatan
dan sebagainya. Mereka juga berperan vital dalam proses pemulihan pasca bencana.
(16)

Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan simbol kuat dari
kemajuan sosial serta prasyarat untuk stabilitas kemajuan ekonomi untuk suatu negara
karena dampak yang ditimbulkan bisa menyebabkan beban ekonomi. Sejumlah
kejadian bencana di Indonesia menimbulkan kerusakan dan kerugian yang tidak sedikit

3
bagi sektor kesehatan, antara lain gempa bumi di Sumatera Barat tahun 2009 yang
merusakkan sejumlah rumah sakit dan fasyankes lainnya serta peralatan kesehatan
dengan nilai kerusakan dan kerugian hampir mencapai Rp 702 M. Gempa bumi di Kab.
Aceh Tengah dan Kab. Bener Meriah tahun 2010 yang merusak Puskesmas serta
sejumlah peralatan kesehatan dengan nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp 53 M.
Banjir bandang kota Manado tahun 2014 yang merusakkan sejumlah Puskesmas serta
peralatannya dengan nilai kerusakan mencapai hampir Rp 29 M. (16-18)

Sejumlah faktor menyebabkan fasyankes tidak aman saat terjadi bencana. Faktor-faktor
tersebut antara lain lokasi, desain dan ketahanan bangunan fasyankes berkontribusi
terhadap kemampuan fasyankes berhadapan dengan bencana. Fasyankes merupakan
tempat kelompok rentan yaitu masyarakat yang sakit sehingga berisiko tinggi menjadi
korban akibat bencana. Selain itu, kejadian bencana juga meningkatkan jumlah pasien
yang berkunjung yang belum tentu sesuai dengan kapasitas fasyankes. Tenaga
kesehatan fasyankes yang menjadi korban dan dimobilisasinya personil dari luar
merupakan beban ekonomi tersendiri. Kerusakan pada elemen non struktural seperti
listrik, air bersih, kabinet dan sebagainya, akan mengganggu/menghentikan operasional
fasyankes.(16)

Berbagai kesepakatan internasional maupun kebijakan nasional telah menyatakan


pentingnya upaya penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan yang aman terhadap
bencana serta mengamanatkan berbagai upaya pengurangan risiko untuk mendukung hal
tersebut. Kesepakatan internasional antara lain Hyogo Framework for Action 2005-
2015 yang menyatakan untuk mendukung pelaksanaan rumah sakit yang aman terhadap
bencana dengan memastikan bahwa seluruh rumah sakit baru dibangun dengan tingkat
ketahanan yang membuat mereka tetap berfungsi pada saat kondisi bencana serta
mengimplementasikan upaya mitigasi untuk memperkuat fasyankes yang ada khususnya
yang melayani pelayanan kesehatan primer. Selain itu ada Deklarasi Kathmandu pada
tahun 2009 yang merupakan kesepakatan menteri-menteri kesehatan di wilayah Asia
Tenggara serta Deklarasi Yogyakarta pada tahun 2012 yang dideklarasikan pada
konferensi tingkat Menteri se-Asia ke-5, dalam rangka pengurangan risiko bencana
(AMCDRR). (19-21)

Kebijakan nasional dalam rangka fasyankes yang aman terhadap bencana tertuang
dalam sejumlah Undang-undang. UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana menyatakan bahwa tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah daerah dalam
penanggulangan bencana antara lain melakukan pengurangan risiko bencana serta
melindungi masyarakat dari dampak bencana. UU No. 36 tahun 2009 menyatakan
bahwa Pemerintah, pemda dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber
daya, fasilitas dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
berkesinambungan pada saat tanggap darurat dan pasca bencana. Fasyankes baik
pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana

4
dengan tujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut dan
kepentingan terbaik bagi pasien. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
menyatakan bahwa pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan untuk
mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan yankes serta memberikan
perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan RS dan sumber daya
manusia RS. Undang-undang No. 28 tahun 2008 tentang Bangunan Gedung telah
memberikan persyaratan teknis bagi pembangunan gedung, termasuk fasyankes, agar
menjadi andal dan terjamin keamanannya meskipun dalam kondisi bencana. (15, 22-
24). Kebijakan-kebijakan tersebut telah diturunkan menjadi Peraturan Pemerintah,
Peraturan Menteri hingga Pedoman dan Juknis.

Program-program untuk mengimplementasikan fasyankes yang aman juga telah


dilaksanakan di Indonesia. Pada tanggal 15 November 2000, Menkes saat itu yaitu Prof.
Dr Achmad Sujudi, SpB, MHA mencanangkan “Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu” sebagai dasar menuju Indonesia Sehat 2010 dan Safe Community.(25-29) Pada
tahun 2011-2012, Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan telah melakukan
pendampingan peningkatan kapasitas petugas dalam perencanaan RS dalam
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana terhadap 21 RS di 12 provinsi. Selain
itu pada tahun 2012-2013 juga telah diadakan 4 kali TOT peningkatan kapasitas petugas
dalam perencanaan RS dalam penanggulangan krisis kesehatana akibat bencana.

Berkebalikan dengan berbagai kebijakan dan program yang telah ada, sejumlah
penilaian maupun penelitian menunjukkan bahwa fasyankes di Indonesia, khususnya
rumah sakit, belum aman terhadap bencana.(29) Hasil Riset Fasilitas Kesehatan secara
nasional yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Kesehatan pada tahun 2011 menunjukkan hasil bahwa sebagian RSU Pemerintah belum
memiliki rambu khusus untuk evakuasi pasien bila terjadi bencana. Lebih dari separuh
RSU Pemerintah belum dilengkapi dengan sistem alarm kebakaran, peta tempat
berisiko, pedoman keselamatan kerja RS dan ketentuan tertulis pengadaan jasa dan
barang berbahaya. Sebagian besar RSU Pemerintah belum melakukan pengecekan
profesional terhadapi struktur bangunan RS. (30). Hasil penilaian menggunakan
SEARO Benchmark yang dilaksanakan oleh WHO bekerja sama dengan institusi
pemerintah dan non pemerintah serta akademisi menyatakan bahwa kode bangunan
belum diterapkan pada seluruh bangunan baru, penilaian risiko belum
diimplementasikan secara luas, fitur-fitur keselamatan belum diterapkan di tingkat sub
nasional. Selain itu sekitar 50% fasyankes belum melakukan penilaian kerentananan
dan penyusunan rencana kedaruratan rumah sakit belum mencapai 50% dari target. (31)
Studi kasus mengenai kesenjangan sumber daya kesehatan dalam menghadapi pandemi
influenza di Bali menunjukkan bahwa virus yang lebih ganas akan menyebabkan
kekurangan di seluruh sumber daya kecuali antimikroba. (32)

5
Negara Indonesia yang rawan terhadap bencana dengan fasilitas pelayanan kesehatan
yang tidak siap menghadapi bencana merupakan masalah besar yang tidak dapat
diabaikan begitu saja. Sejumlah kemungkinan yang terjadi yaitu : a. Kebijakan dan
program sudah memadai, namun pengimplementasian di lapangan masih belum
memadai; atau b. Kebijakan dan program belum memadai.

1.2 Perumusan Masalah


Kebijakan serta program yang mendukung terwujudnya fasilitas pelayanan kesehatan
yang aman terhadap bencana telah ada di Indonesia. Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa fasyankes di Indonesia masih belum aman terhadap kejadian
bencana.

1.3 Pertanyaan Penelitian


a. Apakah ada kesenjangan antara kebijakan dan program nasional di Indonesia terkait
fasilitas pelayanan kesehatan yang aman terhadap bencana dengan Kerangka kerja
internasional?
b. Bila ada kesenjangan, apa saja point-point kesenjangan tersebut?

1.4 Tujuan
a. Mendapatkan informasi ada atau tidaknya kesenjangan antara kebijakan dan program
nasional di Indonesia terkait fasilitas pelayanan kesehatan yang aman terhadap
bencana dengan Kerangka kerja internasional.
b. Mengidentifikasi poin-poin kesenjangan yang ada.

1.5 Manfaat Penelitian


a. Bagi Ilmu Pengetahuan
- Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan untuk
pengembangan kebijakan berdasarkan evidence base di Indonesia.
- Metodologi yang dilakukan diharapkan juga bisa menjadi referensi bagi pihak-
pihak lain yang berkepentingan yang ingin melakukan penelitian serupa.
b. Bagi Pemerintah
Penelitian ini bisa menjadi bahan rekomendasi untuk kebijakan pemerintah dalam
rangka meningkatkan keberhasilan implementasi fasyankes yang aman terhadap
bencana yang pada akhirnya akan mendukung keberhasilan program pemerintah
jangka menengah maupun jangka panjang.

c. Bagi Masyarakat
Dapat membuka wawasan masyarakat terkait fasyankes yang aman dan ikut
mendukung pemerintah untuk pengimplementasian hal tersebut.

d. Bagi Peneliti
Mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman terkait penyelenggaraan
fasyankes yang aman terhadap bencana.
6
1.6 Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan di Indonesia, belum ada penelitian yang sama
dengan yang dilakukan penulis.

1.7 Ruang Lingkup


1. Lingkup Masalah
Kesenjangan yang diteliti berupa perbedaan antara kebijakan dan program nasional
serta best practices dunia terkait program fasyankes yang aman terhadap bencana,
meliputisub-sub sistem yang terdapat dalam Sistem Kesehatan Nasional yaituupaya
kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber
daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, manajemen
informasi dan regulasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat.

2. Lingkup Sasaran kebijakan dan program


Sasaran penelitian adalah dokumen-dokumen baik hard copy maupun soft copy :

a. Kebijakan nasional Indonesiayang merupakan sintesa dari peraturan perundangan


berikut :
- UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan turunannya.
- UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan turunannya
- UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan turunannya
- UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan turunannya
- UU No. 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan turunannya
- UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan turunannya
- Peraturan / Keputusan Menteri/setingkat menteri yang terkait dengan
penyelenggaraan fasyankes yang aman terhadap bencana yang bukan merupakan
turunan dari peraturan perundangan di atas yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan (Kemenkes), Kemen Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat(Kemen PU-Pera) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB).
b. RPJP, RPJMN, Renstra tahun 2005-2019 dan Lakip 2005-2014 terkait penerapan
standar fasyankes yang aman yang dikeluarkan oleh Kemenkes, Kemen PU-Pera
dan BNPB.

3. Lingkup Kerangka Kerja Internasional


a. Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015 – 2030
b. Comprehensive Safe Hospital Framework WHO ;
c. Kathmandu Declaration on Protecting Health Facilities from Disasters.
d. Sphere Project, Humanitarian charter and minimum Standards in Humanitarian
Response

4. Lingkup Waktu
Waktu penelitian pada bulan Februari – Agustus 2015.
7
1.8 Keterbatasan Penelitian
a. Kebijakan dan program yang diteliti dibatasi hanya kebijakan tertentu serta
program-program dari instansi tertentu saja dan tidak melihat dari sisi program
pemerintah daerah, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya kekurangtajaman
dalam proses analisa.

b. Kata-kata kunci yang diambil dibatasi sehingga tidak menutup kemungkinan


adanya data-data yang terkait namun tidak terjaring.

c. Hasil yang ada hanya melihat dari sisi kerangka kerja internasional saja dan tidak
melihat dari sisi pengimplementasian di daerah di Indonesia, sehingga rekomendasi
yang dihasilkan tentu memerlukan pengkajian lebih lanjut dengan melihat situasi di
lapangan.

1.9 Pembiayaan
Pembiayaan penelitian berasal dari dana APBN (90%) dan WHO.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. TEORI FASILITAS KESEHATAN DAN BENCANA

1. Dampak Bencana terhadap fasyankes serta Peranan fasyankes Terkait Bencana

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat. (15)

Fasyankes yang aman terhadap bencana adalah fasyankes yang siap untuk
menyelamatkan nyawa serta melanjutkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar
untuk masyarakat pada saat bencana. (33)
Bencana dapat berdampak secara langsung maupun tidak langsung pada sebuah
fasyankes.Dampak langsung yaitu bila fasyankes tersebut terletak di daerah yang terkena
bencana serta dapat mengalami kerusakan atau hancur akibat bencana tersebut.Dampak tidak
langsung yaitu bila fasyankes terletak di sekitar daerah dampak, daerah triase atau daerah yang
dipakai untuk mengatur bantuan.Dalam hal ini fasyankes tidak secara langsung dipengaruhi oleh
bencana dan struktur serta fungsinya tetap. Namun demikian, fasyankes secara tidak langsung
juga terpengaruh karena akan memegang peranan penting dalam kegiatan operasional baik itu
untuk menerima pasien korban bencana maupun penyediaan bantuan tenaga dan logistik
kesehatan ke lokasi bencana. (34)

Selama situasi kedaruratan dan bencana, fasyankes harus aman, mudah diakses serta
berfungsi dengan kapasitas maksimal untuk menyelamatkan korban.Mereka harus tetap
menyediakan pelayanan-pelayanan yang penting seperti pelayanan medis dan keperawatan,
laboratorium serta pelayanan kesehatan lainnya.Fasyankes yang aman harus diorganisir dengan
rencana kontinjensi serta tenaga kesehatan yang terlatih. (35)

2. Manajemen RS dalam Penanggulangan Bencana


Dalam melakukan manajemen bencana, perlu diketahui mengenai Siklus Bencana.
Gambar berikut ini menunjukkan bahwa Siklus Bencana merupakan proses yang berlangsung
terus menerus meliputi mitigasi atau pencegahan, kesiapsiagaan, tanggap darurat serta
pemulihan.(36)

Mitigasi adalah segala kegiatan berkelanjutan untuk mengurangi risiko jangka panjang
bagi kehidupan dan properti akibat kejadian bencana.Tujuannya adalah menyelamatkan
kehidupan dan mengurangi kerusakan properti dengan upaya yang cost-effective dan ramah
lingkungan.(37)Bagian terpenting dari mitigasi adalah menganalisis ancaman dan kerentanan
yang ada.(36)

Kesiapsiagaan adalah meningkatkan kapasitas suatu komunitas untuk dapat merespon


serta melakukan pemulihan dengan lebih cepat dan efektif. Kegiatan ini mencakup pencegahan
penilaian kerentanan, pengembangan perencanaan bencana, pelatihan dan pendidikan;

9
pengembangan dan penetapan sistem peringatan dini; manajemen dan sistem komunikasi dan
informasi yang adekuat, manajemen logistik, adanya gladi serta sistem manajemen bencana
(Incident command system) yang memadai.(36)

Penyatuan mitigasi dan kesiapsiagaan akan menurunkan risiko ancaman dan kerentanan
yang ada. (36) Sebagaimana teori berikut ini.

Risiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentanan suatu wilayah, kemampuan
menghadapi ancaman dengan ancaman/bahaya yang ada. Rumusnya yaitu sebagai berikut : (38)

Risiko = Bahaya x Kerentanan


Kemampuan

Ancaman/bahaya biasanya tidak dapat dihindari karena merupakan bagian dari


dinamika proses alami pembangunan atau pembentukan roman muka bumi baik dari tenaga
internal maupun eksternal. Sedangkan tingkat kerentanan suatu wilayah dapat dikurangi dan
kemampuan menghadapi ancaman dapat ditingkatkan. (38)
Kegiatan saat bencana meliputi deteksi, aktivasi Hospital Emergensi Incident Command
System, skema keamanan dan keselamatan, menilai ancaman, manajemen korban massal,
perluasan kapasitas RS. Tujuannya untuk menyelamatkan seluruh korban, memastikan seluruh
pasien telah dilayani di fasilitas kesehatan, stabilisasi insiden serta menyediakan untuk
keselamatan, pertanggungjawaban dan kesejahteraan tenaga kesehatan. (36, 39)
Kegiatan pemulihan dimulai setelah insiden telah terkontrol. Lamanya tergantung dari
tingkatan dari bencana tersebut, bisa berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.(36)

Berikut ini akan dibahas manajemen RS pada pra bencana (mitigasi dan kesiapsiagaan),
saat bencana (tanggap darurat) dan pasca bencana.

I. PRA BENCANA (MITIGASI DAN KESIAPSIAGAAN)


Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, kegiatan pra bencana pada intinya adalah untuk
menurunkan kerentanan serta meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman di suatu lokasi.
Untuk itu akan diuraikan elemen-elemen kerentanan sebuah RS serta sumber daya di RS
tersebut yang meliputi sumber daya manusia, pembiayaan, material/logistik dan sistem/metode.

1.1 Kerentanan Rumah Sakit(35, 37)

1. Struktural
Kerentanan Struktural merupakan tingkat dari desain sistem struktural untuk menghadapi
datangnya ancaman, kualitas dari material bangunan, konstruksi dan perawatan, bentuk
arsitektural dan struktur atau konfigurasi dari bangunan. Rinciannya sebagai berikut :

Indikator struktur RS yang aman : (35)

A. Lokasi

1. Bangunan tidak terletak di daerah rawan.


2. Bangunan telah diteliti dengan tepat mengenai ancaman bahaya terkait dengan lokasi
bangunan.

10
B. Desain

1. Bangunan mempunyai bentuk yang sederhana dan simetris sepanjang aksis lateral maupun
longitudinal sehingga kuat ketika terkena tekanan seperti gempa bumi.
2. Bagian dari struktur bangunan (pondasi, kolum, balok, lantai, lempeng, konstruksi) dan
bagian dari non struktural dapat menyesuaikan dengan angin kencang dan gempa bumi.
3. Kaca, dinding, pintu dan jendela tahan dengan angin berkecepatan 200-250 kph.
4. Jumlah lantai kurang dari 5, khususnya di daerah yang rentan terhadap gempa bumi.
5. Sudut atap 30°-40° (optimum untuk tekanan angin) untuk bangunan yang berada di daerah
angin kencang.

C. Struktur

1. Tidak ada struktur mayor yang retak. Retakan yang kecil ditelti oleh insinyur sipil atau
struktural yang kualified dan ditetapkan untuk dilokalisasi serta diperbaiki.
2. Struktur dibangun dengan material yang tahan api dan tidak toksik.
3. Struktur dibangun dengan kompetensi teknik yang adekuat dan pengawasan pembangunan
yang layak serta terkontrol.

2. Non-struktural
Indikator non struktural penting untuk operasional harian RS dan fasilitas kesehatan lainnya yaitu
terdiri dari komponen arsitektur, instalasi, peralatan dan perabotan, elektronik, sistem
komunikasi.Apabila elemen ini rusak, mereka tidak dapat berfungsi dan bahkan dapat
menyebabkan cedera fisik pada pasien maupun staf RS. Indikatornya meliputi : (35, 37)

A. Dokumen/Gambar/Perencanaan Bangunan
1. Perencanaan, spesifikasi teknis, struktur konstruksi yang telah disepakati mendapatkan
persetujuan dari tenaga profesional dan petugas pemerintah yang berwenang.
2. Perencanaan pembangunan yang disiapkan oleh kontraktor disiapkan oleh arsitektur dan
insinyur yang profesional.
3. Diperbaharui sesuai dengan perencanaan pembangunan.
4. Izin kepemilikan

B. Elemen Arsitektur
1. Keamanan atap
2. Keamanan langit-langit
3. Keamanan pintu dan jalur masuk
4. Keamanan jendela
5. Keamanan dinding, divisi dan partisi.
6. Keamanan elemen eksterior yaitu melekat erat di dinging, lampu bergantung tertanam
dengan kuat dan kabel serta kawat listrik tertutup dengan kuat dan aman.
7. Keamanan lantai .

C. Utilitas
1. Sistem listrik
2. Sistem komunikasi

11
3. Sistem penyediaan air
4. Sistem gas medis
5. Sistem penanggulangan api
6. Emergency Exit System
7. Sistem Pemanas, ventilasi dan Air Conditioning (AC)

D. Peralatan Medis dan Laboratorium


1. Sarana di Ruang Operasi dan Pemulihan
2. Sarana dan prasarana ruang Radiologi dan sarana pendukung lainnya
3. Sarana dan pra sarana ruang laboratorium.
4. Peralatan medis di Ruang gawat darurat, ICU dan bangsal
5. Peralatan medis di Departemen farmasi
6. Peralatan medis di Unit Sterilisasi
7. Sarana dan prasarana di Departemen Kedokteran Nuklir dan Unit Terapi Radiasi

E. Keselamatan dan Keamanan Petugas, Pasien, Sarana dan Prasarana

1. Keselamatan dan keamanan petugas dan pasien


a. Jalur keluar masuk yang aman
b. Perlengakapan inspeksi seperti detektor metal
c. Keberadaan penjaga di sekitar
d. CCTV kamera
e. Personal protective equipment atau alat pelindung diri personal untuk penyebab yang
umum (sarung tangan, masker, gown)
f. Perlengkapan sterilisasi
g. Mengkomunikasikan informasi pada pasien tentang langkah-langkah yang harus
dilakukan pada saat terjadi emergensi atau bencana (misal ditulis di papan
pengumuman, brosur, leaflet, dll)

2. Keselamatan perlengkapan dan persediaan


a. Peralatan yang diperlukan untuk terapi dan terletak di dekat tempat tidur harus
dilindungi/dijaga menggunakan frame baja untuk keamanan.
b. Peralatan di laboratorium, farmasi dan tempat-tempat umum di Central Sterilization
Supply department dan ruang operasi agar dijaga keamanannya.
c. Stop kontak listrik yang aman dan dijaga dengan baik.
d. Tidak ada peralatan yang menggantung atau ornamen dekoratif yang mengayun (seperti
lampu besar yang mengayun) di dekat tempat tidur pasien
e. Segala peralatan memiliki buku manual / petunjuk pemakaian yang dapat diakses
dengan mudah.
f. Menyimpan dengan tepat bahan-bahan kimia dan material yang berpotensi bahaya
g. Pencatatan barang menyimpan informasi mengenai perlengkapan kimia dan fisika,
prosedur pembuangan limbah, potensi bahaya kesehatan, peralatan emergensi dan
pertolongan pertama, penyimpanan dan penanganan, alat pelindung diri personal,
reaktivitas, data lingkungan dan registrasi.

12
3. Fungsional
Merupakan elemen yang penting karena dibutuhkan kepastian bahwa RS tetap dapat
memberikan pelayanan kesehatan ketika mereka sangat dibutukan. Indikatornya adalah sebagai
berikut : (35, 37)

a) Lokasi dan aksesibilitas


b) Lalu lintas internal dan antar ruang operasional lainnya.
c) Sarana dan prasarana
d) SOP dan pedoman kedaruratan.
e) Sistem logistik (kebutuhan logistik dan obat-obatan, inventarisasi, penyimpanan,
pengeluaran dan pengontrolan) serta utilities (penyediaan air, listrik dan gas medis),
generator dapat mensupply minimal 50%-60% dari kebutuhan normal RS
f) Keamanan dan alarm (Pendeteksi asap dan sistem alarm kebakaran)
g) Sistem transportasi and komunikasi.
h) Perencanaan untuk kedaruratan dan bencana
- Hospital Emergency Incident Command System
- rencana kontinjensi
- manual untuk pengoperasian, pencegahan, perawatan dan restorasi dan servis yang
utama (penyediaan listrik, generator, air, gas medis, bensin, sampah, limbah, dsb)
i) Sumber daya manusia yaitu terlatihbasic life support, advanced cardiac life supportdan
familiar dengan Incident Command System (ICS) sertamass casualty incident (MCI).
j) Pengorganisasian Komite Bencana RS dan Pusat Operasi Emergensi, kapabilitas dari
bangunan /tenaga serta gladi.
k) Monitoring dan evaluasi.
4. Kabinet, rak, peralatan dan suku cadang diletakkan di tempat yang tepat dan melekat
dengan kuat.
5. Jalan yang miring hanya ada di tempat yang tepat untuk mendorong tempat tidur atau
digunakan bagi orang yang cacat.

D. Perizinan

1. Gambaran konstruksi bangunan lengkap dan siap dipergunakan untuk menjadi bahan
referensi.
2. Izin bangunan dan izin kepemilikan lengkap.
3. Jaminan kualitas dan kontrol kualiatas material konstruksi telah diperiksa oleh insinyur
disesuaikan dengan spesifikasi.
4. Renovasi bangunan dilakukan dengan konsultasi yang tepat dengan memperhatikan
perencanaan awal dari bangunan.

1.2 Sumber Daya Rumah Sakit

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam melakukan manajemen risiko bencana, upaya
yang perlu dilakukan adalah menurunkan kerentanan serta meningkatkan kapasitas RS tersebut.
Berikut ini akan dibahas kapasitas RS yang meliputi sumber daya manusia, material/logistik dan
sistem/metode.

1.2.1 Sumber Daya Manusia


13
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor kerentanan fungsional RS apabila tidak
terorganisir dengan baik, tidak memiliki kapasitas yang memadai serta tidak terlatih dengan baik
melalui gladi dan simulasi. Selain itu sistem monitoring dan evaluasi sumber daya manusia juga
merupakan elemen penting dalam kerentanan ini.(35, 37)

Komite manajemen krisis terdiri dari para ahli teknis yang dapat memberikan masukan pada
komite eksekutif terkait manajemen krisis, kedaruratan serta bencana.Tim respon kedaruratan terdiri
dari dokter, perawat, bidan, staf terlatih teknis manajemen kedaruratan, paramedik serta supir
ambulans terlatih.Kelompok perencana kedaruratan kesehatan bertanggung jawab dalam menyusun
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana pada pra, saat dan pasca bencana.Komite
keselamatan dikepalai oleh petugas yang bertugas untuk mempromosikan keselamatan di RS
melawan segala ancaman. Pusat operasional kedaruratan RS dipimpin oleh koordinator yang
bertugas melakukan monitoring kedaruratan atau bencana, mobilisasi tim respons dan sumber daya
lainnya untuk kedaruratan, beroperasi 24 jam/hari dan 7 hari/minggu. Kantor tersebut diperlengkapi
dengan fasilitas komunikasi, sistem komputer, buku petunjuk serta sistem komunikasi alternatif bila
sistem yang normal mengalami kerusakan.(35)

Petugas medis dan paramedis harus berkualitas dan telah terlatih dengan baik untuk
merespon terhadap berbagai jenis cedera.Selain itu jumlah petugas harus mencukupi untuk melayani
selama 24 jam.(40)Seluruh petugas kesehatan harus terlatih Basic life support, cardiopulmonary
resuscitation pertolongan pertama standard. Tenaga kesehatan di ruang emerjensi harus terlatih
Advanced Cardiac Life Support (ACLS) dan Advanced Pediatric Cardiac Life Support.Petugas
penolong di RS harus terlatih Emergency Medical Technician Course, Incident Command System
(ICS) dan Mass Casualty Incident (MCI).Manajer RS harus terlatih dalam Hospital Emergency
Incident Command System (HEICS).(35)

Kompetensi terkait pelayanan kesehatan mental juga merupakan salah satu elemen yang
cukup penting. Sebuah penelitian mengevaluasi pelayanan kesehatan mental oleh RS swasta pada
pra dan pasca bencana angin kencang di Florida. Hasilnya bahwa meskipun sebagian besar RS
swasta menyediakan pelayanan kesehatan mental dalam kondisi normal namun mereka tidak rutin
memberikan pelayanan kesehatan mental terkait bencana.Karena itu petugas kesehatan di RS swasta
harus dilatih untuk menyediakan pelayanan kesehatan mental terkait bencana dan prosedur
melakukan rujukan untuk menindaklanjuti evaluasi serta intervensi formal.(41)

Di samping kompetensi-kompetensi yang telah disebutkan sebelumnya, tidak boleh


dilupakan kompetensi terkait penanganan aksi terorisme. Studi terkini menunjukkan bahwa banyak
perawat gagal dalam persiapan menghadapi agen biologi yang merupakan salah satu senjata teroris.
(Katz et al., 2006; Young & Persell, 2004 dikutip oleh Nyamathi). Sebagai salah satu tenaga
kesehatan lini terdepan dalam situasi emergensi, perawat harus diedukasi untuk beraksi cepat dan
tepat untuk mengurangi kematianpdan penyebaran penyakit. Hasil survey Katz et al. (2006) yang
dikutip oleh Nyamathi, pada 146 perawat dan 115 dokter untuk menilai kesiapan mereka terhadap
teror biologi dan pengetahuan mereka terhadap agen biologi menunjukkan hasil bahwa kurang dari
50% perawat dapat mendiagnosa dengan tepat perbedaan anthrax dengan ISPA atau smallpox
dengan chickenpox. Hanya 20% yang telah mengikuti pelatihan bioterorisme dan kurang dari 15%
yang yakin bahwa mereka dapat merespon dengan efisien untuk kejadian bioterorisme. Hasil
penelitian di 125 sekolah perawat oleh Mosca, Sweeney, Hazy, and Brenner (2005) yang dikutip oleh

14
Nyamathi menyatakan bahwa sebagian besar perawat memiliki kompetensi yang rendah mengenai
bioterorisme.(42)

1.2.3 Material

Material meliputi struktur RS (lokasi bangunan, spesifikasi bangunan dan material yang
digunakan untuk membangun RS) dan non struktur (elemen arsitektur, peralatan medis dan
laboratorium, instalasi mekanikal, eletrikal dan perpipaan serta isyu keselamatan dan keamanan).(35,
37). Berikut ini akan dibahas lebih mendalam mengenai obat-obatan, logistik kesehatan serta
bangunan RS.

A. Obat-obatan
Ada beberapa referensi terkait penyediaan obat-obatan untuk meningkatkan upaya
penyelamatan korban pada saat bencana. Referensi dari HOPE (Hospital Preparedness on
Emergency and Disaster) untuk bencana secara umum yaitu sebagai berikut:(34)

1) Resusitasi jantung :
- inotropic vasopressor (dopamin, dobutamin, isoprenalin, mephenteramin, adrenalin,
phenylephrine, noradrenalin), atropin, antiarrhythmic (xylocard, bretylium, amiodarone,
kalsium klorida/glukonat)
- Sodium bikarbonat, THAM
- Salbutamol, derylphilline, aminophylin
- Lasix
2) Tahap awal trauma
- Analgesik : inhaled Nitrous oksida dalam campuran oksigen 50 :50 (Interrex)
- Analgesik lainnya : Voveron, Fortwin, Pethidine, Morfin
- Anastetik : Ketamin (sebuah referensi menyatakan bahwa Ketamin merupakan bahan
yang cukup aman, efektif dengan insiden efek samping mayor kecil (43)), Xylocaine,
Sensoriane
3) Anestetik dan amnestik agen
- Thiopentone, Propofol dan Midazolam
- Agen inhalasi : halothane
- Narkotik : Pethidine, pentazocine dan fortwin
- Epidural regional atau anastetik
- Muscle relaxants, misalnya Suxamethonium, vecuronium
4) Lain-lain,yaitu antibiotik, savlon, kapas, EMO, mesin boyle

Untuk kejadian terorisme yang menggunakan material kimia, biologi, radioaktif dan nuklir,
dibutuhkan obat-obatan berupa antidotum, antibiotik, antitoksin dan vaksin yang harus disiapkan
dalam jumlah besar karena biasanya bencana akibat bahan material tersebut menyebabkan jumlah
korban yang cukup besar. Selain itu perlu juga disiapkan bahan-bahan dekontaminasi. Berikut ini
obat-obatan dan bahan dekontaminasi sebagaimana yang distandardkan untuk RS militer. yaitu
sebagai berikut : (44)

1. Untuk agen kimia


a. Paket antidotum Cyanida (12 ampul Amynitrit, 2 vial sodium nitrit 3% dan 2 vial sodium
tiosulfat 25%).

15
b. Pralidoxime Chloride (1 g vial)
c. Atropin sulfat inj. (1 mg/ml)
d. Diazepam (5 mg/ml dalam 2 ml ampul)
e. Military autoinjector yang mengandung Atropin sulfat, pralidoxime chloride dan diazepam
f. Albuterole sulfate untuk nebulisasi (0,09 mg/inhalasi)
g. Sodium bikarbonat (7,5% injeksi)
h. Methylprednisolon asetat (inj, 20 mg/ml)
i. Dimercaprol 300 mg/3 ml vial
j. Dimercaptosuccinic acid (succimer) oral antidotum untuk lewisite exposure
k. Physostigmine atau pyridostigmine tablet (30 mg)

2. Untuk agen biologi


a. Antibiotik (erythromycin, gentamycin, doxycycline dan ciprofloxacin)
b. Vaksin (untuk anthrax, smallpox dsb)

3. Untuk Nuklir dan radioaktif


a. Prussian blue (ferric acid hexacyanoferrate) untuk terapi kelasi Cesium dan Thallium
b. Zinc DTPA/Ca DTPA (untuk elemen transuranics radioaktif)
c. D-penicillamine atau deferroxamine (pharmaceutical chelaters)
d. Potassium iodida tablet (130 mg)

4. Bahan Dekontaminasi yaitu Chlorine dengan konsentrasi 0,05%. Untuk kasus wabah virus
Lassa dan Ebola, dosis Chlorine dapat ditingkatkan hingga 0,5% untuk desinfeksi kotoran,
kadaver serta percikan darah dan cairan tubuh (Brennan et al dan Cox RD dikutip oleh Turan).

B. Saranadan Prasarana Kesehatan


Peralatan basik harus ada di setiap lokasi penanganan.Peralatan basik diagnostik dan
terapetik harus selalu berfungsi dan dilabel/ditandai dengan tepat.Persediaan/stok minimal
sebanyak kebutuhan item medis selama seminggu.Perlengkapan dan persediaan untuk
kedaruratan meliputi obat-obatan emergensi di ruang emergensi dan ruangan kritis lainnya
seperti ICU, NICU, RR, OR, dsb. Selain itu diperlukan instrumen untuk prosedur emergensi,
gas medikal, ventilator dan peralatan penunjang hidup lainnya, alat pelindung diri/Personal
Protective Equipment (akan dibahas lebih lanjut dalam bab tersendiri), Crash cartuntuk henti
cardiopulmonary serta triage tags dan perlengkapan lainnya untuk menangani korban massal.
(35)

Daftar sarana dan prasarana berikut ini memungkinkan fasilitas medis untuk menangani
hampir semua jenis korban yang ada di daerah bencana.Semuanya atau hampir semuanya
adalah sarana basik. Yaitu sebagai berikut :(34)

- Airways-osophageal/nasal/oral
- Ambu Bag and masks
- Laryngoscope and blades
- Endotracheal tubes and airway devices
- Tongue blades and applicators
- Oxygen Cylinders (kecil, portabel dengan tabung dan koneksinya)
- Oxygen cannulae
- Oxygen Nebulizer treatment set

16
- Oxygen pocket mask (one way valve)
- IV administration set, IV fluid bags, IV cathethers, central venous cathethers
- CVP dan Internal Jugular
- Suction cathether, suction handles, suction tubing
- Surgical and examintaion gloves, surgical masks

Daftar kebutuhan untuk Kit Triase standar :(45)


- Peta dan alat-alat tulis
- Alat komunikasi dan transportasi
- Alat penerang di lokasi, senter.
- Tanda pengenal untuk lokasi, petugas dan korban : bendera, pita lengan, penanda triase
- Stretcher, tandu, selimut
- Alat pelindung diri : sarung tangan, masker, dsb
- Medical Kit untuk bencana : oksigen, airway, intubation set, ventilation bag, suction
device, chest tube set, tracheostomy set, dsb
- Cairan IV, obat-obatan untuk shock, torniket
- Pembalut/bidai, antiseptik
- Tensimeter, stetoskop
- Gunting dan plester

Selain alat-alat yang tersebut, perlu juga disiapkan alat-alat untuk monitoring yang terdiri
dari alat pengukur tekanan darah, monitor saturasi oksigen dan electrocardiogram.(43)

Lokasi untuk melakukan dekontaminasi juga perlu disiapkan yang terdiri suatu tempat
dengan multiple shower yang didesain untuk masuknya pasien dengan berbagai derajat
keparahan.Selain itu juga perlu ada tempat untuk berganti baju.(44)

C. Sarana Transportasi
Beberapa jenis kendaraan dapat digunakan untuk evakuasi korban atau untuk melakukan
pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut : (28, 46)

1) Ambulans darat. Fungsi :


- Ambulans transportasi Mengangkut pasien dari satu fasilitas pelayanan medik ke
tempat lain tanpa perlu pengawasan medis khusus
- Ambulans gawat darurat Penanggulangan bantuan hidup dasar bagi pasien gawat
darurat serta pengangkutan pasien gawat darurat ke tempat pelayanan definitif dalam
rangka rujukan
- Ambulans RS lapangan  Penanggulangan pasien gawat darurat sehari-hari

2) Ambulans udara
Terdiri dari heli udara/rotary wing dan fixed wing. Ketentuan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku secara internasional

3) Ambulans air

4) Sepeda Motor

5) Kendaraan roda 4

6) Kendaraan roda 3

17
7) Kendaraan Jenazah

D. Sarana Komunikasi dan Informasi


Sarana komunikasi dan informasi yang efektif dibutuhkan untuk menjalin komunikasi di
dalam RS dan dengan eksternal RS seperti RS rujukan, RS lainnya, pelayanan ambulans,
sektor atau institusi terkait baik nasional maupun internasional. Sarana informasi dan
komunikasi tersebut yaitu sebagai berikut :(28, 46-48)

- Telpon
- Faksimili
- SSB
- HT/RIG
Handphone
- Handphone satelit
- Televisi
- Kamera
- LCD proyektor
- PC komputer
- Laptop
- Handycam
- Sound system pusat
- Alarm
- Megaphone
- GPS

E. Alat Pelindung Diri (APD) atau Personal Protection Equipment (PPE)


Tenaga kesehatan berisiko terpapar bahan kimia, biologi atau radiologi ketika menerima
pasien terkontaminasi material tersbut pada insiden korban massal. (Horton et al., 2003 dikutip
oleh OSHA).(49) Untuk itu, selain metode dekontaminasi juga diperlukan alat pelindung
diri.Selain jenisnya perlu juga diperhitungkan perkiraan kebutuhan APD tersebut. Rinciannya
yaitu sebagai berikut :(49, 50)

1) Sarung tangan dan sepatu boot yang dapat melindungi dari berbagai material atau dari
jenis material tertentu bila RS telah dapat mendefinisikan jenis material kontaminasi.
2) Pakaian pelindung. Bahan pakaian pelindung yang optimal untuk tenaga kesehatan lini
terdepan di area pre dekontaminasi adalah yang dapat melindungi dari berbagai bahan
kimia baik itu cair, padat maupun uap. Selain itu bahan pakaian harus cukup fleksibel,
tahan lama dan dapat dipakai sampai dengan beberapa jam selama aktivitas pelayanan.
3) Yellow Isolation Gowns.
4) Masker
5) Pelindung wajah
6) Kaca mata pelindung

1.2.4 Sistem/Metode

Pembahasan sistem/metode pada bab ini meliputi hal-hal sebagai berikut :

18
A. Kebijakan, prosedur dan pedoman manajemen kedaruratan dan bencana
B. Sistem Komando Insiden/Incident Command System (ICS)
C. Sistem layanan medis gawat darurat
D. Sistem logistik dan persediaan
E. Sistem keamanan dan keselamatan

A. Kebijakan, prosedur dan pedoman manajemen kedaruratan


Kebijakan, prosedur dan pedoman manajemen kedaruratan merupakan salah satu indikator
kerentanan fungsional sebuah RS.Standard operating procedures dan pedoman harus memasukkan
kondisi yang terkait dengan emergensi dan bencana, melingkupi pedoman fasilitas dan prosedur
untuk mengatasi masuknya pasien dalam kondisi sumber daya yang terbatas.(35)

Berikut ini check list SOP dan pedoman yang harus ada dalam sebuah RS berdasarkan WHO.
.(35)

1. SOP dan Pedoman


a. SOP pengontrolan infeksi dan dekontaminasi
b. SOP rujukan pasien internal dan eksternal
c. SOP rawat inap di departemen emergensi
d. SOP untuk mengumpulkan dan menganalisi informasi
2. Prosedur
a. Prosedur khusus administrasi untuk tanggap darurat
b. Prosedur untuk mobilisasi sumber daya (dana, logistik, tenaga), termasuk shifting dan tugas
selama emergensi dan bencana.
c. Prosedur untuk memperluas pelayanan, lokasi dan tempat tidur
d. Prosedur melindungi rekam medis pasien
e. Prosedur untuk inspeksi keselamatan peralatan regulerdengan otoritas yang tepat dan
perawatan preventif.
f. Prosedur untuk surveilans epidemiologi RS.
g. Proseduruntuk menyediakan tempat sebagai lokasi penempatan jenazah sementara untuk
keperluan kedokteranforensik.
h. Prosedur untuk bantuan transportasi dan logistik.
i. Prosedur tanggap darurat pada malam hari, akhir minggu dan pada hari libur.
3. Pedoman
a. Pedoman untuk persediaan makanan bagi petugas RS saat emergensi.
b. Pedoman dan penilaian untuk memastikan kesejahteraan bagi personel tambahan yang
dimobilisasi saat emergensi.
c. Pedoman atau protokol terapi.
d. Pedoman untuk kesehatan mental dan support psikososial .
e. Pedoman seperti memorandum atau instruksi RS bagi petugas RS agar ikut berpartisipasi
dalam latihan gladi dan simulasi.
f. Pedoman menangani relawan, khususnya saat emergensi dan bencana.
g. Pedoman terkait petugas pemadam kebakaran saat berkunjung ke RS atau polisi yang
melakukan kunjungan terhadap teman atau saudara di RS atau penjagaan terhadap narapidana.

B. Sistem Komando Insiden (36)

19
Sistem komando saat insiden atau Incident Command System (ICS) awalnya dikembangkan
oleh petugas pemadam kebakaran saat terjadi kebakaran besar di California Selatan pada tahun
1970.Untuk koordinasi yang memadai di area bencana, sangat dibutuhkan rantai komando yang jelas
untuk seluruh responder sebagaimana kondisi di militer.Siapa pun yang tiba pertama kali di lokasi
bencana akan menjadi Komandan Insiden de facto hingga orang yang lebih senior datang.
Komandan dibantu oleh 4 kepala seksi yaitu Operasional, Perencanaan, Logistik dan
Pembiayaan/Administrasi,

Komandan insiden adalah seseorang yang memutuskan tujuan dari penanganan bencana,
menentukan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, menetapkan prioritas dan bertanggung jawab
terhadap seluruh penanganan saat bencana.

Kepala seksi operasional memimpin operasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
oleh Komandan Insisden, menentukan taktik dan memantau penggunaan sumber-sumber daya.

Kepala seksi perencanaan mengembangkan Incident Action Plan harian berdasarkan


konsultasi dengan komandan insiden.Perencanaan tersebut menentukan upaya-upaya yang dilakukan
pada hari tersebut termasuk membagi tugas sumber-sumber daya, koleksi data serta menyimpan
dokumentasi yang sesuai.

Kepala Logistikmenyediakan sumber-sumber daya serta pelayanan yang dibutuhkan seksi


operasional. Sedangkan kepala seksi pembiayaan/administrasi memantau biaya-biaya dan analisis
biaya dari tim perencana, akunting, pengadaan dan kontrak serta membayar para responder.

Dua karakter kunci dari ICS adalah scalabledan fleksible. Sehingga pada insiden yang kecil
(bukan bencana), komandan akan memegang tugas seluruh tim. Namun pada insiden yang besar,
dibutuhkan orang-orang yang menempati posisi seksi-seksi tersebut.Konsep kunci lainnya adalah
“unity of command.”

RS memiliki struktur komando insiden sendiri yaitu the Hospital Incident Command System
(HICS).Struktur ini memperlihatkan ICS yang lebih besar terdiri dari beberapa sektor. Ada beberapa
orang yang melapor pada komandan insiden di atas level dari kepala-kepala seksi yaitu the Liaison
Officer; the Public InformationOfficer; the Safety Officer; dan theMedical Technical Specialist.
Mereka disebut Staf Komandan.Bila semua posisi staf komandan dan kepala seksi terisi, maka ada 8
orang yang melapor langsung pada komandan insiden.

C. Sistem layanan medis gawat darurat


Sistem Layanan Medis Gawat Darurat (Emergency Medical Services Systems/EMSS) adalah
sistem secara keseluruhan yang diperlukan untuk merawat korban dari tempat kecelakaan atau
kejadian untuk perawatan secara definitif, meliputi perawatan di tempat, triase, perawatan awal,
transportasi serta rujukan ke pusat perawatan definitif.(34)

Sistem tersebut terdiri dari unsur-unsur meliputi :

a. Transportasi  Ambulans, pesawat, dsb


b. Personalia  Medical First Responders, teknisi medis gawat darurat, paramedis, perawat
c. Sistem komunikasi  komunikasi 2 arah untuk memungkinkan informasi mengenai gawat
darurat dan korban dapat dikirim serta instruksi mengenai perawatan dapat diterima.

20
d. Pengawasan medis  komunikasi 2 arah secara on line dengan dokter spesialis yang
bertugas atau melalui off line protokol mengenai perawatan yang harus diikuti pada
penanganan gawat darurat. 3 komponen utama dalam sistem off line yaitu pengembangan
protokol, jaminan medis serta pendidikan yang sedang berlangsung.
e. Peralatan dan bahan-bahan  meliputi semua bahan yang dibutuhkan untuk respon gawat
darurat
f. Legislasi dan advokasi  peraturan tindakan pengobatan pra hospital. Juga menyediakan
check and balance untuk perawatn standar tinggi yang dibutuhkan.
g. Sistem perawatan trauma regional
h. Insiden korban masal

D. Sistem logistik dan persediaan(35)


Sistem juga harus memperhitungkan kebutuhan persediaan dan obat-obatan serta perawatan
inventory, penyimpanan, pengeluaran dan pengontrolan. Setiap fasilitas kesehatan ada tingkat
rujukan pertama harus mempertahankan fasilitas bank darah yang adekuat, khususnya untuk
penyimpanan dan manajemen darah dan produk darah. Bila bank darah tidak ada, maka sumber-
sumber produk darah yang memungkinkan harus diidentifikasi dan diatur sistemnya agar dapat
mengadakan dengan cepat dalam kondisi emergensi.

Ketersediaan utilitas seperti air, listrik dan gas medis sangat penting pada operasional harian
RS dan fasilitas kesehatan. Penyediaan air harus aman dan harus ada alternatif sumber air seperti
untuk pemadam kebakaran atau tank penyimpan. Konsumsi air harian di fasilitas kesehatan
diperkirakan 5 liter untuk pasien rawat jalan dan 60-100 liter untuk pasien rawat inap.Tambahan
lainnya yaitu untuk laundry, air toilet dan kebutuhan lainnya.

Hal penting lainnya adalah ketersediaan sumber tenaga alternatif untuk penerangan dan operasi
saat terjadi kerusakan listrik pada waktu emergensi.Idealnya, terdapat generator yang mampu
menyediakan minimal 50-60% dari kebutuhan listrik normal RS tersebut.

Penyediaan gas medis vital untuk survival sejumlah pasien dir RS tersebut tapi juga bisa
menjadi sumber bahaya bila tidak dikelola dengan baik.Tank atau pipa gas medis harus diperiksa
secara rutin untuk memastikan mereka masih dalam kondisi baik.Khusus untuk pipa gas, sebaiknya
ada katup pengaman untuk mencegah ledakan.

E. Sistem keamanan dan keselamatan(35)


Sistem keselamatan mencakup keberadaan rambu-rambu/petunjuk arah evakuasi dan peralatan
pemadam kebakaran.Hal ini untuk mencegah kebingungan dan panik saat emergensi yang dapat
menyebabkan terjebaknya orang-orang dalam ruangan yang tertutup.

Detektor asap dan sistem alarm kebakaran juga penting untuk respon cepat pada kebakaran.
Selain itu harus ada koordinasi dengan Dinas Pemadam Kebakaran setempat untuk menyusun
pedoman terkait penempatan yang tepat untuk detektor api dan peralatan pemadam kebakaran.

Selama kedaruratan, keamanan harus diperketat di lokasi berisiko tinggi pada fasilitas seperti
pintu masuk dan keluar utama, tempat penyimpanan untuk mengontrol bahan-bahan kimia serta area
yang menyimpan peralatan medis mahal.

21
II. SAAT TANGGAP DARURAT

2.1 Deteksi (36)

Beberapa jenis bencana mudah terdeteksi kehadirannya seperti angin kencang dan gempa
bumi. Namun ada beberapa jenis bencana yang tidak terdeteksi atau terlambat diketahui
kedatangannya seperti saat serangan teroris berupa surat yang berisi kuman anthrax baru disadari
beberapa hari kemudian. Poin utamanya adalah bahwa para responder harus waspada dengan situasi
dan mengenali tanda-tanda terjadinya bencana.Ketika paramedis ada dalam bioskop melihat ada asap
yang tiba-tiba muncul sehingga menyebabkan orang-orang tersedak, mengeluarkan air mata dan air
liur, mengeluarkan urin dan faeces tidak terkontrol, mereka harus mencurigai telah terjadi serangan
agen syaraf dan tidak memasuki area hingga tim HAZMAT menyatakan area tersebut telah aman.

2.2 Membangun HEICS (Hospital Emergency Incident Command System)


HEICS adalah ICS yang diterapkan untuk gawat darurat atau bencana di RS.(34)Perlu dicatat
bahwa setiap keterlambatan 5 menit untuk membangun struktur ICS pada saat bencana, maka
dibutuhkan tambahan waktu 30 menit untuk mendapatkan situasi yang terkontrol kemudian. (36)

Sejauh mana HEICS tersebut diaktifkan ditentukan oleh Komandan Insiden.Umumnya sejauh
mana aktivasi tersebut ditentukan oleh sifat dan ruang lingkup dampak dari bahayaserta permintaan
yang disampaikan pada operasional RS.(34)

Untuk melaksanakan HEICS diperlukan tempat yang dijadikan Pusat Komando RS.Untuk itu
perlu diidentifikasi minimal 2 lokasi.Satu tempat berada di dekat kantor eksekutif RS. Sedangkan 1
tempat lainnya terletak jauh dari RS dengan pertimbangan apabila diperlukan evakuasi RS secara
keseluruhan.(34)

Sarana yang harus dimiliki Pusat Komando tersebut antara lain telpon, faksimili, telpon
genggam dan batere tambahan, radio komunikasi, radio dan televisi, peta, generator, toilet dengan
tempat cuci tangan, makan dan minuman, papan tulis dan alat tulis dan lampu senter. (34)

2.3 Skema Keamanan dan Keselamatan

Hal yang paling penting bagi para responder adalah keselamatan diri sendiri dan tim. Bila
responder cedera, maka situasi akan bertambah buruk. Saat terjadi bencana, sangat penting untuk
menetapkan perimeter keamanan untuk mengontrol keluar masuk ke lokasi bencana. Contohnya
adalah sewaktu terjadi serangan teroris, di mana ada kemungkinan material yang digunakan masih
berada di lokasi bencana.Begitu pula saat terjadi serangan kimia, orang yang terkontaminasi dapat
mengkontaminasi orang-orang lainnya.(36)

Keputusan untuk melakukan evakuasi merupakan pilihan yang sulit. Pasien sebaiknay
dievakuasi hanya dalam kondisi yang benar-benar terpaksa di mana pasien dan petugas kesehatan
dalam kondisi yang lebih berbahaya bila tetap berada di tempat semula dibandingkan bila dievakuasi
. Di Amerika penilaian risiko tersebut sebagaimana laporan General Accounting Office (GAO) pada
kongres pada tanggal 16-2-2006yang berjudulDisaster Preparedness: Preliminary Observations on
the Evacuation of Hospitals and Nursing Homes Due to Hurricanes. Ditetapkan: “Administrators
memperhitungkan beberapa isyu ketika memutuskan untuk melakukan evakuasi atau tetap berada di
tempat (shelter in place), yaitu tersedianya sumber-sumber daya yang adekuat untuk shelter in place,

22
risiko pada pasien ketika memutuskan untuk evakuasi, tersedianya saranan transportasi untuk
memindahkan pasien dan lokasi tempat pemindahan pasien tersebut dan kerusakan pada fasilitas atau
infrastruktur komunitas.” Banyak pasien memiliki mobilitas yang terbatas dan beberapa di
antaranya sedang mendapatkan sarana penunjang hidup seperti oksigen, ventilatro atau IV pumps.
Memindahkan pasien-paseien ini cukup sulit dan membutuhkan staf yang sangat terlatih.(37, 51, 52)

Seluruh petugas memegang peranan penting dalam implementasi evakuasi.Keputusan


implementasi evakuasi ditetapkan oleh Komandan Insiden.Dan saat hal tersebut ditetapkan maka
bagian/departemen komunikasi di RS harus diberitahu sehingga dapat mengaktivasi kode mereka dan
mengumumkan pada petugas yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Petugas RS dalam upaya
penyelamatan jiwa akan memerintahkan evakuasi (baik horizontal maupun vertikal) saat situasi
mengancam jiwa. Tujuannya adalah untuk memindah pasien dan petugas ke lokasi yang aman.(51)

2.4 Menilai Ancaman (36)

Elemen kunci dalam penilaian ancaman adalah isyu tentang personal protectiveequipment
(PPE).Dalam situasi potensi HAZMAT, diperlukan PPE yang memadai sebelum seseorang
memasuki “hot zone”.

Ada sejumlah ancaman potensial yang harus selalu diwaspadai terus menerus, termasuk
ancaman kimia (seperti gas syaraf dan klorin), ledakan kedua, perluasan dari api dan gas, banjir,
struktur yang tidak stabil (khususnya setelah ledakan atau gempa bumi) serta ancaman radiasi.

Penilaian yang adekuat diperlukan untuk menentukan sumber-sumber daya yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan operasional penanggulangan bencana.Sayangnya sistem komunikasi di lokasi
bencana seringkali tidak memadai sehingga sangat penting untuk melakukan perencanaan yang
memadai untuk setiap kontigensi yang memungkinkan.

2. 5 MengelolaMass Casualties Incident (MCI)

Mass casualty incident(MCI) atau Insiden korban massal, adalah segala kejadian yang
menyebabkan jumlah korban dalam jumlah besar hingga membutuhkan pelayanan di luar kapasitas
normal pelayanan kesehatan yang tersedia. Umumnya setelah MCI, respon terlambat karena
komunikasi yang tidak adekuat. Selain itu, kemampuan petugas dalam menentukan prioritas pasien
yang harus ditangani terlebih dahulu serta transportasi yang tidak memadai juga merupakan
penyebab tidak optimalnya penanganan korban.(45)

Contoh nyata MCI adalah ketika tsunami menimpa Thailand pada akhir tahun 2004, pada 3
hari pertama sebanyak 11.000 korban cedera dirawat di 6 RS utama di Provinsi Phang Nga, Phuket
dan Krabi. Sebanyak 3.000 di antaranya harus dirawat, padahal kapasitas tempat tidur yang tersedia
adalah 1.400. Dalam 3 hari, sebanyak 1.500 operasi harus dilaksanakan, sementara ruang operasi
yang tersedia hanya sebanyak 33 ruangan. Pemerintah Thailand meminta bantuan dari tim kesehatan
negara-negara asal turis-turis di Thailand yang menjadi korban untuk memberi dukungan
penanganan, psikologi, penilaian untuk evakuasi serta evakuasi secepatnya ke negara asal.(53)

Triase merupakan salah satu strategi penanganan paling penting dalam kondisi MCI.Definisi
triase adalah memilah serta menentukan prioritas pelayanan kesehatan bagi korban berdasarkan
derajat cedera atau penyakit serta kemungkinan untuk bertahan.Konsep ini mengutamakan pasien-
pasien yang dianggap paling bisa diselamatkan dan memiliki kondisi medis yang sangat

23
mendesak.Triase merupakan salah satu kegiatan paling penting dalam mengelola MCI dengan tujuan
untuk memberikan yang terbaik bagi dengan jumlah sebanyak-banyaknya dalam kondisi sumber
daya yang terbatas.(34, 45)

Sebelum penanganan kesehatan lebih lanjut, dilakukan stabilisasi seluruh pasien tersebih
dahulu.Penanganan definitif dapat dimulai setelah tidak ada lagi korban-korban yang datang dan
seluruh korban cedera telah dalam kondisi stabil.(45)

Ada beberapa metode Triase. Pada kondisi korban multipel namun situasinya tidak katastropik
dan RS tidak kepenuhan, dapat digunakan metode START (Simple Triage &Rapid Treatment).
Dalam metode ini petugas memilah pasien dalam jangka waktu 60 detik atau bahkan kurang dengan
memberikan penilaian berdasarkan respirasi, perfusi dan status mental.Setelah triase pasien dapat
dilabel berdasarkan kategorinya yaitu HIJAU (aman), MERAH (membutuhkan pertolongan
secepatnya), KUNING (pertolongan masih dapat ditunda) dan HITAM (meninggal).(34)

Namun dalam kondisi MCI metode triase yang paling efektif adalah metode SAVE (Secondary
Assesment of Victim Endpoint).Penempatan korban ke dalam masing-masing kategori ditentukan oleh
hasil yang diharapkan di lapangan dari statistik luka yang ada.Misalnya ada 2 pasien yang
membutuhkan chest tube untuk pneumothorax.Berhubung hanya ada 1 chest tube, maka chest tube
diberikan pada pasien yang memiliki peluang untuk selamat lebih besar. Kategorisasi SAVE dapat
dibedakan dalam 3 kategori, yaitu :(34)

- Korban yang akan meninggal tanpa melihat jumlah perawatan yang diterimanya.
- Korban yang akan selamat tanpa melihat langkah perawatan apa yang diberikan.
- Korban yang akan sangat mendapatkan manfaat dari intervensi lapangan yang terbatas

Metode lainnya yang digunakan untuk kondisi MCI adalah MASS (Move, Asess, Sort and
Send). Move maksudnya adalah menginstruksikan pada korban-korban di lokasi yang mampu
mendengar instruksi agar pindah ke lokasi tertentu untuk mendapatkan pertolongan. Korban yang
masih berjalan ini dikategorikan sebagai prioritas terendah atau ditandai Hijau.Selanjutnya
diinstruksikan pada para korban yang masih dapat mendengar namun tidak dapat berjalan agar
mengangkat tangan atau kakinya.Korban ini ditandai sebagai korban yang dapat ditunda atau warna
kuning.Sisa di lapangan adalah korban-korban prioritas (tanda merah) atau meninggal (tanda hitam)
dan harus dinilai secara individual. Penilaian ini menggunakan pendekatan ABC dan bila ia
merupakan korban prioritas maka dilanjutkan dengan menggunakan metode ID-ME mnemonic
(Immediate-Delayed-Minimal-Expectant). (36)

Sistem kode warna yang digunakan untuk Triase tidak selalu sama pada setiap negara. Untuk
itu faktor yang paling penting adalah makna warna yang dipergunakan telah dipahami dan disepakati
oleh seluruh anggota tim penyelamat. Label ini dapat ditaruh di mana saja pada tubuh, namun lebih
tepat dipasang pada pergelangan tangankanan bagi korban yang bisa bejalan atau pergelangan kaki
kanan bagi korban yang tidak bisa berjalan. (34)

Petugas triase akan memeriksa dengan hati-hati pada tiap kelompok pasien dan mengambil
keputusan berdasarkan faktor-faktor lainnya (contoh : usia, status kesehatan secara keseluruhan atau
perubahan dalam kondisi fisik). Ada beberapa ketentuan dalam triase, yaitu : (45)

24
- Pada kasus yang dengan kategori perbatasan, pilih kategori yang lebih mendesak.
- Anak-anak lebih diprioritaskan dibandingkan orang dewasa pada kategori triase yang sama.
- Prioritaskan petugas kehatan dan keluarganya untuk meminimalisir kecemasan dan
memfasilitasi respon yang efisien.
- Korban yang histeris lebih diprioritaskan dibandingkan kondisi medisnya. Hal ini karena sangat
penting untuk menjaga situasi tenang di lokasi bencana..

Untuk dapat menguasi manajemen MCI dimulai dengan mempersiapkan sumber daya serta
prosedur standard di lapangan dan RS. RS dengan petugas yang terbatas akan kesulitan untuk
mengikuti pelatihan manajemen MCI reguler. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah berfokus pada
hal-hal sebagai berikut :(45)

- Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi rutin untuk kejadian yang mendadak, insiden
dalam skala kecil (contoh : kecelakaan mobil atau kecelakaan di rumah). Prosedur
penyelamatan yang sama dalam melakukan MCI dilakukan sebagai kegiatan emergensi rutin.
- Koordinasi dengan unit emergensi lainnya seperti kepolisian, pemadam kebakaran, ambulans,
RS lainnya, dll)
- Memastikan transisi yang cepat dari pelayanan emergensi rutin menuju manajemen MCI.
- Menetapkan prosedur standar untuk menangani segala insiden (skala kecil maupun besar),
pencarian dan pertolongan, pertolongan pertama,triase, sistem rujukan dan pelayanan di RS.
- Prosedur MCI sebaiknya diadaptasi ke situasi lokal terkait skill staf, transport dan komunikasi,
persediaan dan peralatan. Standarisasi aktivitas emergensi rutin akanmembuat tim menjadi lebih
efisien serta dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam menangani korban MCI.
- Membangun koordinasi yang baik antar unit emergensi (polisi, petugas pemadam kebakaran dan
petugas kesehatan) untuk merespon MCI. Kit standar untuk triase disiapkan dan melakukan
gladi secara reguler.

Latihan dan gladi untuk merespon MCI sangat penting untuk efektivitas penanganan dan
kesuksesan koordinasi dilapangan tanpa rasa panik.Hal ini juga sudah dirasakan oleh RS Krabi di
Thailand Selatan pasca terjadinya tsunami pada tahun 2004. Walaupun korban yang datang 10 kali
lipat dibandingkan perencanaan RS mereka, namun karena mereka telah terlatih dan memiliki
pengetahuan yang cukup hingga mereka dapat menetapkan strategi-strategi yang tepat untuk
menyelamatkan jiwa para korban. Kekuatan dalam merespon adalah RS tersebut adalah dengan tidak
menghitung berapa peralatan dan sumber daya yang mereka punya, namun bagaimana menyelesaikan
berbagai tantangan..(54)

2.6 Perluasan Kapasitas RS(55)

Konsep familiar untuk RS saat MCI adalah memperluas kapasitas yatiu kemampuan untuk
memperluas diri secepatnya di bawah kondisi pelayanan normal untuk mencapai peningkatan
kebutuhan pelayanan kesehatan.Namun karena kemampuan untuk memperluas kapasitas fungsional
terbatas, sehingga sangat penting bagi RS untuk menjalin kerjasama dengan organisasi lainnya untuk
lokasi perawatan pasien saat MCI.

Berikut ini contoh dari jenis-jenis fasilitas yang dapat menjadi perluasan RS dalam kondisi MCI :

25
a. Shuttered hospital (RS tertutup). Direkomendasikan bila kondisi MCI tersebut
membutuhkan karantina untuk mencegah penyebarluasan penyakit atau agen infeksius.
b. Fasilitas yang memungkinkan. Fasilitas ini bukan bangunan medikal, namun karena
ukuran dan jaraknya maka dapat digunakan sebagai perluasan RS. Contoh : arena sport,
convention center, veterinary hospital atau hotel.
c. Mobile medical facilites. Contohny adalah 18-wheel truck yang dapat didesain secepatnya
sebagai ruang operasi dan ICU saat MCI.
d. Portable facilities. Unit-unit ini, atau nama lainnya “hospital in a box”, adalah peralatan
lengkap, bisa dibawa-dibawa sehingga dapat menangani korban secepatnya.

III. PASCA BENCANA (PEMULIHAN DAN REKONSTRUKSI)


Setelah respon yang cepat saat bencana, perlu dipersiapkan rencana jangka panjang untuk
proses pemulihan. RS yang mengalami kerusakan akibat bencana harus dibangun kembali serta
dikembalikan fungsi operasionalnya. RS yang rusak tersebut dievaluasi untuk memastikan bahwa
gedung tersebut masih layak pakai. Upaya pemulihan lainnya yaitu proses demobilisasi tenaga
kesehatan yang diperbantukan ke RS serta pemulihan kesehatan mental para korban dan petugas
kesehatan. (36, 52)

Manajemen korban yang meninggal dunia merupakan bagian dari kegiatan pemulihan.Dalam
manajemen ini perlu memperhatikan aturan hukum yang berlaku sehingga perlu berkoordinasi
dengan kepolisisan setempat. Kegiatan manajemen korban meninggal meliputi proses identifikasi
korban, keselamatan petugas yang menangani korban khususnya korban akibat pandemi atau bahan-
bahan CBRN serta penanganan masalah psikologis petugas yang menangani para korban meninggal
tersebut. (34)

II. TEORI KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASINYA

Diantara beberapa pengertian tentang kebijakan, Thomas R. Dye (1955) memberikan


pengertian sederhana tentang kebijakan yaitu segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa
mereka melakukan dan hasilnya yang membuat suatu kehidupan berbeda.(56)Segala sesuatu yang
dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah, diputuskan berdasarkan alasan tertentu untuk
merealisasikan tujuan negara adalah kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah.

Keputusan Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit bahwa salah satu fungsi Rumah Sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan
paripurna dan memberikan perlindungan bagi keamanan dan keselamatan, merupakan kebijakan
untuk melakukan sesuatu. Tujuan yang ingin dicapai jelas yaitu untuk mengubah sistem pelayanan
kesehatan menjadi lebih baik bagi kepentingan masyarakat.

Kebijakan merupakan suatu proses yang berbentuk siklus dan biasanya dimulai dengan
mengidentifikasi masalah-masalah. Selanjutnya menentukan kriteria untuk mengevaluasi
permasalahan yang ditemukan.Setelah berbagai masalah dievaluasi, kemudian ditentukan alternatif-
alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah.Alternatif kebijakan diseleksi untuk mendapatkan
kebijakan yang paling tepat dan selanjutnya diterapkan di lapangan. Implementasi kebijakan tersebut
kemudian dievaluasi untuk menilai apakah langkah yang diambil sudah tepat atau belum, dan proses
lahirnya kebijakan kembali dimulai dari awal. Salah satu model proses kebijakan dijelaskan oleh
Patton dan Savicky sebagai berikut: (56)

26
Define the
problem

Implement the Determine


preferred policy evaluation criteria

Select preferred Identify alternative


policy policies

Evaluate alternative
policies

Implementasi kebijakan, menurut Riant Nugroho, adalah cara agar sebuah kebijakan dapat
mencapai tujuannya. (56) Berdasarkan definisi ini, implementasi diartikan sebagai tindak lanjut dari
sebuah kebijakan. Oleh karena itu, lebih lanjut, Riant Nugroho (2009) menyatakan bahwa ada dua
langkah untuk mengimplementasikan kebijakan, yaitu implementasi dalam bentuk program dan
melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan kebijakan tersebut. (56)

DefinIsi lainnya yang berbeda diungkapkan oleh DeLeon (1999), implementasi adalah
perbedaan antara harapan dan hasil dari suatu kebijakan.(57) Sesuai definisi ini, implementasi lebih
diartikan pada kesenjangan yang timbul antara tujuan yang ingin dicapai dengan fakta yang ada.
Implementasi tidak hanya sekedar diartikan sebagai tindak lanjut dari suatu kebijakan tetapi lebih
jauh mengukur apakah tindak lanjut tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai atau tidak.

Kebijakan tentang fasyankes yang aman telah dirumuskan dan diputuskan oleh pemerintah
dalam berbagai bentuk peraturan perundangan, mulai dari undang-undang sampai pada pedoman
yang bersifat teknis. Kebijakan-kebijakan terkait fasyankes yang aman dikeluarkan oleh sektor terkait
sesuai fungsi dan tugasnya, seperti Kementerian Pekerjaan Umum menerbitkan aturan mengenai
standar bangunan untuk pelayanan atau fasilitas umum, standar bangunan di daerah rawan bencana,
dan lain-lain. Kementerian Kesehatan pun telah menyusun peraturan tentang fasyankes, standar
pelayanan minimal di fasyankes, standar keselamatan pasien, dan lain-lain yang terkait.

Berdasarkan pengertian implementasi oleh Riant Nugroho, pemerintah sudah


mengimplementasikan kebijakannya yang berupa Undang-Undang dengan membuat turunannya,
baik peraturan pemerintah, peraturan menteri terkait, dan diturunkan lagi dalam bentuk pedoman.
Bentuk implementasi lainnya yang perlu dilihat adalah program kerja pemerintah dan pemangku
kepentingan lainnya yang mengejawantahkan kebijakan di lapangan.Seperti kebijakan terkait fungsi
rumah sakit dalam memberikan perlindungan bagi keselamatan karyawan, pasien, dan
pengunjung.Fasyankes seharusnya memiliki program terkait kebijakan pemerintah tersebut, begitu
pula dengan Pemerintah dan pemerintah daerah terkait fungsi pembinaan dan pengawasan jalannya
suatu kebijakan.

Pemerintah dapat mengimplementasikan kebijakan yang telah dirumuskan dengan


menggunakan sumber daya yang dimiliki.Menurut Howlett dan Ramesh, terdapat dua hal dalam
sistem pemerintahan yang memiliki dampak besar pada kemampuan suatu negara untuk merumuskan

27
dan mengimplementasikan kebijakan, yaitu otonomi dan kapasitas.Otonomi dalam hal ini diartikan
sebagai kemampuan institusi pemerintah untuk menolak kelompok-kelompok yang berkepentingan
dan kemampuan pemerintah bertindak secara wajar sebagai penguasa jika terjadi perbedaan
kepentingan.Pemerintahan tidak dapat netral dalam soal-soal politik tetapi politik harus dijalankan
dengan tujuan memperbaiki kesejahteraan rakyat, tidak untuk merespon dan melindungi kelompok
tertentu yang memiliki kepentingan terselubung.Sedangkan kapasitas merujuk pada kemampuan
sistem pemerintahan untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan.Hal ini terlihat dari
keahlian, sumber daya dan kesatuan dari alat-alat pemerintahan.(57)

Kapasitas dari perangkat pemerintah termasuk di Kementerian Kesehatan terlihat dalam


menyusun dan mengimplementasikan suatu kebijakan dengan mempertimbangkan berbagai aspek
yang berdampak pada tingkat nasional. Begitu pula dengan perumusan kebijakan terkait fasyankes
aman, di dinas kesehatan dan di fasyankes yang merumuskan kebijakan teknis (implementasi
kebijakan Kemenkes) dan spesifik sesuai risiko yang berpotensi terjadi dalam wilayah
tanggungjawabnya.

Kebijakan yang dihasilkan oleh Pemerintah sudah seharusnya melihat otonomi suatu daerah
sehingga kebijakan tersebut dapat diadopsi oleh pemerintah daerah dalam penyelenggaraan fasyankes
aman.Otonomi daerah memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan
wewenang yang dilimpahkan Pemerintah untuk mengatur urusan pemerintahan atau lebih dikenal
dengan desentralisasi. Terdapat berbagai argumentasi terkait desentralisasi dan pengambilan
kebijakan, yaitu:(58)

1. desentralisasi mengantar kebijakan lebih dekat kepada masyarakat yang dilayani sehingga akan
melibatkan partisipasi masyarakat,

2. desentralisasi mengantar kebijakan publik lebih dekat pada service provider di lapangan,

3. desentralisasi membawa potensi yang lebih besar untuk kolaborasi multisektor dan multiagensi
pada tingkat pemberi layanan yang lebih rendah daripada melalui kontrol pusat,

4. desentralisasi dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam mengatur keuangan (pembiayaan),

5. desentralisasi dapat menciptakan efisiensi dalam menyelenggarakan pelayanan.

28
BAB III
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

1.1 Kerangka Teori


Bagan 1. Kerangka teori

Peraturan perundangan (Policy)

Turunan peraturan Program Penganggaran


perundangan
(Work decission) (Budgeting)
(Policy)
Pelaksanaan Pengendalian
Program
(Controlling)
(Implementation)
FASYANKES YANG AMAN

Pasca Bencana
Pra Bencana

Secepatnya melakukan
Aktif melakukan pencegahan
upaya rehabilitasi dan
bencana, menyiapkan
rekonstruksi dan
sumber daya sesuai standard
mengintegrasikannya
serta siap siaga menghadapi
dengan kegiatan
bencana
pengurangan risiko bencana

Evaluasi

(Evaluation)

Saat Tanggap Darurat

Pasien dan nakes aman dan


fasyankes berfungsi dengan
kapasitas maksimal untuk
menyelamatkan korban

Outcome

Menurunnya jumlah korban


meninggal dan cedera akibat
bencana internal dan eksternal

Proses pengimplementasian kebijakan fasyankes aman melalui perumusan peraturan perundangan


dan penyusunan program fasyankes aman. Program-program tersebut antara lain pembangunan fisik,
penyiapan sarana dan prasarana, penyiapan sumber daya manusia, dan pengembangan sistem. Program-
program tersebut agar dapat terlaksana perlu didukung oleh penyediaan anggaran.Dalam pelaksanaan
program-program tersebut perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan agar memperoleh manfaat yang
optimal. Keseluruhan proses tersebut diselenggarakan diatas pondasi manajemen fasyankes aman baik
secara teoritis maupun best practices.

3.2 Kerangka Konsep

29
Variabel independen pada penelitian ini adalah kebijakan dan program nasional pemerintah
Indonesia terkait penyelenggaraan fasyankes yang aman terhadap bencana serta kerangka
kerja internasional. Sedangkan Variabel dependen pada penelitian ini adalah point-point
kesenjangan yang didapatkan. Jelasnya dapat dilihat pada bagan 1 berikut ini.

Bagan 2

Kerangka Konsep Penelitian

ANALISIS KESENJANGAN

UPAYA KESEHATAN

PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN
KESEHATAN

PEMBIAYAAN
KESEHATAN

KEBIJAKAN DAN PROGRAM SUMBER DAYA


NASIONAL INDONESIA MANUSIA KESEHATAN KERANGKA KERJA
INTERNASIONAL

SEDIAAN FARMASI,
ALAT KESEHATAN
DAN MAKANAN

MANAJEMEN,
INFORMASI DAN
REGULASI KESEHATAN

PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT

Tidak ada
KAJI ULANG/
ADA/TIDAK
CARI
KESENJANG
REFERENSI
AN
LAINNYA

Ada

IDENTIFIKASI POIN-
POIN KESENJANGAN

30
3.3. Definisi operasional dari kerangka konsep
No Uraian Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Hasil sintesa dari :

1. UU berikut beserta turunannya


baik PP, Perpres, Permen (Tidak
termasuk Perda) :
- UU No. 24 / 2007 1. Telaah peraturan
- UU No. 36 / 2009 perundangan dan
- UU No. 44 / 2009 program kemudian
- UU No. 4 / 1984 mengidentifikasi poin-
- UU No. 7 / 2012 poin peraturan yang
- UU No. 28 / 2002 terkait dengan penelitian
serta mengidentifikasi
turunan-turunannya (bila
2. Peraturan / Keputusan ada)
Teridentifikasinya
Menteri/setingkat menteri yang 2. Telaah turunan-turunan
1. Tabel konsep kebijakan dan
terkait dengan penyelenggaraan dari peraturan
Kebijakan dan 2. Alat program pemerintah
fasyankes yang aman terhadap perundangan dan
pengolah
1. program nasional bencana yang bukan merupakan program serta Indonesia terkait
data
Indonesia turunan dari peraturan mengidentifikasi poin- penyelenggaraan
3. Pedoman
perundangan di atas, poin yang terkait dengan Fasyankes yang aman
telaah
berdasarkan hasil pencarian penelitian
dokumen terhadap bencana
informasi pada institusi terkait 3. Poin-poin yang terkait
(Kemenkes, Kemen PU-Pera dan diklasifikasi dalam tabel
BNPB) yang telah ditetapkan
4. Hasil pengklasifikasian
disintesa untuk
3. Rencana jangka panjang dan mendapatkan
kesimpulan konsep yang
menengah nasional serta
rencana jangka menengah tahun dimaksud dari berbagai
peraturan perundangan
2005-2019, rencana strategi
tahun 2005-2019, LAKIP tahun dan program tersebut.
2005 - 2014 yang dikeluarkan
oleh Kemenkes, Kemen PU-pera,
BNPB terkait program fasyankes
yang aman terhadap bencana
Teridentifikasinya hal-
Proses pengidentifkasian
Pedoman hal yang tidak sesuai
Analisis ketidaksesuaian antara kebijakan
2. Telaah dokumen telaah antara kebijakan dan
Kesenjangan dan program nasional dengan best
dokumen program dengan best
practices
practices

a. Kerangka Kerja Sendai untuk


Pengurangan Risiko Bencana
2015 – 2030 Teridentifikasinya
b. Comprehensive Safe Hospital Pedoman kerangka kerja
Kerangka kerja Framework WHO ;
3. Telaah dokumen telaah internasional terkait
internasional c. Kathmandu Declaration on
Protecting Health Facilities from dokumen fasyankes yang aman
Disasters. terhadap bencana
d. Sphere Project, Humanitarian
charter and minimum Standards
in Humanitarian Response
pengelolaan upaya kesehatan

yang terpadu, berkesinambungan,


paripurna, dan berkualitas,

meliputi upaya peningkatan,


pencegahan, pengobatan, dan Perpres No.
72/2012
pemulihan, yang diselenggarakan Teridentifikasinya poin-
tentang
4 Upaya Kesehatan guna menjamin tercapainya derajat Telaah dokumen poin yang terkait upaya
Sistem
kesehatan
Kesehatan
kesehatan masyarakat yang
Nasional
setinggi-tingginya. Memiliki 4
subsistem yaitu : 1. upaya
kesehatan, 2. fasyankes, 3. sumber
daya upaya kesehatan dan
pembinaan dan 4. pengawasan
upaya kesehatan

31
No Uraian Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

pengelolaan penelitian dan


pengembangan, pemanfaatan dan

penapisan teknologi dan produk


teknologi kesehatan yang

diselenggarakan dan
dikoordinasikan guna memberikan Perpres No.
data kesehatan yang berbasis bukti Teridentifikasinya poin-
72/2012
Penelitian dan untuk menjamin tercapainya poin yang terkait
tentang
5 pengembangan derajat kesehatan masyarakat yang Telaah dokumen penelitian dan
Sistem
kesehatan setinggi-tingginya. Memiliki 4 pengembangan
Kesehatan
subsistem yaitu : 1. biomedis dan kesehatan
Nasional
teknologi dasar kesehatan, 2.
teknologi terapan kesehatan dan
epidemiologi klinik, 3. teknologi
intervensi kesehatan masyarakat
dan humaniora, 4. kebijakan
kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat.

pengelolaan berbagai upaya

penggalian, pengalokasian, dan


pembelanjaan dana kesehatan Perpres No.
untuk mendukung 72/2012
Teridentifikasinya poin-
Pembiayaan penyelenggaraan pembangunan tentang
6 Telaah dokumen poin yang terkait
Kesehatan kesehatan guna mencapai derajat Sistem
pembiayaan kesehatan
kesehatan masyarakat yang Kesehatan
setinggi-tingginya. Memiliki 3 Nasional
subsistem yaitu : 1. Dana; 2.
Sumber daya; 3. Pengelolaan dana
kesehatan

Pengelolaan upaya pengembangan


dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan, yang meliputi:
upaya perencanaan, pengadaan,

pendayagunaan, serta pembinaan


dan pengawasan mutu sumber
Perpres No.
daya manusia kesehatan untuk
72/2012
mendukung penyelenggaraan Teridentifikasinya poin-
tentang
7 SDM Kesehatan Telaah dokumen poin yang terkait SDM
pembangunan kesehatan guna Sistem
Kesehatan
mewujudkan derajat kesehatan Kesehatan
Nasional
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Terdiri dari 3 subsistem, yaitu : 1.
SDM kesehatan, 2. SDM
pengembangan dan pemberdayaan
SDM kesehatan. 3.
Penyelenggaraan pengembangan
dan pemberdayaan SDM kesehatan

pengelolaan berbagai upaya yang


menjamin keamanan, khasiat/
Perpres No.
manfaat, mutu sediaan farmasi, 72/2012 Teridentifikasinya poin-
Sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan makanan. tentang poin yang terkait
8 alkes dan Telaah dokumen
Terdiri dari 5 subsiste, yaitu : 1. Sistem sediaan farmasi, alkes
makanan
Komoditi; 2. Sumber daya; 3. Kesehatan dan makanan
Pelayanan kefarmasian; 4. Nasional
Pengawasan; 5. Pemberdayaan
masyarakat.

32
No Uraian Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

pengelolaan yang menghimpun


berbagai upaya kebijakan
kesehatan, administrasi kesehatan,
pengaturan hukum kesehatan,
pengelolaan data dan informasi
Perpres No.
kesehatan yang mendukung
Manajemen, 72/2012 Teridentifikasinya poin-
subsistem lainnya dari SKN guna
informasi dan tentang poin yang terkait
9 menjamin tercapainya derajat Telaah dokumen
regulasi Sistem manajemen, informasi
kesehatan masyarakat yang
kesehatan Kesehatan dan regulasi kesehatan
setinggi-tingginya. Terdiri dari 5
Nasional
subsistem yaitu : 1. Kebijakan
kesehatan; 2. Administrasi
kesehatan; 3. Hukum kesehatan; 4.
Informasi kesehatan; 5. Sumber
daya manajemen kesehatan

Pengelolaan penyelenggaraan
berbagai upaya kesehatan, baik
perorangan, kelompok, maupun
Perpres No.
masyarakat secara terencana,
72/2012 Teridentifikasinya poin-
terpadu, dan berkesinambungan
Pemberdayaan tentang poin yang terkait
10 guna tercapainya derajat kesehatan Telaah dokumen
Masyarakat Sistem pemberdayaan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Kesehatan masyarakat
Terdiri dari 4 subsistem yaitu : 1.
Nasional
Penggerak pemberdayaan; 2.
Sasaran pemberdayaan; 3. Kegiatan
hidup sehat; 4. Sumber daya.

pengidentifkasian ketidaksesuaian Pedoman


Identifikasi poin- Teridentifikasinya poin-
11 antara kebijakan dan program Hasil analisa kesenjangan telaah
poin kesenjangan poin kesenjangan
nasional dengan best practices dokumen

33
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Metodologi Penelitian

Metode penelitian menggunakan metodesystematical review dari berbagai buku, jurnal serta
artikel internasional maupun nasional. Pencarian dokumen dibatasi tahun 2005-2015 dan
menggunakan bahasa Inggris atau Indonesia. Dokumen yang didapatkan selanjutnya
melalui 3 tahap proses skrining. Pertama, dokumen diskrining untuk mengeluarkan yang
duplikasi judul. Kedua, dokumen yang ada dipelajari untuk selanjutnya dokumen yang tidak
relevan dikeluarkan. Ketiga, abstrak dari dokumen yang tersisa dipelajari satu persatu untuk
selanjutnya mengeluarkan dokumen yang pada dasarnya tidak relevan, multiple publikasi
dan dokumen dengan data-data yang tidak bermanfaat. Hasil akhir dokumen-dokumen yang
didapatkan menjadi bahan untuk penelitian ini.

Data-data yang dikumpulkan dikelompok-kelompokkan menjadi tabel sebagai


berikut :

URAIAN KEBIJAKAN DAN KERANGKA


PROGRAM KERJA
NASIONAL INTERNASIONAL

a. Upaya Kesehatan

b. Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan
c. Pembiayaan Kesehatan

d. SDM Kesehatan

e. Sediaan farmasi, alkes dan


makanan
f. Manajemen, informasi dan
regulasi kesehatan
g. Pemberdayaan Masyarakat

Selanjutnya kebijakan nasional dan program nasional dibandingkan dengan kerangka


kerja internasionaluntuk kemudian dicari kesenjangannya. Metode analisis data
menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitis.

4.2.Sumber Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu
melalui pendekatan pengamatan yang cermat dan mendalam atas sebuah fenomena
(kualitatif). Data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber yaitu :

a. Undang-undang serta peraturan turunannya yaitu berupa Peraturan Pemerintah/


Peraturan Presiden/ Peraturan Menteri/ Keputusan Menteri, harus merupakan dokumen

34
asli yang dikeluarkan oleh institusi pemerintahan (baik pusat maupun daerah) baik
hardcopy dan atau unduhan dari internet.

b. Peraturan/Keputusan Menteri/setingkat menteri yang terkait dengan penyelenggaraan


fasyankes yang aman terhadap bencana yang bukan turunan dari peraturan perundangan
di atasnya, harus merupakan dokumen asli yang dikeluarkan oleh institusi pemerintahan
(baik pusat maupun daerah) baik hardocopy dan atau unduhan dari internet. Metode
pencariannya melalui pencarian informasi pada institusi terkait (Kemenkes, Kemen PU-
Pera dan BNPB).

c. RPJP, RPJMN, Renstra, Lakip,didapat dengan hardcopy maupun pencarian di internet


melalui mesin pencari dengan membatasi wilayah yang dicari meliputi Nasional
(Kemenkes, Kemen PU, BNPB) dan internasional (Pemerintah Jepang). Metode
pencariannya melalui pencarian informasi pada institusi terkait.

e. Kerangka kerja internasional yang didapat dari


- Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015 – 2030
- Comprehensive Safe Hospital Framework WHO ;
- Kathmandu Declaration on Protecting Health Facilities from Disasters.
- Sphere Project, Humanitarian charter and minimum Standards in Humanitarian
Response

35
BAB V

HASIL PENELITIAN

Terdapat 7 UU yang dikaji yaitu :

a. UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan turunannya.


b. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan turunannya
c. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan turunannya
d. UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan turunannya
e. UU No. 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan turunannya
f. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan turunannya
g. UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan turunannya

Selain itu juga mengkaji Peraturan / Keputusan Menteri/setingkat menteri yang terkait dengan
penyelenggaraan fasyankes yang aman terhadap bencana yang bukan merupakan turunan dari
peraturan perundangan di atas yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes),
Kemen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera) dan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).

36
HASIL SYSTEMATIC REVIEW 6 UNDANG-UNDANG BERDASARKAN KELENGKAPAN TURUNANNYA YANG RELEVAN DENGAN TUJUAN PENELITIAN :

Turunan : Peraturan/pedoman yang dibuat berdasarkan perintah peraturan perundangan di atasnya dan isi maupun levelnya sesuai dengan perintah tersebut.

Bukan turunan tapi terkait : Secara substansi sama dengan amanat UU/PP/Permen untuk turunan namun bukan turunan langsung karena keluar lebih dulu/ tidak dinyatakan
sebagai turunan/ bentuknya tidak sesuai amanat (misal amanatnya Permen tapi yang dikeluarkan bentukanya Pedoman/Juknis). Atau sebaliknya, tidak ada amanat UU/PP/Permen
tapi menyatakan diri sebagai turunan.

No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan


turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)

1 UU NO. 28/2002 TTG Terdapat 30 turunan untuk Semua amanat turunan telah terakomodasi dalam PP -
BANGUNAN GEDUNG PP. Turunan untuk PP semua No. 36/2005.
relevan dengan konten
penelitian

a PP No. 36/2005 ttg Terdapat 9 turunan untuk Semua amanat turunan telah terakomodasi dalam 5 Dalam Permen ini menyatakan sebagai turunan dari PP
Peraturan Pelaksana UU Permen dan semuanya Permen yaitu : 35/2005 namun di PP tsb tidak secara eksplisit
No. 28/2002 relevan dengan konten memerintahkan untuk menyusun ketentuan lebih lanjut
penelitia a. Permen PU no. 29/PRT/M/2006 ttg. Pedoman mengenai substansi sebagai berikut :
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
b. Permen PU No. 6/PRT/M/2007 ttg Pedoman a. Permen PU No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Fasilitas dan aksesibilitas pada Bangunan gedung dan
c. Permen PU No. 24/2008 tentang Pedoman lingkungan
Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan b. Permen PU No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis
d. Permen PU No 16-PRT-M-2010 ttg Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung Negara
Teknis Pemeriksaan Berkala Bangunan Gedung
e. Permen PU No 17-PRT-M-2010 ttg Pedoman
Teknis Pendataan Bangunan Gedung

b Permen PU no. Tidak ada turunan yang ada


29/PRT/M/2006 ttg. adalah juknis yang menjadi
Pedoman Persyaratan acuan yaitu Juknis tata cara

37
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)

Teknis Bangunan Gedung pemeriksaan bangunan


gedung

c Permen PU No. Tidak ada turunan


6/PRT/M/2007 ttg
Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan
Lingkungan

d Permen PU No. 24/2008 Tidak ada turunan


tentang Pedoman
Pemelihaaraan dan
Perawatan Bangunan

e Permen PU No 16-PRT-M-
2010 ttg Pedoman Teknis
Pemeriksaan Berkala
Bangunan Gedung

f Permen PU No 17-PRT-M-
2010 ttg Pedoman Teknis
Pendataan Bangunan
Gedung

2 UU NO. 7 TAHUN 2012 Terdapat 4 turunan untuk PP. Seluruh amanat UU yang relevan telah terkomodasi
TENTANG KONFLIK Sebanyak 3 di antaranya dalam PP No. 2 tahun 2015 tentang Peraturan
SOSIAL relevan dengan tujuan Pelaksanaan UU No. 7 tahun 2012 tentang
penelitian. Penanganan Konflik Sosial

38
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)

a PP No. 2 tahun 2015 Terdapat 3 turunan untuk Seluruh turunan belum dibuat yaitu :
tentang Peraturan Permen dan 1 untuk
Pelaksanaan UU No. 7 peraturan Panglima TNI. Yang a. Ketentuan lebih lanjut mengenai
tahun 2012 tentang relevan dengan tujuan tata cara permintaan dan
Penanganan Konflik Sosial penelitian adalah 3 turunan pemberian bantuan pemenuhan
untuk Permen kebutuhan dasar sebagaimana pasal
17 diatur oleh Menteri terkait (pasal
19)
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara permintaan dan
pemberian bantuan pemenuhan
kebutuhan dasar pengungsi
termasuk kebutuhan spesifik
perempuan, anak-anak, dan
kelompok orang yang berkebutuhan
khusus sbgmana pasal 22 diatur
oleh menteri terkait. (pasal 25)
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai
peran serta masyarakat dalam
status keadaan Konflik diatur oleh
menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang
dalam negeri berkoordinasi dengan
menteri/pimpinan lembaga terkait.
(pasal 73)

3 UU No. 36 tahun 2009 Terdapat 1 turunan untuk UU, Dari 7 turunan PP yang relevan dengan penelitian, a. Dari 5 turunan PP yang belum ada, Dari 5 Permen turunan yg sesuai tujuan penelitian , ada 2
tentang Kesehatan 1 turunan untuk Perpres, 28 baru 2 yang telah ditetapkan menjadi PP, yaitu : 1 masih draft (Tata Cara Alokasi Permen yang memuat substansi sesuai permintaan UU
turunan untuk PP dan 20 Pembiayaan Kesehatan) dan 4 36/2009, yaitu :
turunan untuk Permen. Yang - PP No. 66/2014 ttg Kesehatan Lingkungan belum dibuat yaitu :

39
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)

relevan7 PP dan 5 - PP No 46 tahun 2014 tentang Sistem Informasi - Ketentuan Perizinan Fasyankes - Pelayanan kesehatan pada bencana → ada di
Permen Kesehatan ditetapkan Pemerintah dan Permenkes 64/2013 ttg PEnanggulangan Krisis Kesehatan
Pemda namun tidak dinyatakan kalau ini turunan dari UU
- Ketentuan penyelenggaraan 36/2009
fasyankes (jumlah & jenis - Upaya identifikasi mayat → Ada di Keputusan Bersama
fasyankes) Menkes RI dan Kapolri No. 1087/menkes/SKB/IX/2004
- Standar pelayanan minimal No.pol. Kep./40/IX/2004 tentang Pedoman
upaya kesehatan Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati pada Bencana
- Standar mutu yan farmasi Massal Namun keputusan bersama tsb keluar sebelum
UU No. 36 /2009
b. Dari 5 Permen turunan yg sesuai
tujuan penelitian , sebanyak 3
Permen belum ada sama sekali,
yaitu :
- Hak pengguna yankes, standar
pelayanan dan standar
prosedur operasional
- Pembinaan penyelenggaraan
kesehatan
- Pengawasan penyelenggaraan
kesehatan

a PP No. 66 tahun 2014 ttg Terdapat 8 turunan untuk 7 turunan Permen yang relevan Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian vektor dan
Kesehatan Lingkungan Permen dan dengan tujuan penelitian belum binatang pembawa penyakit telah ada Permenkesnya, yaitu
semuanyarelevandengan ada yang dibuat Permenkes No. 374 tahun 2010 yang keluar sebelum PP no.
tujuan penelitian 66/2014 ada

40
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)

b PP No 46 tahun 2014 Terdapat 10 turunan untuk Seluruh turunan Permen yang


tentang Sistem Informasi Permenkes dan 4 di antaranya relevan dengan tujuan penelitian
Kesehatan relevan dengan tujuan belum ada yang dibuat
penelitian

4 UU No. 44 tahun 2009 Terdapat 1 turunan untuk a. 1 turunan untuk PP telah diakomodir dalam PP a. Peraturan Presiden tentang a. Terdapat 1 SK Menkes dan keluar sebelum
tentang Rumah Sakit Perpres, 5 turunan untuk PP, No. 49 tahun 2013 tentang Badan Pengawas Pedoman organisasi RS ditetapkannya UU No. 44/2009, yang substansinya sesuai
16 turunan untuk Permen, Rumah Sakit b. Sebagian kecil turunan untuk PP amanat turunan dari UU No. 44/2009 mengenai Permen,
dan 1 b. Dari 12 turunan tentang Permen, sebagian besar belum dibuat, yaitu : yaitu SK Menkes No 58 thn 2009 tentang Pedoman
turunanuntukKepmen.Yang telah diakomodir dalam 10 Permenkes, yaitu : - Ketentuanlebihlanjutmengenai Penyelenggaraan RS Bergerak
relevan dengan tujuan - Permenkes No. 2306 thn 2011 tentang pembinaandanpengawasanPe b. Terdapat 1 SK Menkes dan keluar sebelum
penelitian yaitu 1 Perpres, 1 Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi merintahdanpemerintahdaerah ditetapkannya UU No. 44/2009, yang substansinya sesuai
PP, 12 Permendan 1 Kepmen Elektrikal Rumah Sakit - Ketentuanlebihlanjutmengenai amant turunan dari UU No. 44/2009 mengenai Kepmen,
- PermenkesNo. 58 thn 2014 tentang Standar prasarana RS meliputi instalasi yaitu Kepmenkes No. 496 tahun 2005 tentang Pedoman
Pelayanan Kefarmasian di RS uap, audit medisRS.
- Permenkes No. 340 thn 2010 tentang : c. Turunan tentang ketentuan lebih lanjut mengenai
Klasifikasi RS pengelolaan limbah dan air  Permenkes NO. 1204
- PermenkesNo. 147 thn 2010 tentang Perizinan tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
RS RS  lahir sebelum UU No. 44/2009
- PermenkesNo. 69thn 2014 tentang Kewajiban d. Turunan untuk ketentuan lebih lanjut mengenai
RS dan kewajiban pasien ambulans terdapat pada Kepmenkes No. 882 tahun 2009
- Permenkes No. 12 tahun 2012 tentang tentang Penanganan Evakuasi Medik
Akreditasi RS
- PermenkesNo. 1thn 2012 tentang Sistem
Rujukan Yankes Perorangan
- PermenkesNo. 1691 tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien RS
- PermenkesNo. 10thn 2014 tentang Dewan
Pengawas RS
- PermenkesNo. 82thn 2013 tentang Sistem

41
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)

Informasi Manajemen RS
c. 1 turunan untuk Permen diturunkan dalam
bentuk Pedoman yaitu :
Ketentuanlebihlanjutmengenaipersyaratanteknis
bangunanrumahsakit.
PedomanbukanPermenkes, yaitu : Pedoman-
pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana RS
tahun 2013
- Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan RS
- Pedoman Penyusunan Rencana Induk RS
- Pedoman Teknis Bangunan RS Ruang Operasi
- Pedoman teknis bangunan RS ruang
perawatan intesif
- Pedoman teknis bangunan RS ruang gadar
- Pedoman teknis bangunan RS ruang rawat
inap
- Pedoman teknis bgnan RS ruang rehab medik
- Pedoman Prasarana RS sistem instalasi gas
medik dan vakum medik
- Pedoman teknis prasarana RS sistem instalasi
tata udara
- Pedoman teknis prasarana RS Sarana
Keselamatan Jiwa
- Pedoman teknis bangunan RS yang aman
dalam situasi darurat dan bencana
- Pedoman teknis bangunan RS ruang sterilisasi
sentral
- Pedoman sistem proteksi kebakaran aktif.

42
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)

a PP No 49 tahun 2013 Terdapat 2 turunan untuk Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
tentang Badan Pengawas Permenkes dan 1 turunan kerja BPRS Provinsi
Rumah Sakit untuk Perka BPRS. Yang
relevan dengan tujuan
penelitian adalah 1 turunan
untuk Perka BPRS.

b - Permenkes No. 2306 Tidak ada turunan


thn 2011 tentang
Persyaratan Teknis
Prasarana Instalasi
Elektrikal Rumah Sakit
- PermenkesNo. 58 thn
2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian
di RS
- Permenkes No. 340 thn
2010 tentang :
Klasifikasi RS
- PermenkesNo. 147 thn
2010 tentang Perizinan
RS
- PermenkesNo. 69thn
2014 tentang
Kewajiban RS dan
kewajiban pasien
- Permenkes No. 12
tahun 2012 tentang

43
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)

Akreditasi RS
- PermenkesNo. 1thn
2012 tentang Sistem
Rujukan Yankes
Perorangan
- PermenkesNo. 1691
tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien RS
- PermenkesNo. 10thn
2014 tentang Dewan
Pengawas RS

5 UU No. 4 tahun 1984 Terdapat 5 turunan untuk PP a. 3 turunan yang relevan untuk PP telah
tentang Penanggulangan dan 1 turunan untuk Permen. terakomodiasi dalam PP No. 40/1991 tentang
Wabah Penyakit Menular Yang relevan dengan tujuan Penanggulangan Wabah Penyakit Menular.
penelitian adalah adalah 3 b. 1 turunan untuk Permen telah terakomodir dalam
turunan untuk PP dan 1 Permenkes No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang
turunan untuk Permen. Jenis Penyakit Menular tertentu yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangannya.

a PP No. 40 tahun 1991 Terdapat 6 turunan untuk Substansi 5 turunan untuk Permen, telah ada di Permenkes
tentang Penanggulangan Permen, dan yang relevan No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit
Wabah Penyakit Menular. adalah 5 Permen Menular tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan
Upaya Penanggulangannya. Ke-5 substansi tersebut yaitu
mengenai :

- Tata cara pemusnahan penyebab penyakit


- penanganan secara khusus maupun ketentuan izin
membawa jenazah akibat wabah

44
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)

- Upaya penanggulangan lainnya dalam rangka


penanggulangan wabah
- Tata cara pengelolaan bahan-bahan yang mengandung
penyebab penyakit
- Tata cara pelaporan kegiatan pelaksanaan penanggulangan
wabah

b Permenkes No. Terdapat 1 turunan dan a. Kepmenkes No. 1371/Menkes/SK/IX/2005 tentang


1501/Menkes/Per/X/2010 relevan dengan penelitian Penetapan Penyakit Flu Burung (Avian Influenza) sebagai
tentang Jenis Penyakit yaitu mengenai penyakit lain penyakit yang dapat menimbulkan wabah serta pedoman
Menular tertentu yang yang dapat menimbulkan penanggulangannya
Dapat Menimbulkan wabah.
b. Kepmenkes No. 311/Menkes/SK/V/2009 tentang
Wabah dan Upaya
Penetapan Penyakit Flu Baru H1N1 (Mexican Strain)
Penanggulangannya
sebagai penyakit yang dapat menimbulkan wabah

c. Kepmenkes No. HK 02.02/Menkes/405/2014 tentang


Penyakit Virus Ebola sebagai Penyakit yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya

6 UU No. 24 tentang Terdapat 2 turunan untuk Seluruh turunan untuk PP yang relevan dengan tujuan
Penanggulangan Bencana Perpresdan 6 turunan untuk penelitian, telah diakomodir dalam 2 PP, yaitu :
PP. Yang relevan dengan
tujuan penelitian adalah - PP No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
4turunan untuk PP Penanggulangan Bencana.
- PP No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan
Penanggulangan Bencana.

a PP No. 21 tahun 2008 Terdapat 6 turunan untuk Seluruh turunan untuk Perka BNPB telah diakomodir
tentang Penyelenggaraan Perka BNPB dan seluruhnya dalam 8 Perka, yaitu :
Penanggulangan Bencana. relevan dengan tujuan
- Perka No. 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum

45
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)

penelitian Pengkajian Risiko Bencana


- Perka No. 3 tahun 2012 tentang Pedoman
Penilaian Kapasitas dalam Penanggulangan
Bencana
- Perka No. 18 tahun 2010 tentang Pedoman
DIstribusi bantuan logistik & peralatan
penanggulangan bencana
- Perka No. 8 tahun 2011 tentang Standarisasi Data
Kebencanaan
- Perka No. 10 tahun 2008 tentang Pedoman
Komando Tanggap Darurat
- Perka No. 24 tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Operasi Darurat Bencana
- Perka No. 17 tahun 2010 tentnag Pedoman
Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi
- Perka No. 15 tahun 2011 tentang Pedoman
Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana

b PP No. 22 tahun 2008 Terdapat 2 turunan untuk Seluruh turunan yang relevan telah diakomodir dalam
tentang Pendanaan Permen (Permenkeu dan 2 Perka BNPB yaitu :
Penanggulangan Bencana Permendagri) serta 3 turunan - Perka No. 6A tahun 2011 tentang Pedoman
untuk Perka BNPB. Yang Penggunaan Dana Siap Pakai pada Status Keadaan
relevan dengan tujuan Darurat Bencana
penelitian yaitu 2 turunan - Perka No. 7 tahun 2008 tentang Pedoman Tata
untuk perka BNPB Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan
Dasar

7 UU No. 36 tahun 2014 Terdapat 1 turunan untuk Turunan untuk PP : a. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan tenaga
Perpres, 10 turunan untuk PP, - Ketentuan lebih lanjut mengenai kesehatan akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

46
No Nama UU dan Amanat turunan Keterangan Turunan
turunannya
Sudah ada Belum ada Bukan turunan langsung tapi terkait *)

tentang Tenaga Kesehatan 17 turunan untuk Permen perencanaan tenaga kesehatan Belum ada PP yang dimaksud namun substansi tersebut
dan 1 turunan untuk - Ketentuan lebih lanjut mengenai ada pada Permenkes 1199/2004 tentang Pedoman
peraturan konsil masing- penempatan tenaga kesehatan Pengadaan Tenaga Kesehatan dengan Perjanjian Kerja
masing tenaga kesehatan. - Ketentuan lebih lanjut mengenai Sarana Kesehatan Pemerintah
Yang relevan adalah 6 turunan penugasan sebagai nakes dalam b. Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dengan
untuk PP dan 3 turunan untuk keadaan tertentu penugasan khusus diatur dalam peraturan Menteri.
Permen. - Ketentuan lebih lanjut mengenai Terdapat Permenkes No. 9/2013 tentang Penugasan
pendayagunaan tenaga Khusus Nakes yang ditetapkan sebelum keluarnya UU
kesehatan No. 36/2014
- Ketentuan lebih lanjut mengenai
pembinaan dan pengawasan

Turunan untuk Permen :


- Ketentuan lebih lanjut mengenai
kualifikasi minimum tenaga
kesehatan
- Ketentuan lebih lanjut mengenai
penerapan standar profesi,
standar pelayanan profesi, SOP

47
PERMEN/PERKA LAIN YANG BUKAN TURUNAN TAPI TERKAIT DENGAN TUJUAN
PENELITIAN
1. Terkait UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana
a. Kepmenkes No. 1361/Menkes/SK/XII/2001 tentang Pedoman Sistem Peringatan Dini
pada Daerah Potensi Bencana
b. Permenkes No. 77 tahun 2014 tentang Sistem Informasi Penanggulangan Krisis
Kesehatan
c. Kepmenkes No. 783/Menkes/SK/X/2006 tentang Regionalisasi Pusat Bantuan
Penanganan Krisis Kesehatan Akibat Bencana dan Kepmenkes No.
1228/Menkes/SK/XI/2007tentang Perubahan Atas Keputusan Menkes RI No.
783/Menkes/SK/XI/2006.
d. Kepmenkes No. 679/Menkes/SK/VI/2007 tentang Organisasi Pusat Penanggulangan
Krisis Kesehatan Regional dan Kepmenkes No. 1227/Menkes/SK/XI/2007 tentang
Perubahan Atas Keputusan Menkes RI No. 679/Menkes/SK/VI/2007.
e. Permenkes No. 36 tahun 2014 tentang Penilaiaan Kerusakan, Kerugian dan
Kebutuhan Sumber Daya Kesehatan Pasca Bencana
f. Kepmenkes No. 1786/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman Penanganan Masalah
Kesehatan pada Bencana Gempa Bumi
g. Kepmenkes No. 1132/Menkes/SK/XI/2009 tentang Penetapan Peningkatan
Kemampuan 100 Rumah Sakit dalam Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan.
h. Kepmenkes No. 1357/Menkes/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal
Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi
i. Kepmenkes No. 1278/Menkes/SK/2001 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Kontinjensi Sektor Kesehatan di Provinsi dan Kabupaten/Kota
j. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.05/2013 tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran Penanggulangan Bencana.

2. Terkait UU 28/2002 tentang Bangunan Gedung dan PP No 36/2005 


peraturan/standar yang dijadikan acuan
a. Perpres No 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Gedung Negara
b. Permen PU No 24-PRT-M-2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan
c. Permen PU No 25-PRT-M-2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan
Gedung
d. Permen PU No 26-PRT-M-2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung
e. Permen PU No 25-PRT-M-2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk
Sistem Proteksi Kebakaran
f. Permen PU No 26-PRT-M-2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
g. Permen PU No 20-PRT-M-2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi
Kebakaran di Perkotaan
h. Permen PU No 16-PRT-M-2010 tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala
Bangunan Gedung
i. Permen PU No 17-PRT-M-2010 tentang Pedoman Teknis Pendataan Bangunan
Gedung
j. Permen PU Nomor 11/Prt/M/2014 Tentang Pengelolaan Air Hujan Pada Bangunan
Gedung dan Persilnya
k. Standard Nasional Indonesia
l. Permenkes No. 2306 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Prasarana Instalasi
Elektrikal Rumah sakit
m. Juknis Tata Cara Pemeriksaan Bangunan Gedung (1998)

48
n. Pedoman-pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana RS (Kemenkes, 2013)

3. Terkait UU No. 4/1984 tentang Wabah Penyakit:


a. Kepmenkes No. 414/Menkes/SK/IV/2007 tentang Penetapan RS Rujukan
Penanggulangan Flu Burung (Avian Influenza)
b. Permenkes 45 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan SurveilansKesehatan
c. Kepmenkes No.. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis
Dampak Kesehatan Lingkungan
d. Kepmenkes No. 261/Menkes/SK/II/1998 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja
e. Permenkes No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Kewaspadaan Dini KLB
f. Kepmenkes No. 300/Menkes/SK/IV/2009 tentang Pedoman Penanggulangan
Episenter Pandemi Influenza
g. PMK No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
h. Kepmenkes No. 1217/Menkes/SK/XI/2001 tentang Pedoman Pengamanan Dampak
Radiasi.

4. Terkait UU No. 7/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial :


a. Kepmenkes No.14/Menkes/SK/I/2002 tentang Pedoman Penanggulangan Masalah
Kesehatan Akibat Kedaruratan Kompleks

5. Terkait UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit :


a. Kepmenkes No. 301/Menkes/SK/VIII/2012 tentang Tim Pengembangan Safe
Community dan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Tingkat Pusat
b. Kepmenkes No. 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal
Rumah Sakit (Hospital by laws)
c. Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas
d. Kepmenkes No. 1105/Menkes/SK/IX/2007 tentang Pedomanan Penanganan Medis
Korban Massal Akibat Bencana Kimia.
e. Kepmenkes No. 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang standard IGD RS
f. Kepmenkes No. 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
g. Kepmenkes No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit

6. Terkait UU No. 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan


a. Permenkes No. 81 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana SDM
Kesehatan di tingkat Provinsi, kabupaten/kota serta rumah sakit
b. Kepmenkes No. 066/Menkes/SK/II/2006 tentang Pedoman Manajemen Sumber
Daya Manusia (SDM) Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana

49
DEFINISI-DEFINISI :

o Fasyankes yang aman terhadap bencana adalah fasyankes yang siap untuk menyelamatkan
nyawa serta melanjutkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar untuk masyarakat
pada saat bencana
o Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
o Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
o Konflik Sosial, /Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan
antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan
berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga
mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.
o Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan
terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi
Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan
pascakonflik.
o Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini.
o Penghentian Konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan,
menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi Konflik, serta mencegah
bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda.
o Pemulihan Pascakonflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan
memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui
kegiatan rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
o Ruang lingkup Penanganan Konflik meliputi: Pencegahan Konflik; Penghentian Konflik; dan
Pemulihan Pascakonflik
o Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang ditujukan untuk
membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan penanganan permasalahan kesehatan
manusia.
o Sistem kesehatan adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua
komponen di suatu wilayah secara terpadu dan saling mendukung guna mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
o Kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah
atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana.
o Kapasitas adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan
pengurangan Tingkat Ancaman dan Tingkat Kerugian akibat bencana.
o Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk memperlihatkan potensi
dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana yang melanda. Potensi
dampak negatif yang timbul dihitung berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas
kawasan tersebut. Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang
terpapar, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan.

50
KAJIAN SUBSTANSI KEBIJAKAN

1. UPAYA KESEHATAN
Merupakan pengelolaan upaya kesehatan yang terpadu, berkesinambungan, paripurna,
dan berkualitas,meliputi upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan,
yang diselenggarakan guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi tingginya.

Terdiri dari 4 unsur, yaitu :


a. Upaya Kesehatan : Peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan, baik
pelayanan kesehatan konvensional maupun pelayanan kesehatan tradisional,
alternatif dan komplementer)
b. Fasyankes : Alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan yankes,
baik peningkatan, pencegahan, pengobatan, maupun pemulihan yang dilakukan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat serta swasta. Tdd fasyankes perorangan dan/atau
fasyankes masyarakat, yankes tingkat kedua/ sekunder & yankes tingkat ketiga/
tersier
c. Sumber daya upaya kesehatan : Terdiri dari SDM kesh, fasilitas kesehatan,
pembiayaan, sarana & prasarana, termasuk sediaan farmasi & alkes, serta
manajemen, informasi & regulasi kesehatan yang memadai guna terselenggaranya
upaya kesehatan
d. Pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan: dilakukan secara berjenjang melalui
standarisasi, sertifikasi, lisensi, akreditasi, & penegakan hukum yang dilakukan oleh
pemerintah bersama dgn organisasi profesi & masyarakat.

Prinsip-prinsipnya meliputi :
a. terpadu, berkesinambungan, dan paripurnaUpaya kesehatan bagi masyarakat
diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan, dan paripurna meliputi upaya
peningkatan, pencegahan, pengobatan hingga pemulihan, serta rujukan antar
tingkatan upaya.
b. bermutu, aman, dan sesuai kebutuhanPelayanan kesehatan bagi masyarakat
harus berkualitas, terjamin keamanannya bagi penerima dan pemberi upaya, dapat
diterima masyarakat, efektif dan sesuai, serta mampu menghadapi tantangan global
dan regional. KN 9 Januari 2012 – Verbal Final
c. adil dan merataPemerintah wajib menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang berkeadilan dan merata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang
kesehatan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan di luar
negeri dalam kondisi tertentu.
d. Nondiskriminasi Setiap penduduk harus mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai kebutuhan medis, bukan status sosial ekonomi dan tidak membedabedakan
suku/ras, budaya dan agama, dengan tetap memperhatikan kesetaraan dan
pengarusutamaan gender serta perlindungan anak.
e. Terjangkau Ketersediaan dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang bermutu
harus terjangkau oleh seluruh masyarakat.
f. Teknologi tepat gunaUpaya kesehatan menggunakan teknologi tepat guna yang
berbasis bukti. Teknologi tepat guna berasas pada kesesuaian kebutuhan dan tidak
bertentangan dengan etika dan norma agama

51
g. Bekerja dalam tim secara cepat dan tepatUpaya kesehatan dilakukan secara
kerjasama tim, melibatkan semua pihak yang kompeten, dilakukan secara cepat
dengan ketepatan/ presisi yang tinggi.

A. KEBIJAKAN/PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT FASYANKES YANG AMAN DALAM


RANGKA MENDUKUNG UPAYA KESEHATAN, SEBAGAI BERIKUT :

No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan


unsur

Ang Upaya I. PENINGKATAN DAN PENCEGAHAN


d Kesehatan
Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melakukan upaya
pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program
pembangunan. Kegiatan pengurangan risiko bencana meliputi pengenalan dan
pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipatif penanggulangan bencana,
pengembangan budaya sadar bencana, peningkatan komitmen terhadap pelaku
penanggulangan bencana serta penerapan upaya fisik, non fisik dan pengaturan
penanggulangan bencana.

Perencanaan penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemda sesuai


dengan kewenangannya, meliputi: pengenalan dan pengkajian ancaman bencana,
pemahaman tentang kerentanan masyarakat (meliputi kerentanan sosial, kerentanan
ekonomi, kerentanan fisik dan kerentanan ekologi), analisis kemungkinan dampak bencana,
pilihan tindakan pengurangan risiko bencana, penentuan mekanisme kesiapan dan
penanggulangan dampak bencana, alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang
tersedia. Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko
bencana dan upaya penanggulangan bencana yang dijabarkan dalam program kegiatan
penanggulangan bencana dan rincian anggarannya.

Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana, Pemerintah


dan pemerintah daerah dapat mewajibkan pelaku penanggulangan bencana untuk
melaksanakan perencanaan penanggulangan bencana. Rencana tersebut ditinjau secara
berkala. Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang menimbulkan
bencana dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai bagian dari usaha
penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya.

Penyelenggaraan PB bidang kesehatan pada tahap pra krisis bertujuan untuk peningkatan
kapasitas sumber daya kesehatan. Kegiatan meliputi kegiatan perencanaan
penanggulangan bencana bidang kesehatan, pengurangan risiko bencana bidang
kesehatan, pendidikan dan pelatihan, penetapan persyaratan standar teknis dan analisis
penanggulangan bencana bidang kesehatan, kesiapsiagaan dan mitigasi kesehatan.
Termasuk kegiatan kesiapsiagaan adalah meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan dengan
melengkapi sarana/fasilitas yang dibutuhkan serta memfasilitasi penyusunan rencana
kesiapsiagaan RS untuk penanggulangan bencana bidang kesehatan.

Dalam hal pencegahan konflik, Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya melaksanakan pencegahan Konflik melalui penyelenggaraan serangkaian
kegiatan antara lain peningkatan forum kerukunan masyarakat;peningkatan kesadaran
hukum;sosialisasi peraturan perundang-undangan; pendidikan dan pelatihan
perdamaian;penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau daerah
Konflik;penguatan kelembagaan dalam rangka sistem peringatan dini;pembinaan
kewilayahan;penguatan/pengembangan kapasitas (capacity building);desa berketahanan
sosial;penguatan akses kearifan lokal;penguatan keserasian sosial; danbentuk kegiatan lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pencegahan Konflik oleh Pemerintah dilakukan kementerian/lembaga dan oleh pemerintah


daerah dilaksanakan satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan kewenangan dan
fungsinya. Dalam melaksanakan pencegahan Konflik, Pemerintah dan pemerintah daerah
mengoptimalkan penyelesaian perselisihan secara damai melalui musyawarah untuk
mufakat & dapat melibatkan peran serta masyarakat. (tokoh agama, tokoh adat, dan/atau

52
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

unsur masyarakat lainnya.)

WHO telah mengembangkan konsep Health as a Bridge for Peace atau kesehatan sebagai
jembatan perdamaian. Upaya pelayanan kesehatan bersifat netral, tidak berpihak dan
harus diberikan pada siapa pun tanpa membedakan SARA. Pada tahap pencegahan konflik,
peran sektor kesehatan yaitu :

- Memelihara kondisi damai dalam masyarakat. Tujuan : Promosi kesehatan dan


perdamaian. Kegiatan : Mengkampanyekan perdamaian, mengurangi kesenjangan dalam
pelayanan kesehatan, mengembangkan hak-hak manusia dalam operasional, mencegah
kekerasan yang tidak manusiawi.
- Mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai. Tujuan : pencegahan
pertama, mencegah konflik dengan kekerasan. Kegiatan : memprediksi konflik yang
akan terjadi, memperkuat etika-etika pemerintahan, sebagai pelayan, penghubung dan
arbitrase.
- Meredam potensi konflik. Tujuan : pencegahan kedua, mencegah kekerasan. Kegiatan :
pertemuan pemecahan masalah, kerjasama dan koordinasi kesehataan, pelayanan,
penghubung dan arbitrase.

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan


kesehatan. Pemerintah wajib menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan. Untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan
upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan
perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Pembangunan kesehatan diselenggarakan
dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan
terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma
agama.

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk : menyediakan Rumah Sakit
berdasarkan kebutuhan masyarakat; Pemerintah dan asosiasi Rumah Sakit membentuk
jejaring dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan. Setiap Rumah Sakit harus
memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel. Selai itu setiap Rumah Sakit harus
menyelenggarakan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis yang baik. Dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala
menimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi Rumah Sakit dilakukan oleh suatu lembaga
independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang
berlaku.

Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja dan menjamin lingkungan
kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja. Program
Keselamatan dan kesehatan kerja RS bertujuan untuk melindunngi keselamatan dan
kesehatan serta meningkatkan produktivitas SDM RS, melindungi pasien,
pengunjung/pengantar pasien dan masyarakat serta lingkungan sektiar RS. Program
tersebut meliputi : 1) Pengembangan kebijakan K3RS; 2) pembudayaan perilaku K3RS, 3)
pengembangan SDM K3RS, 4) Pengembangan pedoman petunjuk teknis dan SOP K3RS, 5)
pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja, 6) pelayanan kesehatan
kerja, 7) pelayanan keselamatan kerja, 8) pengembangan program pemeliharaan
pengelolaan limbah padat, cair dan gas, 9) pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan
barang berbahaya, 10) pengembangan manajemen tanggap darurat, 11) pengumpulan,
pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3; 12) Review program tahunan.

Untuk mewujudkan RS yang aman terhadap bencana memerlukan visi dan komitmen untuk
memastikan bahwa RS berfungsi penuh, terutama selama keadaan darurat dan bencana.
Untuk itu perlu melibatkan berbagai sektor, seperti perencanaan pengoperasian RS,
keuangan, pelayanan publik, arsitektur dan rekayasa dalam menentukan kelemahan
bangunan rumah sakit dan menangani perbaikannya.

Upaya pengurangan risiko di RS diawali dengan identifikasi struktur, non struktur dan
fungsional. Dokumen ini tersedia dalam bentuk daftar petunjuk yang perlu
dipertimbangkan dalam menilai kelemahan RS dan fasiltias kesehatan. Setelah identifikasi
kelemahan-kelemahan, langkah selanjutnya adalah merencanakan aksi yang dapat

53
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

dilakukan untuk mengurangi kelemahan. Untuk fungsional yang harus dinilai adalah : 1)
lokasi dan aksesibilitas; 2) sirkulasi internal dan interoperabilitas; 3) peralatan & persediaan
untuk situasi darurat; 4) Pedoman dan SOP darurat; 5) sistem logistik dan utilitas; 6) Sistem
keselamatan dan keamanan; 7) sistem transportasi, komunikasi & informasi ; 8) SDM dan 9)
Perencanaan untuk situasi darurat dan bencana; 10) Pemantauan dan evaluasi

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan


pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat. Untuk melaksanakan tugasnya, Puskesmas menyelenggarakan fungsi
penyelenggaraan UKM dan UKP tingkat pertama di iwlayah kerjanya.

II. PENGOBATAN
Pada Saat Tanggap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan
operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah
disusun sebelumnya. Rencana penanggulangan kedaruratan bencana merupakan acuan
bagi pelaksanaan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana bidang kesehatan pada saat tanggap darurat


bertujuan untuk menangani dampak kesehatan yang ditimbulkan meliputi: penentuan
status keadaan darurat bencana; penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
pemenuhan kebutuhan dasar; perlindungan dan pemulihan terhadap kelompok rentan dan
korban; dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital (termasuk di antaranya
Fasyankes). Selain itu juga pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan
dan sumber daya. Penyelamatan dan evakuasi korban dilakukan dengan memberikan
pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada suatu daerah melalui
upaya: pencarian dan penyelamatan korban, pertolongan darurat dan evakuasi korban.
Pengkajian secara cepat dan tepat untuk bidang kesehatan disebut Penilaian Cepat
kesehatan atau RHA, dilakukan untuk mengidentifikasi: a. Jenis bencana. B. Waktu
kejadian. C. cakupan lokasi bencana; d. Deskripsi kejadian e. jumlah korban; f. Fasilitas
kesehatan yang rusak; g. gangguan terhadap fasilitas umum; h. Kondisi santiasi dan
kesehatan ligkungan di lokasi penampungan pengungsi. i. Ketersediaa sumber daya. J.
Upaya penanggulangan yang telah dilakukan. L. Bantuan yang diperlukan dan e.
Rekomendasi.

Pada kondisi konflik dilakukan tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban
untuk meminimalisir jumlah korban, memberikan rasa aman, menghilangkan trauma serta
memberikan layanan yang dibutuhkan bagi korban;

Setiap orang berhak: mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman. Upaya
perlindungan terhadap kelompok rentan dilaksanakan oleh instansi/ lembaga terkait yang
dikoordinasikan oleh Kepala BNPB dan/atau kepala BPBD dengan pola pendampingan/
fasilitasi. Pelindungan terhadap kelompok rentan dilakukan dengan memberikan prioritas
kepada korban bencana yang menderita luka parah serta kelompok rentan berupa
penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. Kelompok
rentan terdiri atas: a. bayi, balita, dan anak-anak; b. ibu yang sedang mengandung atau
menyusui; c. penyandang cacat; dan d. orang lanjut usia.

Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dan memberikan bantuan bencana


kepada korban bencana dan daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan
kesehatan. Pelayanan kesehatan saat tanggap darurat bertujuan untuk menyelamatkan
nyawa dan mencegah kecacatan ebih lanjut. Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana.

Dalam hal status keadaan darurat bencana ditetapkan, Badan Nasional Penanggulangan
Bencana dan badan penanggulangan bencana daerah mempunyai kemudahan akses yang
meliputi: a. pengerahan sumber daya manusia; b. pengerahan peralatan; c. pengerahan
logistik; d. imigrasi, cukai, dan karantina; e. perizinan; f. pengadaan barang/jasa; g.
pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang; h. penyelamatan; dan i.
komando untuk memerintahkan sektor/lembaga

54
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

Pemenuhan kebutuhan dasar meliputi bantuan penyediaan kebutuhan air bersih dan
sanitasi, pelayanan kesehatan dan pelayanan psikososial. Jangka waktu pemberian
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar disesuaikan dengan masa tanggap darurat bencana
yang ditentukan berdasarkan eskalasi bencana. Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
korban bencana diberikan dengan memperhatikan standar minimal kebutuhan dasar
dengan memperhatikan prioritas kepada kelompok rentan.

Korban bencana, baik secara individu maupun berkelompok, terutama untuk kelompok
rentan, dapat memperoleh bantuan pelayanan kesehatan. Bantuan pelayanan kesehatan
diberikan dalam bentuk : 1) Pelayanan kesehatan umum (Pelayanan kesehatan dasar dan
Pelayanan kesehatan klinis); 2) Pengendalian penyakit menular (Pencegahan Umum,
Pencegahan Campak, Diagnosis dan Pengelolaan Kasus, Kesiapsiagaan Kejadian Luar Biasa,
Deteksi KLB, Penyelidikan & Tanggap serta HIV/AIDS); 3) Pengendalian penyakit tidak
menular (Cedera, Kesehatan Reproduksi, Aspek Kejiwaan dan Sosial Kesehatan, Penyakit
Kronis). Pelayanan kesehatan ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena
dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi kesehatan masyarakat.

Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta,
wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu. Dilarang menolak dan/atau meminta uang muka terlebih
dahulu. Upaya kesehatan didasarkan pada standar pelayanan minimal kesehatan. . Nakes
tersebut berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan standar pelayanan profesi
(ditetapkan oleh organisasi profesi dan disahkan oleh menteri) serta standar prosedur
operasional. (ditetapkan oleh Fasyankes). Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan
nondiskriminatif. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kegawatdaruratan yang
bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut dan
kepentingan terbaik bagi pasien. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana. Setiap penerima
pelayanan kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan/kelalaian nakes dapat meminta ganti
rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelesaian perselisihan
harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selama keadaan darurat dan bencana, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya harus
tetap aman, mudah didatangi dan berfungsi pada kapasitas maksimum dalam usaha
membantu keselamatan jiwa. Rumah sakit harus terus menyediakan layanan penting
seperti layanan medik, perawatan, laboratorium dan layanan kesehatan lainnya serta
merespon persyaratanpersyaratan yang berhubungan dengan keadaan darurat. Bangunan
rumah sakit yang aman harus tetap terorganisir dengan rencana kontigensi di tempat dan
tenaga kesehatan terlatih untuk menjaga jaringan operasional. Membangun rumah sakit
yang aman melibatkan banyak faktor pengetahuan yang berkontribusi terhadap kelemahan
bangunan selama keadaan darurat atau bencana, seperti lokasi gedung, spesifikasi desain
dan bahan yang digunakan serta memberikan kontribusi pada kemampuan bangunan
rumah sakit dalam menahan untuk tidak runtuh apabila terjadi peristiwa alam yang
merugikan.

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara


paripurna. Rumah Sakit mempunyai fungsi :
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit;
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang
paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;.

Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban:


a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;
b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan
pelayanannya;

55
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien
tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis,
pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien; h. menyelenggarakan rekam medis; i.
menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir,
ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia; j.
melaksanakan sistem rujukan; k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan; l. memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien; m. menghormati dan
melindungi hak-hak pasien; n. melaksanakan etika Rumah Sakit; o. memiliki sistem
pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun
nasional;
q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi
dan tenaga kesehatan lainnya;
r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);
s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam
melaksanakan tugas; dan
t. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.

Setiap Rumah Sakit mempunyai hak melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
mengembangkan pelayanan; menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan; mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan;

Setiap pasien mempunyai hak:


a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;
e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisik dan materi;
n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit;

Sistem rujukan merupakan penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas


dan tanggung jawab secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal, maupun struktural
dan fungsional terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan
kesehatan. Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban merujuk pasien yang memerlukan
pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit.

Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Standar keselamatan pasien
dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan
masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan. Rumah Sakit
melaporkan kegiatan kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan
oleh Menteri. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonim dan ditujukan
untuk mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien. Setiap Rumah
Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan
Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Pencatatan dan
pelaporan terhadap penyakit wabah atau penyakit tertentu lainnya yang dapat
menimbulkan wabah, dan pasien penderita ketergantungan narkotika dan/atau
psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penanggulangan korban massal akibat kedaruratan kompleks harus mengutamakan


keselamatan penolongnya baru menyelamatkan korban dan dilaksanakan secepat mungkin.
Upaya penanganan korban adalah untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.

56
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

Seluruh korban meninggal dievakuasi ke satu tempat khusus yaitu RSUD/RS Polri/RS TNI
setempat. Jenazah dilakukan registrasi dan pencatatan kemudian identifikasi medik dan bila
ada permintaan dari kepolisian setempat serta persetujuan keluarga maka bisa dilakukan
otopsi. Barang bukti dimasukkan dalam kantong plastik tersediri dan diberi nama & nomor.
Jenazah dan barang bukti setelah selesai pemeriksaan dokter diserahkan kepada petugas
kepolisian.

Untuk menjalankan “Health as a bridge for peace” pada tahap Penghentian konflik maka
peran SDM kesehatan yaitu bersifat netral, tidak berpihak dan harus melayani siapa pun
tanpa membedakan SARA, berusaha membangun kepercayaan, mempromosikan
pelayanan kesehatan dan kemanusiaan, kerja sama teknologi kesehatan, air dan dan
sanitasi, koordinasi kegiatan kesehatan dan kemanusiaan di antara yang bertikai,
memantau dampak kesehatan serta kerja sama pengiriman tenaga medis dan vaksin.

III. PEMULIHAN
Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang
meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana. Upaya
pemulihan kondisi kesehatan masyarakat, dilaksanakan melalui pusat/pos layanan
kesehatan yang ditetapkan oleh instansi terkait dalam koordinasi BPBD. Pemulihan fungsi
pelayanan publik ditujukan untuk memulihkan kembali fungsi pelayanan kepada
masyarakat pada kondisi seperti sebelum terjadi bencana.

Kegiatan pemulihan fungsi pelayanan publik dilakukan oleh instansi/lembaga terkait di


bawah koordinasi pimpinan pemerintahan di daerah dengan dukungan BPBD dan BNPB
melalui upaya-upaya : a. rehabilitasi dan pemulihan fungsi prasarana dan sarana pelayanan
publik; b. mengaktifkan kembali fungsi pelayanan publik pada instansi/lembaga terkait; dan
c. pengaturan kembali fungsi pelayanan publik. Pelaksanaan kegiatan pemulihan kondisi
kesehatan masyarakat dilaksanakan dengan mengacu pada standar pelayanan darurat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan: perbaikan prasarana dan sarana umum, pemulihan
sosial psikologis, pelayanan kesehatan atau j. pemulihan fungsi pelayanan publik.
Rekonstruksi dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi:
pembangunan kembali prasarana dan sarana, penerapan rancang bangun yang tepat dan
penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, peningkatan fungsi pelayanan
publik dan peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

RR kesehatan bertujuan untuk memperbaiki, memulihkan dan atau membangun kembali


prasarana dan fasilitas pelayanan kesehatan. RR dilaksanakan oleh unit
kerja/instansi/lembaga terkait sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Kegiatan meliputi
: pengkoordinasian seluruh sumber daya kesehatan dan seluruh instansi/lembaga yang
berperan untuk melaksanakan kegiatan pemulihan darurat, melakukan penilaian kerusakan
dan kerugian di bidang kesehatan, melakukan pencegahan penyakit dan penyehatan
lingkungan yang terkait degan pencegahan KLB penyakit menular potensial wabah serta
pelayanan kesehatan yang terkait dengan perbaikan gizi, kesehatan reproduksi, pelayanan
medis, pemulihan kesehatan jiwa, melaksanakan proses pemulihan kesehatan korba,
melakukan kegiatan rehabilitasi dan rkeonstruksi sarana dan prasarana kesehatan

Prinsip dasar (1) Merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah;


Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan, anak dan
penyandang cacat;

Kebijakan penyelenggaraan koordinasi: b. Menggunakan pendekatan tugas pokok dan


wewenang kementrian atau lembaga, SKPD dan atau institusi non pemerintah yang terlibat.

Kebijakan penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi: b. Mengacu pada dokumen


perencanaan nasional dan daerah serta peraturan dan perundangan sistem perencanaan
pembangunan nasional c. Mengacu pada standart pelayanan minimal yang ditetapkan
pemerintah; d. Mengacu pada rencana tataruang wilayah nasional, provinsi dan
kabupaten/kota yang berlaku; f. Menggunakan Standard Nasional Indonesia (SNI);

Lembaga Internasional, lembaga asing non pemerintah dan atau lembaga non pemerintah

57
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

yang terlibat dalam rehabilitasi dan rekonstruksi wajib berkoordinasi dengan BNPB dan
BPBD bersama Kementrian Lembaga dan SKPD. Semua hasil kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi menjadi asset Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat dan
dilakukan penatausahakan sesuai peraturan yang berlaku. Pelaksanaan pemantauan dan
evaluasi melibatkan kementrian/lembaga, SKPD teknis dan atau masyarakat.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan upaya Pemulihan


Pascakonflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur. meliputi:. rekonsiliasi;
rehabilitasi; dan rekonstruksi

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan rehabilitasi di daerah pascakonflik dan


daerah terkena dampak Konflik meliputi antara lain pemulihan psikologis korban Konflik
dan pelindungan kelompok rentan; penguatan relasi sosial yang adil untuk kesejahteraan
masyarakat; penguatan kebijakan publik yang mendorong pembangunan lingkungan
dan/atau daerah perdamaian berbasiskan hak masyarakat; pemenuhan kebutuhan dasar
spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan
khusus; pemenuhan kebutuhan dan pelayanan kesehatan reproduksi bagi kelompok
perempuan; peningkatan pelayanan kesehatan anak-anak;

Untuk mempercepat, pemerintah dan/atau pemda menetapkan prioritas kegiatan


rehabilitasi didasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian akibat konflik. Dalam
menyusun rencana melibat instansi terkait dan dapat melibatkan pranata adat dan/atau
pranata sosial

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan rekonstruksi meliputi:


a. pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di lingkungan dan/atau daerah
pascakonflik;
b. perbaikan sarana dan prasarana umum daerah Konflik;
c. perbaikan dan penyediaan fasilitas pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar spesifik
perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus;

Untuk mempercepat pemerintah dan/atau pemda menetapkan prioritas kegiatan


rekonstruksi didasarkan pada analisis biaya pembangunan akibat konflik.

Untuk melaksanakan “Health as a bridge for peace”, tugas petugas kesehatan padatahap
pemulihan yaitu antara lain memfasilitasi untuk dialog di antara yang bertikai, proyek
kerjasama kesehatan, rehabilitasi yankes dan pelatihan nakes, mengembangkan program
untuk menyatukan nakes militer, memasukkan kelompok rentan dalam pengambilan
keputusan, memantapkan pelaksanaan kerjasama kelompok kesehatan untuk menyatukan
kembali antara kesehatan dan pelayanan sosial, merancang peraturan umum untuk
menyatukan kelompok yang lain serta merancang kerjasama program latihan dalam
diagnosis dan pengobatan penyakit-penyakit umum

2 Fasyankes Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melakukan upaya
pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program
pembangunan. Kegiatan pengurangan risiko bencana meliputi pengenalan dan
pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipatif penanggulangan bencana,
pengembangan budaya sadar bencana, peningkatan komitmen terhadap pelaku
penanggulangan bencana serta penerapan upaya fisik, non fisik dan pengaturan
penanggulangan bencana.

Penyelenggaraan PB pada tahap pra bencana meliputi dalam situasi tidak terjadi bencana
dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi antara lain perencanaan
penanggulangan bencana; serta pengurangan risiko bencana;.

Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang menimbulkan bencana
dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai bagian dari usaha penanggulangan
bencana sesuai dengan kewenangannya.

Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan. Lokasi pendirian Puskemsa harus
memenuhi persayratan geografis, aksesibilitas untuk jalur transportasi, kontur tanah,
fasilitas parkir, fasiltias keamanan, ketersediaan utilitas publik, pengelolaan kesehatan

58
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

lingkungan dan kondisi lainnya

Rehab rekon bertujuan untuk memperbaiki, memulihkan dan atau membangun kembali
prasarana dan fasilitas pelayanan kesehatan.

Perencanaan penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah dan Pemda sesuai dengan
kewenangannya, meliputi: pengenalan dan pengkajian ancaman bencana, pemahaman tentang
kerentanan masyarakat, analisis kemungkinan dampak bencana, pilihan tindakan pengurangan risiko
bencana, penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana, alokasi tugas,
kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. Perencanaan penanggulangan bencana disusun
berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan upaya penanggulangan bencana yang dijabarkan dalam
program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya. Kerentanan meliputi
kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik dan kerentanan ekologi.

Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana, Pemerintah dan


pemerintah daerah dapat mewajibkan pelaku penanggulangan bencana untuk melaksanakan
perencanaan penanggulangan bencana. Rencana penanggulangan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) ditinjau secara berkala. Setiap kegiatan pembangunan
yang mempunyai risiko tinggi yang menimbulkan bencana dilengkapi dengan analisis risiko
bencana sebagai bagian dari usaha penanggulangan bencana sesuai dengan
kewenangannya.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b meliputi: a. kesiapsiagaan; b. peringatan
dini; dan c. mitigasi bencana. Rencana kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat
yang dadasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu disebut Rencana Kontinjensi.
Pemerintah melaksanakan kesiapsiagaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 huruf a untuk memastikan terlaksananya tindakan yang cepat dan tepat
pada saat terjadi bencana.

Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana, Pemerintah


dan pemerintah daerah dapat mewajibkan pelaku penanggulangan bencana untuk
melaksanakan perencanaan penanggulangan bencana. Pemerintah dan pemerintah daerah
melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap penanggulangan bencana. (2)
Pengawasan meliputi: sumber ancaman atau bahaya bencana; kebijakan pembangunan
yang berpotensi menimbulkan bencana; perencanaan penataan ruang dan pengelolaan
keuangan.

Penyelenggaraan PB bidang kesehatan pada tahap pra krisis bertujuan untuk peningkatan
kapasitas sumber daya kesehatan. Kegiatan meliputi kegiatan perencanaan
penanggulangan bencana bidang kesehatan, pengurangan risiko bencana bidang
kesehatan, pendidikan dan pelatihan, penetapan persyaratan standar teknis dan analisis
penanggulangan bencana bidang kesehatan, kesiapsiagaan dan mitigasi kesehatan.
Termasuk kegiatan kesiapsiagaan adalah meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan fasilitas
pelayanan kesehatan dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan dengan
melengkapi sarana/fasilitas yang dibutuhkan serta memfasilitasi penyusunan rencana
kesiapsiagaan RS untuk penanggulangan bencana bidang kesehatan.

A. Penyelenggaraan bangunan gedung harus memegang asas keselamatan. Untuk itu bangunan
tersebut harus andal dan ramah lingkungan
B. Kebijakan pembangunan gedung terintegrasi dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Perda
sehingga fungsi bangunan gedung harus menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kab/Kota, DTRKP (Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan), dan/atau RTBL
(Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan).
C. Pemerintah Pusat menetapkan NSPK. Sedangkan proses penyusunan RTBL, RTRW, perizinan,
pendataan, ketentuan lebih lanjut dari NSPK, dilakukan oleh Pemda kecuali bangunan fungsi
khusus.
D. Pembiayaan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemda dan pemilik gedung
E. Pembinaan dan pengawasan dilakukan bersama-sama antara pemerintah pusat dan Pemda
dengan melibatkan masyarakat.

59
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

F. Penyelenggaraan bangunan gedung meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan,


pelestarian, dan pembongkaran. Penyelenggara kegiatan tersebut adalah pemilik bangunan
gedung, penyedia jasa konstruksi, dan pengguna bangunan gedung.
G. Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang menimbulkan
bencana dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai bagian dari usaha
penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya.
H. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf f
dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang
penataan ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar. Pemerintah
secara berkala melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan
pemenuhan standar keselamatan.
I. Salah satu kegiatan pengurangan risiko bencana adalah penerapan upaya fisik. Salah satu
komposisi untuk analisis kerentanan adalah kerentanan fisik berupa kerentanan bangunan dan
kerentanan prasarana. Indikator yang digunakan untuk kerentanan fisik meliputi kerentanan
bangunan dan kerentanan prasarana.
J. Kegiatan mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pelaksanaan
penataan ruang; b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan c.
penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun
modern.
K. Pembangunan kembali prasarana dan sarana merupakan kegiatan fisik pembangunan baru
prasarana dan sarana untuk memenuhi kebutuhan kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya dengan
memperhatikan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
L. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan
bencana ditujukan untuk meningkatkan stabilitas kondisi dan fungsi prasarana dan sarana yang
mampu mengantisipasi dan tahan bencana; dan mengurangi kemungkinan kerusakan yang lebih
parah akibat bencana.
M. Bangunan Rumah Sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan yang paripurna
N. Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan.
O. Persyaratan lokasi harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan,
dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan
Rumah Sakit.
P. Persyaratan bangunan harus memenuhi: a. persyaratan administratif dan persyaratan teknis
bangunan gedung pada umumnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan; dan
b. persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan
dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia lanjut.
Q. Prasarana Rumah Sakit dapat meliputi:a. instalasi air; b. instalasi mekanikal dan elektrikal; c.
instalasi gas medik; d. instalasi uap; e. instalasi pengelolaan limbah; f. pencegahan dan
penanggulangan kebakaran; g. petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan
darurat; h. instalasi tata udara; i. sistem informasi dan komunikasi; dan j. ambulan.
R. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan
kerja penyelenggaraan Rumah Sakit
S. Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memiliki izin terdiri dari izin mendirikan dan izin
operasional.
T. Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika: a. habis masa berlakunya; b. tidak lagi memenuhi persyaratan
dan standar; c. terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan;
dan/atau d. atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum.
U. Fasilitas pelayanan kesehatan, menurut jenis pelayanannya terdiri atas: a. pelayanan kesehatan
perseorangan; dan b. pelayanan kesehatan masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pelayanan kesehatan tingkat pertama; b.
pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan c. pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
V. Ketentuan persyaratan fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan oleh Pemerintah sesuai
ketentuan yang berlaku. Ketentuan perizinan fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah.
W. Pemerintah daerah dapat menentukan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan serta
pemberian izin beroperasi di daerahnya.
X. Penentuan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan oleh pemerintah daerah
dengan mempertimbangkan: a. luas wilayah; b. kebutuhan kesehatan; c. jumlah dan persebaran
penduduk; d. pola penyakit; e. pemanfaatannya; f. fungsi sosial; dan g. kemampuan dalam
memanfaatkan teknologi.

i. TAHAPAN PEMBANGUNAN
 Kegiatannya meliputi perencanaan dan pelaksanaan & pengawasannya.

60
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

 Pembangunan gedung (baik itu pembangunan baru, perbaikan, penambahan, perubahan


dan/atau pemugaran dan/atau instalasi, dan/atau perlengkapan bangunan gedung) harus
memenuhi persyaratan administratif dan teknis sesuai dengan fungsi bangunan
gedung.Persyaratan administrasi dan teknis untuk bangunan gedung yang dibangun pada
lokasi bencana ditetapkan oleh Pemda sesuai kondisi sosial dan budaya setempat mengacu
pada pedoman dan standar teknis terkait dengan mempertimbangkan fungsi bangunan
gedung, keselamatan & kesehatan pengguna serta sifat permanensi bangunan yang
diperkenankan
o PERSYARATAN ADMINISTRATIFuntuk mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB)
yaitu :a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian
pemanfaatan tanah; b. data pemilik bangunan gedung; c. rencana teknis bangunan
gedung; dan d. hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Setiap kegiatan dalam bangunan
dan/atau lingkungannya yang mengganggu dan menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan harus dilengkapi dengan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan) sesuai ketentuan yang berlaku. Bila tidak menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan, atau secara teknologi sudah dapat dikelola dampak pentingnya,
tidak perlu dilengkapi dengan AMDAL, tetapi diharuskan melakukan Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai ketentuan yang
berlaku.
o PERSYARATAN TEKNIS bangunan gedung terdiri dari persyaratan tata bangunan dan
lingkungan serta persyaratan keandalan bangunan gedung.
Persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang terdiri dari:
1) Peruntukan lokasi dan intensitas bangunan gedung. Bertujuan untuk
menjamin keselamatan pengguna, masyarakat dan lingkungan.
2) Arsitektur bangunan gedung; Untuk menjamin bangunan gedung dibangun
dan dimanfaatkan dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan
3) Pengendalian dampak lingkungan; Untuk menjamin keselamatan pengguna,
masyarakat dan lingkungan
4) Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); dan
5) Pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, air
dan/atau prasarana/sarana umum agarmempertimbangkan faktor
keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan kemudahan bagi pengguna
bangunan.
Persyaratan keandalan bangunan gedung yang terdiri dari:
1) Persyaratan keselamatan bangunan gedung; untuk menjamin keselamatan
manusia serta mencegah kehilangan/kerusakan harta benda/properti akibat
ancaman kedaruratan/bencana. Rinciannya sebagai berikut :
a. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban
yang timbul akibat perilaku alam dan manusia;
b. menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka
yang disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan;
c. menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda
yang disebabkan oleh perilaku struktur;
d. menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang
disebabkan oleh kegagalan struktur;
e. menjamin terpasangnya instalasi gas secara aman;
f. menjamin terpenuhinya pemakaian gas yang aman dan cukup;
g. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan gas secara
baik;
h. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban
yang timbul akibat perilaku alam dan manusia pada saat terjadi kebakaran;
i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa
sehinga mampu secara struktural stabil selama kebakaran, sehingga:
o cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman;
o cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk
memadamkan api;
o dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.
j. menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman;
k. menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari
bahaya akibat petir;
l. menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai
2) Persyaratan kesehatan bangunan gedung; yaituterpenuhinya kebutuhan
udara, pencahayaan cukup, sarana sanitasi yang memadai untuk
mewujudkan kebersihan dan kesehatan

61
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

3) Persyaratan kenyamanan bangunan gedung; yaitu kenyamanan ruang gerak


dan hubungan antarruang (memenuhi persyaratan keselamatan dan
kesehatan), kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran
dan tingkat kebisingan
4) Persyaratan kemudahan bangunan gedung. Yaitu akses yang layak, aman
dan nyaman ke dalam bangunan serta layanannya, evakuasi yang mudah dan
aman, akses bagi penyandang cacat, pertanda dini yang informatif untuk
kedaruratan.
 Pembangunan/pelaksanaan konstruksi bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah
rencana teknis bangunan disetujui oleh Pemda dalam bentuk IMB. Pengesahan rencana
teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
setelah mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli.
 Pengawasan konstuksi bangunan gedung berupa kegiatan :
Pengawasan pelaksanaan konstruksiyaitu pengawasan biaya, mutu, dan waktu
pembangunan bangunan gedung pada tahap pelaksanaan konstruksi, serta
pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung
atau kegiatan manajemen konstruksi pembangunan bangunan gedung yaitu
pengendalian biaya, mutu, dan waktu pembangunan bangunan gedung, dari tahap
perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung, serta pemeriksaan
kelaikan fungsi bangunan gedung.
 Pemerintah daerah menerbitkan sertifikat laik fungsi terhadap bangunan gedung yang
telah selesai dibangun dan telah memenuhi persyaratan kelaikan fungsi berdasarkan hasil
pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung sebagai syarat untuk dapat dimanfaatkan.
Sertifikat berlaku 5 (lima) tahun untuk bangunan gedung lainnya
 Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi,
dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung dikenai sanksi
administratif dan/atau sanksi pidana.

ii. TAHAPAN PEMANFAATAN


 Dilakukan oleh pemilik/pengguna bangunan setelah bangunan tersebut dinyatakan
memenuhi persyaratan laik fungsi (memenuhi persyaratan teknis). Pemanfaatan
merupakan kegiatan memanfaatkan bangunan gedung sesuai fungsiyang ditetapkan dalam
IMB termasuk kegiatan pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan secara berkala yang
harus dilakukan o/ pemilik/pengguna bangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip
keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
 Kegiatan pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta
prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi. Meliputi pembersihan,
perapian, pemeriksaan, pengujian, perbaikan dan/atau penggantian bahan atau
perlengkapan bangunan gedung, dan kegiatan sejenis lainnya berdasarkan pedoman
pengoperasian dan pemeliharaan bangunan gedung .
 Kegiatan perawatan bangunan gedung meliputi perbaikan dan/atau penggantian bagian
bangunan,komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana berdasarkan
dokumen rencana teknis perawatan bangunan gedung. Rencana teknis perawatan
bangunan gedung disusun oleh penyedia jasa perawatan bangunan gedung dengan
mempertimbangkan dokumen pelaksanaan konstruksi dan tingkat kerusakan bangunan
gedung. Perbaikan dan/atau penggantian dalam kegiatan perawatan bangunan gedung
dengan tingkat kerusakan sedang dan berat dilakukan setelah dokumen rencana teknis
perawatan bangunan gedung disetujui oleh pemerintah daerah. Persetujuan rencana
teknis perawatan bangunan gedung tertentu dan yang memiliki kompleksitas teknis tinggi
dilakukan setelah mendapat pertimbangan tim ahli bangunan gedung.
 Pemeriksaan secara berkala bangunan gedung dilakukan untuk seluruh atau sebagian
bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana dalam
rangka pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung, guna memperoleh perpanjangan
sertifikat laik fungsi (sepanjang tidak ada perubahan fungsi dan bentuk bangunan. Bila ada
harus mengajukan IMB yang baru)dan harus dicatat dalam bentuk laporan. Pemeriksaan
berkala dilakukan sekurang-kurangnya 6 bulan sekali.Pemeriksaan dilakukan oleh pemilik
dan/atau pengguna bangunan gedung dan dapat menggunakan penyedia jasa pengkajian
teknis bangunan gedung yang memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Jika belum terdapat penyedia jasa pengkajian teknis maka pengkajian teknis
dilakukan oleh pemerintah daerah.
 Pengawasan terhadap pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah pada saat pengajuan perpanjangan sertifikat laik fungsi
dan/atau adanya laporan dari masyarakat.
iii. TAHAPAN PELESTARIAN
adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung dan
lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya

62
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki. Penetapan bangunan
gedung dan lingkungannyayang dilindungi dan dilestarikan dilakukan oleh Presiden, Gubernur,
Bupati/walikota.
iv. TAHAPAN PEMBONGKARAN
 meliputi kegiatan penetapan pembongkaran dan pelaksanaan pembongkaran dengan
mengikuti kaidah-kaidah pembongkaran secara umum serta memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Surat penetapan/persetujuan pembongkaran oleh
bupati/walikota kecuali DKI Jakarta oleh gubernur) dan bangunan fungsi khusus oleh
Menteri
 Bangunan gedung dapat dibongkar apabila: a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki;
b. dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung dan/atau
lingkungannya; c. tidak memiliki izin mendirikan bangunan (ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah berdasarkan hasil pengkajian teknis dan/atau usulan dari pemilik gedung
dan/atau laporan dari masyarakat)
 Pembongkaran bangunan gedung yang pelaksanaannya dapat menimbulkan dampak luas
terhadap keselamatan umum dan lingkungan harus dilaksanakan berdasarkan rencana
teknis pembongkaran yang disusun oleh penyedia jasa perencanaan teknis yang memiliki
sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Rencana teknis pembongkaran
harus disetujui oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh
Pemerintah, setelah mendapat pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung. Pemilik
dan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan sosialisasi dan pemberitahuan
tertulis kepada masyarakat di sekitar bangunan gedung, sebelum pelaksanaan
pembongkaran..
 Pengawasan pelaksanaan pembongkaran bangunan gedung dilakukan oleh penyedia jasa
pengawasan yang memiliki sertifikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hasilnya diilaporkan secara berkala kepada pemerintah daerah.
 Isi surat penetapan pembongkaran memuat batas waktu pembongkaran, prosedur
pembongkaran, dan ancaman sanksi terhadap setiap pelanggaran. Dalam hal pemilik
dan/atau pengguna bangunan gedung tidak melaksanakan pembongkaran dalam batas
waktu, pembongkaran dilakukan oleh pemerintah daerah yang dapat menunjuk
penyedia jasa pembongkaran bangunan gedung atas biaya pemilik

Setiap kegaitan RR sarana dan prasarana kesehatan yang sedang atau telah dilakukan dalam rangka
penanggulangan bencana bidang kesehatan harus segera dilaporkan oleh unit/insntansi/lembaga
yang melakukannya kepada Menkes paling lambat pada akhir tahun untuk setiap tahun berjalan.
Setiap melakukan pelaporan harus ditembuskan kepada PPKK.

3 Sumber Penyelenggaraan PB bidang kesehatan harus menggunakan/mengoptimalkan saarana dan prasarana


daya upaya yang ada atau yang tersedia dan memberdayakan semua sumber daya Pemerintah dan Pemerintah
kesehatan daerah termasuk TNI, Plri, aparatur negara dan masyarakat dan lembaga baik dalam negeri maupun
luar negeri.

Dalam keadaan darurat, untuk pemenuhan semua kebutuhan pada penyelenggaraan PB bidang
kesehatan dapat dilakukan pengadaan alat kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

a. SDM KESEHATAN
 Pada masa tanggap darurat, bantuan tenaga kesehatan WNA dan perlengkapannya untuk
penanggulangan bencana bidang kesehatan dapat diterima, dengan kriteria :
o Disetujui oleh Pemerintah berdasarkan rekomendasi dari kepala BNPB, Menteri Luar
negeri dan Menteri Kesehatan untuk nakes sipil
o Memiliki sertifikat rekomendasi yang dikeluarkan oleh otoritas profesi negara asal
(professional regulatory authority) dan disahkan oleh Ketua Konsil Kedokteran
Indonesia/Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia/Komite Farmasi Nasional
o Rekomendasi dari Kepala BNPB, Menkes dan Menteri Pertahanan untuk nakes militer.
 Dalam pelaksanaan tugas, nakes WNA harus didampi oleh nakes WNI dengan kompetensi
sama, di bawah kendali Kadinkes Prov/Kab/Kota setempat dan dilarang melakukan di luar
kegiatan kesehatan yang telah ditentukan. Harus segera meninggalkan wilayah Indonesia
apabila masa tanggap darurat telah berakhir dan wajib membuat laporan pelaksanaan
kegiatan yang disampaikan kepada menteri dengan salinan pada instansi pemberi
rekomendasi.

meliputi seluruh SDM yang ada baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat

63
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

(swasta, akademisi/perguruan tinggi/ahli, masyarakat adat dan sebagainya) baik itu untuk
manajemen kesehatan maupun teknis medis. Rinciannya sebagai berikut :
 Manajemen kesehatan :
o Pemerintah pusat dan daerah sebagai penyusun regulator, pelaksana, pembina dan
pengawas dengan memberdayakan masyarakat.
o Tim Ahli Bangunan Gedung
o Penyelenggara gedung
o Masyarakat
 Teknis kesehatan :
o Tenaga kesehatan yang menjalankan praktik pada Fasyankes (memiliki STR dan izin
dalam bentuk SIP).
o Tim Penanggulangan Krisis yaitu Tim Gerak Cepat (TGC), Tim penilaian cepat kesehatan
(RHA) dan Tim bantuan kesehatan.
o Tim penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan sumber daya kesehatan pasca
bencana.

b. FASILITAS KESEHATAN
 Andal terhadap gempa, ledakan, kebakaran, kecelakaan radiasi & nuklir, tahan angin, rayap,
bahan-bahan berbahaya, petir, korsleting listrik dan akibat alam atau manusia lainnya serta
ramah lingkungan

c. PEMBIAYAAN
 Dinkes Kab/Kota melakukan pembayaran klaim RS untuk biaya perawatan pasien korban
bencana sesuai dengan ketentuan peraturan daerah setempat. Dinkes Provinsi
memfasilitasi dukungan pembayaran klaim RS untuk biaya perawatan pasien korban
bencana sesuai dengan ketentuan perda setempat. Bila kab/kota dna provinsi tidak
mampu, maka Kemenkes melalui PPKK melakukan pembayaran klaim RS untuk biaya
perawatan pasien.
 Biaya penyelenggaraan bangunan gedung oleh pemerintah, pemerintah daerah dan pemilik
bangunan
 Pendanaan Penanganan Konflik secara memadai menjadi tanggungjawab bersama
Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dialokasikan pada APBN dan/atau APBDsesuai
dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing. Sumber pendanaan lainnya
yaitu dari masyarakat.

d. SARANA & PRASARANA


 Sarana prasarana yang andal terhadap gempa, ledakan, kebakaran, kecelakaan radiasi &
nuklir, tahan angin, rayap, bahan-bahan berbahaya, petir, korsleting listrik dan akibat alam
atau manusia lainnya serta ramah lingkungan
 Data base nama-nama anggota tim Tim Ahli Bangunan Gedung yang dapat diakses dari
semua kabupaten/kota, provinsi dan Pusat.
 Sarana transportasi
 Fasilitas pendukung non medis (seragam, tandu, alkom, kendaraan taktis)

e. SEDIAAN FARMASI & ALKES

f. MANAJEMEN, INFORMASI & REGULASI KESEHATAN:


 Kebijakan/Peraturan mengenai fasyankes yang aman terhadap bencana terdiri dari UU,
PP, Permen, Kepmen, Perda dan Juknis.
 Sebagian besar peraturan perundangan tersebut telah lengkap mulai dari UU hingga
turunannya.
 Kebijakan/peraturan tersebut :
o telah meliputi sumber-sumber daya yang dibutuhkan yaitu SDM, pembiayaan,
bangunan, sarana prasarana serta sistem/mekanisme.
o telah meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, dan pembinaan serta pengawasan
dan pertanggungjawaban penyelenggaraan kegiatan terkait sumber-sumber daya yang
dibutuhkan dalam rangka mendukung fasyankes yang aman terhadap bencana.
o Telah memuat aturan mengenai penyebarluasan, penerapan, dan penegakan aturan
tersebut (sanksi, dsb) dalam rangka memberikan perlindungan hukum, terutama
kepada individu dan masyarakat

64
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

 Penyediaan informasi pada PB bidang kesehatan dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat
serta koordinasi secara berjenjang melalui Dinkes Kab/Kota, Dinkes Provinsi, PPK Regional
dan PPK Sub Regional dan PPKK.
 Sistem informasi penyelenggaraan bangunan gedung :
o pemilik dan pengguna bangunan gedung mempunyai Informasi yang terbuka mengenai
tata cara/proses penyelenggaraan bangunan gedung; keterangan tentang peruntukan
lokasi dan intensitas bangunan pada lokasi dan/atau ruang tempat bangunan akan
dibangun; ketentuan persyaratan keandalan bangunan gedung; ketentuan bangunan
gedung yang laik fungsi;
o Data base daftar anggota tim Tim Ahli Bangunan Gedung dari asosiasi profesi,
perguruan tinggi dan masyarakat ahli termasuk masyarakat adat dan dapat diakses dari
semua kabupaten/kota, provinsi dan Pusat.
o Sistem pendataan bangunan gedung merupakan sistem yang terkomputerisasi dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh tahapan penyelenggaraan
bangunan gedung dan dapat diakses oleh masyarakat. Pemutakhiran data secara
berkala setiap 5 (lima) tahun untuk bangunan gedung fungsi non-hunian dan 10
(sepuluh) tahun untuk bangunan gedung fungsi hunian.
 Sistem peringatan dinikonflik yang meliputi deteksi dini dan cegah dini meliputi
o penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau daerah Konflik;
o penyampaian data dan informasi mengenai Konflik secara cepat dan akurat;
o penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
o peningkatan dan pemanfaatan modal sosial; dan
o penguatan dan pemanfaatan fungsi intelijen sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber
daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan
pada bencana.

4 Pembinaan a. Pemerintah, pemerintah daerah, BNPB atau BPBD sesuai dengan kewenangannya melaksanakan
dan pengawasan dan laporan pertanggungjawaban terhadap pengelolaan dana dan bantuan
Pengawasan penanggulangan bencana. Instansi/lembaga terkait bersama BNPB atau BPBD melakukan
pengawasan terhadap penyaluran bantuan dana yang dilakukan oleh masyarakat kepada korban
bencana. Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan
dana dan bantuan pada seluruh tahapan penanggulangan bencana.
b. Dalam usaha menyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana,
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat mewajibkan pelaku penanggulangan bencana
untuk melaksanakan perencanaan penanggulangan bencana. Pemerintah dan
pemerintah daerah melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap penanggulangan
bencana. Pengawasan meliputi: sumber ancaman atau bahaya bencana; kebijakan
pembangunan yang berpotensi menimbulkan bencana; perencanaan penataan ruang
dan pengelolaan keuangan.

c. Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pembangunan berisiko tinggi, yang tidak
dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) yang
mengakibatkan terjadinya bencana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
atau paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)

d. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan timbulnya kerugian
harta benda ataubarang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun
atau paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling sedikit Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah) atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

e. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun atau paling lama 10

65
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

(sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau denda
paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

f. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dilakukan karena
kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau paling
lama 8 (delapan) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau
denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Pelanggaran atas kewajiban dikenakan sanksi admisnistratif berupa:


a. teguran;
b. teguran tertulis; atau
c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.

g.

h. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dilakukan karena
kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun atau paling
lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau
denda paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)

i. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) dilakukan karena
kesengajaan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) tahun atau
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah) atau denda paling banyak Rp 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

j. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 78
dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang
dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari
pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 78

k. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa: pencabutan izin usaha; atau pencabutan status badan hukum.

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk: membina dan mengawasi
penyelenggaraan Rumah Sakit; memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab; memberikan
perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan; menyediakan informasi kesehatan yang
dibutuhkan oleh masyarakat;
l.

m. Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 tidak diberikan izin
mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit.

n. Pelanggaran atas kewajiban dikenakan sanksi admisnistratif berupa: a. teguran; b. teguran


tertulis; atau c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.

o. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah
Sakit dengan melibatkan organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi
kemasyaratan lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

p. Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk : a. pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan


yang terjangkau oleh masyarakat; b. peningkatan mutu pelayanan kesehatan; c. keselamatan
pasien ; d. pengembangan jangkauan pelayanan; dan e. peningkatan kemampuan kemandirian
Rumah Sakit.

66
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

q. Dalam melaksanakan tugas pengawasan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengangkat tenaga
pengawas sesuai kompetensi dan keahliannya. Tenaga pengawas melaksanakan pengawasan
yang bersifat teknis medis dan teknis perumahsakitan.

r. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengambil
tindakan administratif berupa: a. teguran; b. teguran tertulis; dan/atau c. denda dan pencabutan
izin.

s. Pembinaan dan pengawasan secara internal dilakukan oleh Dewan Pengawas Rumah Sakit.

t. Pembinaan dan pengawasan secara eksternal dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit
Indonesia.

u. Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak memiliki izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah).

v. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan oleh korporasi, selain
pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap
korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62.

w. S elain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum

x. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan oleh Pemerintah,


pemerintah daerah, dan masyarakat

Instansi/lembaga terkait bersama BNPB atau BPBD melakukan pengawasan terhadap


penyaluran bantuan dana yang dilakukan oleh masyarakat kepada korban bencana.
y.

z. Menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

aa. Tindakan administratif dapat berupa:a. peringatan secara tertulis; b.. pencabutan izin
sementara atau izin tetap.

bb. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik
atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan
pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

cc. Dalam hal perbuatan mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

dd. Penyelenggaraan bangunan gedung


 Pembinaan berupa kegiatan pengaturan, pemberdayaan (pendataan, sosialisasi, diseminasi
dan pelatihan) dan pengawasan.
 Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Pemerintah, Pemda bersama masyarakat.
 Tujuan pembinaan bangunan gedungadalah untuk meningkatkan pemenuhan persyaratan dan
tertib penyelenggaraan bangunan gedung.
 Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi,
dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung dikenai sanksi
administratif dan/atau sanksi pidana.

67
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

 Sanksi administratif dapat berupa: a. peringatan tertulis, b. pembatasan kegiatan


pembangunan, c. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan
pembangunan, d. penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung; e.
pembekuan izin mendirikan bangunan gedung; f. pencabutan izin mendirikan bangunan
gedung; g. pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; h. pencabutan sertifikat laik
fungsi bangunan gedung; atau i. perintah pembongkaran bangunan gedung.

 Sanksi pidana yaitu sebagai berikut :


o Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan
dalam undang-undang ini diancam dengan pidana penjara :
a. paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak 10% dari nilai bangunan,
jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.
b. paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 15% dari nilai
bangunan gedung, jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi orang lain yang
mengakibatkan cacat seumur hidup.
c. paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak 20% dari nilai bangunan
gedung, jika karenanya mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
Dalam proses peradilan atas tindakan hakim memperhatikan pertimbangan dari tim ahli
bangunan gedung.
o Setiap orang atau badan yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan yang telah
ditetapkan dalam undang-undang ini sehinggamengakibatkan bangunan tidak laik fungsi
dapat dipidana kurungan dan/atau pidana denda. meliputi:
a. pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
1% dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan kerugian harta
benda orang lain;
b. pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
2% dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan kecelakaan bagi
orang lain sehingga menimbulkan cacat seumur hidup
c. pidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
3% dari nilai bangunan gedung jika karenanya mengakibatkan hilangnya nyawa
orang lain.

ee. Penanganan konflik


 Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pemberdayaan peran
serta masyarakat dalam penanganan Konflik sesuai dengan kewenangannya.
 Pembinaan meliputi sosialisasi peraturan perundang-undangan terkait penanganan Konflik;
pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penanganan Konflik;
pengembangan sistem informasi dan komunikasi penanganan Konflik; penyebarluasan
informasi penanganan Konflik; dan pengembangan kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat.

ff. Tenaga kesehatan


 Pemerintah dan Pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan kepada tenaga
kesehatan dengan melibatkan konsil masing-masing nakes dan organisasi profesi sesuai
dengan kewenangannya
 Tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Tenaga kesehatan
serta melindungi penerima pelayanan kesehatan dan masyarakat atas tindakan yang
dilakukan tenaga kesehatan serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan tenaga
kesehatan
 Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan sanksi
administratif kepada Nakes dan Fasyankes yang tidak melaksanakan sejumlah ketentuan
dalam peraturan dengan sanksi administratif yaitu berupa teguran lisan, peringatan tertulis,
denda administratif dan/atau pencabutan izin.
 Setiap orang yang bukan tenaga kesehatan melakukan praktik seolah-olah sebagai tenaga
kesehatn yang telah memiliki izin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun
 Setiap nakes yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan penerima pelayanan
kesehatan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan bila
mengakibatkan kematian akan dipidana paling lama 5 tahun.
 Setiap nakes yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR/izin, dipidana

68
No Unsur- Ringkasan Isi Peraturan
unsur

dengan pidana denda paling banyak seratus juta rupiah.

Prinsip-prinsip yang ada dalam peraturan tersebut Bermutu, aman dan sesuai kebutuhan,
non diskriminatif, bekerja dalam tim secara cepat dan tepat, adil dan merata dan teknologi
tepat guna

2. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Merupakan pengelolaan penelitian dan pengembangan, pemanfaatan dan penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan yang diselenggarakan dan dikoordinasikan
guna memberikan data kesehatan yang berbasis bukti untuk menjamin tercapainya
derajatkesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Terdiri dari 4 unsur, yaitu :


a. Biomedis dan teknologi dasar kesehatan meliputi kegiatan riset untuk memecahkan
permasalahan ditinjau dari aspek host, agent, dan lingkungan dengan pendekatan
biologi molekular, bioteknologi, dan kedokteran guna peningkatan mutu upaya
kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna.
b. Teknologi terapan kesehatan dan epidemiologi klinik meliputi kegiatan riset untuk
menilai faktor risiko penyakit, penyebab penyakit, prognosa penyakit, dan risiko
penerapan teknologi dan produk teknologi kesehatan, termasuk obat bahan alam,
terhadap manusia guna peningkatan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna dan
berdaya guna
c. Teknologi intervensi kesehatan masyarakatmeliputi kegiatan riset untuk menilai
besaran masalah kesehatan masyarakat, mengembangkan teknologi intervensi,
serta menilai reaksi lingkungan terhadap penerapan teknologi dan produk teknologi
guna peningkatan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna.
d. Humaniora, kebijakan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat meliputi kegiatan
riset untuk menganalisis bidang sosial, ekonomi, budaya, etika, hukum, psikologi,
formulasi-implementasi, dan evaluasi kebijakan, perilaku, peran serta, dan
pemberdayaan masyarakat terkait dengan perkembangan teknologi dan produk
teknologi kesehatan guna peningkatan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna
dan berdaya guna.

Memiliki 7 prinsip dasar, yaitu :


a. Terpadu, berkesinambungan dan paripurna yaitu Penelitian, pengembangan,
penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan diselenggarakan secara
terpadu, berkesinambungan, dan paripurna meliputi riset yang dilakukan berkala
dan sebagai kelanjutan hasil riset sebelumnya serta dilakukan menyeluruh di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Akurat dan akuntabel yaitu Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan harus dilakukan secara teliti dan berbasis bukti yang
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
c. Persetujuan setelah penjelasanyaitu Penelitian, pengembangan, penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan harus dilakukan atas dasar persetujuan
dari Pemerintah dan apabila melibatkan manusia harus atas dasar persetujuan yang
bersangkutan setelah diberikan penjelasan terlebih dahulu.

69
d. Bekerja dalam tim secara cepat dan tepat yaitu Penelitian, pengembangan,
penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan harus dilakukan dengan
melibatkan semua pihak yang terkait dan kompeten, bekerja sama, dan dilakukan
secara cepat dengan ketepatan yang tinggi, termasuk dalam rangka peningkatan
kapasitas dan kompetensi tenaga peneliti kesehatan serta pemanfaatan fasilitas
penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi kesehatan sebagai wahana
pendidikan tenaga peneliti mencapai jenjang keahlian tertinggi.
e. Norma agama yaitu Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan produk
teknologi kesehatan yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan norma agama
dan yang dapat menurunkan harkat dan martabat manusia.
f. Kebenaran ilmiahyaitu Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan produk
teknologi kesehatan yang dilakukan harus didasarkan pada kebenaran ilmiah, yakni
kebenaran yang didapatkan melalui tahap-tahap (proses, prosedur) metode ilmiah.
g. Perlindungan terhadap subjek penelitian dan etik yaitu Penelitian, pengembangan,
penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan yang dilakukan harus
menjamin perlindungan terhadap subjek penelitian. Penelitian dan pengembangan
yang menggunakan manusia dan hewan percobaan harus mendapatkan persetujuan
etik (ethicalclearance).

No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

1 Biomedis dan
teknologi dasar
kesehatan

2 Teknologi terapan
kesehatan dan
epidemiologi klinik

3 Teknologi  Setiap orang dalam mengajukan permohonan IMB gedung wajib melengkapi antara lain analisis
intervensi mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting
kesehatan terhadap lingkungan
masyarakat  Nakes dalam menjalankan praktik dapat melakukan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi,
produk teknologi dan teknologi informasi kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan.

4 Humaniora,  Sistem peringatan dini konflik meliputi deteksi dini dan cegah dini. meliputi:
kebijakan a. penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau daerah Konflik;
kesehatan dan b. penyampaian data dan informasi mengenai Konflik secara cepat dan akurat;......dst.
pemberdayaan  Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan
masyarakat korban sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya, meliputi antara lain penilaian
cepat kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar korban Konflik; dsb

Prinsip yang diterapkan akurat dan akuntabel

3. Pembiayaan Kesehatan
Adalah pengelolaan berbagai upayapenggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana
kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Terdiri dari 3 unsur, yaitu :

70
a. Danadigali dari sumber Pemerintah, Pemerintah Daerah baik dari sektor kesehatan
dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang
digunakan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan
b. Sumber dayameliputi: SDM pengelola, sarana, standar, regulasi, dan kelembagaan
yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya penggalian,
pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung
terselenggaranya pembangunan kesehatan.
c. Pengelolaan dana kesehatanmerupakan seperangkat aturan yang disepakati dan
secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik
oleh Pemerintah,Pemerintah Daerah secara lintas sektor, swasta, maupun
masyarakatyang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian, pembelanjaan
dana kesehatan, dan mekanisme pertanggungjawabannya.

Memiliki 3 prinsip, yaitu


a. Kecukupan yaitu pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung jawab
bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan swasta. Dana kesehatan
diperoleh dari berbagai sumber, baik dari Pemerintah, Pemerintah Daerah,
masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus
ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan
kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasil guna dan berdaya
guna, tersalurkan secara tepat memperhatikan subsidiaritas dan fleksibilitas,
berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas
b. Efektif dan efisien yaitu dalam menjamin efektifitas dan efisiensi penggunaan dana
kesehatan, maka pembelanjaannya dilakukan melalui kesesuaian antara
perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan
anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan. Sistem pembayaran pada
fasilitas pelayanan kesehatan perlu dikembangkan menuju bentuk pembayaran
prospektif
c. Adil dan transparan yaitu Dana kesehatan yang terhimpun dimanfaatkan secara adil
dalam rangka menjamin terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Dana kesehatan digunakan secara
bertanggung jawab dan bertanggung gugat berdasarkan prinsip tata pemerintahan
yang baik (good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

1 Dana a. BENCANA
 Pemerintah, pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap penyediaan dana
penanggulangan bencana bidang kesehatan
 Pemerintah, pemeda bertanggung jawab menngalokasikan anggaran penanggulangan
bencana bidang kesehatan secara memadai dalam APBN atau APBD.
 Pmerintah, pemda wajib mendorong dan menkooridnir partisipasi masyrakat dalam
penyediaan dana penanggulangan bencana bidan kesehatan yang bersumber dari masyrakat
sesuai ketentuan yang berlaku.

b. PENANGANAN KONFLIK
 Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran penanganan Konflik dalam APBN
dan APBD secara memadai.Masyarakat dapat berperan serta dalam pembiayaanpenanganan
Konflik.
 Untuk pencegahan konflik, Pemerintah mengalokasikan dana APBN melalui anggaran
kementerian/lembaga yang bertanggung jawab sesuai tugas dan fungsinya. Pemerintah Daerah

71
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

mengalokasikan dana APBD melalui anggaran satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung
jawab sesuai tugas dan fungsinya.
 Pendanaan untuk penanganan Konflik pada tahap penghentian Konflik dan rekonsiliasi
bersumber dari:
o dana penanganan Konflik yang telah dialokasikan dalam APBN pada bagian anggaran
kementerian/lembaga;
o dana penanganan Konflik yang telah dialokasikan dalam APBD pada satuan kerja perangkat
daerah;
o dana siap pakai yang dialokasikan pada bagian anggaran bendahara umum negara dalam
APBN; dan
o dana belanja tidak terduga yang telah dialokasikan pada APBD.

 Pemerintah mengalokasikan dana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap


pascakonflik melalui anggaran kementerian/lembaga yang bertanggung jawab sesuai tugas dan
fungsinya. Pemerintah Daerah mengalokasikan dana pascakonflik melalui APBD pada
program/kegiatan satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan kesatuan bangsa
dan politik atau program kegiatan satuan kerja perangkat daerah teknis lainnya dalam APBD
masing-masing pemerintah daerah.

c. PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG


 Biaya penyelenggaraan bangunan gedung oleh pemerintah, pemerintah daerah dan pemilik
bangunan
 Pembiayaan pengelolaan database Anggota Tim Ahli Bangunan Gedung dan operasionalisasi
penugasan Tim Ahli Bangunan Gedung termasuk honorarium dan tunjangan dibebankan
pada APBD kabupaten/kota, pada APBD provinsi, atau APBN Pusat, sesuai dengan tingkat
pemerintahan yang menugaskan

d. TENAGA KESEHATAN
 Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan konsil tenaga kesehatan Indonesia dibebankan
kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

2 Sumber Daya a. SDM PENGELOLA


 Pengelola keuangan pada masing-masing K/L dan SKPD sesuai dengan tugas dan fungsinya
 Bendahara umum negara
 Bendahara umum daerah
 Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan monitoring
dan evaluasi secara sinergis, terkoordinasi, terus menerus, berkala, dan terukur terhadap
penyelenggaraan penanganan Konflik yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. SARANA
Setiap kegiatan RR sarana dan prasarana kesehatan yang sedang atau telah dilakukan
c. STANDAR
 Standar pembiayaan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
d. REGULASI
 Peraturan perundangan terkait keuangan
 Pengaturan spesifik mengenai sumber-sumber dana dan mekanismenya terkait bencana,
penyelenggaraan bagunan, penanganan konflik dan tenaga kesehatan dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
e. KELEMBAGAAN
 Untuk penanganan bencana, dana siap pakai ada pada BNPB
 Untuk penanganan konflik, kelembagaan yaitu K/L dan SKPD sesuai dengan tugas dan
wewenangnya masing-masing.

3 Pengelola a. MEKANISME PENGGALIAN


dana  Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan dana
kesehatan yang bersumber dari masyarakat. Dana yang bersumber dari masyarakat yang diterima oleh
Pemerintah dicatat dalam APBN dan bila diterima oleh Pemda dicatat dalam APBD. Pemerintah
daerah hanya dapat menerima dana yang bersumber dari masyarakat dalam negeri.
Pemerintah dapat menolak bantuan dana dari masyarakat yang tidak sesuai dengan ketentuan

72
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

peraturan perundang-undangan.

b. MEKANISME PENGALOKASIAN
 Pengajuan usulan penggunaan anggaran penanggulangan bencana bidanng kesehatan dilakukan
secara tertib administrasi keuangan dengan sistem satu pintu, berupa :
o Tahap prakrisis kesehatan  usulan dari dinkes Kab/Kota harus disampaika jmelalui
Dinkes Provinsi kepada Sekjen Kemenkes dengan tembusan Kepala PPKK dengan
melampirkan Renkon
o Tahap tanggap darurat  usulan rencana operasi dari Dinkes Kab/Kota harus
disampaikan melalui dinkes prvoinsi,s erta harus dilengkapi dengan surat pernyataan
bencana yang meliputi siaga darurat, tanggap darurat atau pemulihan darurat. Usulan
dari unit-unit utama di lingkungan Kemenkes disampaika ke Sekjen Kemenkes dengan
tembusan kepada Kepala PPKK.

 Untuk pencegahan konflik, Pemerintah mengalokasikan dana APBN melalui anggaran


kementerian/lembaga yang bertanggung jawab sesuai tugas dan fungsinya. Pemerintah Daerah
mengalokasikan dana APBD melalui anggaran satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung
jawab sesuai tugas dan fungsinya.
 Pendanaan untuk penanganan Konflik pada tahap penghentian Konflik dan rekonsiliasi
bersumber dari:
o dana penanganan Konflik yang telah dialokasikan dalam APBN pada bagian anggaran
kementerian/lembaga;
o dana penanganan Konflik yang telah dialokasikan dalam APBD pada satuan kerja perangkat
daerah;
o dana siap pakai yang dialokasikan pada bagian anggaran bendahara umum negara dalam
APBN; dan
o dana belanja tidak terduga yang telah dialokasikan pada APBD.

 Pemerintah mengalokasikan dana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahap


pascakonflik melalui anggaran kementerian/lembaga yang bertanggung jawab sesuai tugas dan
fungsinya. Pemerintah Daerah mengalokasikan dana pascakonflik melalui APBD pada
program/kegiatan satuan kerja perangkat daerah yang membidangi urusan kesatuan bangsa
dan politik atau program kegiatan satuan kerja perangkat daerah teknis lainnya dalam APBD
masing-masing pemerintah daerah.
 Biaya penyelenggaraan bangunan gedung oleh pemerintah, pemerintah daerah dan pemilik
bangunan
 Pembiayaan pengelolaan database Anggota Tim Ahli Bangunan Gedung dan operasionalisasi
penugasan Tim Ahli Bangunan Gedung termasuk honorarium dan tunjangan dibebankan pada
APBD kabupaten/kota, pada APBD provinsi, atau APBN Pusat, sesuai dengan tingkat
pemerintahan yang menugaskan
 Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan konsil tenaga kesehatan Indonesia dibebankan kepada
APBN dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

c. MEKANISME PEMBELANJAAN DANA KESEHATAN


 Pembelanjaan sebagaimana peraturan perundangan yang berlaku.
 Untuk penggunaan dana penanggulangan bencana bidang kesehatan, harus memperhatikan : a.
Keseuaian pengguanaan anggaran dengan kebutuhan teknis yang telah disyaratkan; b efektif,
terarah dan terkendali sesuai dengan sasaran program/kegiatan; c. Mengutamakan penggunaan
produksi dalam negeri.
 PPKK harus melakukan telaahan terhadap usulan penggunaan anggaran penanggulangan
bencana bidang kesehatan yang telah diajukan oleh Dinkes Prov/Kab/Kota dan unit utama di
lingkungan Kemenkes. Berdasarkan hasil telaahan, PPKK menyetujui atau meolak proses
pencairan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Pembayaran klaim RS untuk pasien korban bencana yang mulai dirawat sejak masa tanggap
darurat sampai selesai perawat dapat diusulkan oleh Dinkes Prov/kab/Kota kepada PPKK.
Pelaksanaan pembayaran klaim oleh PPKK dilakukan setelah proses verifikasi dari unit teknis
Kemenkes yang membidangi RS.
 Pada tahapan penghentian konflik :

73
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

o Usulan permintaan atas dana siap pakaidisampaikan oleh kementerian/lembaga kepada


menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Permintaan
danadilakukan dalam hal alokasi dana untuk keperluan penghentian Konflik pada bagian
anggaran kementerian/lembaga tidak mencukupi dan/atau tidak tersedia. Dalam hal dana
untuk keperluan penghentian Konflik tidak mencukupi dan/atau tidak tersedia, pemerintah
daerah dapat menggunakan dana belanja tidak terduga pada APBD.Setelah kepala daerah
menetapkan status keadaan konflik, kepala satuan kerja perangkat daerah yang
membidangi urusan kesatuan bangsa dan politik paling lambat 1 (satu) hari kerja
mengajukan rencana kebutuhan belanja penghentian Konflik dan rekonsiliasi pascakonflik
pada pejabat pengelola keuangan daerah selaku bendahara umum daerah. Pencairan
paling lambat 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya rencana kebutuhan belanja.
Dalam hal belanja tidak terduga tidak mencukupi untuk penghentian Konflik dan
rekonsiliasi pascakonflik, pemerintah daerah dapat menggunakan dana dari hasil
penjadwalan ulang capaian target kinerja program dan kegiatan lainnya dalam tahun
anggaran berjalan dan/atau memanfaatkan uang kas yang tersedia. Mekanisme
penambahan uang dilakukan dengan cara mengubah peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD pada tahun anggaran yang berjalan dan diberitahukan kepada pimpinan
DPRD, selanjutnya ditampung dalam perubahan APBD tahun anggaran yang berjalan.
Dalam hal pengubahan APBD tahun anggaran berjalan telah ditetapkan atau pemerintah
daerah tidak melakukan pengubahan APBD tahun anggaran berjalan, pengubahan tersebut
dicantumkan pada laporan realisasi anggaran.
 Pada tahapan pascakonflik Pemerintah Daerah yang daerahnya mengalami konflik dan
memiliki keterbatasan kemampuan pendanaan dapat mengajukan permintaan dana
pascakonflik kepada Pemerintah melalui :
o dana alokasi khusus (DAK) dengan melampirkan kerangka acuan kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi pascakonflik beserta rencana anggaran biaya. Pengajuan dana
tersebut dikoordinasikan oleh kementerian yang membidangi urusan dalam negeri.
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri
bersama menteri/pimpinan lembaga terkait melakukan verifikasi dan evaluasi terhadap
permintaan pemerintah daerahuntuk menilai kelayakan dan kecukupan APBD sebagai
kerangka acuan dan rencana anggaran biaya dari aspek kerusakan dan kerugian untuk
penyusunan anggaran kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pemulihan pascakonflik.
Hasil verifikasi dan evaluasi menjadi dasar menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan untuk menyusun rencana anggaran dana pemulihan
pascakonflik per daerah.
o dana transfer ke daerah dengan melampirkan paling sedikit kerangka acuan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi beserta rencana anggaran biaya kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Penyaluran dana
pemulihan pascakonflik berdasarkan penilaian menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan (berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri dan
menteri/pimpinan lembaga terkait), dilakukan secara bertahap sesuai dengan capaian
kinerja.
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menetapkan
kebijakan dana pemulihan pascakonflik dalam nota keuangan dan rancangan APBN tahun
anggaran berikutnya atau APBN perubahan yang disampaikan Pemerintah kepada DPR.
Alokasi dana tersebut merupakan belanja transfer ke daerah. Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menetapkan alokasi dana
pemulihan pascakonflik bagi daerah Konflik sebelum tahun anggaran berakhir.

d. MEKANISME PERTANGGUNGJAWABAN
 Pertanggungjawaban penggunaan anggaran penanggulangan bencana bidang kesehatan saat
tanggap darurat diperlakukan secara khusus sesuai dengna kondisi kedaruratan dan
dilaksanakan sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan transpraransi serta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

 Pertanggungjawaban dana penanggulangan bencana bidang kesehatan pada ABPN dan
APBD sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

74
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

 Pertanggungjawaban atas penggunaan dana disampaikan oleh kepala satuan kerja


perangkat daerah yang membidangi urusan kesatuan bangsa dan politik kepada pejabat
pengelola keuangan daerah dengan melampirkan bukti pengeluaran yang sah dan lengkap
atau surat pernyataan tanggung jawab belanja.

Kecukupan, efektif dan efisien, Adil dan transparan

4. SDM Kesehatan
Yaitu pengelolaan upaya pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusiakesehatan, yang meliputi: upaya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,
serta pembinaan dan pengawasan mutu SDM kesehatan untuk mendukung
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.

Terdiri dari 3 unsur, yaitu :


a. SDM Kesehatan adalah SDM kesehatan baik tenaga kesehatan maupun tenaga
pendukung/penunjang kesehatan, mempunyai hak untukmemenuhi kebutuhan
dasarnya (hak asasi) sebagai makhluk sosial, wajib memiliki kompetensi,
kewenangan untuk mengabdikan dirinya di bidang kesehatan, mempunyai etika,
berakhlak luhur, dan berdedikasi tinggi dalam melakukan tugasnya
b. Sumber daya pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatanadalah sumber
daya pendidikan nakes dan pelatihan SDM kesehatan, yang meliputi berbagai
standar kompetensi, modul dan kurikulum serta metode pendidikan dan latihan,
SDM pendidikan dan pelatihan, serta institusi/fasilitas pendidikan dan pelatihan
yang menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan. Dalam sumber
daya ini juga termasuk sumber daya manusia, dana, cara/ metode, serta peralatan
dan perlengkapan untuk melakukan perencanaan, pendayagunaan, serta pembinaan
dan pengawasan mutu SDM kesehatan
c. Penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatanmeliputi
upaya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan
mutu SDM kesehatan.

Memiliki 4 prinsip, yaitu :


a. Adil dan merata serta demokratis. Pemenuhan ketersediaan SDM kesehatan ke
seluruh wilayah Indonesia harus berdasarkan pemerataan dan keadilan
sesuaidengan potensi dan kebutuhan pembangunan kesehatan sertadilaksanakan
secara demokratis, tidak diskriminatif denganmenjunjung tinggi hak asasi manusia,
nilai keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa.
b. Kompeten dan berintegritas. Pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
kesehatandilaksanakan sesuai standar pelayanan dan standar kompetensisehingga
menghasilkan sumber daya manusia kesehatan yang menguasai Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK), profesional, beriman, bertaqwa, mandiri, bertanggung jawab,
dan berdaya saing tinggi.
c. Objektif dan transparan. Pembinaan dan pengawasan serta pendayagunaan
termasukpengembangan karir sumber daya manusia kesehatan dilakukan secara
objektif dan transparan berdasarkan prestasi kerja dan disesuaikan dengan
kebutuhan pembangunan kesehatan.

75
d. Hierarki dalam SDM Kesehatan. Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan dalam mendukung pembangunan kesehatan perlu
memperhatikan adanya susunan hierarki sumber daya manusia kesehatan yang
ditetapkan berdasarkan jenis dan tingkat tanggung jawab dan wewenang,
kompetensi, serta keterampilan masing-masing sumber daya manusia kesehatan.

No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

1 SDM Kesehatan  TENAGA KESEHATAN


 Tenaga di bidang kesehatan terdiri dari :
o Tenaga kesehatan (minimum D3 kecuali tenaga medis)
o Asisten nakes (minimum pendidikan menengah bidang kesehatan dan hanya dapat
bekerja di bawah supervisi nakes)
 Pengelompokan nakes terdiri dari tenaga :
 medis (dokter, dokter gigi& spesialis)
 psikologi klinis
 keperawatan
 kebidanan
 kefarmasian (apoteker, tenaga teknis kefarmasian)
 kesehatan masyarakat (epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan & ilmu
perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi & kebijakan kesehatan,
tenaga biostatistik & kependudukan, tenaga kespro & keluarga)
 kesehatan lingkungan ( tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, mikrobiolog
kesehatan)
 gizi ( nutrisionis dan dietisien)
 keterapian fisik ( fisioterapis, okupasi terapis, terapis & akupunktur)
 keteknisian medis (radiografer, elektromedis, ahli teknologi laboratorium medik,
fisikawan medik, radioterapis, orthotik prostetik)
 teknik biomedika
 kesehatan tradisional (nakes tradisional ramuan & nakes tradisional ketrampilan)
 tenaga kesehatan lain (diatur Peraturan Menkes)

 Residen dan nakes dengan pendidikan diploma III merupakan jenis tenaga yang diangkat
untuk Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan
kriteria terpencil dan sangat terpencil terutama di Daerah Tertinggal, Perbatasan,
Kepulauan, dan Daerah bermasalah kesehatan, rawan bencana dan konflik sosial, serta
Rumah Sakit Kelas C dan Kelas D di kabupaten/kota yang memerlukan pelayanan medik
spesialistik, .

 TENAGA PENDUKUNG KESEHATAN


 SDM manajerial yang memahami upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat
bencana. Untuk tingkat Propinsi yaitu tingkat pendidikan jenjang Strata 2 sebanyak 4
orang , dengan rincian 2 orang memahami bidang management dan 2 orang bidang medis.
Untuk tingkat Kab / Kota yaitu tingkat pendidikan jenjang Strata 1 sebanyak 2 orang
dengan rincian 1 orang bidang management dan 1 orang bidang medis.
 Petugas pelaksana pendataan bangunan gedung secara umum dapat dibagi menjadi dua:
o Petugas Pelayanan Masyarakat. Bertanggung jawab sebagai pelaksana dalam
kegiatan pendataan pembangunan gedung dan tidak memiliki wewenang dalam
setiap pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pendataan bangunan
gedung ataupun keputusan yang sifatnya strategis.
o Petugas Pemasukan Data. Petugas ini tidak berhubungan secara langsung ke
masyarakat atau pemohon bangunan gedung. Petugas ini akan mendata semua
hasil perkembangan dari proses penyelenggaraan bangunan gedung dan akan
memasukan data tersebut ke dalam database.
o Administrator sistem/programer. Bertugas dalam instansi bangunan gedung untuk
menyiapkan, memelihara serta mengevaluasi sistem informasi yang digunakan
dalam proses pendataan bangunan gedung.

 TIM (NAKES DAN TENAGA PENDUKUNG)


 Tim kesehatan untuk kondisi tanggap darurat, yaituTim Penanggulangan Krisis dengan
Koordinator adalah Kadinkes Prov/kab/kota. Tim terdiri dari Tim Gerak Cepat, Tim RHA
dan Tim Bantuan Kesehatan
 Tim Ahli Bangunan Gedung yang mempunyai tugas umum memberikan nasihat, pendapat,
dan pertimbangan profesional membantu pemerintah daerah, atau Pemerintah dalam
penyelenggaraan bangunan gedung.Terdiri dari unsur-unsur meliputi :
o Asosiasi profesi, masyarakat ahli mencakup masyarakat ahli di luar disiplin bangunan

76
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

gedung termasuk masyarakat adat dan unsur perguruan tinggi.


o Instansi pemerintah daerah dan/atau Pemerintah.
Unsur keahlian dalam Tim Ahli Bangunan Gedung minimal terdiri dari keahlian bidang
arsitektur, struktur, dan utilitas (mekanikal dan elektrikal).Dapat meliputi bidang tugas
antara lain bidang keselamatan dan kesehatan kerja. Keanggotaan Tim Ahli Bangunan
Gedung bersifat ad-hoc. Jumlah anggota Tim Ahli Bangunan Gedung ditetapkan ganjil,
dan disesuaikan dengan tingkat kompleksitas bangunan gedung dan substansi teknisnya.
Setiap unsur/pihak yang menjadi Tim Ahli Bangunan Gedung diwakili oleh 1 (satu) orang
sebagai anggota.

2 Sumber Daya a. SUMBER DAYA MANUSIA


pengembangan  Pemerintah dan Pemda yang bertanggung jawab melakukanPengaturan, pembinaan,
dan pengawasan & peningkatan mutu nakes; perencanaan , pengadaan, pendayagunaan
pemberdayaan nakes sesuai dengan kebutuhan serta perlindungan kepada nakes dalam menjalankan
SDM kesehatan praktek
 Masyarakat (bersama Pemerintah dan Pemda) ikut terlibat dalam penyelenggaraan
pendidikan serta pendayagunaan nakes(dalam &luar negeri) sesuai dengan tugas dan
fungsinya, dengan memperhatikan aspek pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan.
 Pimpinan fasyankes (bersama kepala daerah) ikut bertanggung jawab kesempatan yang
sama kepada nakes dalam pengembangan nakes, dengan mempertimbangkan penilaian
kinerja.
b. DANA
Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan konsil tenaga kesehatan Indonesia dibebankan
kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

c. CARA/METODE
 Metode yang dikembangkan dalam rangka pemerataan dan pemenuhan kebutuhan
yankes kepada masyarakat.
 penempatan nakes setelah melalui proses seleksi dengan cara pengangkatan PNS,
pengangkatan sbg pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau penugasan khusus
serta pengangkatan sebagai anggota TNI/Polri .
 Pemerintah dapat mewajibkan nakes lulusan perguruan tinggi pemerintah untuk
mengikuti seleksi penempatan.
 Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja
kepada Nakes yangmemenuhi kualifikasi akademik & kompetensi untuk melaksanakan
tugas sebagai nakes di daerah khusus NKRI.
 Pemerintah dapat menerapkan pola ikatan dinas bagi calon nakes.

d. PERALATAN DAN PERLENGKAPAN


 Peraturan perundangan mengenai SDM kesehatan dan SDM untuk penanggulangan
bencana yang telah ada mulai dari UU, PP hingga Perka dan Permen.
 Standar profesi dan standar kompetensi yang telah ditetapkan
 Institusi yang terakreditasi untuk melakukan pelatihan baik pemerintah, pemda dan/atau
masyarakat.
 Modul-modul pelatihan yang dibutuhkan untuk SDM penanggulangan krisis kesehatan
 Menteri, pemda, konsil masing-masing nakes dan organisasi profesi sesuai dengan
kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan.
3 Penyelenggaraan Upaya Penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan adalah upaya
pengembangan memenuhi SDM kesehatan baik jumlah, jenis maupun kompetensi secara merata untuk menjamin
dan keberlangsungan pembangunan kesehatan. Upaya tersebut juga mempersiapkan pengembangan
pemberdayaan dan pemberdayaan SDM kesehatan untuk menghadapi bencana.
SDM kesehatan
Upaya penyelenggaraan dan pengembangan tenaga kesehatan meliputi Perencanaan, Pengadaan
dan Pendayagunaan, Pembinaan dan Pengawasan.

Pemerintah dan Pemda bertanggung jawab melakukan :


a. Pengaturan, pembinaan, pengawasan & peningkatan mutu tenaga kesehatan
b. Perencanaan , pengadaan, pendayagunaan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan
c.. Perlindungan kepada tenaga kesehatan dalam menjalankan praktek

Pemerintah dan Pemda wajib memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan (jumlah, jenis, kompetensi)
secara merata untuk menjamin keberlangsungan pembangunan kesehatan.

A. PERENCANAAN
3 kelompok Perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan :
a. Perencanaan kebutuhan pada tingkat institusi

77
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

b. Perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan pada tingkat wilayah;


c. Perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan untuk bencana

Dalam perencanaan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan (lokal, nasional,


global), pendayagunaan SDM kesehatan diselenggarakan secara merata, serasi, seimbang dan
selaras oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha baik di pusat maupun daerah; mendasarkan
pada sasaran nasional upaya kesehatan; pemilihan metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan
didasarkan pada kesesuaian metode dengan kemampuan dan keadaan daerah masing-masing.

Kebutuhan SDM kesehatan dapat ditentukan berdasarkan : kebutuhan epidemiologi penyakit


utama masyarakat, permintaan akibat beban pelayanan kesehatan; atau sarana upaya kesehatan
yang ditetapkan; standar atau ratio terhadap nilai tertentu.

Perencanaan Kebutuhan SDM untuk penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana sebagai
berikut :
a. memperhatikan hal-hal : waktu untuk bereaksi yang singkat untuk memberikan pertolongan,
kecepatan dan ketepatan dalam bertindak, kondisi penduduk di daerah bencana, ketersediaan
fasilitas kesehatan, kemampuan sumber daya setempat.
b. Untuk mendukung kebutuhan SDM kesehatan , tim harus menyusun : kebutuhan anggaran,
kebutuhan sarana dan prasarana pendukung, peningkatan kemampuan dalam PKKAB, rapat
koordinasi secara berkala serta gladi penanggulangan krisis.
c. Perencanaan pada pra bencana :
Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan pada masa pra bencana yaitu penempatan SDM
Kesehatan dan pembentukan Tim PKKAB dengan memperhatikan : analisis risiko pada
wilayah rawan bencana, kondisi penduduk di daerah bencana, ketersediaan fasyankes,
kemampuan SDM Kesehatan setempat, kebutuhan minimal yankes di wilayah setempat.
Distribusi dalam rangka penempatan SDM kesehatan ditujukan untuk antisipasi
pemenuhan kebutuhan minimal tenaga padapelayanan kesehatan akibat bencana. PJ di
daerah adalah Kadinkes. Selain itu ketersediaan SDM manajerial yang memahami upaya
penanggulangan masalah kesehatan. Untuk tingkat Propinsi tingkat pendidikan jenjang
Strata 2 sebanyak 4 orang , dengan rincian 2 orang memahami bidang management dan 2
orang bidang medis. Untuk tingkat Kab / Kota tingkat pendidikan jenjang Strata 1 sebanyak
2 orang dengan rincian 1 orang bidang management dan 1 orang bidang medis.
d. Perencanaan pada saat tanggap darurat :
Dilakukan berdasarkan hasil RHA berdasarkan kebutuhan jumlah minimal SDM kesehatan
melalui perhitungan- perhitungan berdasarkan rasio. Untuk fasyankes :
Dokter umum = (jml pasien/40) - jml dr umum yang ada di tempat
Dokter bedah = (jumlah pasien dr bedah/5) - jml dr bedah yang ada di tempat
Dokter anestesi ={ (jumlah pasien bedah/15)}/5 - jumlah dr anestesi di tempat
perawat di UGD = 1 perawat menangani 1 pasien
perawat di ruang rawat inap = jumlah jam perawatan total untuk semua jenis
pasien/jumlah jam efektif per hari per shift (7 jam)
Fisioterapis : 1 fisioterapis menangani 30 pasien
Apoteker 1 dan asisten apoteker 2
Tenaga gizi 2
Pembantu umum 5-10
Jumlah jam perawatan :
o Berdasarkan klasifikasi pasien dalam 1 ruangan (penyakit dalam 3,5 jam/hari, bedah
4 jam/hari, gawat 10 jam/hari, anak 4,5 jam/hari, kebidanan 2,5 jam/hari;
o Berdasarkan tingkat ketergantungan keperawatan minimal 2 jam/hari, sedang 3,08
jam /hari, agak berat 4,15 jam/hari dan maksimal 6,16 jam/hari
e. Perencanaan pada saat pasca bencana :
Dilakukan berdasarkan hasil penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan sumber daya
kesehatan pasca bencana.
f. Menteri melakukan perencanaan tenaga kesehatan utk skala nasional melalui pemetaan
tenaga kesehatandengan memperhatikan faktor :jenis, kualifikasi, jumlah, pengadaan &
distribusi tenaga kesehatan; penyelenggaraan upaya kesehatan; ketersediaan fasyankes;
kemempuan pembiayaan; kondisi geografis & sosbud; kebutuhan masyarakat.

B. PENGADAAN DAN PENDAYAGUNAAN


Upaya manajemen SDM penanggulangan krisis kesehatan terbagi 3 tahap :
a.Tahap prabencana :
 Penyusunan peta rawan bencana (memperlihatkan kemungkinan bencana, kebutuhan
fasyankes dan ketersediaan SDM serta kompetensinya);
 Penyusunan peraturan/pedoman terkait penempatan dan mobilisasi SDM Kesehatan;
 Pemberdayaan nakes di sarana kesehatan terutama di daerah rawan bencana;
 Penyusunan standard ketenagaan, sarana dan pembiayaan;

78
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

 Penempatan nakes disesuaikan dengan situasi wilayah setempat;


 Pembentukan TGC (Tim Gerak Cepat);
 Sosialisasi SDM kesehatan;
 Pelatihan dan gladi; Pembentukan Pusat pelayanan kesehatan terpadu atau PSC.
 penempatan SDM Kesehatan dan pembentukan Tim PKKAB. Distribusi dalam rangka
penempatan SDM kesehatan ditujukan untuk antisipasi pemenuhan kebutuhan minimal
tenaga padapelayanan kesehatan akibat bencana. PJ di daerah adalah Kadinkes

b. Saat tanggap darurat :Mobilisasi SDM Kesehatan sesuai dengan kebutuhan yankes serta
pengorganisasian SDM kesehatan dalam pelaksanaan yankes. Pada saat terjadi bencana,
perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan
Krisis yaitu Tim Gerak Cepat, Tim penilaian cepat kesehatan dan Tim bantuan kesehatan.
Koordinator adalah Kadinkes Prov/kab/kota. Rincian Tim dan kebutuhan minimal sebagai
berikut :
o Tim Gerak Cepat. Kebutuhan minimal yaitu 1 dokter umum, 1 dokter spesialis bedah,
1 dokter spesialis anestesi, 2 perawat mahir, 1 tenaga DVI, 1 apoteker/asisten
apoteker, 1 sopir ambulans, 1 surveilans/epidemiolog/sanitarian, 1 petugas
komunikasi.
o Tim Rapid Health Assessment (RHA). Kebutuhan minimal yaitu 1 dokter umum, 1
epidemiolog, 1 sanitarian.
o Tim Bantuan Kesehatan diberangkatkan berdasarkan kebutuhan. jenis-jenis tenaga
dan kompetensi telah ditentukan.

C. Pasca bencana : Mobilisasi SDM kesehatan sesuai dengan kebutuhan yankes,


pengorganisasian SDM kes dalam pelaksanaan yankes; upaya pemulihan SDM kesehatan yang
menjadi korban; rekruitmen SDM kesehatan untuk peningkatan upaya penanggulangan krisis
akibat bencana di masa datang serta program pendampingan bagi petugas kesehatan di daerah
bencana

Pengadaan nakes dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
Pengadaan nakes melalui pendidikan tinggi bidang kesehatan untuk menghasilkan nakes yang
bermutu sesuai standar profesi dan standar pelayanan profesi. Penyelenggara pendidikan yaitu
Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pendayagunaan nakes(dalam&luar negeri) dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, dengan memperhatikan
aspek pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan.

Dalam rangka pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
pemerintah dan pemda wajib melakukan penempatan nakes setelah melalui proses seleksi dengan
cara pengangkatan PNS, pengangkatan sbg pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau
penugasan khusus serta pengangkatan sebagai anggota TNI/Polri . Pemerintah dapat mewajibkan
nakes lulusan perguruan tinggi pemerintah untuk mengikuti seleksi penempatan. Dalam keadaan
tertentu Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada Nakes yangmemenuhi
kualifikasi akademik & kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai nakes di daerah khusus
NKRI. Dapat menerapkan pola ikatan dinas bagi calon nakes.

Pengaturan Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan Tenaga Kesehatan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil terutama di Daerah Tertinggal,
Perbatasan, Kepulauan, dan DBK, rawan bencana dan konflik sosial, serta Rumah Sakit Kelas C dan
Kelas D di kabupaten/kota yang memerlukan pelayanan medik spesialistik. Jenis tenaga yang
diangkat yaitu residen dan nakes dengan pendidikan diploma III.

Pimpinan fasyankes dan/atau kepala daerah yang membawahi fasyankes harus


mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan dan lokasi serta keamanan
dan keselamatan kerja nakes sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

C. Pembinaan dan Pengawasan


Peningkatan dan pengembangan SDM kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan untuk
penanggulangan bencana. Pembinaannya dilakukan dengan supervisi dan bimtek, pendidikan
formal dalam bidang PB, pelatihan/kursus mengenai teknis medis dan penanggulangan bencana,
melakukan gladi posko, pertemuan ilmiah, rapat koordinasi.
Pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan untuk SDM penanggulangan krisis kesehatan :
o Pelatihan untuk perawat lapangan (Puskesmas) --> keperawatan kesmas, keperawatan
gadar, PONED, penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak, manajemen
PKKAB;
o Pelatihan untuk perawat di fasilitas rujukan (RS) --> keperawatan gadar dasar dan

79
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

lanjutan; keperawatan ICU, jiwa, OK; manajemen keperawatan di RS, mahir anestesi,
PONEK
o Pelatihan PONED serta penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak
untuk dokter, perawat dan bidan;
o Gizi --> penanggulangan masalah gizi dalam keadaan darurat untuk petugas gizi,
surveilans gizi, konselor gizi, tata laksana gizi buruk;
o Pelayanan medik --> GELS, PTC, APRC, dental forensik, DVI, PONEK, ATLS, ACLS, BLS;
o Pelatihan Manajemen penanggulangan krisis --> Manajemen PKKAB, Manajemen
PKKAB pada kedaruratan kompleks, Health Emergencies Large Population COurse,
Pelatihan radio komunikasi;
o Pelatihan pelayanan penunjang medik
o Pelatihan pelayanan kefarmasian
o Pelatihan P2PL --> surveilans epidemiologi dalam keadaan bencana, kesiapsiagaan PB
di regional center, pelatihan RHA dan rapid respons sanitasi darurat, dsb

Pengembangan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan karier nakes melalui
pendidikan, pelatihan dan kesinambungan dalam menjalankan praktik. Dalam rangka
pengembangan nakes, kepala daerah & pimpinan fasyankes bertanggung jawab atas pemberian
kesempatan yang sama kepada nakes dengan mempertimbangkan penilaian kinerja. Pelatihan
sesuai standar profesi dan standar kompetensi dan diselenggarakan oleh institusi yang
terakreditasi baik pemerintah, pemda dan/atau masyarakat.

Untuk meningkatkan mutu praktik tenaga kesehatan serta memberikan perlindungan dan
kepastian hukum kepada nakes dan masyarakat, dibentuk Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang
bertanggung jawab pada Presiden.Tugas Konsil : memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil
masing-masing tenaga kesehatan, melakukan evaluasi tugas konsil masing-masing nakes dan
membina serta mengawasi konsil masing-masing nakes.Konsil masing-masing nakes mempunyi
fungsi pengaturan, penetapan dan pembinaan nakes dalam menjalankan praktik nakes untuk
meningkatkan mutu yankes. Tugasnya yaitu registrasi nakes, pembinaan, menyusun standar
nasional pendidikan, standar praktik dan standar kompetensi serta menegakkan disiplin praktik
nakes.Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan konsil tenaga kesehatan Indonesia dibebankan
kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

Setiap nakes yang praktik wajib memiliki STR yang berlaku selama 5 tahun dan dapat diregistrasi
ulang setelah memenuhi persyaratan. Juga wajib memiliki izin dalam bentuk SIP.Pimpinan
fasyankes dilarang mengizinkan nakes yang tidak memiliki STR dan izin untuk menjalankan praktik
di fasyankes.

Untuk terselenggaranya praktik nakes yang bermutu dan perlindungan kepada masyarakat perlu
dilakukan pembinaan praktik yang dilakukan oleh menteri, pemda, konsil masing-masing nakes dan
organisasi profesi sesuai dengan kewenangannya.

Untuk menegakkan disiplin nakes, konsil masing-masing nakes menerima pengaduan, memeriksa
dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin nakes. Sanksi berupa peringatan tertulis, rekomendasi
pencabutan STR/SIP dan/atau kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan kesehatan.

Nakes harus membentuk organisasi profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat dan etika profesi nakes. Setiap jenis
naskes membentuk 1 organisasi profesi.

Nakes yang menjalankan praktik pada Fasyankes wajib memberikan pertolongan pertama kepada
penerima pelayanan kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana untuk
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan. Dilarang menolak dan/atau meminta uang
muka terlebih dahulu.Nakes dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan
berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. Dalam keadaan tertentu, nakes dapat memberikan
pelayanan di luar kewenangannya.

Dalam melakukan pelayanan kesehatan, nakes dapat menerima pelimpahan tindakan medis dari
tenaga medis. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian dapat
menerima pelimpahan pekerjaan kefarmasian dari tenaga dokter. Persyaratan pelimpahan :
a. Penerima pelimpahan memiliki kemampuan dan ketrampilan tindakan yang dilimbahkan
b. Pelaksanaan tindakan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan;
c. Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan
pelimpahan yang diberikan;
d. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar pelaksanaan

80
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

tindakan.

Setiap nakes dalam menjalankan praktik berkewajiban untuk mematuhi standar profesi, standar
pelayanan profesi dan standar prosedur operasional. Standar profesi dan pelayanan profesi
ditetapkan oleh organisasi profesi dan disahkan oleh menteri. SOP ditetapkan oleh Fasyankes.

Nakes dalam menjalankan praktik dapat melakukan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk
teknologi dan teknologi informasi kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan.

Setiap tindakan yankes perseorangan yang dilakukan oleh nakes harus mendapatkan persetujuan
setelah mendapat penjelasan secara cukup dan patut. Setiap nakes yang melaksanakan yankes
perseorangan wajib membuat rekam medis penerima pelayanan kesehatan yang harus segera
dilengkapi setelah penerima pelayanan kesehatna selesai menerima yankes. Rekam medis harus
disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh nakes dan pimpinan fasyankes.

Pimpinan fasyankes dalam meningkatkan dan menjaga mutu pemberian layanan kesehatan dapat
membentuk komite atau panitia atau tim untuk kelompok tenaga kesehatan di lingkungan
fasyankes.

Setiap penerima pelayanan kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan/kelalaian nakes dapat
meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyelesaian
perselisihan harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan kepada nakes dengan
melibatkan konsil masing-masing nakes dan organisasi profesi sesuai dengan kewenangannya. Hal
ini diarahkan untuk meningkatkan mutu yankes yang diberikan nakes , melindungi penerima
yankes dan masyarakat atas tindakan yang dilakukan nakes serta memberikan kepastian hukum
bagi masyarakat dan nakes.

Sanksi administratif :
a. Setiap nakes yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 47 (papan nama praktik), pasal 52 ayat 1
(Nakes WNI lulusan luar negeri untuk praktik di Indonesia harus mengikuti proses evaluasi
kompetensi), pasal 54 ayat 1 (TKWNA yang akan praktik harus melalui proses evaluasi kompetensi)
,pasal 58 ayat 1 (dalam praktik harus sesuai standar & etika, inform consent, menjaga rahasia,
menyimpan rekam medik, merujuk ke nakes lain yangmempunyai klmpetensi sesuai) , pasal 59
ayat 1 (wajib memberi pertolongan pertama dalam kondisi gadar/bencana), pasal 62 ayat 1
(praktik sesuai dengan kewenangan dari kompetensi yang dimiliki), pasal 66 ayat 1 (praktik sesuai
standar), pasal 68 ayat 1 (inform consent), pasal 70 ayat 1-3 (rekam medis), pasal 73 ayat 1 (wajib
menyimpan rahasia kesehatan) ;
b. Setiap fasyankes yang tidak melaksanakan ketentuan pasal 26 ayat 2 (memenuhi kebutuhan
sandang, pangan, papan, lokasi, keamanan dan keselamatan kerja nakes), pasal 53 ayat 1
(fasyankes dapat mendayagunakan TKWNA sesuai persyaratan), pasal 70 ayat 4 (rekam medis
harus dsimpan dan dijaga kerahasiaannya) dan pasal 74 (dilarang mengizinkan nakes tanpa STR dan
izin untuk praktik)

Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kab/kota sesuai dengan
kewenangannya memberikan sanksi administratif (teguran lisan, peringatan tertulis, denda
administratif dan/atau pencabutan izin) kepada nakes dan fasyankes.

Ketentuan Pidana :
a. Penjara
- Setiap orang bukan nakes melakukan praktik seolah-olah sebagai nakes;
- Setiap nakes yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan penerima pelayanan kesehatan
luka berat/mati;

b. Pidana denda
- Setiap nakes yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR dan nakes WNA yang
sengaja memberikan yankes tanpa memiliki STR sementara;
- Setiap nakes maupun nakes WNA yang praktik tanpa izin

o Pemerintah menyelenggarakan pembinaan bangunan gedungpada Pemda dan penyelenggara


gedung secara nasional untuk meningkatkan pemenuhan persyaratan dan tertib
penyelenggaraan bangunan gedung. Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan pada
penyelenggara bangunan gedung di daerah. Sebagian penyelenggaraan dan pelaksanaan
pembinaan dilakukan bersama-sama dengan masyarakat yang terkait dengan bangunan

81
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

gedung.
o Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melaksanakan
pencegahan Konflik melalui penyelenggaraan kegiatan antara lain pendidikan bela negara dan
wawasan kebangsaan; pendidikan dan pelatihan perdamaian; pendidikan
kewarganegaraan;peningkatan kesadaran hukum, sosialisasi peraturan perundang-undangan,
pendidikan budi pekerti; pendidikan agama dan penanaman nilai-nilai integrasi kebangsaan;
penguatan/pengembangan kapasitas (capacity building). Sistem peringatan dini meliputi
deteksi dini dan cegah dini meliputi antara lain penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
o Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pemberdayaan peran
serta masyarakat dalam penanganan Konflik sesuai dengan kewenangannya. Pembinaan
meliputi sosialisasi peraturan perundang-undangan terkait penanganan Konflik; pemberian
bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penanganan Konflik; pengembangan sistem
informasi dan komunikasi penanganan Konflik; penyebarluasan informasi penanganan Konflik;
dan pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.Pemberdayaan meliputi
fasilitasi kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan kualitas SDM

Adil, merata dan demokratis, Hierarki dalam SDM kesehatan, Objektif dan transparan, Kompeten dan
berintegritas

5. Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan


Yaitu pengelolaan berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/ manfaat, mutu
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.

Terdiri dari 4 unsur, yaitu :


a. Komoditi Sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah komoditi untuk
penyelenggaraan upaya kesehatan. Makanan adalah komoditi yang mempengaruhi
kesehatan masyarakat.
b. Sumber dayaSDM yang mengerti dan terampil, jumlah cukup serta mempunyai
standar kompetensi sesuai dengan etika profesi, Fasilitas sediaan farmasi, alkes &
makanan harus memenuhi kebijakan yang telah ditetapkan, baik di fasilitas produksi,
distribusi maupun fasyankes primer, sekunder, dan tersier serta Pembiayaan yang
cukup dari Pemerintah dan Pemda
c. Pelayanan kefarmasian Ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan sediaan
farmasi & alkes, secara rasional, aman & bermutu di semua fasyankes dengan
mengikuti kebijakan yang ditetapkan
d. Pengawasan Meliputi standarisasi, evaluasi produk sebelum beredar, sertifikasi,
pengawasan produk sebelum beredar & pengujian produk dgn melaksanakan
regulasi yang baik, ditujukan untuk menjamin setiap sediaan farmasi, alkes &
makanan yg beredar memenuhi standar & persyaratan keamanan, khasiat/
manfaat,& mutu produk yg ditetapkan dgn didukung oleh laboratorium pengujian yg
handal.

Memiliki 5 prinsip yaitu :


a. Aman, berkhasiat, bermanfaat dan bermutuPemerintah menjamin keamanan,
khasiat, manfaat, dan mutusediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan melalui
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian secara profesional, bertanggung jawab,
independen, transparan, dan berbasis bukti ilmiah. Pelaku usaha bertanggung jawab
atas keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk sesuai dengan fungsi usahanya
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

82
b. Tersedia, merata dan terjangkauObat merupakan kebutuhan dasar manusia yang
tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan, sehingga obat tidak boleh
diperlakukan sebagai komoditas ekonomi semata.
c. RasionalSetiap pelaku pelayanan kesehatan harus selalu bertindakberdasarkan
bukti ilmiah terbaik dan prinsip tepat biaya (costeffective) serta tepat manfaat (cost-
benefit) dalam pemanfaatan obat agar memberikan hasil yang optimal.
d. Transparan dan bertanggung jawabMasyarakat berhak untuk mendapatkan
informasi yang benar,lengkap, dan tidak menyesatkan tentang sediaan farmasi,
alatkesehatan, dan makanan dari produsen, distributor, dan pelakupelayanan
kesehatan.
e. KemandirianPotensi sumber daya dalam negeri, utamanya bahan baku obat dan
obat tradisional harus dikelola secara profesional, sistematis, dan berkesinambungan
sehingga memiliki daya saing tinggi dan mengurangi ketergantungan dari sumber
daya luar negeri serta menjadi sumber ekonomi masyarakat dan devisa negara.

No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

1 Kesiapan dalam penanggulangan korban massal akibat kedaruratan kompleks


Komoditi
antara lain Obat dan alkes

2 Untuk menyelenggarakan penanggulangan bencana bidang kesehatan :


a. Pemerintah dapat menerima bantuan dari dalam dan luar negeri
b. Pemerintah daerah dapat menerima bantuan dari dalam negeri

Bantuan tersebut dapat berupa bantuan teknis (peralatan maupun tenaga ahli
yang diperlukan), bantuan program (keuangan untuk pembiayaan program) dan
bantuan logistik kesehatan.

Sumber Daya Segala bantuan yang berbentuk makanan dan minuman harus memenuhi
persyaratan mutu dan keamanan. Khusus bantuan obat dan perbekalan
kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan, memenuhi standar mutu dan
batas kadaluwarsa dan disertai label yang menggunakan bahasa Indonesia
atau bahasa Inggris dengan memuat petunjuk yang jelas. Mekanisme
pemasukan obat, perbekalan kesehatan dan makanan minuman ke dalam
wilayah Indonesia dilaksanakan sesuai dengna ketentuan peraturan
perundang-undangan.

3 Pelayanan
kefarmasian

4 Pengawasan

Tersedia, merata dan terjangkau

6. Manajemen, informasi dan regulasi


Merupakan pengelolaan yang menghimpun berbagai upaya kebijakan kesehatan,
administrasi kesehatan, pengaturan hukum kesehatan, pengelolaan data dan informasi
kesehatan yang mendukung subsistem lainnya dari SKN guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Terdiri dari 5 unsur, yaitu :
a. Kebijakan kesehatan yaitu serangkaian aturan yang dapat berupa kebijakan yang
ditetapkan Pemerintah sebagai pedoman penyelenggaraan urusan kesehatan.

83
b. Administrasi kesehatan adalah kegiatan perencanaan, pengaturan, dan pembinaan
serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan
kesehatan
c. Hukum kesehatan yaitu keseluruhan peraturan perundang-undangan di bidang
kesehatan dan segala upaya penyebarluasan, penerapan, dan penegakan aturan
tersebut dalam rangka memberikan perlindungan hukum, terutama kepada individu
dan masyarakat, dan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.
d. Informasi Kesehatan merupakan hasil pengumpulan dan pengolahan data sebagai
masukan bagi pengambilan keputusan di bidang kesehatan.
e. Sumber daya manajemen kesehatanmeliputi sumber daya manusia, dana, sarana,
prasarana, standar, dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan
berdaya guna dalam upaya mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.

Memiliki 4 prinsip yaitu :


a. Inovasi / kreativitas. Penyelenggaraan manajemen, informasi, dan regulasi
kesehatan harus mampu menciptakan daya tahan dan kesinambungan kinerja
sistem melalui inovasi/kreatifitas dalam menghadapi perubahan dan tantangan
pembangunan kesehatan dengan lebih baik.
b. Kepemimpinan yang visioner bidang kesehatan. Kepemimpinan yang mempunyai
visi, keteladanan, dan bertekad dalam pembangunan kesehatan
c. Sinergisme yang dinamis. Pendekatan manajemen kesehatan merupakan
kombinasi daripendekatan sistem, kontingensi, dan sinergi yang dinamis. Dalam
manajemen ini penting adanya interaksi, transparansi, interelasi, dan
interdependensi yang dinamis di antara para pelaku pembangunan kesehatan.
Dalam manajemen kesehatan ini prinsip efisiensi, efektifitas, dan transparansi
sangat penting.Perencanaan kebijakan, program, dan anggaran perlu disusun secara
terpadu.
d. Kesesuaian dengan sistem pemerintahan NKRI. Manajemen, informasi, dan
regulasi kesehatan menjadi pendukung utama dalam pelaksanaan desentralisasi
dengan mempertimbangkan komitmen global dalam pembangunan kesehatan.

No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

1 Kebijakan kesehatan a. Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
2 Administrasi
b. Kebijakan/Peraturan mengenai fasyankes yang aman terhadap bencana
kesehatan
terdiri dari UU, PP, Permen, Kepmen, Perda dan Juknis.
3 c. Sebagian besar peraturan perundangan tersebut telah lengkap mulai dari UU
hingga turunannya.
d. Kebijakan/peraturan tersebut :
- telah meliputi sumber-sumber daya yang dibutuhkan yaitu SDM, pembiayaan,
bangunan, sarana prasarana serta sistem/mekanisme.
- telah meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, dan pembinaan serta
pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan kegiatan terkait
Hukum kesehatan sumber-sumber daya yang dibutuhkan dalam rangka mendukung fasyankes
yang aman terhadap bencana.
- Telah memuat aturan mengenai penyebarluasan, penerapan, dan penegakan
aturan tersebut (sanksi, dsb) dalam rangka memberikan perlindungan hukum,
terutama kepada individu dan masyarakat

Pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota


bertanggung jawab dalam dalam penyeleggaraan penanggulangan bencana (PB)
termasuk untuk PB bidang kesehatan. Menteri kesehatan bertanggung jawab dalam

84
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

PB tingkat nasional berkoordinasi dengan BNPB. Dalam melaksanakan tanggung


jawabnya tersebut, menkes mengkoordinasikan seluruh sumber daya kesehatan, dan
seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan bencana
bidang kesehatan. Menkes dibantu oleh seluruh unit eselon I di lingkungan
Kemenkes. Unit eselon I melaksanakan penyelenggaraan PB bidang kesehatan sesuai
tupoksinya masing-masing di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal melalui Kepala
Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. Untuk mendekatkan dan mempercepat
penanggulangan bencana bidang kesehatan Menteri membentuk 9 PPK regional dan
2 PPK Sub regional. Dalam melaksanakan tugasnya, PPK Reg dan Sub Reg
berkoordinasi dengan Kepala PPKK. PPK regional adalah unit fungsional di daerah
yang ditunjuk untuk mempercepat dan mendekatkan fungsi bantuan pelayanan
kesehatan dalam penanggulangan kesehatan pada kejadian bencana. PPK sub
regional adalah unit fungsional di bawah koordinasi PPK Regional untuk menjangkau
wilayah yang terlalu jauh.

Kadinkes Prov bertanggung jawab dalam PB bidang kesehatan di tingkat provinsi


dengan berkoordinasi dengan Gubernur/Kepala Daerah Provinsi setempat dan
Kepala PPKK Kemenkes. Dalam pelaksanaan tugasnya, Kadinkes Provinsi wajib
membentuk satuan tugas kesehatan yang diketuai Kadinkes Provinsi. Satgas harus
berkoordinasi dengan BPBD di tingkat provinsi, seluruh sumber daya kesehatan dan
seluruh instansi/lembaga yang terkait. Dalam hal bencana terjadi di 2 provinsi/lebih,
pada tahap tanggap darurat koordinator PB bidang kesehatan adalah Menkes.

Kadinkes Kab/Kota bertanggung jawab dalam PB bidang kesehatan di tingkat


kabupaten/kota dengan berkoordinasi dengan Bupati/Walikota, Kadinkes Prov
setmpat dan Kepala PPKK Kemenkes. Dalam pelaksanaan tugasnya, Kadinkes
Kab/Kota wajib membentuk satuan tugas kesehatan yang diketuai Kadinkes
Kab/Kota. Satgas harus berkoordinasi dengan BPBD di tingkat kab/kota, dan
mengkoordinasikan seluruh sumber daya kesehatan dan seluruh instansi/lembaga
yang terkait. Dalam hal bencana terjadi di 2 kab kota/lebih, pada tahap tanggap
darurat koordinator PB bidang kesehatan adalah Kadinkes Provinsi.

PB Bidang kesehatan tingkat nasional, provinsi dan kabuapten/kota diselenggarakan


dengan memperkuat koordinasi dan kemitraan antar seluruh sumber daya kesehatan
dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta.

Untuk menyelenggarakan penanggulangan bencana bidang kesehatan :


c. Pemerintah dapat menerima bantuan dari dalam dan luar negeri
d. Pemerintah daerah dapat menerima bantuan dari dalam negeri

Bantuan tersebut dapat berupa bantuan teknis (peralatan maupun tenaga ahli yang
diperlukan), bantuan program (keuangan untuk pembiayaan program) dan bantuan
logistik kesehatan.

Segala bantuan yang berbentuk makanan dan minuman harus memenuhi


persyaratan mutu dan keamanan. Khusus bantuan obat dan perbekalan kesehatan
harus sesuai dengan kebutuhan, memenuhi standar mutu dan batas kadaluwarsa
dan disertai label yang menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan
memuat petunjuk yang jelas. Mekanisme pemasukan obat, perbekalan kesehatan
dan makanan minuman ke dalam wilayah Indonesia dilaksanakan sesuai dengna
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penanggulangan bencana bidang


kesehatan dilakukan di setiap jenjang pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing.

Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk meningkatkan, mengembangkan dan


memajukan kegiatan penanggulangan bencana bidang kesehatan yang dilaksanakan
melalui advokasi dan sosialisasi, pelatihan dan peningkatan kompetensi sumber
daya manusia kesehatan, pemantauan dan evaluasi; dan/atau cara lain yang sesuai

85
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:


a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
dan
d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk


mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Untuk melaksanakan tugasnya,
Puskesmas menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKM dan UKP tingkat
pertama di iwlayah kerjanya.

4 Informasi kesehatan a. PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG


 Persyaratan teknis bangunan gedung ditetapkan dalam RTBL oleh Pemda
dan wajib diinformasikan secara terbuka
 Nama-nama usulan anggota tim Tim Ahli Bangunan Gedung dari asosiasi
profesi, perguruan tinggi dan masyarakat ahli termasuk masyarakat adat
disusun dalam suatu database Daftar Anggota Tim Ahli Bangunan Gedung
yang secara bertahap disusun sesuai dengan ketersediaan dan/atau
pengembangan infrastruktur yang mendukung di daerah serta SDM yang
kompeten sehingga dapat diakses dari semua kabupaten/kota, provinsi
dan Pusat.
 Pendataan dan/atau pendaftaran bangunan gedung dilakukan pada saat :
o Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Gedung(PIMB)
o Permohonan Perubahan Izin Mendirikan Bangunan Gedung (PPIMB)
o Permohonan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) serta perpanjangannya (SLFn)
o Pembongkaran bangunan gedung.
 Pemutakhiran data bangunan gedung secara berkala setiap 5 (lima) tahun
untuk bangunan gedung fungsi non-hunian dan 10 (sepuluh) tahun untuk
bangunan gedung fungsi hunian, yang dilakukan oleh dinas teknis bangunan
gedung.
 Hasil pendataan bangunan gedung dapat dimanfaatkan oleh pemerintah
daerah maupun masyarakat melalui suatu sistem informasi bangunan
gedung, antara lain:
a. Menemukan fakta kepemilikan, penggunaan, pemanfaatan serta riwayat
bangunan gedung dan tanah termasuk kesesuaian antara penggunaan
bangunan gedung dengan rencana tata ruang wilayahnya.
b. Mengetahui informasi/perkembangan mengenai proses penyelenggaraan
bangunan gedung yang sedang berjalan (seperti IMB, SLF atau
perpanjangan SLF)
c.Mengetahui kekayaan aset negara dan pendapatan
Pemerintah/pemerintah daerah.
d. Keperluan perencanaan dan pengembangan tata ruang wilayah.
e. Mengetahui batas waktu masa berlakunya suatu perizinan (IMB, SLF).
 Pemerintah pusat terkait hasil kegiatan pendataan ini berkewajiban antara
lain:
a. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan pendataan bangunan gedung,
serta tertib administrasinya.
b. Menyimpan dan mengelola data hasil kegiatan pendataan bangunan
gedung di daerah sebagai informasi untuk pemrograman, perencanaan,

86
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

pengendalian, dan evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung.


c. Mempublikasikan hasil pendataan secara umum untuk data-data yang
dapat dipublikasikan seperti data jumlah bangunan yang telah memiliki izin,
jumlah bangunan dengan struktur tertentu, dan sebagainya.
 Data bangunan gedung dapat dipergunakan untuk dan oleh masyarakat.
Khusus bangunan dengan tingkat kerahasiaan tinggi maka hanya
pemerintah yang berhak menggunakan.
 Kegiatan Pendataan Bangunan Gedung terdiri dari dua macam kegiatan,
yaitu meliputi:
a. Proses Pendataan Bangunan Gedungkegiatan memasukan dan
mengolah data bangunan gedung oleh pemerintah daerah sebagai proses
lanjutan dari pemasukandokumen/pendaftaran bangunan gedung baik
pada proses IMB ataupun pada proses SLF dengan prosedur yang sudah
ditetapkan oleh Pemda.
b. Output/Hasil pendataan bangunan gedungKegiatan pendataan
bangunan gedung dapat menjadi dasar pertimbangannditerbitkannya Surat
Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung (SBKBG), sebagaibukti telah
terpenuhinya semua persyaratan kegiatan penyelenggaraanbangunan
gedung.
 Sistem pendataan bangunan gedung merupakan sistem yang
terkomputerisasi dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
seluruh tahapan penyelenggaraan bangunan gedung sehingga aplikasi yang
digunakan dapat dimanfaatkan pada seluruh alur kerja dalam tata kelola
bangunan gedung (tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan
pembongkaran).
 Pemerintah melakukan pembinaan melalui pengaturan, pemberdayaan dan
pengawasan, serta kebijakan operasional pendataan bangunan gedung.

b. PENANGANAN KONFLIK
 Pencegahan Konflik dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat.dengan salah satu upayanya yaitu membangun sistem
peringatan dini yang meliputi deteksi dini dan cegah dini. Rinciannya antara
lain :
- penelitian dan pemetaan wilayah potensi Konflik dan/atau daerah
Konflik;
- penyampaian data dan informasi mengenai Konflik secara cepat dan
akurat;

5 Sumber daya a. SDM KESEHATAN


manajemen meliputi seluruh SDM yang ada baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah,
kesehatan masyarakat (swasta, akademisi/perguruan tinggi/ahli, masyarakat adat dan
sebagainya) baik itu untuk manajemen kesehatan maupun teknis medis.
Rinciannya sebagai berikut :
 Manajemen kesehatan :
o Pemerintah pusat dan daerah sebagai penyusun regulator, pelaksana,
pembina dan pengawas dengan memberdayakan masyarakat.
o Tim Ahli Bangunan Gedung
o Penyelenggara gedung
o Masyarakat
 Teknis kesehatan :
o Tenaga kesehatan yang menjalankan praktik pada Fasyankes (memiliki
STR dan izin dalam bentuk SIP).
o Tim Penanggulangan Krisis yaitu Tim Gerak Cepat (TGC), Tim penilaian
cepat kesehatan (RHA) dan Tim bantuan kesehatan.
o Tim penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan sumber daya
kesehatan pasca bencana.

b. DANA
 Biaya penyelenggaraan bangunan gedung oleh pemerintah, pemerintah

87
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

daerah dan pemilik bangunan


 Pendanaan Penanganan Konflik secara memadai menjadi tanggungjawab
bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dialokasikan pada APBN
dan/atau APBDsesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawab
masing-masing. Sumber pendanaan lainnya yaitu dari masyarakat.

c. SARANA DAN PRASARANA


d. STANDAR
e. KELEMBAGAAN

7. Pemberdayaan Masyarakat
Adalah pengelolaan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan, baik perorangan,
kelompok, maupun masyarakat secara terencana, terpadu, dan berkesinambungan guna
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Terdiri dari 4 unsur yaitu :


a. Penggerak pemberdayaanPemerintah, masyarakat, dan swasta menjadi inisiator,
motivator, dan fasilitator
b. Sasaran pemberdayaanPerorangan, kelompok & masyarakat luas serta
Pemerintah & Pemda yg berperan sbg agen perubahan utk penerapan perilaku
hidup sehat (subyek pembangunan kesehatan).
c. Kegiatan Hidup Sehat Kegiatan hidup sehat yg dilakukan sehari-hari o/
masyarakat, sehingga membentuk kebiasaan dan pola hidup, tumbuh dan
berkembang, serta melembaga dan membudaya dalam kehidupan bermasyarakat
d. Sumber dayaPotensi yang dimiliki oleh masyarakat, swasta, & Pemerintah &
Pemda yang meliputi: dana, sarana dan prasarana, budaya, metode, pedoman, dan
media untuk terselenggaranya proses pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan.

Memiliki 4 prinsip, yaitu :


a. Berbasis masyarakatPembangunan kesehatan berbasis pada tata nilai
perorangan,keluarga, dan masyarakat sesuai dengan keragaman sosial budaya,
kebutuhan, permasalahan, serta potensi masyarakat (modal sosial). Pelaku usaha
memberikan bantuan nyata dalam pembangunan kesehatan masyarakat sebagai
corporate social responsibility.
b. Edukatif dan kemandirianPemberdayaan masyarakat dilakukan atas dasar
untukmenumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan, serta menjadi
penggerak dalam pembangunan kesehatan. Kemandirian bermakna sebagai upaya
kesehatan dari, oleh, danuntuk masyarakat sehingga mampu untuk mengoptimalkan
danmenggerakkan segala sumber daya setempat serta tidak bergantung kepada
pihak lain.
c. Kesempatan mengemukakan pendapat dan memilih pelayanan
kesehatanMasyarakat mempunyai kesempatan untuk menerima pembaharuan,
tanggap terhadap aspirasi masyarakat dan bertanggung jawab, serta kemudahan
akses informasi, mengemukakan pendapat dan terlibat dalam proses pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan kesehatan diri, keluarga, masyarakat, dan
lingkungannya.

88
d. Kemitraan dan gotong royongSemua pelaku pembangunan kesehatan baik
sebagai penyelenggara maupun sebagai pengguna jasa kesehatan dengan
masyarakat yang dilayani berinteraksi dalam semangat kebersamaan, kesetaraan,
dan saling memperoleh manfaat.

No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

1 Penggerak a. Masyarakat (bersama Pemerintah dan Pemda) ikut terlibat dalam pendayagunaan nakes(dalam
pemberdayaan &luar negeri) sesuai dengan tugas dan fungsinya, dengan memperhatikan aspek pemerataan,
pemanfaatan dan pengembangan serta ikut melakukan pendidikan tenaga kesehatan.
b. Keanggotaan tim ahli bangunan gedung terdiri atas unsur-unsur perguruan tinggi, asosiasi
profesi, masyarakat ahli, dan instansi pemerintah yang berkompeten dalam memberikan
pertimbangan teknis di bidang bangunan gedung
c. Pengawasan terhadap pemanfaatan bangunan gedung dilakukan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah pada saat pengajuan perpanjangan sertifikat laik fungsi dan/atau adanya
laporan dari masyarakat.
d. RTBL disusun oleh pemerintah daerah atau berdasarkan kemitraan pemerintah daerah, swasta,
dan/atau masyarakat sesuai dengan tingkat permasalahan pada lingkungan/kawasan yang
bersangkutan
e. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat :
 memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan secara objektif, penuh tanggung
jawab dan tidak menimbulkan gangguan dan/atau kerugian bagi pemilik dan/atau
pengguna, masy dan lingkungan;
 memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemda dalam penyempurnaan peraturan,
pedoman, dan standar teknis di bidang bangunan gedung; --> laporan lisan/tertulis oleh
perorangan/kelompok/organisasi kemasyarakata/TABG/dengar pendapat publik yang
difasilitasi oleh pemda kec. utk bgnan gedung fungsi khusus difasiltasi oleh Pemerintah
koord gn pemda --> wajib ditindaklanjuti oleh pemerintah dan/atau pemda
 menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang terhadap
penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan, rencana teknis bangunan gedung
tertentu, dan kegiatan penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan;
 melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang mengganggu,
merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum.
f. Tugas pemerintah daerah melakukan pemberdayaan kepada masyarakat pentingnya tertib
administratif pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung, serta sistem informasi
bangunan gedung sosialisasi dan penyuluhan.
g. Masyarakat dalam melaksanakan tertib administratif pembangunan dan pemanfaatan bangunan
gedung, serta sistem informasi bangunan melalui peran aktif mendaftarkan bangunan
gedungnya sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam peraturan
daerah tentang bangunan gedung.
h. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pemberdayaan peran serta
masyarakat dalam penanganan Konflik sesuai dengan kewenangannya.
i. Peran serta masyarakat dalam pencegahan Konflik meliputi pembiayaan; bantuan teknis;
dan/atau bantuan tenaga dan pikiran.
j. Peran serta masyarakat dalam penghentian Konflik meliputi penyediaan kebutuhan dasar
minimal bagi Korban Konflik; dan/atau bantuan tenaga dan pikiran
k. Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan dana
yang bersumber dari masyarakat. Dana yang bersumber dari masyarakat yang diterima oleh
Pemerintah dicatat dalam APBN dan bila diterima oleh Pemda dicatat dalam APBD. Pemerintah
daerah hanya dapat menerima dana yang bersumber dari masyarakat dalam negeri. Pemerintah
dapat menolak bantuan dana dari masyarakat yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

2 Sasaran a. Sebagian penyelenggaraan dan pelaksanaan pembinaan (pengaturan dan pemberdayaan)


pemberdayaan dilakukan bersama-sama dengan masyarakat yang terkait dengan bangunan gedung.
b. Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melaksanakan pembinaan melakukan pemberdayaan
masyarakat yang belum mampu untuk memenuhi persyaratan. Pemberdayaan terhadap
masyarakat yang belum mampu memenuhi persyaratan teknis bangunan gedung dilakukan
bersama-sama dengan masyarakat yang terkait dengan bangunan gedung melalui: a.

89
No Unsur-unsur Ringkasan Isi Peraturan

pendampingan pembangunan bangunan gedung secara bertahap; b. pemberian bantuan


percontohan rumah tinggal yang memenuhi persyaratan teknis; dan/atau c. bantuan penataan
bangunan dan lingkungan yang sehat dan serasi.
c. Tugas pemerintah daerah melakukan pemberdayaan kepada masyarakat pentingnya tertib
administratif pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung, serta sistem informasi bangunan
gedung sosialisasi dan penyuluhan.
d. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pemberdayaan peran serta
masyarakat dalam penanganan Konflik sesuai dengan kewenangannya. Pembinaan meliputi
sosialisasi peraturan perundang-undangan terkait penanganan Konflik; pemberian bimbingan,
supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penanganan Konflik; pengembangan sistem informasi dan
komunikasi penanganan Konflik; penyebarluasan informasi penanganan Konflik; dan
pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.Pemerintah dan pemerintah daerah
mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan dana yang bersumber dari masyarakat.

3 Kegiatan hidup
sehat

4 Sumber daya a. DANA


Dana penanganan konflik yang bersumber dari masyarakat yang diterima oleh Pemerintah
dicatat dalam APBN dan bila diterima oleh Pemda dicatat dalam APBD. Pemerintah daerah
hanya dapat menerima dana yang bersumber dari masyarakat dalam negeri. Pemerintah dapat
menolak bantuan dana dari masyarakat yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Peran serta masyarakat dalam pencegahan Konflik meliputi pembiayaan; bantuan teknis;
dan/atau bantuan tenaga dan pikiran

b. SARANA DAN PRASARANA,


c. BUDAYA
d. METODE
Masyarakat dalam melaksanakan tertib administratif pembangunan dan pemanfaatan bangunan
gedung, serta sistem informasi bangunan melalui peran aktif mendaftarkan bangunan
gedungnya sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam peraturan
daerah tentang bangunan gedung.
Peran serta masyarakat dalam pencegahan Konflik meliputi pembiayaan; bantuan teknis;
dan/atau bantuan tenaga dan pikiran
Peran serta masyarakat dalam penghentian Konflik meliputi penyediaan kebutuhan dasar
minimal bagi Korban Konflik; dan/atau bantuan tenaga dan pikiran

e. PEDOMAN
f. MEDIA

DAFTAR PUSTAKA
1. BNPB. Data dan Informasi Bencana Indonesia: BNPB; [cited 2015 January 8]. Available
from: http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=id.
2. Guha-Sapir D, Vos F, Below R, Ponserre S. Annual Disaster Statistical Review 2011.
Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2012.
3. Hoyois P, Sapir DG, Below R. Annual Disaster Statistical Review 2013. Brussel: Centre
for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2014.
4. Rodriguez-Llanes JM, Below R, Sapir DG. Annual Disaster Statistical Review : Number
and Trends 2008. Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED),
2009.
5. Rodriguez-Llanes JM, Below R, Sapir DG. Annual Disaster Statistical Review 2009.
Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2010.
6. Sapir DG, Below R. Annual Disaster Statistical Review : Number and Trends 2010.
Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2011.

90
7. Sapir DG, Hoyois P, Below R. Annual Disaster Statistical Review 2012 : The Number and
Trends Brussel: Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), 2013.
8. Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2010.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.
9. Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2011.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.
10. Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2012.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
11. Kesehatan PPK. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2013.
In: RI KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.
12. Krisis PP. Tinjauan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008. In: RI DK, editor.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2009.
13. Krisis PP. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2009. In: RI
KK, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.
14. Sikoki B, Nugroho JE, Widanto FAS, Umam N, Sakti E, Kawuryan ISS, et al. Merapi :
Pemulihan Penghidupan Warga Pasca Letusan 2010, Laporan Studi Longitudinal: BNPB,
UNDP Indonesia, DR4, MRR; 2014.
15. Kesehatan, UU No. 36 tahun 2009 (2009).
16. Organization WH, Bank TW, ISDR. Hospitals Safe from Disasters. United Nations; 2008.
17. BNPB. Perka BNPB No. 01 tahun 2013 tentang Rencana Aksi Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Wilayah Pasca Bencana Gempa Bumi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener
Meriah Tahun 2013-2014. BNPB; 2013.
18. BNPB, Bappenas, Barat PPKKS, Jambi PPKK, Internasional M. Bencana Alam di Sumatra
Barat dan Jambi : Penilaian Kerusakan, Kerugian dan Kebutuhan-kebutuhan Awal. BNPB,
2009.
19. Hyogo Framework for Action 2005 - 2015 : Building the Resilience of Nations and
Communities to Disasters. WORLD CONFERENCE ON DISASTER RISK
REDUCTION Kobe, Hyogo, Japan: UNISDR 2005.
20. Kathmandu Declaration. Twenty-seventh Meeting of Ministers of Health; Kathmandu -
Nepal: WHO regional office for south-east asia; 2009.
21. Yogyakarta Declaration on Disaster Risk Reduction in Asia and the Pacific 2012. FIFTH
ASIAN MINISTERIAL CONFERENCE ON DISASTER RISK REDUCTION
Yogyakarta-Indonesia UNISDR and BNPB; 2012.
22. Penanggulangan Bencana, UU No. 24 tahun 2007 (2007).
23. Rumah Sakit, UU No. 44 tahun 2009 (2009).
24. Bangunan Gedung, UU No. 28 tahun 2002 (2002).
25. Deklarasi Makassar2000 [cited 2015 2 Maret]. Available from:
http://www.bsbktimakassar.com/311796981.
26. Safety Community Untuk Antisipasi Bencana Alam di Indonesia2002 [cited 2015 2
Maret]. Available from: http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=688.
27. BRIGADE SIAGA BENCANA REGIONAL TIMUR I2003 [cited 2015 2 Maret].
Available from: http://www.depkes.go.id/article/print/481/brigade-siaga-bencana-regional-
timur-i.html.
28. Guntur Bambang Hamurwono. H dS, Idrus A. Paturusi d, SpBO, FICS, DR, Prof, Jetty
Sedyawan d, SpJP, Karjadi Wirjoatmodjo D, SpAn KIC, Prof., Ratna Rosita d, MPHM,
Teguh Sylvaranto d, SpAn KIC, et al. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT). In: Kesehatan D, editor. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI; 2004.
29. Pusponegoro AD. Safe Community Jakarta: CV Sagung Seto; 2015.
30. Kemenkes B. Laporan Akhir Riset Fasilitas Kesehatan 2011 Rumah Sakit. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2012.
31. Assessmeent of Capacities using SEA Region Benchmarks for Emergency Preparedness
and Response : Indonesia. WHO Regional Office for South-East Asia
KOFIH, 2012.
32. Adisasmito W, Hunter BM, Krumkamp R, Latief K, Rudge JW, hanvoravongchai P, et al.
Pandemic Influenza and Health System Resource Gaps in Bali : An Analysis Through a
Resource Transmission Dynamics Model. Asia-Pacific Journal of Public Health. 2011.
33. Pacific WHOROftW. Safe Hospitals in Emergencies and Disasters. In: Organization WH,
department ECtiHA, ISDR, editors.: World Health Organization; 2010.

91
34. Saksena DR, Herbosa DT, Sharma DDK, Boen ET, Pusponegoro PDDA, Shresta dRP, et
al. Hospital Preparedness for Emergencies and Disasters. Hospital Preparedness for
Emergencies and Disasters Course; Bandar Lampung: Departemen Kesehatan RI
IKABI
PERSI
USAID; 2008.
35. Pacific WHOROftW. Safe Hospitals in Emergencies and Disasters. In: Organization WH,
department ECtiHA, editors.: World Health Organization; 2009.
36. McCann DGC. Preparing for the worst: a disaster medicine primer for health care. Journal
of Legal Medicine. 2009;30(3):329-48.
37. Agency FEM. HOSPITAL DESIGN CONSIDERATIONS. Federal Emergency
Management Agency
U.S. Department of Homeland Security.
38. Harjadi DP, Ratag PDMA, Ir. Dwikorita Karnawati MP, Seis. SRD, Surono D, Dr. Ir.
Sutardi ME, et al. Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di
Indonesia. . Jakarta: Direktorat Mitigasi Lakhar Bakornas PB; 2007. Available from:
http://www.scribd.com/doc/26974321/Buku-Karakteristik-Bencana-Edisi2.
39. Academy USFANF. Incident Command System for Emergency Medical Service 1999.
Available from:
http://fire.state.nv.us/Files/Training/NFA%20Direct%20Delivery%20Courses/ICS%20for
%20EMS%20SM.pdf.
40. Ammar A. Hospital preparedness in earthquake zones: a must. Prehospital & Disaster
Medicine. 2008;23(6):516-8.
41. Brown LP, Hyer KPMPP, Schinka JP, Mando AB, Frazier DB, Polivka-West LM. Use of
Mental Health Services by Nursing Home Residents After Hurricanes. Psychiatric
Services. 2010;61(1):74.
42. Nyamathi AANPPF, Casillas AM, King MPCNS, Gresham LPMPH, Pierce EMM, Farb
DP, et al. Computerized Bioterrorism Education and Training for Nurses on Bioterrorism
Attack Agents. The Journal of Continuing Education in Nursing. 2010;41(8):375.
43. Mulvey JM, Qadri AA, Maqsood MA. Earthquake Injuries and the Use of Ketamine for
Surgical Procedures: The Kashmir Experience. Anaesthesia and Intensive Care.
2006;34(4):489.
44. Turan K, Levent K, Mahir G. How Would Military Hospitals Cope with a Nuclear,
Biological, or Chemical Disaster? Military Medicine. 2004;169(10):757.
45. Holtermann K, Gaull ES, Lucas R, Boland DRGA, Roberts L, Macdonald M, et al.
PUBLIC HEALTH GUIDE FOR EMERGENCIES: The Johns Hopkins
Red Cross / Red Crescent. Available from: http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNACU086.pdf.
46. RI PPKKK. Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2009. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2010.
47. Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana, Kepmenkes No.
064/Menkes/SK/II/2006 (2006).
48. Georgia hospital hit by F3 tornado -- all patients evacuated to area hospitals: ambulances,
bus used as building becomes increasingly unstable. Healthcare Risk Management.
2007;29(4):37-40.
49. (OSHA) OSaHA. OSHA BEST PRACTICES for HOSPITAL-BASED FIRST
RECEIVERS OF VICTIMS from Mass Casualty Incidents Involving the Release of
Hazardous Substances. In: Hygiene DoHaM, editor. New York: Department of Health and
Mental Hygiene; 2004.
50. Cusick C. Disaster and flu: putting planning into practice. Materials Management in Health
Care. 2010;19(1):14-8.
51. Planning NYCfTPa. HOSPITAL EVACUATION PROTOCOL DRAFT. In: Hygiene
NDoHaM, editor. New York: NYC Department of Health and Mental Hygiene; 2006.
52. Ting IL, Fuh-Yuan S, Wen-Chu C, Shih-Tsuo S, Wen-Jone C. Strategies of disaster
response in the health care system for tropical cyclones: Experience following Typhoon
Nari in Taipei City. Academic Emergency Medicine. 2003;10(10):1109.
53. Lennquist S, Hodgetts T. Evaluation of the response of the Swedish healthcare system to
the tsunami disaster in South East Asia. European Journal of Trauma & Emergency
Surgery. 2008;34(5):465-85.
54. Johnson LJ, Travis AR. Trauma response to the Asian tsunami: Krabi Hospital, Southern
Thailand. Emergency Medicine Australasia. 2006;18(2):196-8.
55. Ken K. Hospital disaster preparedness plans become a necessity. Managed Healthcare
Executive. 2007;17(1):33.

92
56. Nugroho R. Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo; 2009.
57. Buse K, Mays N, Walt G. Making Health Policy-Understanding Public Health. England:
Open University Press; 2005.
58. Green A. An Introduction To Health Planning for Developing Health Systems. UK:
Oxfrod University Press; 2007.

93
Lampiran
PEDOMAN TELAAH DOKUMEN

1. Dokumen-dokumen yang telah diseleksi hingga akhirnya didapat dokumen-dokumen yang relevan
dengan tujuan penelitian digunakan sebagai data ilmiah.

2. Dokumen-dokumen tersebut dikelompokkan menjadi 2 kelompok dan 2 sub kelompok yaitu :

a. Kelompok kebijakan dan program nasional Indonesia

b. Kelompok best practices

3. Isi dokumen-dokumen tersebut ditelaah satu persatu dan dijadikan sebagai data ilmiah dalam
melakukan analisis. Hasilnya dikelompokkan ke dalam tabel sbb :

URAIAN KEBIJAKAN DAN BEST PRACTICES


PROGRAM NASIONAL

h. Upaya Kesehatan

i. Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan
j. Pembiayaan Kesehatan

k. SDM Kesehatan

l. Sediaan farmasi, alkes dan makanan

m. Manajemen, informasi dan regulasi


kesehatan
n. Pemberdayaan Masyarakat

4. Selanjutnya dilakukan analisis dan sintesa berdasarkan hasil pengelompokan tersebut untuk
mendapatkan tujuan penelitian.

94

Anda mungkin juga menyukai