Anda di halaman 1dari 4

SIFAT TERMAL ( THERMAL PROPERTIES )

Sifat Termik
Sifat termik meliputi :
Panas spesifik, difusitas termal, konduktivitas termal berperan dalam
pendinginan, pembekuan.
Pemanasan dan pengeringan, dan penting dalam perancangan alat dan prediksi
proses.
Jumlah panas dinotasikan sebagai Q :

PANAS SPESIFIK ( SPECIFIC HEAT )


Panas spesifik adalah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg bahan
sebesar 1oC. Pengetahuan tentang panas spesifik sangat diperlukan untuk perhitungan
proses-proses pemanasan atau pendinginan. Panas spesifik bahan-bahan pertanian sangat
tergantung pada lengas bahan.

Pada suhu kamar, panas spesifik suatu bahan yang mengandung air dapat dihitung
berdasarkan nilai-nilai panas spesifik dari bahan kering dan airnya:

dimana cd panas spesifik bahan kering, cw panas spesifik air, dan U1 adalah kadar lengas
bahan dihitung dengan basis basah (Purwantana, 2003).

Panas spesifik suatu produk dapat diperkirakan dengan berbagai metode. Dickerson (1969),
melakukan pendugaan padas spesifik pada produk berkadar air tinggi.

Cp = 1.675 + 0.025 (kadar air, %)

Penggunaan ini digunakan pada berbagai produk daging. Persamaan ini cukup konsisten
dalam selang 26- 100% kadar air. Pendugaan ini juga digunakan pada sari buah yang
berkadar air lebih besar dari 50%.

Persamaan Siebel (1892) adalah:

Cp = 0.837 + 0.034 (kadar air, %)

Persamaan Siebel hanya terbatas pada produk pangan berkadar air tinggi. Persamaan lain
yang lebih bergantung pada panas spesifik komponen produk ditulis oleh Charm (1978),
yaitu:

Cp = 2.094 Xf + 1.256 Xs + 4.178 Xm

dimana nilai 2.094; 1.256 dan 4.187 adalah panas spesifik lemak, bahan padat dan air pada
produk. Konsep ini dikembangkan lebih jauh untuk memasukan panas spesifik beberapa
komponen dasar dari produk untuk menghasilkan persamaan:

Cp = 1.424 Xc + 1.549 Xp + 1.675 Xf + 0.837 Xa + 4.187 Xm


dimana nilai 1.675 digunakan untuk panas spesifik lemak padat, sedangkan nilai 2.094
adalah untuk lemak cair (Heldman, 1981).

KOEFISIEN KONDUKSI PANAS ( HEAT-CONDUCTION


COEFFICIENT )
Koefisien konduksi panas
Laju atau kecepatan pemanasan dan pendinginan suatu bahan, sepertiprofil
perkembangan suhu didalamnya, sangat tergantung pada koefisienkonduksi atau
penghantaran panas, dan pengetahuan terhadap parameter inisangat diperlukan
untuk keperluan perhitungan. Seperti pada panas spesifik,koefisien konduksi panas
tergantung pada kandungan lengas dan suhu, danuntuk bahan-bahan berongga
( porous), misalnya kumpulan bijian, jugatergantung pada porositas bahan. Untuk
bahan-bahan berserat, arah aliranpanas, sejajar atau memotong serat, juga
merupakan salah satu faktor penentu.Koefisien-koefisien konduksi panas berbagai
produk pertanian sebagaifungsi lengas. Koefisien konduksi panas yang relatif tinggi
pada gandum disebabkan karena porositasnya yang rendah. Semakin tinggi
porositas,semakin rendah koefisien konduksi panasnya. Koefisien konduksi
panasbijian dalam bentuk tunggal dalam tumpukan berbeda dengan koefisien
dalamkesatuan kumpulannya
Efek suhu terhadap koefisien konduksi panas berlainan tergantungsifat bahannya.
Koefisien konduksi panas pada air sedikit meningkat terhadapsuhu, dan berdasarkan
hal ini, kelakuan yang sama diperkirakan terjadi padabahan-bahan yang mempunyai
kadar lengas tinggi. Meski demikian, hasilpengukuran beberapa bahan justru
menunjukkan hasil sebaliknya. Sepertiditunjukkan pada banyak data, koefisien
konduksi panas pada kumpulanbijian dan cacahan rumputan adalah rendah. Dengan
demikian, panas biologisyang muncul selama penyimpanan dalam volume yang
besar ditransfer kelingkungan dengan lambat.

SUHU KONDUKTIVITAS ( TEMPERATURE CONDUCTIVITY )

Konduktivitas Termal
Persamaan konduktivitas termal produk, pada umumnya menganggap bahwa
produk merupakan sistem dengan dua fase dan memasukan pengaruh konduktivitas
termal air dan bahan padat pada produk. Persamaan tersebut telah digunakan
secara meluas untuk menduga perubahan konduktivitas termal produk selama
perubahan fase, misalnya selama pembekuan. Konduktivitas termal air berubah
nyata sebagai hasil perubahan cair menjadi padat. Riedel (1949) telah mengajukan
persamaan empiris untuk sari buah dan larutan gula, yaitu:

k = (326.575 + 1.0412 T 0.00337 T2) (0.196 + 0.009346 (%air)) 10-3


dimana suhu (T) dalam C.

Sweat (1974) menentukan konduktivitas termal beberapa buah dan sayuran melalui
percobaan. Sweat memberikan persamaan regresi untuk menduga konduktivitas
termal buah dan sayuran dengan kadar air lebih besar dari 60%. Persamaan ini
menduga konduktivitas termal di dalam selang 15% dari nilai percobaan. Persamaan
ini tidak berlaku untuk produk yang memiliki densitas rendah dan ruang void, seperti
apel.

k = 0.148 + 0.00493 (%air)

Kopelman (1966) menyajikan tiga model untuk meneliti konduktivitas termal produk
pangan, yaitu:

1. Sistem isotropik- dua komponen- tiga dimensi. Dua komponen dapat


membentuk dua fase. Satu komponen secara acak terdispersi dalam
komponen lainnya untuk membentuk fase yang tidak kontinyu. Contoh
mentega (air terdispersi dalam lemak) atau es krim (udara terdispersi dalam
cairan).

2. Sistem anisotropik berserat- dua komponen- dua dimensi. Dua komponen


membentuk dua fase. Serat paralel satu sama lain dan terdistribusi secara
acak. Komponen terdispersi kontinu pada satu arah dan dispersi acak bersifat
dua dimensi. Model ini khas bagi semua sistem berserat seperti daging, kayu
atau sayuran berserat. Sistem ini memiliki ciri, yaitu dua konduktivitas termal,
kII. Konduktivitas termal sejajar dengan arah serat kI adalah konduktivitas
termal pada arah tegak lurus terhadap serat.

3. Sistem lapisan anisotropik- dua atau lebih komponen- satu dimensi.


Komponen memiliki kemungkinan untuk membentuk labih dari satu fase.
Komponen diatur dalam lapisan paralel untuk membentuk lapisan lemak di
atas daging (Heldman, 1981).

Konduktivitas panas
Konduktivitas panas adalah parameter yang menunjukan kemampuan bahan untuk
mentransmisikan panas dari satu titik ke titik lainnya dari bahan tersebut dalam satuan
waktu tertentu. Pengetahuan dari sifat ini bermanfaat untuk berbagai aplikasi, di antaranya
untuk menentukan waktu sterilisasi dari proses pengalengan bahan pangan, menentukan
besarnya energi yang digunakan dalam proses pemanasan atau pendinginan, dan
menentukan lama pendinginan/pembekuan. Besarnya nilai konduktivitas panas dari suatu
bahan bergantung pada struktur fisik, densitas, temperatur, komposisi kimia (air, protein,
lemak, dan sebagainya), dan fase bahan (padat, cair, atau gas).

Anda mungkin juga menyukai