Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM SATUAN OPERASI

“KONVEKSI PERPINDAHAN PANAS’’

Kelompok/Gol : 3 (A)
1. Moeh Rizal Ramadhan (B41220309)
2. Nur Rahmat Billah (B41220580)
3. Gusti Ayu Chanda Resi M. (B41220599)
4. Ira Mei Sinta (B41220690)
5. Layyinatul Ainiyah (B41220746)
6. Tharisma Khairun Nisa (B41220611)

Golongan (A)
Dosen :
Annisa’ U choirun, S.TP., MT

Teknisi :
1. Angga Herviona I., S. TP
2. Norma Ulvatus P.A., STP

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI REKAYASA PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
POLITEKNIK
NEGERI JEMBER
2022
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Perpindahan kalor akan terjadi pada dua buah benda yang memiliki suhu
berbeda. Kalor mengalir dari suhu tinggi ke suhu yang lebih rendah. Konveksi
adalah proses dimana kalor ditransfer dengan pergerakan molekul dari satu tempat
ke tempat yang lain. Pada radiasi,perpindahan kalor terjadi karena
pancaran/sinaran/radiasi gelombang elektromagnetik. Peristiwa konveksi sering
kita temukan di kehidupan sehari-hari, terutama pada peralatan rumah tangga.
konveksi melibatkan pergerakan molekul dalam jumlah yang besar. Arus konveksi
yang dapat kita temukan misalnya pada sepanci air yang dipanaskan di atas kompor
(Giancolli,2001). Nilai koefisien perpindahan panas konveksi dibutuhkan untuk
menentukan luas permukaan perpindahan panas. Koefisien ini ditentukan secara
eksperimental yang nilainya sangat tergantung pada variabel-variabel yang
mempengaruhi proses konveksi seperti geometri permukaan, kondisi aliran, sifat-
sifat dari fluida dan kecepatan dari fluida. Beberapa eksperimen memperlihatkan
bahwa koefisien perpindahan panas sangat tergantung sekali pada sifat-sifat fluida
seperti viskositas dinamik, konduktifitas termal (k), kerapatan nilai koefisien, dan
panas spesifik (cp) (Cengel,2003). Beberapa korelasi bilangan Nusselt/koefisien
perpindahan panas konveksi pada tekanan superkritis diberikan dalam (Chen,
2015). Koefisien perpindahan panas konveksi menunjukkan jumlah panas yang
dipindahkan dari medium pemanas ke dalam bahan yang dikeringkan per satuan
luas bahan pada setiap perbedaan temperatur antara bahan dengan medium
pemanas. Berbagai macam variabel seperti operasional proses pengeringan, desain
mesin pengering, maupun sifat-sifat bahan yang dikeringkan sangat menentukan
terhadap tinggi rendahnya nilai koefisien perpindahan panas konveksi proses
pengeringan. Pada proses pengeringan secara konveksi, maka semakin tinggi nilai
koefisien perpindahan panas konveksi akan semakin efektif proses perpindahan
panas dari medium pemanas ke bahan, sehingga proses penguapan air akan semakin
besar, dan akhirnya akan mempercepat waktu pengeringan, yang berarti pula proses
semakin ekonomis. Demikian pula semakin tinggi nilai koefisien perpindahan
panas konveksi menunjukkan bahwa desain mesin pengering yang dibuat semakin
baik, dalam arti semakin mampu mengkonservasi panas udara pengering sehingga
tidak banyak yang lepas ke lingkungan luar. Menurut Putra (2005) semakin besar
konsentrasi volume dari partikel nano maka akan mengakibatkan rasio peningkatan
koefisien perpindahan kalor konveksi paksa semakin besar. Sedangkan menurut
Rahayoe (2008) semakin tinggi suhu dan tekanan ruang pengering maka koefisien
perpindahan panas konveksi cenderung meningkat. Oleh karena itu, pada praktikum
ini dilakukan pengukuran terhadap nilai koefisien konveksi pada perhitungan dan
pemodelan proses pengeringan, pengolahan makanan, pemasakan dengan
manipulasi tekanan, hingga pada proses pemanasan atau pendinginan fluida bahan
pangan yaitu kentang, bengkoang, melon dan nanas
1.2 TUJUAN
1.2.1 Mahasiswa mampu mengenal koefisien pindah panas konveksi,
1.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme koefisien pindah panas konveksi
pada
bahan pangan yaitu kentang, bengkoang,melon dan nanas serta
1.2.3 Menghitungkan untuk menduga nilai koefisien pindah panas konveksi pada
bahan
pangan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Satuan SI untuk panas adalah juole. Suhu adalah ukuran atau derajat panas
atau dinginnya suatu benda atau sistem. Suhu didefinisikan sebagai suatu besaran
fisika yang dimiliki bersama antara dua benda atau lebih yang berada dalam
kesetimbangan termal (Putra, 2007). Perpindahan panas merupakan berpindahnya
energi dari satu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari perbedaan suhu antara
daerah tersebut dari temperatur yang lebih tinggi ke temperatur yang lebih rendah.
Perpindahan panas pada umumnya dibedakan menjadi tiga cara perpindahan panas
yang berbeda yaitu konduksi (conduction), radiasi (radiation), dan konveksi
(convection) (Yunus, 2009). Proses perpindahan panas merupakan salah satu wujud
transformasi energi dan sangat penting dalam berbagai bidang teknologi. Industri
permesinan, pesawat terbang, pengeringan, pendinginan dan sebagainya selalu
melibatkan perpindahan panas. Menurut (Kreith, 1973) perpindahan panas
merupakan proses perpindahan energi dari suatu daerah ke daerah yang lain sebagai
akibat dari gradien temperatur. Umumnya meknisme perpindahan panas dapat
dibagi menjadi tiga bagian yaitu konduksi, radiasi dan konveksi. Perpindahan panas
konveksi adalah proses transport energi dengan kerja gabungan dari konduksi
panas, penyimpanan energi dan gerakan mencampur.
Perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan dalam konveksi bebas
(free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan mencampur
berlangsung semata-mata sebagai akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan
gradien temperatur, maka dikatakan sebagai konveksi bebas/alamiah (natural),
sedangkan bila gerakan mencampur disebabkan oleh suatu alat tertentu dari luar
dikatan sebagai konveksi paksa. Fenomena perpindahan panas konveksi terdiri dari
dua mekanisme yaitu perpindahan energi sebagai akibat dari pergerakan molukuler
acak (difusi) dan energi yang dipindahkan secara makroskopik dari fluida. Menurut
(Incropera dan de Witt, 1996) mekanisme perpindahan panas di atas pelat datar
merupakan contoh dari sekian banyak bentuk penampang yang sering kita jumpai
dan sangat luas aplikasinya, misalnya pada seterika listrik, procesor dan head
mesin. Perpindahan kalor akan terjadi pada dua buah benda yang memiliki suhu
berbeda. Kalor mengalir dari suhu tinggi ke suhu yang lebih rendah. Mekanisme
perpindahan kalor dapat terjadi dengan tiga cara, yaitu konduksi, konveksi, dan
radiasi. Konduksi adalah proses perpindahan kalor jika panas mengalir dari tempat
yang suhunya tinggi ke tempat yang suhunya lebih rendah, dengan media
penghantar panas tetap. Konveksi adalah proses dimana kalor ditransfer dengan
pergerakan molekul dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada radiasi, perpindahan
kalor terjadi karena pancaran/sinaran/radiasi gelombang elektromagnetik.Peristiwa
konveksi sering kita temukan di kehidupan sehari-hari, terutama pada peralatan
rumah tangga.Sementara konduksi melibatkan molekul yang hanya bergerak dalam
jarak yang kecil dan bertumbukan, konveksi melibatkan pergerakan molekul dalam
jumlah yang besar.Arus konveksi yang dapat kita temukan misalnya pada sepanci
air yang dipanaskan di atas kompor (Giancolli,2001). Perpindahan kalor ini
dipelajari pada mata kuliah termodinamika. Termodinamika adalah suatu bidang
ilmu yang mempelajari penyimpanan, transformasi dan perpindahan energi
(Potter,2011)
BAB 3 METODE
3.1 Alat:
1. Pisau
2. Talenan
3. Hitter
4. Thermometei
5. Timbangan analitik6. Calori Meter
7. Blender
8. Baskom besar

Bahan:
1.Air
2. Kentang
3. Bengkoang
4. Melon
5. Nanas

3.2 Diagram alir


Perpindahan Panas Konveksi (Koefisien Panas Konveksi)

Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Masukkan air sebanyak 500 ml ke dalam gelas


kimia atau beaker glass 1000 ml

Perlakuan pengecilan ukuran pada setiap sampel dengan


ukuran 1,5 x 1,5 cm
(bentuk kubus)

Pasang ujung termokopel ke tengah sampel

Sebelum masuk ke air ukur suhu awal air (Ta) dan


suhu bahan awal (Ti)

Catat suhu sampel setiap 30 detik (Tt)

Lakukan pencatatan sampai suhu sampel mendekati


suhu air

Kemudian catat ke dalam table pengamatan.

Diagaram alir panas jenis bahan


Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Panaskan air sebanyak 300 ml menggunakan hitter

Kemudian haluskan sampel (kentang, bengkoang, melon dan nanas)


sebanyak (+/-) 200 gram dengan menggunakan blender

Timbang calorimeter kosong (m/c)

Masukkan sampel yang telah di blender ke dalam calorimeter,


ukur suhunya (Ts) dan timbang kembali (Ms)

Air yang sudah dipanaskan (Ta) kemudian tuang ke dalam


calorimeter yang telah berisi sampel, aduk dan ukur suhu (Tc)
dan timbang kembali (Mc).
3.3 PROSEDUR KERJA
A. Perpindahan Panas Konveksi (Koefisien Panas Konveksi)
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Masukkan air sebanyak 500 ml ke dalam gelas kimia atau beaker glass 1000 ml
3. Perlakuan pengecilan ukuran pada setiap sampel dengan ukuran 1,5 x 1,5 cm
(bentuk kubus)
4. Pasang ujung termokopel ke tengah sampel
5. Sebelum masuk ke air ukur suhu awal air (Ta) dan suhu bahan awal (Ti)
6. Catat suhu sampel setiap 30 detik (Tt)
7. Lakukan pencatatan sampai suhu sampel mendekati suhu air
8. Kemudian catat ke dalam table pengamatan.

B. Panas Jenis Bahan


1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Panaskan air sebanyak 300 ml menggunakan hitter
3. Kemudian haluskan sampel (kentang, bengkoang, melon dan nanas) sebanyak
(+/-) 200 gram dengan menggunakan blender
4. Timbang calorimeter kosong (m/c)
5. Masukkan sampel yang telah di blender ke dalam calorimeter, ukur suhunya (Ts)
dan timbang kembali (Ms)
6. Air yang sudah dipanaskan (Ta) kemudian tuang ke dalam calorimeter yang telah
berisi sampel, aduk dan ukur suhu (Tc) dan timbang kembali (Mc).
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Praktikum


Tabel Koefisien Panas Konveksi
Bahan Waktu (t) T (t)
0 30 ºC
30 47 ºC
60 51 ºC
90 54,25 ºC
Kentang 120 54,75 ºC
150 56,5 ºC
180 57,25 ºC
210 57,5 ºC
240 59,5 ºC
30 45,00 ºC
60 49,25 ºC
90 53,00 ºC
120 55,00 ºC
Bengkoang
150 56,50 ºC
180 57,25 ºC
210 58,25 ºC
240 58,60 ºC
30 51,75 ºC
60 53 ºC
90 55,50 ºC
Melon
120 57,25 ºC
150 58,50 ºC
180 59,25 ºC
30 41 ºC
60 51 ºC
Nanas 90 56 ºC
120 58 ºC
147 63 ºC

Tabel Panas Jenis Bahan (Cps)


No Bahan Ms Mc Mk Ts Ta Tc Cps
0,25 0,344 0,183 524,128
1. Kentang 29ºC 80ºC 57ºC
kg kg kg J/kgºC
0,192 0,292 0,142 322,28
2. Bengkoang 25ºC 70ºC 56ºC
kg kg kg J/kgºC
0,367 0,367 0,189 752,452
3. Melon 27ºC 60ºC 43ºC
kg kg kg J/kgºC
0,271 0,356 0,211 433,53
4. Nanas 28ºC 62ºC 57ºC
kg kg kg J/kgºC
Ta – T(t) Ta – Ti 𝑻𝒂−𝑻(𝒕) Waktu
Bahan Ta Ti ln( )
(ºC) (ºC) 𝑻𝒂−𝑻𝒊 (s)
33 33 0 0
16 33 -0,72392 30
12 33 -1,0116 60
8,75 33 -1,32745 90
Kentang 63 30 8,23 33 -1,38629 120
6,5 33 -1,62471 150
5,75 33 -1,74731 180
5,5 33 -1,7976 210
3,5 33 -2,24374 240
16,75 30,75 -0,6075 30
12,50 30,75 -0,9002 60
8,75 30,75 -1,2568 90
6,75 30,75 -1,5163 120
Bengkoang 61,75°C 31,00°C
5,25 30,75 -1,7677 150
4,50 30,75 -1,9218 180
3,50 30,75 -2,1731 210
3,25 30,75 -2,2472 240
11,5 33 -1,05416 30
10,25 33 -1,16923 60
7,75 33 -1,44881 90
Melon 63,25°C 30,25°C
6 33 -1,70475 120
4,75 33 -1,93836 150
4 33 -2,11021 180
22 32 -0,37 30
12 32 -0,9 60
Nanas 63 ºC 61 ºC 7 32 -1,51 90
5 32 -1,85 120
0 32 0 147

Grafik Konveksi Perpindahan Panas


1. Kentang
2. Bengkoang
ln (temperature)

Time

3. Melon
3. Nanas

0
Hubungan Waktu dan Ln
30 60 90 120 147
-0,5
y = -0,021x - 0,863

-1

-1,5

-2

Tabel Heat Transfer


No Bahan bvalue hvalue
1. Kentang 0,2325 456,9741
2. Bengkoang 0,2392 240,9043
3. Melon 0,2241 77,286
4. Nanas 0,021 3,042

Perhitungan :
1. Sampel Kentang :
(𝑀𝑎×𝐶𝑝𝑎𝑖𝑟×(𝑇𝑎−𝑇𝑐))−(𝑀𝑘×𝐶𝑝𝑘×(𝑇𝑐−𝑇𝑠))
• Cps =
𝑀𝑠(𝑇𝑐−𝑇𝑠)
5048,4
=
9,632
𝐽
= 524,128 ⁄𝑘𝑔°C
• Luas Permukaan
A =(s×s)×6
= (0.02) × (0.02) × 6
= 0.0024 m²
• Volume
V = s³
= 0.02³
= 0.000008 m³
• M Sampel = 0.009 kg
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
• M jenis =
𝑣
0.009
=
0.000008
= 1125 kg/m³
• B = Gradien = 0,2325
• Heat Transfer
𝜌 ×𝑣 × 𝑏 ×𝐶𝑝
=
𝐴
1125× 8×10−6 ×0.2325 ×524,128
=
0.0024
= 456,9741 kg/m²K

2. Sampel bengkoang :
(𝑀𝑎×𝐶𝑝𝑎𝑖𝑟×(𝑇𝑎−𝑇𝑐))−(𝑀𝑘×𝐶𝑝𝑘×(𝑇𝑐−𝑇𝑠))
• Cps =
𝑀𝑠(𝑇𝑐−𝑇𝑠)
79925
=
248
𝐽
= 322,28 ⁄𝑘𝑔°C
• Luas Permukaan
A =(s×s)×6
= (0.02) × (0.02) × 6
= 0.0024 m²
• Volume
V = s³
= 0.02³
= 0.000008 m³
• M Sampel = 0.006 kg
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
• M jenis =
𝑣
0.006
=
0.000008
= 750 kg/m³
• B = Gradien = 0,2393
• Heat Transfer
𝜌 ×𝑣 × 𝑏 ×𝐶𝑝
=
𝐴
750 × 8×10−6 ×0.2392 ×322,28
=
0.0024
= 192,72344 kg/m²K
3. Sampel melon :
((𝑚𝑎 𝑥 𝐶𝑝𝑎𝑖𝑟 𝑥 (𝑇𝑎−𝑇𝑐))−(𝑚𝑘 𝑥 𝐶𝑘 (𝑇𝑐−𝑇𝑠)
• CPS =
𝑚𝑠 (𝑇𝑐−𝑇𝑠)
((0,1 𝑥 4200 𝑥 (60°𝐶−43°𝐶))−(0,189 𝑥 900 (43°𝐶−27°𝐶))
=
0,367 (43°𝐶−27°𝐶
(420 𝑥 17)−(170,1 𝑥 16)
=
5,872
7140−2721,6
=
5,872
4418,4
=
5,872
= 752,452 j/kg°C
• Luas Permukaan
A =(s×s)×6
= (0.02) × (0.02) × 6
= 0.0024 m²
• Volume
V = s³
= 0.02³
= 0.000008 m³
• M Sampel = 0.0011 kg
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
• M jenis =
𝑣
0.0011
=
0.000008
= 137,5 kg/m³
• B = Gradien = 0.2241
𝜌 ×𝑣 × 𝑏 ×𝐶𝑝
• Heat Transfer =
𝐴
137,5 × 752,452×0,2241 ×752,452
=
0.0024
= 77,286 W/m²K
4. Sampel Nanas
(𝑀𝑎×(𝐶𝑝𝑎𝑖𝑟×(𝑇𝑎−𝑇𝑐))−(𝑀𝑘×𝐶𝑘(𝑇𝑐−𝑇𝑠))
• CPs =
𝑀𝑠×(𝑇𝑎−𝑇𝑠)
(0.1×4200×(67−57))−(0.211×900(57−28)
=
0.271(57−28)
2100−5.507,1
=
0.271 ×29
3407.1
=
7.859
= 433.53 J/kg°C
• Luas Permukaan
A =(s×s)×6
= (0.02) × (0.02) × 6
= 0.0024 m²
• Volume
V = s³
= 0.02³
= 0.000008 m³
• M Sampel = 0.008 kg
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
• M jenis =
𝑣
0.008
=
0.000008
= 1000 kg/m³
• B = Gradien = 0.021
𝜌 ×𝑣 × 𝑏 ×𝐶𝑝
• Heat Transfer =
𝐴
1000 × 8×10−6 ×0.021 ×433.53
=
0.0024
0.0073
=
0.0024
= 3.042 W/m²K

Dari tabel hasil pengamatan diatas terdapat beberapa langkah


penyelesaian dalam mendapatkan hasil akhir h-value atau koefisien
perpindahan panas konveksi dari tiap bahan yaitu,
1. Mencari b value atau kemiringan garis linear dari grafik, melalui data
pengukuran suhu bahan secara berulang catat suhu bahan setiap 30
detik, hal tersebut dilakukan sampai suhu bahan mendekati suhu air.
Dari pencatatan data suhu tersebut didapatkan data,
Diketahui : Ta = Suhu Awal Air (oC)
Ti = Suhu Awal Bahan (oC)
T(t) = Suhu produk tiap waktu 30 detik (oC)
Waktu = waktu perlakuan (s)
Dicari : (Ta – T(t)) = suhu awal air – suhu produk tiap 30
o
detik ( C)
(Ta-Ti) = suhu awal air – suhu awal bahan (oC)
b – value = nilai kemiringan garis linearnya
(𝑇𝑎−𝑇(𝑡))
Rumus : ln ( (𝑇𝑎−𝑇𝑖)
)

Setelah data semua sudah didapatkan selanjunya adalah membuat


grafik linear dari data x nya atau garis horizontanya adalah data waktu
(𝑇𝑎−𝑇(𝑡))
dan untuk y atau garis verikalnya adalah data ln ( (𝑇𝑎−𝑇𝑖)
) , hasil dari
grafik linear tersebut didapatkan persamaan linear dan nilai
kemiringan garis linearnya merupakan nilai b value nya atau gradien.

Menurut (Indra, 2016), Gradien merupakan turunan pertama yang


dihitung sebagai akar pangkat dari jumlah kuadrat dari dua derivatif
(x dan y) dan dinotasikan secara matematis sebagai persamaan.
Turunan parsial pertama fungsi I(x,y) terhadap sumbu x (horizontal)
dan sumbu y (vertikal) diperoleh persamaan 2 gradien arah x yaitu
gradient (b – value) garis kemiringan. Sehingga rumus praktikum
dengan literature sudah sesuai.
2. Mencari Cp atau panas jenis pada setiap bahan
Tahapan untuk mencari panas jenis ini dengan calorimeter yaitu,
a. Panaskan air
b. Haluskan sampel dengan blander tanpa air
c. Ditimbang calorimeter kosong (Mk)
d. Masukkan bahan yang sudah di blander ke dalam kalori meter dan
ukur suhunya (Ts)
e. Dan calorimeter beserta isinya bahan tersebut ditimbang (Ms),
massa kalori bahan
f. Kemudian dituangkan air panas pada kalorimeternya dan mulai
dihitung suhu awal nya (Ta)
g. Aduk calorimeter lalu dihitung kembali suhunya (Tc) dan
ditimbang kembali calorimeter yang sudah berisi campuran air
panas dan bahan cair (Mc).

Dari mencari panas jenis tersebut didapatkan data yaitu,


Diketahui : Ma = Massa air (kg)
Mk = Massa calorimeter kosong (kg)
Ms = Massa calorimeter yang sudah diisi bahan (kg)
Mc = Massa calorimeter yang sudah diisi bahan + air
panas (kg)
Ts = Suhu bahan dalam calorimeter (oC)
Ta = Suhu awal saat dimasukkan air panas kedalam
o
calorimeter ( C)
Tc = Suhu akhir air panas + bahan didalam
o
calorimeter ( C)
Cpair= Panas Jenis air (J/kgoC)
Dicari : Cp = Panas Jenis (J/kgoC)
(𝑀𝑎 𝑥 𝐶𝑝𝑎𝑖𝑟 𝑥 (𝑇𝑎−𝑇𝑐))−(𝑀𝑘 𝑥 𝐶𝑘 𝑥 (𝑇𝑐−𝑇𝑠))
Rumus : 𝐶𝑝 =
𝑀𝑠 𝑥 (𝑇𝑎−𝑇𝑠)

Menurut (Hakim, 2016), panas jenis dapat ditentukan dengan


𝑄
rumus 𝐶𝑝 = . Sehingga rumus praktikum dengan literature
𝑚(𝑇𝑒−𝑇𝑖)
sudah sesuai.
3. Menghitung massa jenis (ρ)
Menghitung massa jenis adalah dengan membagi massa bahan
dan volume bahan, namun sebelumnya kita harus mencari volume
bahannya.
Diketahui : m = massa bahan (kg)
S = sisi bahan (m)
Dicari : V = volume bahan (m3)
ρ = massa jenis (kg/m3)
Rumus :𝑉 = 𝑆^3
𝑚
𝜌 =
𝑣
Massa jenis merupakan pengukuran massa persatuan volume.
Cara mengukur massa jenis pada umumnya dengan menimbang berat
zat cair tersebut dan membaginya dengan volume zat cair yang terukur
(Prawira and Rouf, 2018). Hal ini sesuai dengan praktikum.
4. Menghitung luas permukaan (A)
Untuk pengukuran luas permukaan adalah menggunakan rumus
luas prmukaan dari kubus.
Diketahui : S = sisi bahan (m)
Dicari : A = Luas permukaan (m2)
Rumus :𝐴 = (𝑠 𝑥 𝑠 )𝑥 6
5. Menghitung h value atau koefisien perpindahan panas konveksi
Untuk mencari h value diambil data dari data data sebelumnya
yang sudah kita cari yaitu meliputi,
Diketahui : ρ = massa jenis (kg/m3)
V = volume bahan (m3)
b – value= nilai kemiringan garis linearnya
Cp = Panas Jenis (J/kgoC)
A = Luas permukaan (m2)
Dicari : h-value=Koefisien perpindahan panas konveksi
(W/m3K)
𝜌 𝑥 𝑣 𝑥 𝑏 𝑥 𝐶𝑝
Rumus : ℎ − 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 =
𝐴

Menurut (Margianto, Lesmanah and Yazirin, 2023), perhitungan


𝜌 𝑥 𝑣 𝑥 𝑏 𝑥 𝐶𝑝
koefisiensi perpidahan panas ℎ = . Hal ini sesuai dengan
𝐴
perhitungan praktikum.
Koefisien konveksi adalah angka yang menggambarkan seberapa cepat panas
dapat dipindahkan melalui konveksi. Perbedaan dalam koefisien konveksi
disebabkan oleh faktor seperti jenis fluida, suhu fluida, dan geometri permukaan
yang terlibat. Menurut literatur, koefisien konveksi dapat dihitung menggunakan
persamaan matematika kompleks dan dipengaruhi oleh faktor seperti kecepatan
aliran fluida, viskositas, dan konduktivitas termal. Koefisien perpindahan panas
konveksi (h) merupakan suatu besaran yang menggambarkan kemampuan aliran
suatu fluida untuk memindahkan panas dari suatu permukaan fluida tersebut.
(Ivananda et al, 2023) Satuan dari koefisien perpindahan panas konveksi (h) adalah
W/m²K yang artinya banyaknya energi yang diterima dalam tiap 1 m² bahan untuk
menaikkan suhu sebesar 1o K. Dalam praktikum ini, koefisien perpindahan panas
berkaitan dengan laju perpindahan panas. Menurut (Lazofa et al, 2015) koefisien
perpindahan panas sangat bergantung terhadap sifat-sifat fisik fluida seperti
viskositas dinamik, konduktivitas thermal, kerapatan, dan panas spesifik (Cp).
Harmen, et al (2017) menyatakan bahwa densitas yang menurun akan
meningkatkan laju aliran fluida. Viskositas yang menurun seiring dengan
peningkatan temperatur juga akan meningkatkan bilangan reynolds serta nilai
koefisien perpindahan panas konveksinya. Salah satu fungsi dalam mengetahui
nilai koefisien pindah panas konveksi adalah untuk menentukan luas permukaan
suatu bahan atau mengatur densitas dari suatu fluida.
Praktikum kali ini, adalah tentang termodinamika kalor jenis, koefision konveksi,
rumus yang digunakan dalam mencari koefisien pindah panas konveksi adalah h =
ρ.Cp. V.bA. Dimana koefisien pindah panas sebanding dengan densitas, panas jenis,
volume bahan, dan gradien laju perpindahan, serta berbanding terbalik dengan luas
permukaan bahan. Prinsip dari praktikum ini adalah perpindahan panas dari air
bersuhu sekitar 60oC secara konveksi pada bebrapa sampel bahan pangan masing-
masing sampel dipotong yang berukuran 2 cm x 2cm x 2cm yang memiliki suhu
awal yang berbeda-beda setiap sampelnya, sampel yang pertama yaitu kentang
sekitar 29 oC, bengkoang 25 oC, melon 27 oC, dan nanas 28 oC. Hukum yang
terjadi pada praktikum ini adalah termodinamika dan kekekalan energi. Panas dari
fluida yang bersuhu lebih tinggi (air) mengalir melalui molekul yang bergerak ke
area dengan suhu lebih rendah (sampel bahan pangan). Perpindahan ini terus terjadi
dalam kurun waktu tertentu hingga suhu keduanya mencapai kesetimbangan dan
konstan. Lamanya waktu perpindahan ditentukan oleh faktor koefisien pindah
panas konveksi. Semakin besar nilai koefisien pindah panas konveksi maka
perpindahan panas akan semakin cepat. Pada setiap bahan pangan memiliki
densitas, panas jenis, dan gradien dari laju perpindahan panas yang berbeda-beda.
Hal ini yang menyebabkan perhitungan koefisien pindah panas konveksi dilakukan
secara praktis. Pada praktikum yang dilakukan, densitas dari kentang panas jenis
yang dihasilkan sebesar 524,128 J/kgºC, bengkoang 322,28 J/kgºC buah melon
adalah 1000 Kg/m^3 dengan panas jenis 752,452 J/kgºC, dan sampel nanas 433,53
J/kgºC.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Satuan operasi konveksi perpindahan panas merupakan salah satu proses
dalam bidang industri, mulai dari pengolahan makanan hingga manufaktur
peralatan elektronik. Proses ini melibatkan transfer energi termal atau panas dari
satu medium ke medium lain melalui gerakan fluida, yang dapat berupa gas atau
cairan. Konveksi perpindahan panas berperan dalam menentukan efisiensi dan
efektivitas proses produksi, serta berperan dalam proses yang berkaitan dengan
pengaturan suhu.

5.2 Saran
Pentingnya memahami proses konveksi dalam perpindahan panas,
disarankan agar para praktisi dan insinyur terus mengembangkan pemahaman
tentang teori serta aplikasi terkait. Hal ini dapat dilakukan melalui mencari tentang
teori yang terkait, pelatihan, dan penelitian. Penerapan teknologi terbaru, seperti
pemodelan komputasi dinamika fluida (CFD), dapat membantu dalam analisis dan
desain sistem perpindahan panas yang lebih efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA

Cengel, Y. A., 2003, Heat transfer: a practical approach, McGraw Hill Book
Company,
USA.
Chen, W., Fang, X., Xu, Y., dan Su, X., 2015, An assessment of correlations of force
convection heat transfer to water at supercritical pressure,
Annals of Nuclear Energy vol.76, 452-460.
Giancolli, Douglas C.2001.FISIKA Jilid 1 Edisi Kelima.Jakarta:Erlangga.
Hakim, L. (2016) ‘Analisa Teoritis Berat Jenis dan Panas Spesifik Gas Pembakaran
Pada Ketel Uap Mini Model Horizontal Di Tinjau Dari Susunan
Pipa (Tubes)’.

Hermen, Adriansyah, W., Abdurrachim, Pasek, A. 2017. Metodologi Perhitungan


Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Paksa Fluida Organik
Propana Pada Kondisi Superkritik. Jurnal Teknologi, 9(2), 89-
96.

Incropera, Frank P. and David P. Dewitt., 1999., ”Fundamentals of Heat and Mass
Transfer “, Fourth Edition , John Willey & Sons Co, New
York.
Iv D. D o . Is M. A s s Ko fis P h P s A Do
P E ch B s s Co o F D cs.
Distilat, 9(3), .
Keith, F dan Priyono, A., 1986 “PrinsipPrinsip Perpindahan Panas”, Edisi ketiga,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Lazova, M., Daenens, D., Kaya, A., Belleghem, M.V., Kosmadakis, H., Manolakos,
D., Pacpe, M.D. 2015. Design of a Supercritical Heat Exchanger
for an Integrated CPV/T Rankie Cycle, 3rd International
Seminar on ORC Power System. Brussels, Belgia.
Margianto, Lesmanah, U. and Yazirin, C. (2023) ‘Analisis Pengaruh Variasi Sudut
Pelat Penukar Kalor Terhadap Besarnya Koefisien Perpindahan
Kalor Secara Konveksi’, G-Tech: Jurnal Teknologi Terapan,
7(3), pp. 847–858. Available at:
https://doi.org/10.33379/gtech.v7i3.2531.

Putra. 2005. Pengukuran Koefisien Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Air


bersuspensi
Nano Partikel (Al2O3) pada Fintube Heat Exchanger. Jurnal
Teknologi2, 116-125.Erlangga, Jakarta.

Potter, Merle C. 2011. Termodinamika Teknik Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.


Putra S, M. Kelana. (2007). Rancangan Bangunan dan Analisa Perpindahan Panas
pada Ketel Uap Bertenaga Listrik. Medan: USU.
Prawira, N.B. and Rouf, A. (2018) ‘Perancangan Alat Ukur Massa Jenis Zat Cair
Menggunakan Cepat Rambat Gelombang Ultrasonik’, IJEIS
(Indonesian Journal of Electronics and Instrumentation Systems),
8(2), p. 143. Available at: https://doi.org/10.22146/ijeis.24481.

Rahayoe, Sri. 2008. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Pada Pengeringan Daun
Sambiloto Menggunakan Pengering Hampa. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Pertanian UGM.
Yunus, Asyuri Darami. (2009). Perpindahan Panas dan Massa. Jakarta: Universitas
Darma Persada.
LAMPIRAN

Gambar Keterangan
Pemotongan buah melon ukuran 2 × 2 Cm
berbentuk kubus

Menimbang buah melon yang telah


dipotong berbentuk kubus
Memanaskan air 500 ml di atas hot plate

Memanaskan air 300 ml

Menimbang 50 gram buah melon

Mengecek suhu awal melon


Mengecek suhu air

Menimbang kalorimeter kosong

Mengecek suhu kalorimeter sebelum


diaduk

Menimbang kalorimeter sebelum diaduk

Mengecek suhu pada kalorimeter setelah


diaduk
Menimbang kalorimeter akhir setelah
diaduk

Anda mungkin juga menyukai