Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

Ilmu Pengetahuan Bahan


Densitas dan Bobot Jenis

Disusun Oleh:
Salsabilla Maeris Pandita
H0916074

PRODI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
ACARA II
DENSITAS DAN BOBOT JENIS

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara II Densitas dan Bobot Jenis ini adalah
sebagai berikut :
1. Menentukan densitas dan bobot jenis bahan pangan berbentuk cairan.
2. Menentukan bulk density dan bobot jenis biji-bijian dan tepung-tepungan.
3. Mengetahui pengaruh tingkat kematangan terhadap densitas dan bobot
jenis bahan pangan.

B. Metodologi
1. Alat
a. Gelas ukur 1000 ml
b. Gelas beker 250 ml
c. Jangka sorong
d. Kuboid
e. Piknometer
f. Termometer
g. Timbangan
2. Bahan
a. Air
b. Alpukat matang dan setengah matang
c. Belimbing matang dan mentah
d. Beras
e. Kacang hijau
f. Kacang merah
g. Ketan hitam
h. Mangga matang dan mentah
i. Minyak kelapa barco
j. Minyak sawit
k. Minyak wijen
l. Minyak zaitun
m. Tepung beras
n. Tepung maizena
o. Tepung tapioka
p. Tepung terigu
q. Tomat matang dan mentah
3. Cara Kerja
a. Menentukan Densitas dan Bobot Jenis Bahan Pangan Berbentuk
Cairan

Minyak Zaitun, Minyak Wijen, Minyak Sawit, Minyak Kelapa

Pemasukkan dalam gelas ukur

Peneraan dengan piknometer

Penentuan densitas dan berat jenisnya

Gambar 2.1. Diagram Alir Proses Penentuan Densitas dan Bobot


Jenis Bahan Pangan Berbentuk Cairan dengan
Sampel Minyak berbagai Konsentrasi
b. Penentuan Bulk Densitty dan Bobot Jenis Biji-Bijian dan Tepung-
Tepungan

Penentuan Berat Wadah dan Volume

Tepung Beras, Tepung Terigu,


Tepung Maizena, Tepung Pengisian sampel sampai penuh
Tapioka, Beras, Kacang Hijau,
Kacang Merah, Ketan Hitam

Penimbangan wadah + sampel

Penentuan bulk density dan bobot jenisnya

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Penentuan Bobot Jenis Sampel Cair
c. Mengetahui Pengaruh Tingkat kematangan Terhadap Densitas dan
Bobot Jenis Bahan Pangan

Apel matang & mentah, belimbing matang & mentah, alpukat matang
& mentah, mangga matang & mentah

Penimbangan

Pemasukkan pada gelas ukur 1000ml yang berisi


Air dengan volume tertentu

Pencatatan perubahan volume air

Penentuan densitas dan bobot jenisnya

Pembandingan antara buah mentah dan matang

Gambar 2.3 Diagram Alir Proses Pengaruh Tingkat Kematangan


Terhadap Densitas dan Bobot Jenis Bahan Pangan
C. Hasil dan Pembahasan
Menurut Irkhos (2008), densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu
material yang didefinisikan sebagai massa persatuan unit volume. Terdapat
dua jenis densitas yaitu bulk density dan true density. Bulk density untuk
benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan dapat dilakukan
dengan cara mengukur berat dan volumenya. Sedangkan untuk bentuk yang
tidak beraturan bulk density diukur menggunakan metode Archimedes.
Sedangkan Giancoli (1997), berat jenis suatu bahan didefinisikan sebagai
perbandingan kerapatan bahan tersebut terhadap kerapatan air pada suhu 4oC.
Berat jenis (specific gravity) adalah besaran murni tanpa dimensi maupun
satuan.
Bobot jenis merupakan perbandingan bobot suatu zat terhadap bobot zat
baku yang volumenya sama dan pada suhu yang sama pula (Ansel, 2006).
Menurut Lewis (1987), pengukuran densitas dapat digunakan untuk bahan
murni sebagai indikasi total padatan. Namun, seringkali lebih mudah untuk
mengukur bobot jenis (specific gravity) cairan, dimana
massa bahan
SG =
massa air yang setara denganisi bahan
(catatan, dapat digunakan pula untuk padatan yang seperti cairan ).
Fungsi dari mengetahui densitas dan bobot jenis bahan pangan adalah
untuk mengetahui proses yang cocok untuk bahan tersebut, densitas berkaitan
erat dengan proses-proses pencampuran, pemindahan, pengangkutan bahan
dan penyimpanan. Bulk density berguna dalam perencanaan gudang
penyimpanan dan volume alat pengolahan (Abbas, 2007). Manfaat
perhitungan bobot jenis adalah untuk menguji apakah bahan masih murni dan
tidak bercampur dengan bahan lain yang hampir serupa yang dapat
menyebabkan mutu bahan menjadi berkurang, menurut Abbas (2007) bobot
jenis memiliki peran penting dalam penanganan komoditas pertanian seperti
pengeringan, penyimpanan biji-bijian, stabilitas makanan ringan, penentuan
kemurnian biji, sortasi dan grading, evaluasi kemasakan dan tekstur buah,
estimasi ruang udara di dalam jaringan tanaman, serta evaluasi kualitas
produk seperti pada jagung manis, kacang-kacangan, kentang, dll.
Mengetahui densitas memudahkan dalam menentukan volume wadah
penyimpanan bahan (Gilang, 2013).
Piknometer merupakan alat yang terbuat dari kaca dengan berbentuk
Erlenmeyer kecil dsengan volume hingga 80 ml. Alat ini sering digunkan
untuk penentuan bobot jenis karena prinsip kerjanya cukup mudah dan
sederhana. Sebelum memulai percobaan, terlebih dahulu piknometer
dibersihkan dengan menggunakan air suling, kemudian dibilas dengan
alkohol untuk mempercepat pengeringan piknometer kosong tadi. Selain itu
karena sifat alkohol yang mudah menguap, dan dapat melarutkan lemak yang
masih tertinggal pada dinding pikno. Pembilasan dilakukan untuk
menghilangkan sisa dari permbersihan, karena biasanya pencucian
meninggalkan tetesan pada dinding alat yang dibersihkan, sehinggga dapat
mempengaruhi hasil penimbangan piknometer kosong, yang akhirnya juga
mempengaruhi nilai bobot jenis sampel. Pemakaian alkohol sebagai pembilas
memiliki sifat-sifat yang baik seperti mudah mengalir, mudah menguap dan
bersifat antiseptikum. Jadi sisa-sisa yang tidak diinginkan dapat hilang
dengan baik, baik yang ada di luar, maupun yang ada di dalam piknometer itu
sendiri (Voight, 1994).
Penggunaan agen pembawa dan pengeringan yang berbeda akan
menghasilkan produk dengan kondisi fisika-kimia yang berbeda pada bubuk.
Pengetahuan mengenai sifat fisik-kimia pada bahan pangan penting untuk
diketahui dan hal tersebut akan membantu dalam optimalisasi proses,
penggunaan, untuk mengurangi biaya, dan utamanya dalam produksi bubuk
atau dalam industri pangan dan farmasi. Sifat seperti kadar uap dan aktifitas
air dibutuhkan untuk stabilitas dan penyimpanan bubuk. Bulk density penting
dalam pengepakan dan pertimbangan pengiriman. Ukuran partikel memiliki
pengaruh utama dalam alur pemrosesan, handling, dan umur simpan. Struktur
mikro berhubungan dengan kegunaan bubuk, stabilitas, dan kemampuan
mengalir (Phisut, 2012).
Dari hasil penimbangan ini dapat dicari bobot jenis sampel nantinya,
yakni dengan menimbang piknometer berisi sampel terlebih dahulu,
kemudian bobot jenis diperoleh dengan memperkurangkannya dengan berat
piknometer kosong tadi Setelah ditimbang kosong, piknometer lalu diisikan
dengan aquadest, sebagai pembanding kemudian dengan sampel yang lain
(paraffin, minyak kelapa, dan gliserin). Pengisian dari masing-masing sampel
ke dalam piknometer harus dilakukan dengan hati-hati karena pemasukannya
melalu mulut piknometer yang tidak lebar. Pengisiannya pun harus pelan-
pelan, yakni diisikan melalui bagian dinding dalam dari piknometer. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya gelembung udara di dalam piknometer
yang ditimbulkan dari pengisian sampel ke dalam piknometer yang salah
prosedurnya. Dengan adanya gelembung udara di dalam piknometer, dapat
mempengaruhi penimbangan nantinya. Pada proses pemindahan piknometer,
diusahakan piknometer tidak bersentuhan dengan tangan untuk menghindari
menempelnya lemak yang mungkin terdapat di tangan yang nantinya akan
mengganggu hasil penimbangan. Jadi piknometer di pegang dengan bantuan
tissue (Otegbayo, 2013).

Salah satu sifat yang penting dari suatu bahan adalah densitas
(density)-nya, didefinisikan sebagai massa persatuan volume. Jika sebuah
bahan yang materialnya homogen bermassa m memiliki volume V,
densitasnya ρ adalah

m
ρ=
V

Densitas suatu bahan, tidak sama pada setiap bagiannya. Secara


umum densitas bahan tergantung pada faktor lingkungannya seperti suhu dan
tekanan. Satuan SI untuk densitas adalah kilogram per meter kubik (1 kg/m 3).
Dalam cgs adalah gram per centimeter kubik (1 g/cm3) yang juga sering
digunakan. Faktor konversi 1 g/cm3= 1000kg/m3 (Young dan Roger, 2002).
Bulk density adalah fungsi dari ukuran partikel, ukuran partikel yang
berbanding terbalik dengan bulk density. Perbedaan ukuran partikel dapat
menjadi penyebab variasi dalam bulk density dari tepung. Ukuran partikel
juga mempengaruhi desain kemasan dan digunakan dalam menentukan jenis
bahan kemasan apa yang diperlukan (David, 2015).
Faktor yang mempengaruhi bobot jenis bahan menurut Retnani (2011)
adalah bulk density bahan tersebut dan bobot jenis air. Bobot jenis bahan
berbanding lurus dengan bulk density sehingga semakin besar bulk density
semakin besar bobot jenisnya. Bobot jenis berbanding terbalik dengan bobot
jenis air, semaikin tinggi bobot jenis air maka semakin rendah nilai bobot
jenis bahan. Bila dibandingkan dengan densitas kamba (bulkdensity), bobot
jenis tepung-tepungan lebih besar. Hal ini disebabkan pada pengukuran
densitas kamba masih ada rongga yang kosong, sehingga nilai densitas kamba
suatu bahan akan lebih rendah dari pada bobot jenisnya (Richana, 2010).
Kepadatan massal bahan pada kondisi ini umumnya dikenal dengan
bulk density. Bulk density dari suatu bahan bergantung dari beberapa faktor,
yaitu densitas padat, geometri, ukuran, sifat permukaan, dan metode
pengukuran.
massa bahan
Bulk density =
volume bulk
(Lewis, 1987)
Menurut Gilang (2013) densitas kamba (bulk density) ditentukan oleh
berat wadah yang diketahui volumenya dan merupakan hasil pembagian dari
berat bahan dengan volume wadahnya. Bulk density berbanding lurus dengan
berat bahan, sehingga semakin berat bahan bulk density semakin besar.
Dengan ukuran dan bentuk yang seragam dan relatif kecil maka ruang kosong
antara bahan dapat diminimalisir sehingga rongga udara kecil akibatnya bulk
density meningkat. Volume wadah berbanding terbalik dengan bulk density
sehingga semakin besar volume wadah semakin kecil nilai bulk density. Hal
ini sesuai dengan teori Pramesta (2012) bahan dengan berat partikel yang
sama jika menempati ruang dengan volume yang lebih sedikit berarti derajat
kambanya rendah sehingga nilai densitasnya menjadi lebih besar jika
dibandingkan dengan partikel yang menempati ruang dengan volume lebih
banyak. Partikel yang menempati ruang dengan volume yang lebih banyak
mempunyai derajat kamba yang tinggi, sehingga menyebabkan nilai
densitasnya menjadi rendah.
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Densitas dan Bobot Jenis Bahan Pangan
Berbentuk Cairan
Densitas bahan
Kel Bahan Bobot Jenis
(g/cm3)
1 Minyak Zaitun 0,897 0,900
2 Minyak Wijen 0,905 0,909
3 Minyak Sawit 0,896 0,900
4 Minyak Kelapa Barco 0,909 0,904
5 Minyak Zaitun 0,897 0,900
6 Minyak Wijen 0,905 0,909
7 Minyak Sawit 0,896 0,900
8 Minyak Kelapa Barco 0,900 0,904
9 Minyak Zaitun 0,907 0,912
10 Minyak Wijen 0,913 0,917
11 Minyak Sawit 0,911 0,914
12 Minyak Kelapa Barco 0,905 0,909
13 Minyak Zaitun 0,907 0,912
14 Minyak Wijen 0,913 0,917
15 Minyak Sawit 0,911 0,914
16 Minyak Kelapa Barco 0,905 0,909
Sumber : Laporan Sementara

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, cara untuk mengetahui


densitas dan bobot jenis bahan pangan berbentuk cairan (minyak kedelai,
minyak jagung, minyak kanola, minyak Rose Brand dan minyak kelapa
Barco) adalah dengan menggunakan alat piknometer. Pertama, piknometer
kosong ditimbang terlebih dahulu. Kedua, piknometer diisi dengan air
sebanyak 25 ml kemudian dilakukan penimbangan. Selanjutnya, massa air
dalam piknometer dihitung yaitu selisih antara piknometer berisi air 25 ml
dengan piknometer kosong. Kemudian, volume air dihitung dengan
menentukan rasio antara massa air dengan densitas air.

Langkah berikutnya, piknometer kosong ditimbang terlebih dahulu.


Kedua, piknometer diisi dengan sampel sebanyak 25 ml kemudian dilakukan
penimbangan. Selanjutnya, massa sampel dalam piknometer dihitung yaitu
selisih antara piknometer berisi sampel 25 ml dengan piknometer kosong.
Kemudian, densitas sampel dihitung dengan menentukan rasio antara massa
sampel dan volume air yang telah dihitung sebelumnya. Serta untuk
menentukan bobot jenis sampel yaitu menghitung rasio antara densitas
sampel dengan densitas air yang isinya setara dengan isi bahan. Untuk
menentukan densitas air, terlebih dahulu diukur suhu sampel. Lalu dilakukan
inter polasi sesuai dengan data tabel hubungan antara suhu dan densitas air
yang telah diketahui.
Di Praktikum acara II ini, sampel yang digunakan adalah minyak
zaitun, minyak wijen, minyak sawit, dan minyak kelapa barco. Densitas bahan
dari sampel dapat diketahui dengan membandingkan antara massa bahan
dengan volume wadah. Sedangkan bobot jenis ditentukan dari perbandingan
densitas bahan dengan densitas air. Berdasarkan percobaan yang dilakukan
diperoleh nilai densitas dari adalah minyak zaitum kelompok 1,5,9, dan 13
mempunyai densitas 0,897; 0,897; 0,907; 0,907 g/cm 3, dan bobot jenis 0,900;
0,900; 0,912; 0,912. Minyak wijen kelompok 2,6, 10 dan 14 mempunyai
densitas 0,905; 0,905; 0,913; 0,913 g/cm3, dan bobot jenis 0,909; 0,909; 0,917;
0,917 g/cm3. Minyak sawit kelompok 3,7, 11 dan 15 mempunyai densitas
0,896; 0,896; 0,911; 0,911 g/cm3, dan bobot jenis 0,900; 0,900; 0,914; 0,914.
Minyak kelapa barco kelompok 4, 8, 12, dan 16 mempunyai densitas 0,909;
0,909; 0,905; 0,905 g/cm3, dan bobot jenis 0,904; 0,904; 0,909 dan 0,909.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sampel yang memiliki densitas
dan bobot jenis terbesar yaitu minyak wijen (shift 2) dengan nilai berturut-
turut 0,913 g/cm3 dan 0,917. Sedangkan sampel yang memiliki densitas dan
bobot jenis terendah adalah minyak sawit (shift 1) dengan nilai berturut-turut
0,896 g/cm3 dan 0,900 g/cm3. Menurut Lewis (1987) , densitas minyak
sebesar 0,8 g/cm3, sedangkan berdasarkan praktikum densitas minyak adalah
antara 0,896 - 0,913 g/cm3. Sehingga dapat dikatakan hasil praktikum tidak
sesuai teori, terjadinya penyimpangan karena kandungan tiap minyak
berbeda, dan perlakuan yang berbeda dari perlakuan terdahulu. . Adapun
faktor yang mempengaruhi densitas adalah massa, volume, suhu, tekanan dan
kekentalan bahan.
Tabel 2.2.1 Hasil Pengamatan Bulk Density dan Bobot Jenis Tepung-
Tepungan
Massa Bulk
Volume
Kel Sampel Bahan Density Bobot Jenis
(cm3)
(gr) (g/cm3)
1 Tepung beras 72,200 36,170 0,501 0,503
2 Tepung terigu 80,000 29,620 0,370 0,371
3 Tepung maizena 71,112 36,150 0,508 0,510
4 Tepung tapioka 72,200 31,950 0,442 0,444
5 Tepung beras 72,200 36,170 0,501 0,503
6 Tepung terigu 80,000 25,630 0,320 0,321
7 Tepung maizena 71,112 48,740 0,685 0,688
8 Tepung tapioka 77,700 35,300 0,454 0,456
9 Tepung beras 62,976 39,800 0,632 0,635
10 Tepung terigu 62,980 52,470 0,833 0,837
11 Tepung maizena 73,440 32,560 0,443 0,445
12 Tepung tapioka 70,000 36,520 0,522 0,524
13 Tepung beras 62,976 39,800 0,632 0,635
14 Tepung terigu 70,000 55,650 0,795 0,798
15 Tepung maizena 78,440 82,560 0,443 0,445
16 Tepung tapioka 70,000 36,520 0,552 0,524
Sumber : Laporan Sementara

Penentuan bulk density dan bobot jenis tepung-tepungan (tepung


beras, tepung terigu, tepung maizena, tepung tapioka) serta biji-bijian
(kacang hijau, beras, kacang merah dan ketan hitam) dilakukan dengan wadah
kuboid kecil. Kuboid kecil kosong ditimbang terlebih dahulu dan diukur
volumenya. Volume yang terukur ini sebagai volume sampel. Kedua, kuboid
kecil diisi dengan sampel sebanyak hingga memenuhi kuboid kecil kemudian
dilakukan penimbangan. Selanjutnya, massa sampel dalam kuboid kecil
dihitung yaitu selisih antara kuboid kecil berisi sampel dengan kuboid kecil
kosong. Kemudian, densitas sampel dihitung dengan menentukan rasio antara
massa sampel dan volume sampel yang telah dihitung sebelumnya. Serta
untuk menentukan bobot jenis sampel yaitu menghitung rasio antara densitas
sampel dengan densitas air .
Berdasarkan praktikum nilai bulk density dari sampel tepung-tepungan
yang terdapat pada tabel 2.2.1 sampel terdiri dari tepung beras, tepung terigu,
tepung maizena, tepung tapioka . Masing-masing sampel ditempatkan dalam
wadah yakni kuboid dan petridish. Nilai bulk density pada sampel tepung
beras kelompok 1, 5, 9, dan 13 mempunyai densitas 0,501; 0,501; 0,632;
0,632 gr/cm3 dan bobot jenis 0,503; 0,503; 0,635; 0, 635. Nilai bulk density
pada sampel tepung terigu kelompok 2,6,10 dan 14 mempunyai densitas
0,370; 0,320; 0,833; 0,795 gr/cm3 dan bobot jenis 0,371; 0,321; 0,837; 0,798.
Nilai bulk density pada sampel tepung maizena kelompok 3, 7, 11 dan 15
mempunyai densitas 0,508; 0,685; 0,443; 0,443 gr/cm3 dan bobot jenis 0,510;
0,688; 0,445; 0,445. Nilai bulk density pada sampel tepung tapioka kelompok
4, 8, 12, dan 16 mempunyai densitas 0,442; 0,454; 0,522; 0,552 gr/cm 3 dan
bobot jenis 0,444; 0,456; 0,524; 0,524. Menurut Lewis (1987), bulk density
dari sampel tepung-tepungan berkisar dari 0,330-0.785 gr/cm3 sehingga hasil
yang didapatkan dalam praktikum semuanya tidak sesuai dengan teori karena
nilai bulk density diantara 0,320-0.833 gr/cm3 karena perbedaan wadah yang
dipakiai, berat bahan, dan volume wadah.

Tabel 2.2.2 Hasil Pengamatan Bulk Density dan Bobot Jenis Biji-Bijian.
Volume Massa Bulk Density
Kel Sampel Bobot Jenis
(cm3) Bahan (gr) (g/cm3)
1 Beras 72,200 40,170 0,550 0,559
2 Kacang hijau 80,000 43,990 0,550 0,552
3 Kacang merah 71,112 46,450 0,653 0,656
4 Ketan hitam 72,200 54,110 0,749 0,752
5 Beras 72,200 56,550 0,645 0,647
6 Kacang hijau 80,000 43,990 0,549 0,552
7 Kacang merah 71,112 59,040 0,830 0,833
8 Ketan hitam 77,700 49,130 0,632 0,635
9 Beras 62,976 56,630 0,899 0,903
10 Kacang hijau 62,980 54,150 0,860 0,863
11 Kacang merah 73,440 47,240 0,643 0,646
12 Ketan hitam 70,000 48,700 0,696 0,699
13 Beras 62,976 56,630 0,899 0,903
14 Kacang hijau 70,000 55,030 0,786 0,789
15 Kacang merah 73,440 47,240 0,643 0,646
16 Ketan hitam 70,000 48,700 0,696 0,699
Sumber : Laporan Sementara
Berdasarkan tabel 2.2.2 nilai bulk density dari produk biji-bijian yakni
kacang hijau, beras,, kacang merah, dan ketan hitam, lalu dimasukan kedalam
2 wadah yakni kuboid dan petridish Nilai bulk density pada sampel beras
kelompok 1, 5, 9 dan 13 mempunyai densitas 0,550; 0,645; 0,899; 0,899
gr/cm3 dan bobot jenis 0,559; 0,647; 0,903; 0,903. Nilai bulk density pada
sampel kacang hijau kelompok 2, 6, 10 dan 14 mempunyai densitas 0,550;
0,549; 0,860; 0,786 gr/cm3 dan bobot jenis 0,552; 0,552; 0,863; 0,789. Nilai
bulk density pada sampel kacang merah kelompok 3, 7, 11 dan 14 mempunyai
densitas 0,653; 0,830; 0,643; 0,643 gr/cm3 dan bobot jenis 0,656; 0,833;
0,646; 0,646. Nilai bulk density pada sampel ketan hitam kelompok 4, 8, 12
dan 16 mempunyai densitas 0,749; 0,632; 0,696; 0,696 gr/cm3 dan bobot jenis
0,752; 0,635; 0,699; 0,699.. Hasil praktikum berada di kisaran teori dari
Oladunmoye (2010) yang menyatakan bulk density biji-bijian antara 0,224-
0,737 gram/cm3, berdasarkan hasil praktikum bulk density biji-bijian antara
0,550-0,899 gram/cm3 hal ini berbeda dengan teori karena perbedaan ukuran
biji, bentuk biji-bijian dan perlakuan yang diberikan. Perbedaan nilai bulk
density disebabkan ukuran tiap butir biji berbeda sehingga akan
mempengaruhi banyaknya biji yang ada dalam volume wadah tertentu,
akibatnya berat pengukurannya juga akan berbeda. Varietas dari biji juga
mempengaruhi, setiap varietas tanaman menghasilkan biji yang beragam baik
ukuran, bentuk, dan beratnya sehingga mempengaruhi bulk density.
Kecermatan pengukuran volume wadah juga perlu diperhatikan agar
kesalahan analisis dapat dihindari.
Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Pengaruh Tingkat Kematangan Terhadap
Densitas dan Bobot Jenis Bahan Pangan
Volume Massa Bulk Density
Kel Sampel Bobot Jenis
(ml) Bahan (gr) (g/cm3)
1 Tomat masak 550 52,950 0,963 0,967
2 Tomat mentah 60 75,000 1,250 1,255
3 Belimbing masak 160 168,400 1,053 1,057
4 Belimbing mentah 190 165,000 0,868 0,872
5 Alpukat masak 180 239,500 1,331 1,336
6 Alpukat mentah 160 175,500 1,093 1,098
7 Mangga masak 290 350,000 1,207 1,211
8 Mangga mentah 799 299,000 0,374 0,376
9 Tomat masak 80 82,460 1,031 1,035
10 Tomat mentah 110 107,520 0,978 0,982
11 Belimbing masak 105 97,380 0,927 0,931
12 Belimbing mentah 170 94,950 5,264 5,290
13 Alpukat masak 188 106,780 0,568 0,570
14 Alpukat mentah 180 917,550 5,098 5,118
15 Mangga masak 370 395,790 1,070 1,074
16 Mangga mentah 340 1725,600 5,075 0,524
Sumber : Laporan Sementara
Selama pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata dalam
warna, tekstur, dan bau, yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan-
perubahan dalam susunannya. Kandungan senyawa yang terdapat dalam bahan
menentukan aktivitas bioaktif dari bahan tersebut, serta sangat tergantung dari
ekologi atau agroklimat tempat tumbuhan bahan tersebut. Perbedaan
komponen setiap bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain varietas,
keadaan iklim tempat tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara panen, tingkat
kematangan, waktu panen, dan kondisi penyimpanan
(Ahmadi, 2011),
Menurut Antarlina (2009), densitas buah-buahan berhubungan dengan
tingkat kemasakan buah, makin tua buah makin rendah densitasnya. Densitas
juga berhubungan dengan kekerasan buah, makin keras daging buah makin
tinggi densitasnya. Untuk buah klimakterik misalnya durian dapat dipetik pada
saat setengah matang dan akan meningkat kematangannya. Semakin tinggi
tingkat kematangan buah maka densitasnya juga akan semakin mendekati
densitas air. Buah yang lewat matang memiliki kandungan air lebih tinggi dari
buah yang masih matang, karena lewat matang telah melewati proses respirasi.
Berdasarkan hasil dari Tabel 2.3 tentang pengaruh tingkat
kematangan terhadap densitas dan bobot jenis bahan pangan digunakan 16
sampel dengan 4 buah (alpukat, belimbing, tomat, dan mangga) dengan 2
tingkat kematangan (mentah dan masak) diperoleh hasil pada buah tomat
masak densitas bahannya adalah sebesar 0,963; 1,031; gram/cm 3 dan bobot
jenisnya 0,967; 1,035. Pada tomat mentah densitasnya sebesar 1,250; 0,978
gram/cm3 dan bobot jenisnya 1,225; 0,982. Belimbing masak densitasnya
adalah sebesar 1,053; 0,927 gram/cm3 dan bobot jenisnya 1,057; 0,931.
Belimbing mentah densitas bahannya adalah sebesar 0,868; 5,264 gram/cm 3
dan bobot jenisnya 0,872; 5,290. Alpukat masak densitasnya sebesar 1,331;
0,568 gram/cm3 dan bobot jenisnya 1,336; 0,570 . Alpukat mentah
densitasnya adalah sebesar 1,093; 5,098 gram/cm 3 dan bobot jenisnya 1,098;
5,118. Pada buah mangga masak densitas bahannya adalah sebesar 1,207;
1,070 gram/cm3 dan bobot jenisnya 1,211; 1,074. Mangga mentah
densitasnya sebesar 0,374; 5,075 gram/cm3 dan bobot jenisnya 0,376; 5,095.
Menurut Antarlina (2009), densitas buah-buahan berhubungan dengan tingkat
kemasakan buah, makin tua buah makin rendah densitasnya, pada sampel
tomat masak (shift 1), belimbing, alpukat, mangga masak (shift 2) sudah
sesuai dengan teori karena mempunyai nilai yang lebih rendah seiring dengan
kematangan buah tersebut, sedangkan pada sampel belimbing masak, alpukat
masak, mangga masak (shift 1) dan tomat masak (shift 2) justru mempunyai
nilai densitas yang lebih tinggi daripada yang mentah. Hal ini terjadi karena
ukuran sampel bahan yang berbeda dan kekerasan daging yang berbeda.
Faktor yang mempengaruhi hasil praktikum ini adalah tingkat
kematangan buah dan jenis buah klimakterik atau nonklimakterik. Nilai
densitas buah-buahan dipengaruhi oleh tingkat kematangan. Buah alpukat
merupakan buah klimakterik, buah klimakterik tetap mengalami respirasi
setelah pemasakan namun setelah mencapai puncak, laju respirasinya
menurun. Sedangkan buah jeruk dan jambu biji adalah buah nonklimakterik
yang tidak mengalami peningkatan laju respirasi setelah pematangan.
Hubungan densitas dan klimakterik adalah buah nonklimakterik memiliki
nilai densitas lebih tinggi hal ini disebabkan pada buah nonklimakterik saat
buah matang dan dipanen, buah tersebut tidak lagi mengalami proses respirasi
lagi, padatan terlarut tetap tidak bertambah lagi, kadar air tidak bertambah
tinggi sehingga daging buah tetap pada keadaannya, hal ini sesuai dengan
teori Harnel (2005) semakin tinggi tingkat kematangan buah maka
densitasnya juga akan semakin mendekati densitas air. Buah yang lewat
matang memiliki kandungan air lebih tinggi dari buah yang masih matang,
karena lewat matang telah melewati proses respirasi, juga teori Antarlina
(2009) semakin keras daging buah semakin besar densitasnya.

D. Kesimpulan
Berdasarkan Praktikum Acara II Densitas dan Bobot Jenis Bahan
Pangan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada praktikum densitas dan bobot jenis bahan pangan berbentuk cairan,
sampel yang memiliki densitas dan berat jenis terbesar yaitu minyak wijen
(shift 2) dengan nilai berturut-turut 0,913 g/cm3 dan 0,917. Sedangkan
sampel yang memiliki densitas dan bobot jenis terendah adalah minyak
sawit (shift 1) dengan nilai berturut-turut 0,896 g/cm3 dan 0,900.
2. Pada praktikum bulk density dan bobot jenis tepung-tepungan, nilai bulk
density tertinggi pada sampel tepung terigu (kel.10) yaitu 0,833 g/cm3,
sedangkan nilai bulk density terendah pada sampel tepung terigu (kel. 6)
yaitu 0,320 g/cm3. Nilai bobot jenis tertinggi pada sampel tepung terigu
(kel.10) besar yaitu 0,837, sedangkan nilai bobot jenis terendah pada
sampel tepung terigu (kel. 6) yaitu 0,321.
3. Pada praktikum bulk density dan bobot jenis biji-bijian, nilai bulk density
tertinggi adalah beras (shift 2) sebesar 0,899 gram/cm3, dan terendah
adalah kacang hijau (shift 1) sebesar 0,550 gram/cm3. Nilai bulk density
tertinggi adalah beras dengan nilai bobot jenis sebesar 0,903, dan terendah
adalah pada kacang kedelai dengan nilai bobot jenis sebesar 0,559.
4. Pada praktikum densitas dan bobot jenis berdasarkan pengaruh
kemasakan, sampel yang memiliki densitas yaitu belimbing mentah
sebesar 5,264 gram/ml dan bobot jenis terbesar yaitu belimbing mentah
sebesar 5,290. Sedangkan densitas terkecil adalah sampel mangga mentah
dengan nilai densitas dan bobot jenis sebesar 0,374 gram/ml dan 0,376.
5. Densitas buah-buahan berhubungan dengan tingkat kemasakan buah,
makin tua buah makin rendah densitasnya. Densitas juga berhubungan
dengan kekerasan buah, makin keras daging buah makin tinggi
densitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard dan Shelly J Price. 2006. Kalkulasi Farmasetik: Panduan untuk
Apoteker. EGC. Jakarta.
Abbas, Akmadi. 2007. Karakteristik Fisik Wortel (Daucus carrota L.) terhadap
Penanganan Pasca Panen dan Penerapan Quality Control. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”.
Ahmadi, Noor Roufiq, Djumali Mangunwidjaja, Ono Suparno, dan Dyah
Iswantini P. 2011. Pengaruh Tingkat Kematangan Buah Terhadap
Aktivitas Larvasida dan Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kamandrah (Croton
tiglium L.). Jurnal LITRI Vol 17 (4) hal : 163-168.
Antarlina, Sri. S. 2009. Identifikasi Sifat Fisik dan Kimia Buah-buahan Lokal
Kalimantan. Buletin Plasma Nutfah Vol.15 No.2 hal : 80-90.
David, Oppong., et al. 2015. Proximate Composition and Some Functional
Properties of Soft Wheat Flour. International Journal of Innovative
Research in Science, Engineering, and Technology, Vol. 4.
Giancoli, Douglas C. 1997. Fisika Jilid 1 Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.
Gilang, Retna, Dian Rachmawanti Affandi, Dwi Ishartani. 2013. Karakteristik
Fisik Dan Kimia Tepung Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Dengan
Variasi Perlakuan Pendahuluan. Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 (3) Hal :
34-42.
Harnel. 2005. Evaluasi Kinerja Juicer Tipe Mekanis Untuk Buah Markisa pada
Berbagai Tingkat Kematangan. Prosiding Seminar Nasional
Hortikultura.
Irkhos dan Lizalidiawati. 2008. Karakteristik Keramik Alumunium Borat
Menggunakan Metode Struktur Fasa dan Densitas. Jurnal Gradien Vol 4,
No 1, Hal 296-297.
Lewis, M. J. 1987. Physical Properties of Foods and Food Processing Systems.
Ellis Horwood Ltd. England.
Oladunmoye, O.O. R. Akinoso And A.A. Olapade. 2010. Evaluation of Some
Physical–Chemical Properties of Wheat, Cassava, Maize and Cowpea
Flours for Bread Making. Journal Of Food Quality 33 Hal : 693–708.
Otegbayo, B. O, Samuel F. O, Alalade T. 2013. Functional Properties of Soy-
Enriched Tapioca. African Journal of Biotechnology Vol. 12, No 22, Hal
3583-3589.
Phisut, N. 2012. Spray Drying Technique of Fruit Juice Powder: Some Factors
Influencing The Properties of Product. International Food Research
Journal Vol.19(4).
Pramesta, Laras Dianti, Dian Rahmawanti, Kawiji, Baskara Katri Anandito. 2012.
Karakterisasi Bubur Bayi Instan Berbahan Dasar Tepung Millet
(Panicum sp) dan Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
Dengan Flavor Alami Pisang Ambon (Musa paradisiacal Var.
Sapientum L.). Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 (1) Hal : 32-40.
Retnani, Y. L. Herawati Dan S. Khusniati. 2011. Uji Sifat Fisik Ransum Broiler
Starter Bentuk Crumble Berperekat Tepung Tapioka, Bentonit dan
Onggok. JITP Vol. 1 (2) Hal : 88-97.
Richana, Nur, Agus Budiyanto dan Ira Mulyawati. 2010. Pembuatan Tepung
Jagung Termodifikasi dan Pemanfaatannya untuk Roti. Prosiding Pekan
Serealia Nasional. ISBN : 978-979-8940-29-3.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

A. Tabel 2.1
 Pengukuran Densitas Minyak Kelapa Sawit
m
ρ=
v
50,260
=
0,9958
= 50,472 gr/cm3
 Pengukuran Bobot Jenis Minyak Kelapa sawit
ρ bahan
Bobot Jenis=
ρair
0,896
= 0,9958

= 0,900
B. Tabel 2.2.1
 Volume Tepung Maizena =pxlxt
= 3,76 x 3,76 x 5,03
= 71,112 cm3
 Bulk Density Tepung Maizena
massa bahan
Bulk Density =
volume

36,15
=
71,112

= 0,508 gr/cm3

 Bobot Jenis Tepung Beras


bulk density
Bobot Jenis=
ρ air
0,508
= 0,996

= 0,510 gr/cm3
C. Tabel 2.2.2
 Volume Kacang merah =pxlxt
= 3,76 x 3,76 x 5,03
= 71,112 cm3
 Bulk Density Kacang Merah
massa bahan
Bulk Density =
volume

46,45
=
71,112

= 0,653 gr/cm3

 Bobot Jenis Kacang Merah


ρ bahan
Bobot Jenis=
ρair
0,653
= 0,9958
= 0,656 gr/cm3
D. Tabel 2.3
 Massa Buah belimbing = 168,40 gr
 Volume belimbing matang = 160 ml
 Bulk Density Belimbing Matang
massa bahan
Bulk Density =
volume

168,40
=
160

= 1,053 gr/cm3

 Bobot Jenis Kacang Merah


ρ bahan
Bobot Jenis=
ρair
1,053
= 0,9958

= 1,057 gr/cm3
LAMPIRAN

Gambar 2. 5 Penimbangan Berat Belimbing

Gambar 2. 6 Penimbangan Berat Minyak Sawit

Anda mungkin juga menyukai