Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH SIFAT THERMAL SFI

Sifat Termal Produk Pertanian (Panas


Spesifik, Konduktivitas Termal, dan
Difusivitas Panas)
3 Maret 2011 Tia M. Surjatman

Bahan-bahan pertanian, baik tanaman maupun hewan beserta produknya, tidak lepas
dari perlakuan panas. Proses-proses utama adalah pemanasan, pendinginan, dan
pembekuan. Tujuan perlakuan panas pada umumnya adalah pengawetan atau
pencegahan terhadap pengecambahan.

Pemanasan dan pendinginan bahan dapat dilakukan dengan konveksi, konduksi atau
radiasi. Untuk menghitung proses-proses tersebut, pengetahuan tentang sifat panas
seperti: panas spesifik, koefisien konduksi panas, koefisien difusi, koefisien absopsi
atau emisi, sangat diperlukan.

Dalam pemanasan dan pengeringan produk pertanian, sangat penting mengetahui berapa
suhu harus diberikan dan untuk waktu berapa lama supaya tidak terjadi kerusakan.
Sebagai contoh, kapasitas perkecambahan suatu benih turun dengan drastis apabila
terkena panas yang berlebihan, sementara kualitas bahan-bahan lain mungkin
memburuk (Purwantana, 2003).

Salah satu kelemahan pada rancangan proses sebuah produk, yaitu kurangnya informasi
tentang sifat termal. Sifat termal produk tidak dapat diabaikan, karena mempengaruh
komposisi produk dan perubahan komposisi yang terjadi selama pengolahan. Perbedaan
cara pengukuran sifat termal produk merupakan hambatan untuk memperoleh data yang
valid. Jumlah data sifat termal semua produk dalam segala kondisi dan komposisi
produk tidak terbatas. Pemecahan dapat dilakukan dengan cara pendugaan sifat termal
dari komponen yang terdapat dalam produk (Heldman, 1981).

A. Panas Spesifik

Panas spesifik adalah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg bahan
sebesar 1oC. Pengetahuan tentang panas spesifik sangat diperlukan untuk perhitungan
proses-proses pemanasan atau pendinginan. Panas spesifik bahan-bahan pertanian
sangat tergantung pada lengas bahan.

Pada suhu kamar, panas spesifik suatu bahan yang mengandung air dapat dihitung
berdasarkan nilai-nilai panas spesifik dari bahan kering dan airnya:
dimana cd panas spesifik bahan kering, cw panas spesifik air, dan U1 adalah kadar lengas
bahan dihitung dengan basis basah (Purwantana, 2003).

Panas spesifik suatu produk dapat diperkirakan dengan berbagai metode. Dickerson
(1969), melakukan pendugaan padas spesifik pada produk berkadar air tinggi.

Cp = 1.675 + 0.025 (kadar air, %)

Penggunaan ini digunakan pada berbagai produk daging. Persamaan ini cukup konsisten
dalam selang 26- 100% kadar air. Pendugaan ini juga digunakan pada sari buah yang
berkadar air lebih besar dari 50%.

Persamaan Siebel (1892) adalah:

Cp = 0.837 + 0.034 (kadar air, %)

Persamaan Siebel hanya terbatas pada produk pangan berkadar air tinggi. Persamaan
lain yang lebih bergantung pada panas spesifik komponen produk ditulis oleh Charm
(1978), yaitu:

Cp = 2.094 Xf + 1.256 Xs + 4.178 Xm

dimana nilai 2.094; 1.256 dan 4.187 adalah panas spesifik lemak, bahan padat dan air
pada produk. Konsep ini dikembangkan lebih jauh untuk memasukan panas spesifik
beberapa komponen dasar dari produk untuk menghasilkan persamaan:

Cp = 1.424 Xc + 1.549 Xp + 1.675 Xf + 0.837 Xa + 4.187 Xm

dimana nilai 1.675 digunakan untuk panas spesifik lemak padat, sedangkan nilai 2.094
adalah untuk lemak cair (Heldman, 1981).

B. Konduktivitas Termal

Persamaan konduktivitas termal produk, pada umumnya menganggap bahwa produk


merupakan sistem dengan dua fase dan memasukan pengaruh konduktivitas termal air
dan bahan padat pada produk. Persamaan tersebut telah digunakan secara meluas untuk
menduga perubahan konduktivitas termal produk selama perubahan fase, misalnya
selama pembekuan. Konduktivitas termal air berubah nyata sebagai hasil perubahan cair
menjadi padat. Riedel (1949) telah mengajukan persamaan empiris untuk sari buah dan
larutan gula, yaitu:
k = (326.575 + 1.0412 T – 0.00337 T2) (0.196 + 0.009346 (%air)) 10-3

dimana suhu (T) dalam ºC.

Sweat (1974) menentukan konduktivitas termal beberapa buah dan sayuran melalui
percobaan. Sweat memberikan persamaan regresi untuk menduga konduktivitas termal
buah dan sayuran dengan kadar air lebih besar dari 60%. Persamaan ini menduga
konduktivitas termal di dalam selang 15% dari nilai percobaan. Persamaan ini tidak
berlaku untuk produk yang memiliki densitas rendah dan ruang void, seperti apel.

k = 0.148 + 0.00493 (%air)

Kopelman (1966) menyajikan tiga model untuk meneliti konduktivitas termal produk
pangan, yaitu:

1. Sistem isotropik- dua komponen- tiga dimensi. Dua komponen dapat membentuk
dua fase. Satu komponen secara acak terdispersi dalam komponen lainnya untuk
membentuk fase yang tidak kontinyu. Contoh mentega (air terdispersi dalam lemak)
atau es krim (udara terdispersi dalam cairan).

2. Sistem anisotropik berserat- dua komponen- dua dimensi. Dua komponen


membentuk dua fase. Serat paralel satu sama lain dan terdistribusi secara acak.
Komponen terdispersi kontinu pada satu arah dan dispersi acak bersifat dua dimensi.
Model ini khas bagi semua sistem berserat seperti daging, kayu atau sayuran berserat.
Sistem ini memiliki ciri, yaitu dua konduktivitas termal, kII. Konduktivitas termal sejajar
dengan arah serat kI adalah konduktivitas termal pada arah tegak lurus terhadap serat.

3. Sistem lapisan anisotropik- dua atau lebih komponen- satu dimensi. Komponen
memiliki kemungkinan untuk membentuk labih dari satu fase. Komponen diatur dalam
lapisan paralel untuk membentuk lapisan lemak di atas daging (Heldman, 1981).

Panas spesifik adalah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg bahan
sebesar 1oC. Pengetahuan tentang panas spesifik sangat diperlukan untuk perhitungan
proses-proses pemanasan atau pendinginan. Panas spesifik bahan-bahan pertanian
sangat tergantung pada lengas bahan. Produk yang mempunyai lengas rendah,
cenderung memiliki panas spesifik yang rendah.

Laju atau kecepatan pemanasan dan pendinginan suatu bahan, sangat tergantung pada
konduktivitas termal atau penghantaran panas. Konduktivitas termal tergantung pada
kandungan lengas dan suhu, dan untuk bahan-bahan berongga (porous). Bahan-bahan
berserat memiliki arah aliran panas, sejajar atau memotong serat.

DAFTAR PUSTAKA
Earle, R. L. 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. PT. Sastra Hudaya:
Bogor.

Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas


Indonesia: Jakarta.

Heldman, Dennis. 1981. Food Process Engineering. AVI PUBLISHING COMPANY,


INC: Westport, Connecticut.

Purwantana, Bambang. 2003. Sifat Panas Bahan.


http://bambangpurwantana.staff.ugm.ac.id/PengetahuanBahan/PengBhn03.doc

1. Sifat termal
Sifat termal sangat penting untuk perhitungan neraca energi dalam berbagai penerapan
perpindahan kalor. Kebanyakan pengukuran sifat termal menyangkut penentuan aliran
kalor dan suhu. Perpindahan kalor biasanya diukur dengan membuat neraca energi
Umpamanya, pemanasan air dengan menglirkan air itu melalui pipa panas. Perpindahan
kalor konveksi dari dinding pipa ke air dapat ditentukan dengan mengukur laju aliran
massa air dan suhu-suhu masuk dan keluar dari bagian pipa yang di panaskan. Energi
yang diterima air tentu sama dengan perpindahan kalor dari pipa, jika bagian luar pipa
itu diisolasi dan tidak ada kehilangan kalor. Adapun yang termasuk pengukuran sifat
termal adalah zat cair, gas dan pengukuran nilai kalor meliputi kalorimeter bom dan
kalorimeter
a. Kalorimeter
Kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor yang terlibat
dalam suatu perubahan atau reaksi kimia
Kalorimeter bom adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor (nilai
kalori) yang dibebaskan pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) suatu
senyawa, bahan makanan, bahan bakar. Sejumlah sampel ditempatkan pada tabung
beroksigen yang tercelup dalam medium penyerap kalor (kalorimeter), dan sampel akan
terbakar oleh api listrik dari kawat logam terpasang dalam tabung.
Contoh kalorimeter bom adalah kalorimeter makanan.

Kalorimeter makanan adalah alat untuk menentukan nilai kalor zat makanan
karbohidrat, protein, atau lemak.
Alat ini terdiri dari sebuah tabung kaca yang tingginya kurang lebih 19 cm dan garis
menengahnya kurang lebih 7,5 cm. Bagian dasarnya melengkung ke atas membentuk
sebuah penyungkup. Penyungkup ini disumbat dengan sebuah sumbat karet yang
berlubang di bagian tengah. Bagian atas tabung kaca ini ditutup dengan lempeng ebonit
yang bundar. Di dalam tabung kaca itu terdapat sebuah pengaduk, yang tangkainya
menembus tutup ebonit, juga terdapat sebuah pipa spiral dari tembaga. Ujung bawah
pipa spiral itu menembus lubang sumbat karet pada penyungkup dan ujung atasnya
menembus tutup ebonit bagian tengah. Pada tutup ebonit itu masih terdapat lagi sebuah
lubang, tempat untuk memasukkan sebuah termometer ke dalam tabung kaca. Tabung
kaca itu diletakkan di atas sebuah keping asbes dan ditahan oleh 3 buah keping. Keping
itu berbentuk bujur sangkar yang sisinya kurang lebih 9,5 cm. Di bawah keping asbes
itu terdapat kabel listrik yang akan dihubungkan dengan sumber listrik bila digunakan.
Di atas keping asbes itu terdapat sebuah cawan aluminium. Di atas cawan itu tergantung
sebuah kawat nikelin yang berhubungan dengan kabel listrik di bawah keping asbes.
Kawat nikelin itulah yang akan menyalakan makanan dalam cawan bila berpijar oleh
arus listrik. Dekat cawan terdapat pipa logam untuk mengalirkan oksigen.
Kalorimeter larutan adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor yang
terlibat pada reaksi kimia dalam sistem larutan. Pada dasarnya, kalor yang
dibebaskan/diserap menyebabkan perubahan suhu pada kalorimeter. Berdasarkan
perubahan suhu per kuantitas pereaksi kemudian dihitung kalor reaksi dari reaksi sistem
larutan tersebut. Kini kalorimeter larutan dengan ketelitian cukup tinggi dapat diperoleh
dipasaran.

2. Sifat transfor

Suatu fluida merupakan petunjuk tentang transpor energi di dalam fluida atau zat padat .
dalam gas dan zat cair transpor energi itu berangsung melalui gerakan molekul . sedang
dalam zat padat transpor energi oleh elektron bebas dan getaran . viskositas fluida di
klasifikasikan sebagai suatu sifat transpor karena bergantung pada transpor momentum
yang terjadi sebagai akibat gerakan moleku di dalam fluida . sifat transpor lainnya
adalah pH dan potensial larutan. Fluida, baik zat cair maupun zat gas yang jenisnya
berbeda memiliki tingkat kekentalan yang berbeda. Viskositas alias kekentalan
sebenarnya merupakan gaya gesekan antara molekul-molekul yang menyusun suatu
fluida. Jadi molekul-molekul yang membentuk suatu fluida saling gesek-menggesek
ketika fluida tersebut mengalir. Pada zat cair, viskositas disebabkan karena adanya gaya
kohesi (gaya tarik menarik antara molekul sejenis). Sedangkan dalam zat gas, viskositas
disebabkan oleh tumbukan antara molekul. Fluida yang lebih cair biasanya lebih mudah
mengalir, contohnya air. Sebaliknya, fluida yang lebih kental lebih sulit mengalir,
contohnya minyak goreng, oli, madu dkk. Hal ini bisa dibuktikan dengan menuangkan
air dan minyak goreng di atas lantai yang permukaannya miring. Pasti air ngalir lebih
cepat daripada minyak goreng atau oli. Tingkat kekentalan suatu fluida juga bergantung
pada suhu. Semakin tinggi suhu zat cair, semakin kurang kental zat cair tersebut.
Misalnya ketika ibu menggoreng paha ikan di dapur, minyak goreng yang awalnya
kental menjadi lebih cair ketika dipanaskan. Sebaliknya, semakin tinggi suhu suatu zat
gas, semakin kental zat gas tersebut. Perlu diketahui bahwa viskositas alias kekentalan
cuma ada pada fluida riil (rill = nyata). Fluida riil/nyata tuh fluida yang kita temui
dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, sirup, oli, asap knalpot, dan lainnya. Fluida riil
berbeda dengan fluida ideal. Fluida ideal sebenarnya tidak ada dalam kehidupan sehari-
hari. Fluida ideal hanya model yang digunakan untuk membantu kita dalam
menganalisis aliran fluida (fluida ideal ini yang kita pakai dalam pokok bahasan Fluida
Dinamis). Mirip seperti kita menganggap benda sebagai benda tegar, padahal dalam
kehidupan sehari-hari sebenarnya tidak ada benda yang benar-benar tegar/kaku.
Tujuannya sama, biar analisis kita menjadi lebih sederhana.

Internasional (SI) untuk koofisien viskositas adalah Ns/m2 = Pa.s (pascal sekon).Satuan
CGS (centimeter gram sekon) untuk si koofisien viskositas adalah dyn.s/cm2 = poise
(P). Viskositas juga sering dinyatakan dalam sentipoise (cP). 1 cP = 1/100 P. Satuan
poise digunakan untuk mengenang seorang Ilmuwan Perancis, almahrum Jean Louis
Marie Poiseuille (baca : pwa-zoo-yuh).
1 poise = 1 dyn . s/cm2 = 10-1 N.s/m2
Setiap zat cair mempunyai karakteristik yang khas, berbeda satu zat cair dengan zat cair
yang lain. Salah satunya adalah viskositas. Viskositas merupakan tahanan yang
dilakukan oleh suatu lapisan fluida terhadap suatu lapisan lainnya. Sifat viskositas ini
dimiliki oleh setiap fluida, gas, atau cairan.

Viskositas suatu cairan murni adalah indeks hambatan aliran cairan. Aliran cairan dapat
dikelompokan menjadi dua yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Aliran laminar
menggambarkan laju aliran kecil melalui sebuah pipa dengan garis tengah kecil.
Sedangkan aliran turbulen menggambarkan laju aliran yang besar dengan diameter pipa
yang besar.
Viskositas menentukan kemudahan suatu molekul bergerak karena adanya gesekan
antar lapisan material. Karenanya viskositas menunjukkan tingkat ketahanan suatu
cairan untuk mengalir. Semakin besar viskositas maka aliran akan semakin lambat.
Besarnya viskositas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti temperatur, gaya tarik
antar molekul dan ukuran serta jumlah molekul terlarut. Fluida, baik zat cair maupun zat
gas yang jenisnya berbeda memiliki tingkat kekentalan yang berbeda. Pada zat cair,
viskositas disebabkan karena adanya gaya kohesi (gaya tarik menarik antara molekul
sejenis). Sedangkan dalam zat gas, viskositas disebabkan oleh tumbukan antara
molekul.
Viskositas cairan adalah fungsi dari ukuran dan permukaan molekul, gaya tarik menarik
antar molekul dan struktur cairan. Tiap molekul dalam cairan dianggap dalam
kedudukan setimbang, maka sebelum sesuatu lapisan melewati lapisan lainnya
diperlukan energy tertentu. Sesuai hokum distribusi Maxwell-Boltzmann, jumlah
molekul yang memiliki energy yang diperlukan untuk mengalir, dihubungkan oleh
factor e-E/RT dan viskositas sebanding dengan e-E/RT. Secara kuantitatif pengaruh
suhu terhadap viskositas dinyatakan dengan persamaan empirik,
h = A e-E/RT
A merupakan tetapan yang sangat tergantung pada massa molekul relative dan volume
molar cairan dan E adalah energi ambang per mol yang diperlukan untuk proses awal
aliran.
Ada beberapa tipe viskometer yang biasa digunakan antara lain :
1. Viskometer kapiler / Ostwald
Viskositas dari cairan yang ditentukan dengan mengukur waktu yang dibutuhkan bagi
cairan tersebut untuk lewat antara 2 tanda ketika mengalir karena gravitasi melalui
viskometer Ostwald. Waktu alir dari cairan yang diuji dibandingkan dengan waktu yang
dibutuhkan bagi suatu zat yang viskositasnya sudah diketahui (biasanya air) untuk lewat
2 tanda tersebut (Moechtar,1990).
2. Viskometer Hoppler
Berdasarkan hukum Stokes pada kecepatan bola maksimum, terjadi keseimbangan
sehingga gaya gesek = gaya berat – gaya archimides. Prinsip kerjanya adalah
menggelindingkan bola ( yang terbuat dari kaca ) melalui tabung gelas yang berisi zat
cair yang diselidiki. Kecepatan jatuhnya bola merupakan fungsi dari harga resiprok
sampel (Moechtar,1990).
3. Viskometer Cup dan Bob
Prinsip kerjanya sample digeser dalam ruangan antaradinding luar dari bob dan dinding
dalam dari cup dimana bob masuk persis ditengah-tengah. Kelemahan viscometer ini
adalah terjadinya aliran sumbat yang disebabkan geseran yang tinggi di
sepanjangkeliling bagian tube sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi.
Penurunan konsentras ini menyebabkab bagian tengah zat yang ditekan keluar
memadat. Hal ini disebut aliran sumbat (Moechtar,1990).
4. Viskometer Cone dan Plate
Cara pemakaiannya adalah sampel ditempatkan ditengah-tengah papan, kemudian
dinaikkan hingga posisi di bawah kerucut. Kerucut digerakkan oleh motor dengan
bermacam kecepatan dan sampelnya digeser di dalam ruang semitransparan yang diam
dan kemudian kerucut yang berputar (Moechtar,1990).
Pengaruh Temperatur Pada Viskositas
Koefisien viskositas berubah-ubah dengan berubahnya temperature, dan hubungannya
adlah :
log η = A + B/T ( a )
dimana A dan B adalah konstanta yang tergantung pada cairan. Persamaan di atas dapat
ditulis sebagai η = A’eksp ( -∆Evis/RT ).
Mengukur pH
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman atau basa
yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH normal memiliki nilai 7 sementara
bila nilai pH > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa sedangkan nilai pH< 7
menunjukkan keasaman. pH 0 menunjukkan derajat keasaman yang tinggi, dan pH 14
menunjukkan derajat kebasaan tertinggi. Umumnya indicator sederhana yang digunakan
adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru
bila keasamannya rendah. Selain menggunakan kertas lakmus, indicator asam basa
dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas
suatu larutan. Sistem pengukuran pH mempunyai tiga bagian yaitu elektroda
pengukuran pH, elektroda referensi dan alat pengukur impedansi tinggi. Istilah pH
berasal dari "p", lambang matematika dari negative logaritma, dan "H", lambang kimia
untuk unsur Hidrogen. Defenisi yang formal tentang pH adalah negative logaritma dari
aktivitas ion Hydrogen. pH adalah singkatan dari power of Hydrogen.
Asam dan basa adalah besaran yang sering digunakan untuk pengolahan sesuatu zat,
baik di industri maupun kehidupan sehari-hari. Pada industri kimia, keasaman
merupakan variabel yang menentukan, mulai dari pengolahan bahan baku, menentukan
kualitas produksi yamg diharapkan sampai pengendalian limbah industri agar dapat
mencegah pencemaran pada lingkungan

Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada potensial elektro kimia
yang terjadi antara larutan yang terdapat didalam elektroda gelas (membrane gelas)
yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda gelas yang tidak
diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi
dengan ion hydrogen yang ukurannya relative kecil dan aktif, elektroda gelas tersebut
akan mengukur potensial elektro kimia dari ion hydrogen.

Asam
Asam (sering diwakili dengan rumus umum HA) secara umum merupakan senyawa
kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil
dari 7. Dalam defenisi modern, asam adalah suatu zat yang dapat memberi proton (ion
H+) kepada zat lain (yang disebut basa), atau dapat menerima pasangan elektron bebas
dari suatu basa. Suatu asam bereaksi dengan suatu basa dalam reaksi penetralan untuk
membentuk garam.
Secara umum Asam memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
Rasa : Masam ketika dilarutkan dalam air.
Sentuhan : Asam terasa menyengat bila disentuh,
Kereaktifan : Asam bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, yaitu korosif

Basa
Definisi umum dari basa adalah senyawa kimia yang menyerap ion hydronium ketika
dilarutkan dalam air. Basa adalah lawan dari asam, yaitu ditujukan untuk unsur/senyawa
kimia yang memiliki pH lebih dari 7. Basa merupakan senyawa yang jika dilarutkan
dalam air menghasilkan ion -OH.
Secara umum Basa memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
Rasa : Tidak masam bila dilarutkan dengan air.
Sentuhan : Tidak terasa menyengat bila disentuh.
Kereaktifan : Kebanyakan tidak bereaksi terhadap logam.
Jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu dari suatu bahan bermassa
m sebesar satu derajat dinamakan panas jenis dari bahan tersebut. Sehingga, jika panas
sejumlah Q ditambahkan ke suatu bahan bermassa m yang mempunyai
panas jenis c, perubahan suhu ΔT = Taw – Tak.
Di dalam sistem MKS, satuan untuk panas adalah kilokalori dan didefinisikan sedemiki
an hingga panas jenis air adalah satu yang bermakna bahwa apabila satu kilokalori pana
s diberikan kepada satu kilogram air, maka suhu air akan naik sebesar satu derajat Celsi
us.
Apabila dua atau lebih zat dengan suhu yang berbeda‐beda dicampurkan, merek
a akan setimbang termal setelah beberapa saat karena panas akan mengalir
dari zat bersuhu lebih tinggi ke zat yang bersuhu lebih rendah sampai semua zat mempu
nyai suhu yang sama. Jika bahan‐bahan penyusun sistem diisolasi sedemikian hingga tid
ak ada pertukaran panas dengan lingkungannya, proses tersebut dinamakan adiabatik. K
arena panas merupakan satu bentuk dari energi, hokum kekekalan energi mensyaratkan
bahwa untuk suatu proses adiabatik jumlah seluruh perpindahan panas antar penyusun si
stem harus sama dengan nol. Catatan: jika panas ditambahkan kepada suatu sistem, mak
a Tak > Taw dan Q bernilai positif; jika panas diambil dari sistem maka Tak < Taw dan
Q bernilai negatif.
Dua bentuk utama energi panas dalam padatan adalah vibrasi atom sekitar posisi
kesembiangannya dan energi kinetik elektron bebas. Oleh karena itu sifat-sifat thermal
padatan yang penting seperti kapasitas panas, pemuaian, dan konduktivitas thermal,
tergantung dari perubahan-perubahan energi atom dan elektron bebas. Kenaikan
kapasitas panas terkait dengan kemampuan phonon dan elektron untuk meningkatkan
energinya. Prinsip eksklusi membatasi kebebasan elektron untuk menaikkan energinya
karena kenaikan energi tergantung ketersediaan tingkat energi yang masih kosong.
Hanya elektron di sekitar tingkat energi Fermi yang memiliki akses ke tingkat energi
yang lebih tinggi, sehingga kontribusi elektron pada kapasitas panas secara relatif
tidaklah besar.
Pemuaian terjadi karena ketidak-simetrisan gaya ikat antar atom. Gaya yang
diperlukan untuk memperpanjang jarak atom adalah lebih kecil dari gaya untuk
memperpendek jarak. Oleh karena itu penyerapan energi thermal akan cenderung
memperpanjang jarak atom.
Konduksi panas dalam metal lebih diperankan oleh elektron dari pada phonon,
walaupun dalam hal kapasitas panas phonon lebih berperan.

Faktor-Faktor Lain Yang Turut Berperan.


Memasukkan energi panas ke padatan tidak hanya menaikkan energi vibrasi atom
maupun elektron. Pada padatan tertentu terjadi proses-proses lain yang juga
memerlukan energi dan proses-proses ini akan berkontribusi pada kapasitas panas.
Proses-proses seperti perubahan susunan molekul dalam alloy, pengacakan spin
elektron dalam material magnetik, perubahan distribusi elektron dalam material
superkonduktor, akan meningkatkan panas spesifik material yang bersangkutan.
Proses-proses ini akan membuat kurva panas spesifik terhadap temperatur tidak
monoton; di atas temperatur di mana proses-proses ini telah tuntas, panas spesifik
kembali pada nilai normalnya.

Anda mungkin juga menyukai