ABSTRAK
2 METODOLOGI PENELITIAN
2.1 LokasiPenelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pangan dan Pascapanen,
Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknik Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Mei 2009.
2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi jenis Robusta yang
diperoleh dari lokasi perkebunan rakyat di Kecamatan Ungaran, Kabupaten
Semarang,Jawa Tengah. Daerah ini merupakan sentra produksi kopi, dimana sebagian
Seminar Nasional dan Gelar Teknologi PERTETA, Mataram 8 – 9 Agustus 2009 A1
Peran Teknik Pertanian dalam Pengembangan Agroindustri Berbasis Bahan Baku Lokal
Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN 2081-7152
2.3 Alat
Peralatan yang dipergunakan pada penyangraian ini terdiri dari wajan Teflon
yang berdiameter 25 cm. Sumber panas menggunakan kompor listrik, yang
dikendalikan dengan alat termokontroler. Kompor litrik tersebut akan kondisi hidup
apabila suhu plat permukaan wajan kurang dari suhu yang dikehendaki.
3 HASIL DANPEMBAHASAN
Bahan yang mengalami kehilangan air lebih banyak akan berubah sifat fisik
dan termalnya, sehingga mempengaruhi proses kenaikan suhu bahan. Perubahan ini
berkaitan dengan kadar air yang terkandung dalam bahan. Semakin tinggi kadar air
bahan, maka panas akan semakin mudah melewati bahan sehingga suhu bahan akan
mengalami peningkatan.
Dengan berkurangnya kadar air pada bahan, maka sifat fisik dan termalnya
juga berubah, sehingga kenaikan suhu akan semakin lambat. Hal ini juga yang
menerangkan kenapa suhu pada penyangraian dengan suhu 220°C lebih cepat
dibandingkan suhu 200°C, 180°C, dan 160°C. Konduktivitas termal merupakan
konstanta yang nilainya tergantung pada jenis bahan. Pada sebagian besar bahan,
konduktivitas termal meningkat seiring dengan peningkatan suhu, tetapi variasinya
sangat kecil dan dapat diabaikan. Apabila nilai koduktivitas benda besar, maka benda
tersebut mudah dilewati energi panas. Dan sebaliknya, apabila konduktivitasnya kecil,
maka benda tersebut sulit dilewati energi panas
Gambar 3.2. Kurva perubahan kadar air (wb) terhadap waktu pada saat
penyangraian kopi dengan variasi suhu
Pada Gambar 3.2. di atas yaitu kurva perubahan kadar air kopi terhadap
waktu terlihat bahwa kadar air kopi akan semakin berkurang dengan semakin
bertambahnya waktu. Perubahan kadar air yang terjadi selama penyangraian
mengakibatkan terjadinya perubahan berat kopi hasil penyangraian. Perubahan berat
tersebut sebanding dengan perubahan kadar airnya. Perubahan kadar air dan berat
kopi selama proses penyangraian diukur setiap 2 menit. Pada periode penyangraian di
antara 0 sampai 6 menit terlihat bahwa kadar air berubah dengan cepat. Kemudian
padamenit ke 8 sampai ke 12 terlihat perubahan kadar air yang lambat. Sivetz & Foote
(1973) menyatakan bahwa pada tahap awal proses, energi panas yang tersedia di
dalam ruang sangrai digunakan untuk menguapkan air. Kadar air biji kopi turun cepat
pada awal penyangraian dan kemudian akan berlangsung relatif lambat pada akhir
penyangraian. Fenomena ini berkaitan dengan kecepatan rambat air (difusi) di
dalamjaringanselbijikopi.Makinrendahkandunganairdalambijikopi,kecepatan
penguapan air menurun karena posisi molekul air terletak makin jauh dari permukaan
biji.
Dari grafik perubahan kadar air terhadap kopi di atas juga terlihat bahwa kadar
air akhir untuk setiap suhu penyangraian berbeda. Kadar air pada menit ke 12 untuk
penyrangraian pada suhu 160; 180; 200 dan 220oC adalah 4,28%; 2,72%; 1,93%, dan
1,24%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar suhu awal udara pengering
semakin besar proses perpindahan panas dari medium penyangrai ke dalam bahan,
sehingga proses perpindahan massa melalui penguapan juga semakin besar.
Dapat dipahami bahwa selama penyangraian terjadi penghantaran panas dan
massa serempak seperti pada proses pengeringan sehingga dapat digunakan analogi
dari persamaan pengeringan. Laju pengeringan pada umumnya dijabarkan dari
persamaan pengeringan berdasarkan analogi dari hukum pengeringan Newton.
Kesetimbangan kadar air bahan sama dengan nol (Me = 0) pada saat tekanan uap
bahan sama dengan tekanan uap udara. Besarnya jumlah air yang dilepas oleh bahan
tergantung dari suhu bahan. Laju penurunan kadar air dipengaruhi oleh koefisien laju
penurunankadar air (Kx). Hasil perhitungan nilai koefisien laju penurunan kadar air
observasi (Kx) dari berbagai variasi suhu dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Suhu Kx observasi
(°C) (1/sekon)
160 0,088
180 0,115
200 0,148
220 0,184
3.2 Perubahankekerasan
Berdasarkan Gambar 3.3 yaitu kurva tegangan pecah (σrupt) selama
penyangraian terhadap waktu dengan berbagai variasi suhu terlihat bahwa perubahan
tegangan pecah (σrupt) terhadap variasi suhu penyangraian menunjukkan terjadinya
fase pelunakan. Bahan mengalami pelunakan pada variasi suhu selama penyangraian.
Bahan yang mengalami penyangraian dengan suhu lebih tinggi memiliki nilai
tegangan rupture rata-rata (σrupt) rata – rata yang lebih kecil. Sebaliknya bahan yang
disangraipada suhu lebih rendah memiliki nilai tegangan rupture rata-rata (σrupt)) rata
– rata yang lebih besar.
Dari keempat variasi suhu penyangraian, terlihat bahwa semakin tinggi suhu
maka kekerasan bahan akan semakin kecil. Hal tersebut membuktikan bahwa suhu
penyangraian berpengaruh terhadap nilai kekerasan bahan. Suhu yang digunakan pada
penyangraian berpengaruh terhadap laju penurunan kadar air dalam bahan, yang
selanjutnya akan berpengaruh pula terhadap laju perubahan kekerasan produk. Ketika
suhu lebih tinggi, kadar air bahan akan lebih cepat turun sehingga menyebabkan kopi
menjadi lebih empuk.
4 KESIMPULAN
Penyangraian kopi dengan berbagai variasi suhu akan menyebabkan terjadinya
perubahan sifat fisik pada biji kopi tersebut, yaitu penurunan kada air yang lebih cepat,
peningkatan kerapuhan dan mempercepat perubahan warna kegelapan. Penyangraian
dengan suhu rendah (160°C) menghasilkan biji kopi yang belum tersangrai selama 12
menit dilihat dari perubahan warna dan bau yang ditimbulkan. Penyangraian pada
suhu 200°C C selama 10 menit menghasilkan biji kopi yang tersangrai dengan baik.
Teksturbiji kopi selama penyangraian cenderung lebih rapuh dilihat dari nilai
teganganpatah.
Referensi:
Dutra E.R dan A.S Franca.,2000. A Preliminary Stud on The Feasibility of Using The
Composition of Coffee Roasting Exhaust Gas For The Determination of The Degree of
Roast, Journal of Food Engineering.Vol 47, pp 241-246.
Hernandez, J.A and Heyd.,,2008. Prediction of Brighness and Surface Area Kinetics
during Coffee Roasting, Journal of Food Engineering, 89 (2), pp 156-163
Mendez, Luciane C dan Holary C., 2000. Optimization of the Roasting of Robusta
Coffe (C. Canephora Conillon), Journal of Food Engineering, 12( 2), pp 153-162
Pittia P dan M. Dalla Rosa, 2000. Textural Changes of Coffee Beans as Affected by
Roasting Conditions, Journal of Food Engineering. 34 (3), pp 168-175
Sivetz, M. & H.E. Foote.1963. Coffee Processing Technology. The Avi Publishing
Company Inc, Conneticut.