Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH 1

PERPINDAHAN KALOR

KONDUKSI TUNAK DAN TAK TUNAK

Dosen :

Dr. Ir. Dianursanti S.T., M.T.

Dr. Tania Surya Utami S.T., M.T.

Oleh:

KELOMPOK 7

Adlimatul P. Ilmiyah

Dwiputra M. Zairin 1406531706

Farisa Nurizky 1406607962

Ilham Maulana

M. Irfan Raharjo 1406604531

Shobrun Jamil 1406531656

Departemen Teknik Kimia

Fakultas Teknik, Universitas Indonesia

Depok, 2014
PETA KONSEP
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Perpindahan kalor adalah ilmu yang dapat digunakan untuk meramalkan perpindahan
energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau meterial. Ilmu
perpindahan kalor tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah
dari satu benda ke benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi
pada kondisi-kondisi tertentu.

II. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah,
1. Bagaimana proses perpindahan kalor konduksi tunak dan konduksi tak tunak?
2. Hal-hal penting apa yang perlu diketahui dalam melakukan penyelesaian masalah
konduksi tunak dan konduksi tak tunak?
3. Bagaimana konsep analisis-analisis yang digunakan dalam konduksi tunak dan
konduksi tak tunak?
4. Bagaimana aplikasi penyelesaian soal-soal mengenai konduksi tunak dan konduksi
tak tunak?

III. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai
perpindahan kalor secara konduksi tunak dan tak tunak serta saat ditinjau dari sistem satu
dimensi dan dimensi rangkap. Makalah ini juga bertujuan untuk mengetahui hal-hal penting
apa yang perlu diketahui dalam melakukan penyelesaian masalah konduksi tunak dan
konduksi tak tunak serta perbedaan antara konduksi tunak dan konduksi tak tunak.

BAB II
ISI

1. Contoh Kasus

Belakangan ini banyak sekali bermunculan produk-produk pemanas masakan


yang menjanjikan banyak kemudahan dan hasil yang optimal pada masakan yang
disajikan. Hal ini tentu sangat menggiurkan dan menarik minat bagi kalangan ibu
rumah tangga. Berbagai jenis bentuk dan harga dari pemanas pun beragam.
Dapatkah anda menjelaskan bagaimana prinsip kerja dari alat pemanas masakan
yang sudah anda ketahui? Jika anda ingin berinovasi menciptakan alat pemanas
masakan, pertimbangan-pertimbangan apa saja yang anda berikan dan bagaimana
langkah-langkah yang anda tempuh untuk mendesain alat tersebut?

Jawab :

Alat pemanas yang biasanya digunakan dalam rumah tangga adalah penanak nasi
atau biasa disebut dengan rice cooker. Alat tersebut, memudahkan para penggunanya
untuk memasak nasi dalam waktu yang sangat singkat jika dibandingkan dengan cara
konvensional yang masih tradisional. rice cooker dirancang sedemikian rupa dengan
memiliki kecanggihan serta di padu-padankan dengan corak yang indah, sehingga
menambah nilai guna dan estetisnya.

Pada dasarnya prinsip kerja rice cooker tak jauh berbeda dengan setrika listrik,
hanya saja yang di panaskan berupa nasi dan air dan harga suhu yang dibutuhkan cukup
tinggi dibanding dengan setrika. Namun, keduanya memiliki persamaan, yaitu keduanya
sama-sama menggunakan elemen pemanas yang di gunakan untuk memanaskan logam
atau nasi dan airnya. Pada waktu menanak nasi, saklar akan terhubung dengan elemen
pemanas utama, arus listrik langsung menuju ke elemen utama dan lampu rice cooking
menyala. Ketika suhu pemanas mencapai maksimal dan nasi sudah matang maka
thermostat trip (magnet dari otomatis) langsung menggerakkan tuas sehingga posisi
saklar jadi berubah mengalirkan listrik menuju ke elemen penghangat nasi melewati
thermostat. Pada posisi penghangat ketika suhu thermostat sudah maksimal arus yang
menuju ke elemen penghangat akan terputus otomatis, begitu pula ketika suhu pada
thermostat berkurang maka otomatis arus menuju elemen penghangat akan terhubung
kembali secara otomatis, proses ini akan berlangsung secara terus menerus.

Adapun, komponenen-komponen yang terdapat pada rice cooker adalah sebagai


berikut :

 Cast Heater

Dalam rice cooker cast heater berfungsi sebagai elemen pemanas utama dalam rice
cooker yang bertugas untuk memasak dan menanak nasi.

 Mica Heater/Termistor Heater


jenis ini tertutup oleh semacam kertas (mica) yang berfungsi pada waktu warming.
Heater ini juga berfungsi sebagai termistor, yaitu tahanan makin besar bila bertambah
panasnya. Makin besar tahanan maka tegangan yang masuk berkurang sehingga
mengurangi daya panas yang dihasilkan heater. Sehingga mampu mengontrol panas
cooker saat warming supaya panasnya tetap di kisaran 70-80 celcius.

 Thermostat

Dalam thermostat terdapat magnet dan pegas, pada suhu ruang gaya magnet lebih
besar dari gaya pegas. Bagian metal thermostat (bagian yang kontak langsung dengan
panci tempat nasi) menyensor panas dari panci apakah panasnya sudah mencapai
sekitar 134 derajat celcius. Metal bila terkena panas maka daya magnet berkurang
sehingga gaya pegas lebih besar dari gaya magnet. Akibatnya pegas terlepas dari
magnet (menjauh) sehingga menekan tuas dan tuas menekan saklar.

 Thermal Fuse

Thermal fuse berfungsi memutus arus bila panasnya melebihi kewajaran akibat
adanya kerusakan dari rice cooker.

 Saklar

Saklar berfungsi untuk memindah dari posisi cooking ke warming maupun


sebaliknya. Tombol saklar ditekan oleh tuas yang digerakkan otomatis oleh thermostat
maupun secara manual melalui tombol panel.

 Lampu LED

Digunakan untuk menunjukkan dtatus kerja dari rice cooker, status sebagai pemanas
atau penanak nasi.

Jika saya ingin berinovasi dalam membuat pemanas masakan, maka hal-hal yang saya
pertimbangkan adalah :

 Efisiensi pemanas

Efisiensi pemanas ini meliputi, kemampuan pemanas masakan dalam memanaskan


masakan dalam waktu singkat. Serta, menciptakan pemanas yang membutuhkan daya
relatif kecil, sehingga menghemat pengeluaran biaya listrik.

 Harga/biaya pemanas

Dengan inovasi baru, diharapkan harga pemanas masakan akan lebih ekonomis. Baik
itu pada saat produksi/pembelian pertama, maupun pada saat perawatan/pemakaian
pasca pembelian.
Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh dalam merealisasikan inovasi pemanas
masakan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tahap persiapan
Tahap persiapan yang dilakukan adalah dengan mempelajari beberapa konsep yang
peting dalam pembuatan pemanas masakan. Beberapa konsep tersebut meliputi :

a. Konsep material
Konsep material dipelajari untuk mampu memilih atau mendapatkan material yang
sesuai dengan inovasi yang akan direalisasikan.

b. Konsep perpindahan panas


Konsep perpindahan panas merupakan konsep yang paling penting dalam
merealisasikan pembuatan pemanas masakan. Adapun konsep perpindahan panas
yang perlu dianalasis dalam pembuatan pemanas masakan adalah sebagai berikut :

 Analisis perpindahan panas secara konveksi bebas

 Analisis perpindahan panas konduksi 1 dimensi kondisi tunak

 Analisis perpindahan panas konduksi 2 dimensi kondisi tunak

 Konduksi transien

c. Konsep pengukuran
Konsep pengukuran dipelajari untuk menentukan ukuran pemanas yang diinginkan
agar tercipta pemanas yang proposional

d. konsep sistem kontrol


mempelajari sistem pemasangan kontrol temperatur.

2. Tahap perancangan
a. Merancang sistem ruang yang tepat
b. Memilih material yang sesuai
c. membuat desain pemanas
3. Tahap pembuatan
4. Tahap akhir
Tahap akhir berupa pengujian, dan perbaikan.

2. Perhitungan
1. Sebuah peti es dibuat dari bahan busa styrofoam [ k = 0,033 W/m.°C ]
dengan dimensi dalam 25 x 40 x 100 cm. Tebal dinding 5,0 cm. Bagian luar peti
berada dalam udara yang suhunya 25°C dengan h = 10 W/m 2.°C. jika peti ini
berisi penuh dengan es, hitunglah waktu yang diperlukan sampai seluruh es
mencair. Jelaskan pengandaian yang digunakan. Kalor lebur es 330 kj/kg.

Perpindahan kalor menyeluruh


Sebagai contoh sebuah sistem pada dinding datar yang pada satu sisi terdapat fluida
panas A dan sisi lainnya yaitu fluida B yang memiliki suhu lebih rendah :

Gambar 2. Konduksi pada bidang datar


Sumber: Holman, J.P. 2009. Heat Transfer 10th Edition. New York: McGraw-Hill. Halaman
33

Kita dapat mengetahui perpindahan kalornya dinyatakan oleh:


kA
q=h1 A ( T A −T 1 )= ( T −T ) =h2 A ( T 2−T B )
∆x 1 2
Perlu diingat bahwa aliran kalor pada setiap bagian harus sama. Proses perpindahan
kalor tersebut diibaratkan sebagai jaringan tahanan, dan perpindahan kalor menyeluruh
dihitung dengan membagi perubahan suhu sistem dengan jumlah tahanan termal
∆T T A −T B A ( T A −T B )
q= = =
∑ R 1 + ∆x + 1 1 +∆ x + 1
h1 A kA h2 A h1 k h2
Laju perpindahan kalor dapat dipandang sebagai aliran, konduktivitas termal, tebal
bahan dan luas sebagai tahanan aliran, dan suhu merupakan driving force aliran
tersebut.

Penyelesaian soal dapat diuraikan sebagai berikut.


Gambar 3. Gambar sistem soal nomor 1

Diketahui :

k = 0,033 W/m.°C

Dimensi dalam 25 x 40 x 100 cm

Tebal dinding = 5,0 cm

Peti berisi penuh es

T udara = 25°C

h = 10 W/m2.°C

Kalor lebur es ( L ) = 330 kj/kg

kg
ρ=910
m3

Ditanya :

∆τ = ...?

Jawab :

Asumsi :
 Sistem berbentuk dinding datar

 Suhu merupakan driving force

 Ditinjau hanya dalam satu dimensi

Gambar 4. Profil suhu soal nomor 1

q konveksi=q konduksi =q es

q konveksi=h A 0 ∆ T =h A 0 ( T u−T 1 ) ;

1 ( T u−T 1)
Rkonveksi = ; q konveksi=h A0 ∆ T =
h A0 Rkonveksi

kA kA
q konduksi= ∆T = ( T −T es )
∆x ∆x 1

∆x kA ( T 1−T es )
Rkond uksi = ; q konduksi= ∆T=
kA ∆x R konduksi

Qes ρ x V es x L
q es= =
∆τ ∆τ

Jika q dimasukan dalam satu persamaan, maka akan menjadi :

∆ T menyeluruh Qes
q= =
∑R ∆τ
∆ T menyeluruh ρ x V es x L
=
∑R ∆τ

∆ T menyeluruh ρ x V es x L
=
∑R ∆τ

Nilai Q kita dapatkan dari es yang mencair:

Q=m x L

Q=ρ x V es x L

kg 3 J
Q=910 x ( 0,25 m x 0,4 m x 1 m ) x 330. 10
m 3
kg

Q=3,003 x 107 J

Selanjutnya kita harus mencari tahu luas permukaan luar dari peti dan luas area daerah
konveksi

Luas permukaan luar peti

(A0) = ( 2 xpxl )+ ( 2 xpxt )+ ( 2 xtxl )

(A0) = ( 2 x 0,35 m x 0,5 m) + ( 2 x 0,35 m x 1,1 m) + ( 2 x 0,5 m x 1,1 m )

(A0) = 2,22 m2

Luas permukaan bagian dalam

(Ai) = ( 2 xpxl )+ ( 2 xpxt )+ ( 2 xtxl )

(Ai) = ( 2 x 0,25 m x 0,4 m )+ ( 2 x 0,25 m x 1,0 m ) + ( 2 x 0,4 m x 1,0 m )

(Ai) = 1,5 m2

Luas permukaan daerah konduksi adalah:

A o + Ai
A konduksi =
2
2,22m2 +1,5 m2
A konduksi =
2

A konduksi =1,86 m2

Setelah didapatkan nilai luas permukaan untuk setiap bagian dan kita sudah mengetahui
semua nilainya maka kita masukan ke persamaan :

∆ T menyeluruh ρ x V es x L
=
∑R ∆τ

Sehingga nilai ∆ τ adalah :

∆ τ=
∑ R x ρ x V es x L
∆T menyeluruh

1 ∆x

∆ τ=
( +
h A 0 kA )
x ρ x V es x L

(T u −T es )

1 ∆x

∆ τ=
( h A kA )
+
0
x ρxV es xL

(T u −T es )

1 0,05 m

∆ τ=
( W
10 2
m °C
+
.2,22m2 0,033
W
m° C
1,86 m2
x 3,003 x 107 J
)
(25 ° C−0° C)

∆ τ=1032602,732 sekon

∆ τ=286,834 jam

∆ τ=11,95 ha ri

2. Suatu sistem isolasi dipilih untuk dinding tanur yang suhunya 1000 0C dengan
menggunakan lapisan blok wol mineral dan diikuti dengan lapisan papan kaca
serat. Bagian luar isolasi berada dalam lingkungan dengan suhu 40 oC dan h = 15
W/m2.oC. Hitunglah tebal masing-masing lapisan isolasi, jika suhu antar lapisan
tidak lebih dari 400oC dan suhu bagian luar tidak lebih dari 55oC!

Jawab:

Dari soal terdapat beberapa data yang diketahui, antara lain:


 Ttanur = 1000oC
 Twm = 400oC
 Tpks = 55oC
 T∞ = 40oC
 h = 15 W/m2.C

Data yang diketaui dari soal dapat digunakan untuk


mendapatkan data yang terdapat pada tabel 2.1 (Heat
transfer, J.P.Holman).
 Range temperature wol mineral = 450oC-1000oC
 Range suhu papan serat kaca = 20oC-450oC
 Range k wol mineral = 52mW/m2.C- 130 mW/m2.oC
 Range k papan serat kaca = 33 mW/m2.C –
52mW/m2.oC

Dan yang ditanya dari soal adalah menghitung tebal masing-masing lapisan isolasi. Maka
langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut.

Rata-rata Ttanur dan Twm adalah (1000oC + 400oC)/2= 700oC, dengan demikian nilai k wol
mineral dapat dicari dengan menyesuaikan suhu rata-rata tersebut dengan tabel 2.1 (Tipe dan
Aplikasi Insulasi). Dengan metode interpolasi, didapat:

2
x=87,45 mW /m . oC

Jadi nilai k wol mineral adalah ≈ 0,09 W/m2.oC

Rata-rata Twm dan Tpks adalah (400oC + 55oC)/2= 227,5oC, dengan demikian nilai k papan
serat kaca juga dapat dicari dengan metode yang sama seperti diatas.
Jadi nilai k papan serat kaca adalah ≈ 0,042 W/ m2.oC

Karena nilai K dari kedua bahan telah diketahui, maka kita dapat mencari tabel masing-
masing isolasi dengan menggunakan persamaan berikut.

Tebal isolasi wol mineral

Tebal isolasi papan kaca serat

Sehingga tebal untuk masing-masing isolasi adalah:


 Tebal Isolasi wol mineral = 0,24 m
 Tebal Isolasi papan kaca serat= 0,0644 m

3. Sebuah pipa uap ditanam di dalam tanah tanpa isolasi. Diameter pipa 4 inci,
panjang 100 yard, dan di dalamnya mengalir upa pada suhu tidak kurang dari
300°F. Pipa ditanam pada kedalaman 9 inci diukur dari sumbu pipa. Asumsi:
Konduktivitas termal tanah = 1,2 W/m².°C. Menurut anda, amankah instalasi
pipa tersebut?

Diketahui:

 Diameter pipa : 4 inchi : 0,1016 m

 Panjang pipa (L) = 100 yard = 91,44 m

 Suhu permukaan pipa = 3000F = 148,9°C

 Kedalaman penanaman pipa (D) = 9 inci = 22,86 cm = 0,2286 m

 Konduktivitas termal tanah = 1,2 W/m. °C


Ditanya : Apakah instalasi pipa tersebut aman?

Asumsi yang dapat diambil:

 Suhu tanah tempat instalasi pipa = 20°C

 h udara : 3 W/m2.°C (sumber: Holman halaman 35)

Analisis Sistem Pipa

Untuk melakukan instalasi pipa yang aman, dibutuhkan beberapa hal. Dalam kasus ini,
dibutuhkan 2 hal sebagai berikut:

 Jarak sumbu pipa ke permukaan tanah harus lebih kecil daripada tebal kritis isolasi
karena jika tebal ktitis isolasi lebih kecil, hal ini akan menyebabkan berkurangnya
perpindahan kalor dan otomatis akan menyebabkan meningkatnya heat loss(rugi
kalor) serta akan menyebabkan panas bisa terasa sampai ke luar

 Jika rugi kalor (heat loss) lebih besar dari laju konduksi maksimal karena hal ini akan
membuat panas dapat merambat ke luar pipa bahkan memungkinkan untuk merambat
hingga ke atas permukaan tanah.

Selain 2 hal tersebut, hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa suhu permukaan juga
tidak boleh terlalu panas. Karena jika terlalu panas, akan meningkatkan risiko terjadinya
bahaya di sekitar tempat instalasi pipa.

Perhitungan

Kita perlu menghitung nilai kalor yang hilang dengan rumus:


q=S . k . ∆T

Karena pipa memiliki dimensi L >> r dan D > 3r, maka nilai faktor bentuk konduksinya
adalah:

2 πL
S=
D
ln ⁡( )
r

2 π (91,44 m)
S=
9 inch
ln ⁡( )
2 inch

S=382 m

Setelah mendapatkan nilai S, kita dapat menghitung nilai kalor yang hilang:

q=S . k . ∆T

W
q=(382 m).(1,2 ).(148,9 ℃−20 ℃)
m. ℃

W
q=(382 m).(1,2 ).(128,9 ℃)
m. ℃

W
q=(382 m).(1,2 ).(128,9 ℃)
m. ℃

q=59.087,76 W

Jadi, nilai kalor yang hilang adalah 59.087,76 W

Setalah itu, kita mencari nilai q maksimum dengan rumus:

1
r0 / r¿
¿
ln ⁡¿
¿
2 πL(T Pipa −T Tanah)
q max= ¿

Nilai tebal kritis( r o ) dicari dengan rumus:


W
1,2
k m.℃
r o= = =0,4 m
h W
3 2
m .℃

Kita masukkan nilai tersebut untuk mencari q maksimum:

1
r0 / r¿
¿
ln ⁡¿
¿
2 πL(T Pipa −T Tanah)
q max= ¿

2 π (91,44 m)(128,9 ℃)
q max=
0,4 m
ln ⁡( )
0,0508 1
+
W W
1,2 (0,4 m)(3 2 )
m. ℃ m .℃

74019,95
q max=
2,06 1
+
1,2 1,2

q max=29027,43 W

Jadi, laju konduksi maksimum pada pipa adalah sebesar 29027,43 W

Kesimpulan:

 Setelah dilakukan perhitungan, nilai heat loss lebih besar dibandingan dengan kalor
maksimal pada pipa sehingga panas pun pasti akan bisa dirasakan sampai di luar pipa
atau bahkan hingga di atas permukaan tanah.

 Karena nilai tebal kritis (0,4m) lebih besar dibandingkan dengan tebal insulator(jarak
sumbu pipa ke permukaan tanah), maka perpindahan kalor akan meningkat dan dapat
mengakibatkan heat loss serta panas yang hilang itu akan terasa sampai keluar
permukaan tanah.

Dari penjabaran 2 poin di atas, dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini(beserta dengan
asumsi yang diambil), instalasi pipa yang direncanakan tidak aman untuk lingkungan
sekitarnya.
4. Sebuah bola kuarsa - lebur mempunyai difusivitas termal 9,5 x 10 -7 m2/s,
diameter 2,5 cm dan konduktivitas termal 1,52 W/m oC. Bola tersebut mula-mula
berada pada suhu seragam 25oC dan secara tiba-tiba diberi lingkungan konveksi
dengan suhu 200oC. Jika koefisien perpindahan kalor konveksi sebesar 110 W/m oC,
hitunglah suhu pada pusat bola setalah 4 menit. Dapatkah system di atas dianggap
sebagai kapasitas kalor tergabung? Metode penyelesaian mana yang paling tepat
untuk soal diatas?

Diketahui :

D = 2,5 cm = 0,025 m h = 110 W/moC τ = 240 sekon

α = 9,5 x 10-7 m2/s Ti = 25oC r 0 = 0,0125 m

k = 1,52 W/moC T∞ = 200oC

Asumsi :

- prosesnya dalam keadaan unsteady


Ditanya : suhu pada pusat bola setelah 4 menit atau 240 sekon (T(0,0125 m,240 s))

Jawab:

Untuk melakukan perhitungan perpindahan kalor konduksi dalam keadaan unsteady state kita
bisa melakukan dengan 3 metode yaitu metode kapasitas kalor tergabung , metode aliran
kalor transien dan metode batas kondisi konveksi. Untuk mengetahui apakah sistem tersebut
menggunakan kapasitas kalor tergabung kita terlebih dahulu menentukan bilangan Biotnya
apabila Bi < 0,1 maka bisa kita selesaikan dengan metode kapasitas kalor tergabung, dimana
bilangan Biot (Bi) bisa dicari menggunakan rumus :

h. s
Bi =
k

Dengan h adalah koefisien perpindahan kalor konveksi, k adalah konduktivitas termal dan s
merupakan jarak perpindahan suhunya atau panjang lintasan suhunya. s bisa dicari dengan
membandingkan volume bendanya dengan luasnya karena benda tersebut berbentuk bola
maka

4 3
πr
V 3 r 0,0125 m = 0,0041667 m
s= = = =
A 4 π r2 3 3
Setelah mendapatkan nilai s nya maka kita bisa mencari Bi nya dengan menggunakan rumus

W
110 .0,0041667 m
h. s mo C
Bi = = = 0,3 m
k W
1,52 o
m C

Karena 0,3 > 0,1 maka persoalan ini tidak bisa menggunakan metode kapasitas kalor
tergabung.

Oleh karena itu, kita perlu mencoba untuk menggunakan metode lain yaitu dengan
menggunakan metode aliran kalor transien pada benda semi-infinit dengan teknik transform-
Laplace. Penyelesaiannya diberikan sebagai

Dimana T (x, τ ) adalah suhu yang pada x dan τ tertentu. Oleh karena itu kita perlu
x
mencari nilai dari dengan x merupakan jari – jari dari bola yaitu sebesar 0,0125 m,
2 √ ατ
difusitasnya bernilai sebesar α = 9,5 x 10-7 m2/s, dan waktu yang diperlukan sebesar τ =
240 sekon. Sehingga nilai X adalah

0,0125m
x
2 √ ατ
=

2 9,5 x
10−7 m2
s
. 240 s
= 0,41392

Dengan menggunakan eror function table dalam buku Heat Transfer. J.P. Holman edisi 10
x
kita bisa mencari nilai erf
2 √ ατ

Untuk mencari nilai x sebesar 0,41392 kita bisa melakukan interpolasi agar mendapatkan
data yang akurat yaitu
y− y 1 x −x1
=
y 2 − y 1 x 2−x 1

Dimana y = 0,41392, y1 = 0,40 ; y2 = 0,42 ; x1 = 0,42839; x2 = 0,44749 maka x didapatkan

0,41392−0,40 x −0,42839
=
0,42−0,40 0,44749−0,42839

x – 0,42839= 0,013294

x = 0,441684

x x
sehingga didapatkan erf = 0,441684. Setelah mendapatkan nilai erf kita
2 √ ατ 2 √ ατ
bisa menggunakan kembali persamaan

T ( x , τ ) −T 0
= 0,441684
T i−T 0

T ( x , τ ) −200o C
= 0,441684
25o C−200o C

T ( x , τ )−200o C = -77,295 oC

T ( x , τ ) = 122,705oC

Jadi suhu pada pusat bola setelah 4 menit menjadi 122,705oC

Kita juga bisa menggunakan bagan Haisler untuk mencari suhu di tengah bola tersebut
dengan menggunakan grafik pada Fig.4-9 pada buku Heat Transfer. J.P. Holman edisi 10.
Akan tetapi kita harus memenuhi syarat agar bisa menggunakan bagan Haisler yaitu Fo > 0,2
−7 2
10 m
9,5 x .240 s
Fo = ατ s = 1,4592
=
r 02 0,01252 m2

Karena 1,4592 > 0,2 maka kita bisa menggunakan bagan Haisler, akan tetapi kita
k 1
memerlukan nilai dari = , didapatkan Bi = 0,3 dari perhitungan yang telah kita
hr 0 Bi
lakukan maka

1 1
= =3,33333
Bi 0,3
Lalu kita melihat grafik tersebut dan menarik garis dari titik titik Fo dan 1/Bi kearah
T 0−T ∞
T i−T ∞

T 0−T ∞
Kira – kira didapatkan nilai dari = 0,3
T i−T ∞

Sehingga didapatkan nilai

T0 = 0,3( T i −T ∞ ¿ + T ∞

= 0,3( 25 – 200) + 200

= 147,5 oC

Disini terlihat sekali perbedaan dari hasil kedua metode tersebut. Oleh karena itu, menurut
kami untuk mempermudah perhitungan kita bisa menggunakan metode batas kondisi
konveksi dengan grafik.
5. Sepotong bahan keramik yang cukup tebal berada pada suhu seragam 30 °C.
Untuk menguji ketahanan bahan tersebut, dilakukan dengan menaikkan suhu
permukaannya menjadi 2 kali lipat semula secara tiba-tiba. Metode apakah yang
Anda gunakan untuk menyelesaikan problem di atas? Jelaskan dasar Anda dalam
memilih metode tersebut. Gambarkan grafik distribusi suhu sebagai fungsi waktu
pada kedalaman 1 cm, selama proses pengujian berlansung.

Jawab:

Metode yang digunakan adalah metode analisis aliran kalor transien. Proses transien
adalah proses dimana temperatur pada suatu titik berubah-ubah terhadap waktu. Proses
konduksi transien bisanya dibagi daalam dua kategori proses yang pada akhirnya
mencapai kondisi-kondisi keadaan tunak dan proses yang dijalankan dalam waktu yang
relatif pendek pada lingkungan yang temperaturnya berubah-ubah secara kontinu.

Keadaan tak-tunak (unsteady state) adalah keadaan di mana terjadi proses pemanasan
atau pendinginan yang bersifat transien dan peka terhadap waktu yang berlangsung
sebelum tercapainya kesetimbangan, sehingga analisisnya harus disesuaikan untuk
memperhitungkan perubahan energi dalam benda menurut waktu. Demikian pula kondisi
atau syarat-syarat batas (boundary conditions) harus disesuaikan agar sesuai dengan
situasi fisis yang terdapat dalam masalah perpindahan kalor keadaan tak tunak (unsteady
state heat transfer). Akan tetapi, pada keadaan tunak, analisis tidak perlu dilakukan pada
perubahan energi dalam benda menurut waktu.

Metode aliran kalor transien digunakan karena proses perpindahan kalor pada kasus di
atas dilakukan secara tiba-tiba sehingga pada waktu tertentu, distribusi suhu pada
permukaan balok akan mengalami kondisi yang di mana temperatur keramik tidak
berubah terhadap waktu.

a. Diketahui : Ti = 30 °C, To = 60 °C, x = 1 cm = 0,01 m

k =0.8 W/m°C, ρ=2700 kg/m3, c = 0.8 kJ/kg°C

W
0.8
k m° C −7 2
α= = =3.704 ×10 m / s
ρc kg J
2700 800
m 3
kg °C
T ( x , τ ) −T 0 x
=erf
T i−T 0 2 √ ατ

Berdasarkan persamaan di atas, akan dibuat suatu grafik distribusi suhu dengan data
sebagai berikut:

x T ( x , τ ) −T i
τ T ( x , t)
2 √ ατ T 0−T i
1 8.215838 1 30
2 5.809475 1 30
3 4.743416 1 30
4 4.107919 1 30
5 3.674235 1 30.00001
6 3.354102 0.999998 30.00006
7 3.105295 0.999989 30.00034
8 2.904738 0.99996 30.0012
9 2.738613 0.999892 30.00323
10 2.598076 0.999761 30.00716
11 2.477168 0.99954 30.01379
12 2.371708 0.999204 30.02389
13 2.278664 0.998729 30.03812
14 2.195775 0.998099 30.05703
15 2.12132 0.9973 30.08099
16 2.05396 0.996324 30.11027
17 1.992633 0.995168 30.14497
18 1.936492 0.99383 30.1851
19 1.884843 0.992314 30.23057
20 1.837117 0.990625 30.28124
21 1.792843 0.98877 30.3369
22 1.751623 0.986757 30.39729
23 1.713121 0.984595 30.46215
24 1.677051 0.982294 30.53118
25 1.643168 0.979863 30.6041
26 1.611258 0.977313 30.68061
27 1.581139 0.974653 30.76042
28 1.552648 0.971892 30.84324
29 1.525643 0.96904 30.9288
30 1.5 0.966105 31.01685
Maka, diperoleh grafik distribusi temperatur sebagai fungsi waktu sebagai berikut.

x T ( x , τ ) −T i
τ T ( x , t)
2 √ ατ T 0−T i
31 1.475608 0.963096 31.10712
32 1.452369 0.96002 31.19939
33 1.430194 0.956886 31.29343
34 1.409005 0.953698 31.38905
35 1.38873 0.950465 31.48604
36 1.369306 0.947192 31.58423
37 1.350676 0.943885 31.68344
38 1.332785 0.940549 31.78353
39 1.315587 0.937188 31.88436
40 1.299038 0.933807 31.98578
41 1.283098 0.930411 32.08768
42 1.267731 0.927002 32.18994
43 1.252904 0.923584 32.29247
44 1.238584 0.920161 32.39516
45 1.224745 0.916735 32.49794
46 1.211359 0.91331 32.60071
47 1.198403 0.909886 32.70341
48 1.185854 0.906467 32.80598
49 1.173691 0.903055 32.90834
50 1.161895 0.899652 33.01045

Distribusi Temperatur pada Keramik


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah konduksi tunak dan tak tunak ini adalah

1. Perpindahan kalor secara konduksi dapat terjadi dalam dua mekanisme yaitu
konduksi secara tunak (steady state) dan konduksi tak-tunak (un-steady state).

2. Dalam menyelesaikan analisis konduksi tunak dua dimensi dapat dilakukan


dengan analisis matematik, analisis grafik dan analisi numerik.

3. Perpindahan kalor konduksi tak-tunak merupakan proses konduksi pada


keadaan dimana suhu berubah untuk mencapai kondisi steady state atau
bergantung terhadap waktu.

4. Dalam menyelesaikan analisis konduksi tak-tunak dua dimensi dapat melakukan


metode analisis sistem kapasitas kalor tergabung, metode analisis aliran kalor
transien, metode grafik menggunakan angka Fourier, maupun metode numerik
transien.

Perpindahan kalor merupakan salah satu jenis fenomena perpindahan di mana kalor
dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya apabila terdapat gradien suhu.

DAFTAR PUSTAKA

Cengel, Y. 2006. Heat Transfer 2nd Edition. USA: Mc Graw-Hill.

Gugun. 2014. Prinsip kerja rice cooker. Available at :


http://www.prinsipkerja.com/perangkat-elektronik/prinsip-kerja-rice-cooker/.
[Diakses pada 19 Maret 2016]

Holman, J.P. 1986. “Heat Transfer” sixth edition. New York: McGraw Hill, Ltd.

Jewett, Serway. 2003. Fisika Untuk Sains dan Teknik . Jakarta: Salemba Teknika.

Kern, DQ. 1965. “Process Heat Transfer”. New York: Mc.Graw-Hill.


Kreith, Frank. 1997. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas Edisi 3. Jakarta: PT. Gelora
Aksara Pratama.

Anda mungkin juga menyukai