Anda di halaman 1dari 8

Differences of Family Social Economic Background as a

Distinguishing Factor of Career Planning on Deaf Students of


West Sumatra

Afdal Afdal 1, M Iswari2, A Ilyas1 Leviana Trizeta1, Yuda Syahputra1, Anisa


Dwi Astuti1, Miftahul Fikri1
1
Guidance and Counseling Department, Universitas Negeri Padang, Jl. Prof. Dr.
Hamka, Air Tawar Padang 25131, West Sumatera Indonesia
2
Special Education Department, Universitas Negeri Padang, Jl. Prof. Dr. Hamka, Air
Tawar Padang 25131, West Sumatera Indonesia

Abstract. This study aims to describe the career planning of deaf students, as well as to
examine whether there are differences in career planning of deaf students in terms of
socio-economic background of the family. The sample in this research is 96 deaf students
of high school in West Sumatera academic year 2018. The instrument used is Career
Planning Inventory (CPI) developed by Afdal (2015). The findings of this study indicate
that there is a significant difference in the career planning of deaf students from the
background of socioeconomic families (socio-economic high, medium, and low).
Implications for career guidance services are discussed further in this study.

Keyword: career planning, deaf students, socio-economic background, family.

1. Introduction

Perencanaan karir merupakan hal krusial bagi seseorang yang bukan hanya berdampak
bagaimana ia di masa depan (Mwoleka, 2011; Sovet & Metz, 2014), perencanaan karir yang tepat
akan mendatangkan kebahagiaan dan kepuasan hidup kepada individu. Pada masa sekolah
menengah seseorang sudah dapat memulai merencanakan karirnya (Atmaja, 2014; Fan, 2016;
Lancaster, Rudolph, Perkins, & Patten, 1999; Mwoleka, 2011). Remaja yang berada di sekolah
menengah tengah melalui fase pembuktian jati diri dimana arah karir akan berpengaruh besar
terhadap jati dirinya (Erikson dalam Zunker, 2006). Untuk itu, keterampilan dalam merencanakan
karir menjadi sangat penting bagi remaja (Widya & Pratiwi, 2013; Zamroni, 2016). Namun, karir
bagi siswa bukanlah hal yang mudah untuk ditentukan, perencanaan karir hendaknya didasarkan
pada pemahaman tentang kemampuan dan minat serta pengenalan karier yang ada di masyarakat.
Persiapan karir yang dimulai sejak dini bukan hanya memberikan dampak terhadap kesuksesan
karir individu di masa yang akan datang, lebih khusus lagi siswa dapat mulai mempersiapkan
tentang pilihan jurusan yang akan diambil di Perguruan Tinggi, pekerjaan yang dapat dicapai
dengan jurusan tersebut, dan puncak karir yang akan dicapai. Perencanaan karir yang baik oleh
remaja juga akan memberikan dampak positif pada academic performance di Perguruan Tinggi,
penyelesaian studi, dan pengembangan karir secara professional (Joseph, 2012). Bahkan secara
lebih luas, perencanaan karir yang baik juga akan menguntungkan masyarakat di tempat yang ia
tinggali, komunitas, dan negara (Mwoleka, 2011).
Ada beberapa hal yang berhubungan dengan perencanaan karir individu seperti faktor sosial
ekonomi keluarga, pengaruh orang tua, dan teman sebaya (Nagle, Newman, Shaver, & Marschark,
2016; Widya & Pratiwi, 2013). Hasil penelitian Perry, Liu, & Pabian (2010) dan Joseph (2012)
yang menunjukkan bahwa remaja cenderung menjadikan orangtua sebagai salah satu sumber
dukungan dalam hal perencanaan karir dan dukungan orangtua menunjukkan korelasi positif
terhadap persiapan karir remaja. Dukungan orangtua juga memiliki korelasi positif terhadap
kepercayaan diri remaja dalam mengambil keputusan karir (Guan et al., 2016; Raymund et al.,
2015; Widya & Pratiwi, 2013). Untuk dapat merencanakan karir dengan baik, maka diperlukan
banyak sumber informasi yang mendukung seperti internet, televisi, media tertulis, teman, serta
keluarga (Crişan & Ghimbulu, 2015).
Namun, bagi siswa yang memiliki keterbatasan akan menemui beberapa kesulitan dalam
merencanakan karirnya (Furlonger, 1998; Iwundu, 1994). Seperti halnya siswa normal lainnya,
siswa yang memiliki keterbatasan pendengaran (tunarungu) memiliki tugas perkembangan yang
sama, salah satunya yaitu mencapai kemandirian ekonomi, serta mempersiapkan diri untuk
memasuki dunia pekerjaan (Gunawan, 2011; Iwundu, 1994). Siswa Tunarungu yang dimaksud
merupakan individu dengan ketidakmampuan mendengar dan memiliki hambatan dalam proses
penerimaan informasi linguistik dengan atau tanpa alat bantu dengar (Ikpaya dalam Iwundu, 1994).
Studi menunjukkan bahwa siswa tunarungu tidak memiliki skill yang sama dengan rekannya yang
dapat mendengar dengan baik (Furlonger, 1998). Hal ini menyebabkan para siswa tunarungu
kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Studi menunjukkan bahwa siswa tunarungu mendapatkan
rata-rata yang lebih rendah pada perencanaan karir (career planning) dibandingkan siswa yang
dapat mendengar dengan baik (Furlonger, 1998). Selain itu, masyarakat tuna rungu di seluruh dunia
tidak diragukan lagi menderita status sosial ekonomi yang lebih rendah di masyarakat bila
dibandingkan dengan status rata-rata populasi umum di negara mereka masing-masing) (Conama,
2013), karena dalam hal mencari pekerjaan, orang tunarungu cenderung mendapat pekerjaan
dengan dengan bayaran rendah, karena tidak memiliki skill yang sama dengan orang kebanyakan
(Conama, 2013; Furlonger, 1998).
Untuk itu, perencanaan karir bagi siswa tunarungu hendaknya mendapatkan dukungan dari
berbagai pihak mengingat adanya keterbatasan individu tersebut. Furlonger (1998) menyebutkan
bahwa keterlibatan sekolah dalam menyediakan informasi yang mendukung, serta dukungan
orangtua dalam mendukung performa siswa terkait keterbatasannya dalam hal mendengar, dapat
mempengaruhi perencanaan karir siswa tunarungu. Karena perencanaan karir yang matang
tergantung pada tersedianya sumber informasi yang cukup dalam mendukung siswa tunarungu
merencanakan karirnya. Serta dukungan, pengalaman, dan latar belakang sosial ekonomi keluarga
berpengaruh pada perencanaan karir siswa tunarungu. Tujuan penelitian ini ialah untuk melihat
perbedaan perencanaan karir siswa Tunarungu ditinjau dari latar belakang sosial ekonomi keluarga,
sehingga dengan hasil penelitian ini dapat ditentukan pelayanan bimbingan karir yang tepat bagi
siswa tunarungu.

2. Experimental Method

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif pada 96 orang siswa Tunarungu
SMA Sumatera Barat tahun ajaran 2018, yang diperoleh melalui purposive random sampling. Data
dikumpulkan melalui kuisioner Career Planning Inventory (CPI) by Afdal (2015), yang juga
menghimpun data tentang keadaan sosial ekonomi keluarga responden. Kuisioner menggunakan 5
point Likert Scale. Hasil analis RASCH model terhadap kuisioner menunjukkan bahwa skor
reliabilitas person adalah 0.97, yang berarti konsistensi responden memberikan jawaban terhadap
kuisioner bagus sekali. Sementara skor reliabilitas berdasarkan nilai alpha Cronbach juga 0.97,
menandakan bahwa interaksi antara person dan item bagus sekali. Disamping itu nilai sensitifitas
pola jawaban person (Non-Extreme) +1.01 logit (INFIT MNSQ) dan nilai sensitifitas pola jawaban
person secara keseluruhan (Non-Extreme) +1.00 logit (OUTFIT MNSQ) menunjukkan bahwa
masih berada pada rentang ideal (+0.5> MNSQ <+1.5) (Bond & Fox, 2015; Boone, Stever, & Yale,
2014; Sumintono & Widhiarso, 2015). Lebih lanjut analisis pemodelan RASCH juga menemukan
bahwa dapat dilihat skor reliabilitas item adalah 0.90. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas item-
item yang digunakan dalam pengukuran adalah bagus. Disamping itu nilai sensitifitas pola jawaban
person +1.00 logit (INFIT MNSQ) dan nilai sensitifitas pola jawaban person secara keseluruhan
+1.01 logit (OUTFIT MNSQ) menunjukkan bahwa masih berada pada rentang ideal (+0.5> MNSQ
<+1.5). Hal ini menandakan item-item memiliki kualitas yang sangat baik untuk kondisi
pengukuran yang dilakukan. Analisis data berkenaan dengan perbedaan latar belakang sosial
ekonomi keluarga dan perencanaan karir siswa Tunarungu menggunakan analisis varians.

3. Result and Discussion

Berdasarkan hasil uji statistik, deskripsi mengenai perencanaan karir siswa tunarungu ditinjau
dari latar belakang sosial ekonomi keluarga disampaikan pada tabel berikut

Tabel 1. Perencanaan Karir Siswa Tunarungu


Tingkat Sosial N Mean Std. Deviation
Ekonomi Keluarga

Tinggi 19 142.47 32.604


Sedang 39 173.05 51.370
Rendah 38 194.87 41.469
Total 96 175.64 47.931

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa rata-rata perencanaan karir responden dengan latar
belakang sosial ekonomi keluarga pada tingkat tinggi sebesar 142.47, responden dengan latar
belakang sosial ekonomi keluarga pada tingkat sedang memiliki rata-rata perencanaan karir sebesar
173.05, dan responden dengan latar belakang sosial ekonomi keluarga pada tingkat rendah
memiliki rata-rata perencanaan karir sebesar 194.87. Dari deskripsi tersebut, dapat dilihat pula
bahwa pada kelompok sampel penelitian ini responden paling banyak berasal dari keluarga dengan
tingkat sosial ekonomi sedang, sedangkan responden dengan tingkat sosial ekonomi keluarga
rendah memiliki rata-rata perencanaan karir paling tinggi diantara yang lain.
Sebelum melakukan uji beda, perlu diuji terlebih uji homogenitas variansi (variance) agar
perbedaan yang ada bukan disebabkan oleh adanya perbedaan data dasar (ketidakhomogenan
kelompok yang dibandingkan) (Irianto, 2015). Pada Table 2, signifikansi yang diperoleh ialah
0.156 yang mana lebih besar dari 0.05 (0.156 > 0.05) maka hal ini menjelaskan varian populasi
adalah homogen, sehingga persyaratan homogenitas terpenuhi untuk menguji perbedaan
perencanaan karir siswa Tunarungu ditinjau dari latar balekang sosial ekonomi keluarga.

Table 2. Hasil Uji Homogenitas


Test of Homogeneity of Variances
Perencanaan Karir
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.895 2 93 .156

Lebih lanjut, hasil uji beda perencanaan karir siswa tuarungu ditinjau dari kondisi sosial
ekonomi keluarga disampaikan pada tabel berikut:

Table 3. Hasil Uji Beda Perencanaan Karir Siswa Tuarungu ditinjau dari Kondisi Sosial
Ekonomi Keluarga
ANOVA
Perencanaan Karir
Sum of df Mean F Sig.
Squares Square
Between 35211.263 2 17605.632 8.945 .000
Groups
Within 183040.976 93 1968.183
Groups
Total 218252.240 95

Perencanaan karir siswa tunarungu ditinjau dari ketiga tingkat sosial ekonomi keluarga
responden dapat dilihat pada tabel ANOVA di atas, dari tabel tersebut pada kolom Sig. diperoleh
nilai P (P-value) = 0.00. Dengan demikian pada taraf nyata = 0,05 dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan yang bermakna pada rata-rata perencanaan karir siswa tunarungu ditinjau dari latar
belakang sosial ekonomi keluarga.
Berdasarkan temuan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa latar belakang sosial ekonomi
keluarga dapat menjadi faktor pembeda perencanaan karir siswa tunarungu. Namun, tingkat sosial
ekonomi keluarga (tinggi, sedang, dan rendah) tidak mempengaruhi tinggi rendahnya rata-rata
perencanaan karir siswa. Siswa tunarungu yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial
ekonomi tinggi bukan berarti memiliki perencanaan karir yang tinggi, begitupula sebaliknya.
Latar belakang keluarga dan proses dalam keluarga adalah dua dimensi di mana keluarga
mempengaruhi pengembangan karier siswa (Hughes & Thomas, 2003). Anne Roe dalam teorinya
menyebutkan bahwa jenis kelamin, ekonomi, latar belakang keluarga, kesempatan, teman dan
kelompok sebaya, status perkawinan, pendidikan dan pengalaman, keterampilan khusus,
penampilan fisik dan kapasitas, kemampuan kognitif umum, temperamen, dan minat dan nilai-nilai
mempengaruhi perilaku vokasional individu (Hughes & Thomas, 2003).
Umumnya, siswa dengan keterbatasan pendengaran diberikan pelatihan khusus untuk dapat
membantu keterbatasan mereka. Dalam hal ini, latar belakang sosial ekonomi keluarga akan
berpengaruh, keluarga sebagai sumber dukungan dalam hal merencanakan masa depan remaja
dapat menyediakan dukungan baik materil maupun psikologis agar siswa siap menghadapi
tantangan dalam merencanakan karir dengan efektif. Apalagi di abad 21 ini dimana lapangan
pekerjaan dan tuntutannya yang kian berkembang dan memerlukan keterampilan interpersonal,
kreativitas dan inovasi, etika kerja dan tanggung jawab pribadi, kesadaran global dan sosial yang
diperlukan untuk masuk ke karir yang sukses (Nagle et al., 2016).
Untuk dapat mendukung dan memaksimalkan perencanaan karir siswa tunarungu, maka
dapat diberikan layanan bimbingan karir oleh konselor. Namun yang perlu dipahami ialah setiap
siswa tunarungu berbeda-beda, baik dalam hal karakteristik, faktor penyebab kelainannya, tingkat
kehilangan pendengaran, maupun kebutuhan-kebutuhan akan karirnya (Gunawan, 2011). Untuk itu,
layanan bimbingan karir yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan tiap siswa tunarungu
tersebut. Hughes & Thomas (2003) merekomendasikan keterlibatan orang tua secara aktif dalam
pengembangan karier siswa khususnya siswa tunarungu. Intervensi konseling karir pada siswa
tunarungu dapat melibatkan orangtua dalam perencanaan karir siswa dengan memberikan
pemahaman mengenai proses pengembangan karir dan pentingnya keterlibatan mereka dalam
perkembangan karir anak mereka, dan dalam hal ini konseling karir dapat dilaksanakan dengan
setting home-based untuk menciptakan kondisi nyaman baik bagi orangtua maupun siswa itu
sendiri.
Selain itu, Gunawan (2011) menyampaikan bahwa untuk siswa tunarungu di SLTPLB/SMLB
SLB-B dapat diberikan layanan bimbimgan karir komprehensif dengan tahapan-tahapan yang
terdiri dari: (1) kesadaran diri {self awareness), (2) kesadaran pendidikan {educational awareness),
(3) kesadaran karier {career awareness), (4) kesadaran ekonomi {economic awareness), (5)
pembuatan keputusan {decision making), (6) kompetensi-kompetensi awal {beginning
competencies), (7) keterampilan kecakapan bekerja {employability skills), (8) sikap dan apresiasi
{attitudes and appreciations). Hasil yang diharapkan melalui intervensi bimbingan karir tersebut
ialah siswa tunarungu dengan keterbatasan yang dialaminya dapat merencanakan karir secara
mandiri dan efektif, dan orangtua yang memahami proses perkembangan karir dan kebutuhan siswa
tunarungu dalam merencanakan dan mengembangkan karirnya, serta mampu mencapai tujuan karir
yang dikehendaki.

4. Conclusion

Berdasarkan temuan penelitian ini, diketahui bahwa latar belakang sosial ekonomi keluarga
merupakan faktor pembeda perencanaan karir siswa tunarungu. Namun, tingkat sosial ekonomi
keluarga tidak mempengaruhi tingkat perencanaan karir siswa pada kelompok sampel penelitian
ini. Dengan temuan tersebut, maka dapat direkomendasikan layanan bimbingan karir oleh konselor
yang dapat membantu siswa tunarungu dalam merencanakan karir yang efektif dan sukses.
Bimbingan karir tersebut membutuhkan partisipasi aktif orangtua sebagai sumber dukungan baik
materil maupun psikologis terhadap siswa tunarungu, konnselor dapat memberikan segenap
pemahaman mengenai perkembangan karir dan kebutuhan siswa tunarungu dalam kehidupan
khususnya dalam perkembangan karirnya. Selain itu, konselor juga memberikan informasi dan
bimbingan yang diperlukan siswa tunarungu agar siswa dapat secara mandiri mempersiapkan dan
merencanakan karirnya dengan efektif.

5. Acknowledgments

Peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua kontributor yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini yaitu Yuda Syahputra, Miftahul Fikri, Leviana Trizeta dan Anisa Dwi
Astuti atas kontribusi yang diberikan dalam penelitian ini.

6. References
Afdal. (2015). Model Bimbingan Karir Kolaboratif dalam Memantapkan Perencanaan Karir Siswa
SMA. Universitas Pendidikan Indonesia.

Atmaja, T. T. (2014). Upaya Meningkatkan Perencanaan Karir Siswa Melalui Bimbingan Karir
dengan Penggunaan Media Modul. Psikopedagogia, 3(2), 58–68.

Bond, T. G., & Fox, C. M. (2015). Applying the Rasch Model, Fundamentals Measurement in the
Human Science (3rd edition). New York: Routledge.
Boone, W. J., Stever, J. R., & Yale, M. S. (2014). Rasch Analysis in the Human Science. Dordrech:
Springer Publishing Company, LLC.

Conama, J. B. (2013). Situating the socio-economic position of Irish Deaf community in the equality
framework. Equality, Diversity and Inclusion: An International Journal, 32(2), 173–194.

Crişan, C., & Ghimbulu, O. (2015). A Need Assessment on Students ’ Career Guidance. Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 180, 1022–1029. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.02.196

Fan, J. (2016). The Role of Thinking Styles in Career Decision-making Self-efficacy among
University Students. Thinking Skills and Creativity. https://doi.org/10.1016/j.tsc.2016.03.001

Furlonger, B. (1998). An Investigation of the Career Development of High School Adolescents with
Hearing Impairments in New Zealand. American Annals of the Deaf, 143(3), 268–276.
https://doi.org/10.1353/aad.2012.0183

Guan, M., Capezio, A., Restubog, S. L. D., Read, S., Lajom, J. A. L., Li, M., … Li, M. (2016). The
Role of Traditionality in The Relationships Among Parental Support, Career Decision-Making
Self-efficacy and Career Adaptability. Journal of Vocational Behavior.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2016.02.018

Gunawan, D. (2011). Model Bimbingan Karir Komprehensif untuk Pengembangan Karir Siswa
Tunarungu. JASSI_Anakku, 10, 51–59.

Hughes, C., & Thomas, T. (2003). The Family’s Influence on Adolescent and Young Adult Career
Developement: Theory, Research and Practice. Australlian Journal of Career Development,
12(3), 38–46.

Irianto, A. (2015). Statistik: Konsep dasar, aplikasi, dan pengembangannya (4th Ed). Jakarta:
Prenadamedia Group.

Iwundu, C. O. (1994). An Assessment of The Career Behaviours of a Group of Handicapped Children


- The Deaf in Nigeria. Studies in Educational Evaluation, 20, 297–304.

Joseph, L. L. (2012). The Impact of Family Influence and Involvement on Career Development.
University of Central Florida.

Lancaster, B. P., Rudolph, C. E., Perkins, T. S., & Patten, T. G. (1999). The Reliability and Validity of
the Career Decision Difficulties Questionnaire. Journal of Career Assessment, 7(4), 393–413.

Mwoleka, J. (2011). Cultural Factors Contributing to Adolescents‘ Career Decision-Making


Difficulties: Individualistic-Collectivistic Perspectives. The Adler Graduate School.

Nagle, K., Newman, L. A., Shaver, D. M., & Marschark, M. (2016). College and Career Readiness:
Course Taking of Deaf and Hard of Hearing Secondary School Students. American Annals of the
Deaf, 160(5), 467–482.

Perry, J. C., Liu, X., & Pabian, Y. (2010). School Engagement as a Mediator of Academic
Performance Among Urban Youth : The Role of Career Preparation , Parental Career Support ,
and Teacher Support. The Counseling Psychologist, 38(2), 269–295.
https://doi.org/10.1177/0011000009349272

Raymund, P., Garcia, J. M., Lloyd, S., Restubog, D., Bordia, P., Bordia, S., … Roxas, O. (2015).
Career optimism : The roles of contextual support and career decision-making self-ef fi cacy ☆.
Journal of Vocational Behavior, 88, 10–18. https://doi.org/10.1016/j.jvb.2015.02.004

Sovet, L., & Metz, A. J. (2014). Parenting styles and career decision-making among French and
Korean adolescents. Journal of Vocational Behavior, 84(3), 345–355.
https://doi.org/10.1016/j.jvb.2014.02.002

Sumintono, B., & Widhiarso, W. (2015). Aplikasi Pemodelan Rasch pada Assesment Pendidikan.
Bandung: Trim Komunikata.

Widya, R. J., & Pratiwi, T. I. (2013). Pengaruh Self Efficacy Dan Dukungan Sosial Keluarga
Terhadap Kemantapan Pengambilan Keputusan Karir Siswa. Jurnal BK UNESA, 03(01), 231–
238.

Zamroni, E. (2016). Urgensi Career Decision Making Skills dalam Penentuan Arah Peminatan Peserta
Didik. Jurnal Konseling GUSJIGANG, 2(2), 140–152.

Zunker, V. G. (2006). Career Counseling: A Holistic Approach (7th Editio). Belmont, CA: Thomson
Brooks/Cole.

Anda mungkin juga menyukai