Disusun Oleh:
Salsabilla Maeris Pandita
H0916074
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara II Densitas dan Bobot Jenis ini adalah
sebagai berikut :
1. Menentukan densitas dan bobot jenis bahan pangan berbentuk cairan.
2. Menentukan bulk density dan bobot jenis biji-bijian dan tepung-tepungan.
3. Mengetahui pengaruh tingkat kematangan terhadap densitas dan bobot
jenis bahan pangan.
B. Metodologi
1. Alat
a. Gelas ukur 1000 ml
b. Gelas beker 250 ml
c. Jangka sorong
d. Kuboid
e. Piknometer
f. Termometer
g. Timbangan
2. Bahan
a. Air
b. Alpukat matang dan setengah matang
c. Belimbing matang dan mentah
d. Beras
e. Kacang hijau
f. Kacang merah
g. Ketan hitam
h. Mangga matang dan mentah
i. Minyak kelapa barco
j. Minyak sawit
k. Minyak wijen
l. Minyak zaitun
m. Tepung beras
n. Tepung maizena
o. Tepung tapioka
p. Tepung terigu
q. Tomat matang dan mentah
3. Cara Kerja
a. Menentukan Densitas dan Bobot Jenis Bahan Pangan Berbentuk
Cairan
Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Penentuan Bobot Jenis Sampel Cair
c. Mengetahui Pengaruh Tingkat kematangan Terhadap Densitas dan
Bobot Jenis Bahan Pangan
Apel matang & mentah, belimbing matang & mentah, alpukat matang
& mentah, mangga matang & mentah
Penimbangan
Salah satu sifat yang penting dari suatu bahan adalah densitas
(density)-nya, didefinisikan sebagai massa persatuan volume. Jika sebuah
bahan yang materialnya homogen bermassa m memiliki volume V,
densitasnya ρ adalah
m
ρ=
V
Tabel 2.2.2 Hasil Pengamatan Bulk Density dan Bobot Jenis Biji-Bijian.
Volume Massa Bulk Density
Kel Sampel Bobot Jenis
(cm3) Bahan (gr) (g/cm3)
1 Beras 72,200 40,170 0,550 0,559
2 Kacang hijau 80,000 43,990 0,550 0,552
3 Kacang merah 71,112 46,450 0,653 0,656
4 Ketan hitam 72,200 54,110 0,749 0,752
5 Beras 72,200 56,550 0,645 0,647
6 Kacang hijau 80,000 43,990 0,549 0,552
7 Kacang merah 71,112 59,040 0,830 0,833
8 Ketan hitam 77,700 49,130 0,632 0,635
9 Beras 62,976 56,630 0,899 0,903
10 Kacang hijau 62,980 54,150 0,860 0,863
11 Kacang merah 73,440 47,240 0,643 0,646
12 Ketan hitam 70,000 48,700 0,696 0,699
13 Beras 62,976 56,630 0,899 0,903
14 Kacang hijau 70,000 55,030 0,786 0,789
15 Kacang merah 73,440 47,240 0,643 0,646
16 Ketan hitam 70,000 48,700 0,696 0,699
Sumber : Laporan Sementara
Berdasarkan tabel 2.2.2 nilai bulk density dari produk biji-bijian yakni
kacang hijau, beras,, kacang merah, dan ketan hitam, lalu dimasukan kedalam
2 wadah yakni kuboid dan petridish Nilai bulk density pada sampel beras
kelompok 1, 5, 9 dan 13 mempunyai densitas 0,550; 0,645; 0,899; 0,899
gr/cm3 dan bobot jenis 0,559; 0,647; 0,903; 0,903. Nilai bulk density pada
sampel kacang hijau kelompok 2, 6, 10 dan 14 mempunyai densitas 0,550;
0,549; 0,860; 0,786 gr/cm3 dan bobot jenis 0,552; 0,552; 0,863; 0,789. Nilai
bulk density pada sampel kacang merah kelompok 3, 7, 11 dan 14 mempunyai
densitas 0,653; 0,830; 0,643; 0,643 gr/cm3 dan bobot jenis 0,656; 0,833;
0,646; 0,646. Nilai bulk density pada sampel ketan hitam kelompok 4, 8, 12
dan 16 mempunyai densitas 0,749; 0,632; 0,696; 0,696 gr/cm3 dan bobot jenis
0,752; 0,635; 0,699; 0,699.. Hasil praktikum berada di kisaran teori dari
Oladunmoye (2010) yang menyatakan bulk density biji-bijian antara 0,224-
0,737 gram/cm3, berdasarkan hasil praktikum bulk density biji-bijian antara
0,550-0,899 gram/cm3 hal ini berbeda dengan teori karena perbedaan ukuran
biji, bentuk biji-bijian dan perlakuan yang diberikan. Perbedaan nilai bulk
density disebabkan ukuran tiap butir biji berbeda sehingga akan
mempengaruhi banyaknya biji yang ada dalam volume wadah tertentu,
akibatnya berat pengukurannya juga akan berbeda. Varietas dari biji juga
mempengaruhi, setiap varietas tanaman menghasilkan biji yang beragam baik
ukuran, bentuk, dan beratnya sehingga mempengaruhi bulk density.
Kecermatan pengukuran volume wadah juga perlu diperhatikan agar
kesalahan analisis dapat dihindari.
Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Pengaruh Tingkat Kematangan Terhadap
Densitas dan Bobot Jenis Bahan Pangan
Volume Massa Bulk Density
Kel Sampel Bobot Jenis
(ml) Bahan (gr) (g/cm3)
1 Tomat masak 550 52,950 0,963 0,967
2 Tomat mentah 60 75,000 1,250 1,255
3 Belimbing masak 160 168,400 1,053 1,057
4 Belimbing mentah 190 165,000 0,868 0,872
5 Alpukat masak 180 239,500 1,331 1,336
6 Alpukat mentah 160 175,500 1,093 1,098
7 Mangga masak 290 350,000 1,207 1,211
8 Mangga mentah 799 299,000 0,374 0,376
9 Tomat masak 80 82,460 1,031 1,035
10 Tomat mentah 110 107,520 0,978 0,982
11 Belimbing masak 105 97,380 0,927 0,931
12 Belimbing mentah 170 94,950 5,264 5,290
13 Alpukat masak 188 106,780 0,568 0,570
14 Alpukat mentah 180 917,550 5,098 5,118
15 Mangga masak 370 395,790 1,070 1,074
16 Mangga mentah 340 1725,600 5,075 0,524
Sumber : Laporan Sementara
Selama pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata dalam
warna, tekstur, dan bau, yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan-
perubahan dalam susunannya. Kandungan senyawa yang terdapat dalam bahan
menentukan aktivitas bioaktif dari bahan tersebut, serta sangat tergantung dari
ekologi atau agroklimat tempat tumbuhan bahan tersebut. Perbedaan
komponen setiap bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain varietas,
keadaan iklim tempat tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara panen, tingkat
kematangan, waktu panen, dan kondisi penyimpanan
(Ahmadi, 2011),
Menurut Antarlina (2009), densitas buah-buahan berhubungan dengan
tingkat kemasakan buah, makin tua buah makin rendah densitasnya. Densitas
juga berhubungan dengan kekerasan buah, makin keras daging buah makin
tinggi densitasnya. Untuk buah klimakterik misalnya durian dapat dipetik pada
saat setengah matang dan akan meningkat kematangannya. Semakin tinggi
tingkat kematangan buah maka densitasnya juga akan semakin mendekati
densitas air. Buah yang lewat matang memiliki kandungan air lebih tinggi dari
buah yang masih matang, karena lewat matang telah melewati proses respirasi.
Berdasarkan hasil dari Tabel 2.3 tentang pengaruh tingkat
kematangan terhadap densitas dan bobot jenis bahan pangan digunakan 16
sampel dengan 4 buah (alpukat, belimbing, tomat, dan mangga) dengan 2
tingkat kematangan (mentah dan masak) diperoleh hasil pada buah tomat
masak densitas bahannya adalah sebesar 0,963; 1,031; gram/cm 3 dan bobot
jenisnya 0,967; 1,035. Pada tomat mentah densitasnya sebesar 1,250; 0,978
gram/cm3 dan bobot jenisnya 1,225; 0,982. Belimbing masak densitasnya
adalah sebesar 1,053; 0,927 gram/cm3 dan bobot jenisnya 1,057; 0,931.
Belimbing mentah densitas bahannya adalah sebesar 0,868; 5,264 gram/cm 3
dan bobot jenisnya 0,872; 5,290. Alpukat masak densitasnya sebesar 1,331;
0,568 gram/cm3 dan bobot jenisnya 1,336; 0,570 . Alpukat mentah
densitasnya adalah sebesar 1,093; 5,098 gram/cm 3 dan bobot jenisnya 1,098;
5,118. Pada buah mangga masak densitas bahannya adalah sebesar 1,207;
1,070 gram/cm3 dan bobot jenisnya 1,211; 1,074. Mangga mentah
densitasnya sebesar 0,374; 5,075 gram/cm3 dan bobot jenisnya 0,376; 5,095.
Menurut Antarlina (2009), densitas buah-buahan berhubungan dengan tingkat
kemasakan buah, makin tua buah makin rendah densitasnya, pada sampel
tomat masak (shift 1), belimbing, alpukat, mangga masak (shift 2) sudah
sesuai dengan teori karena mempunyai nilai yang lebih rendah seiring dengan
kematangan buah tersebut, sedangkan pada sampel belimbing masak, alpukat
masak, mangga masak (shift 1) dan tomat masak (shift 2) justru mempunyai
nilai densitas yang lebih tinggi daripada yang mentah. Hal ini terjadi karena
ukuran sampel bahan yang berbeda dan kekerasan daging yang berbeda.
Faktor yang mempengaruhi hasil praktikum ini adalah tingkat
kematangan buah dan jenis buah klimakterik atau nonklimakterik. Nilai
densitas buah-buahan dipengaruhi oleh tingkat kematangan. Buah alpukat
merupakan buah klimakterik, buah klimakterik tetap mengalami respirasi
setelah pemasakan namun setelah mencapai puncak, laju respirasinya
menurun. Sedangkan buah jeruk dan jambu biji adalah buah nonklimakterik
yang tidak mengalami peningkatan laju respirasi setelah pematangan.
Hubungan densitas dan klimakterik adalah buah nonklimakterik memiliki
nilai densitas lebih tinggi hal ini disebabkan pada buah nonklimakterik saat
buah matang dan dipanen, buah tersebut tidak lagi mengalami proses respirasi
lagi, padatan terlarut tetap tidak bertambah lagi, kadar air tidak bertambah
tinggi sehingga daging buah tetap pada keadaannya, hal ini sesuai dengan
teori Harnel (2005) semakin tinggi tingkat kematangan buah maka
densitasnya juga akan semakin mendekati densitas air. Buah yang lewat
matang memiliki kandungan air lebih tinggi dari buah yang masih matang,
karena lewat matang telah melewati proses respirasi, juga teori Antarlina
(2009) semakin keras daging buah semakin besar densitasnya.
D. Kesimpulan
Berdasarkan Praktikum Acara II Densitas dan Bobot Jenis Bahan
Pangan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada praktikum densitas dan bobot jenis bahan pangan berbentuk cairan,
sampel yang memiliki densitas dan berat jenis terbesar yaitu minyak wijen
(shift 2) dengan nilai berturut-turut 0,913 g/cm3 dan 0,917. Sedangkan
sampel yang memiliki densitas dan bobot jenis terendah adalah minyak
sawit (shift 1) dengan nilai berturut-turut 0,896 g/cm3 dan 0,900.
2. Pada praktikum bulk density dan bobot jenis tepung-tepungan, nilai bulk
density tertinggi pada sampel tepung terigu (kel.10) yaitu 0,833 g/cm3,
sedangkan nilai bulk density terendah pada sampel tepung terigu (kel. 6)
yaitu 0,320 g/cm3. Nilai bobot jenis tertinggi pada sampel tepung terigu
(kel.10) besar yaitu 0,837, sedangkan nilai bobot jenis terendah pada
sampel tepung terigu (kel. 6) yaitu 0,321.
3. Pada praktikum bulk density dan bobot jenis biji-bijian, nilai bulk density
tertinggi adalah beras (shift 2) sebesar 0,899 gram/cm3, dan terendah
adalah kacang hijau (shift 1) sebesar 0,550 gram/cm3. Nilai bulk density
tertinggi adalah beras dengan nilai bobot jenis sebesar 0,903, dan terendah
adalah pada kacang kedelai dengan nilai bobot jenis sebesar 0,559.
4. Pada praktikum densitas dan bobot jenis berdasarkan pengaruh
kemasakan, sampel yang memiliki densitas yaitu belimbing mentah
sebesar 5,264 gram/ml dan bobot jenis terbesar yaitu belimbing mentah
sebesar 5,290. Sedangkan densitas terkecil adalah sampel mangga mentah
dengan nilai densitas dan bobot jenis sebesar 0,374 gram/ml dan 0,376.
5. Densitas buah-buahan berhubungan dengan tingkat kemasakan buah,
makin tua buah makin rendah densitasnya. Densitas juga berhubungan
dengan kekerasan buah, makin keras daging buah makin tinggi
densitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard dan Shelly J Price. 2006. Kalkulasi Farmasetik: Panduan untuk
Apoteker. EGC. Jakarta.
Abbas, Akmadi. 2007. Karakteristik Fisik Wortel (Daucus carrota L.) terhadap
Penanganan Pasca Panen dan Penerapan Quality Control. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”.
Ahmadi, Noor Roufiq, Djumali Mangunwidjaja, Ono Suparno, dan Dyah
Iswantini P. 2011. Pengaruh Tingkat Kematangan Buah Terhadap
Aktivitas Larvasida dan Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kamandrah (Croton
tiglium L.). Jurnal LITRI Vol 17 (4) hal : 163-168.
Antarlina, Sri. S. 2009. Identifikasi Sifat Fisik dan Kimia Buah-buahan Lokal
Kalimantan. Buletin Plasma Nutfah Vol.15 No.2 hal : 80-90.
David, Oppong., et al. 2015. Proximate Composition and Some Functional
Properties of Soft Wheat Flour. International Journal of Innovative
Research in Science, Engineering, and Technology, Vol. 4.
Giancoli, Douglas C. 1997. Fisika Jilid 1 Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.
Gilang, Retna, Dian Rachmawanti Affandi, Dwi Ishartani. 2013. Karakteristik
Fisik Dan Kimia Tepung Koro Pedang (Canavalia ensiformis) Dengan
Variasi Perlakuan Pendahuluan. Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 (3) Hal :
34-42.
Harnel. 2005. Evaluasi Kinerja Juicer Tipe Mekanis Untuk Buah Markisa pada
Berbagai Tingkat Kematangan. Prosiding Seminar Nasional
Hortikultura.
Irkhos dan Lizalidiawati. 2008. Karakteristik Keramik Alumunium Borat
Menggunakan Metode Struktur Fasa dan Densitas. Jurnal Gradien Vol 4,
No 1, Hal 296-297.
Lewis, M. J. 1987. Physical Properties of Foods and Food Processing Systems.
Ellis Horwood Ltd. England.
Oladunmoye, O.O. R. Akinoso And A.A. Olapade. 2010. Evaluation of Some
Physical–Chemical Properties of Wheat, Cassava, Maize and Cowpea
Flours for Bread Making. Journal Of Food Quality 33 Hal : 693–708.
Otegbayo, B. O, Samuel F. O, Alalade T. 2013. Functional Properties of Soy-
Enriched Tapioca. African Journal of Biotechnology Vol. 12, No 22, Hal
3583-3589.
Phisut, N. 2012. Spray Drying Technique of Fruit Juice Powder: Some Factors
Influencing The Properties of Product. International Food Research
Journal Vol.19(4).
Pramesta, Laras Dianti, Dian Rahmawanti, Kawiji, Baskara Katri Anandito. 2012.
Karakterisasi Bubur Bayi Instan Berbahan Dasar Tepung Millet
(Panicum sp) dan Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
Dengan Flavor Alami Pisang Ambon (Musa paradisiacal Var.
Sapientum L.). Jurnal Teknosains Pangan Vol 1 (1) Hal : 32-40.
Retnani, Y. L. Herawati Dan S. Khusniati. 2011. Uji Sifat Fisik Ransum Broiler
Starter Bentuk Crumble Berperekat Tepung Tapioka, Bentonit dan
Onggok. JITP Vol. 1 (2) Hal : 88-97.
Richana, Nur, Agus Budiyanto dan Ira Mulyawati. 2010. Pembuatan Tepung
Jagung Termodifikasi dan Pemanfaatannya untuk Roti. Prosiding Pekan
Serealia Nasional. ISBN : 978-979-8940-29-3.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
A. Tabel 2.1
Pengukuran Densitas Minyak Kelapa Sawit
m
ρ=
v
50,260
=
0,9958
= 50,472 gr/cm3
Pengukuran Bobot Jenis Minyak Kelapa sawit
ρ bahan
Bobot Jenis=
ρair
0,896
= 0,9958
= 0,900
B. Tabel 2.2.1
Volume Tepung Maizena =pxlxt
= 3,76 x 3,76 x 5,03
= 71,112 cm3
Bulk Density Tepung Maizena
massa bahan
Bulk Density =
volume
36,15
=
71,112
= 0,508 gr/cm3
= 0,510 gr/cm3
C. Tabel 2.2.2
Volume Kacang merah =pxlxt
= 3,76 x 3,76 x 5,03
= 71,112 cm3
Bulk Density Kacang Merah
massa bahan
Bulk Density =
volume
46,45
=
71,112
= 0,653 gr/cm3
168,40
=
160
= 1,053 gr/cm3
= 1,057 gr/cm3
LAMPIRAN