Anda di halaman 1dari 12

Jur. Ilm. Kel. & Kons., Mei 2019, p : 87 - 97 Vol. 12, No.

2
ISSN : 1907 – 6037 e-ISSN : 2502 – 3594 DOI: http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2019.12.2.87

PERSEPSI TENTANG USIA PERNIKAHAN PEREMPUAN DAN JUMLAH ANAK


YANG DIHARAPKAN: MAMPUKAH MEMPREDIKSI
PRAKTEK PENGASUHAN ORANG TUA?

Oktriyanto1*, Hilma Amrullah 1, Dwi Hastuti2, Alfiasari 2

1
Pusat Penelitian dan Pengembangan KB dan KS, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana RI,
Jl. Permata 1 No.1 Jl. Halim Perdanakusuma, RT.4/RW.5, Kb. Pala, Makasar, Kota Jakarta Timur, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, 13650, Indonesia
2
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor, Bogor, 16680, Indonesia

*)
E-mail : oktriyanto@yahoo.com

Abstrak

Di Indonesia, usia ideal menikah dan jumlah anak ideal telah menjadi isu dalam pembangunan keluarga.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi usia pernikahan perempuan dan keinginan jumah anak pada
keluarga dengan anak usia prasekolah di Indonesia dan kemudian dikaitkan dengan praktek pengasuhan yang
dilakukan. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder dari Survei Indikator Kinerja Program
Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2017. Responden dalam studi ini adalah ibu yang memiliki anak usia
prasekolah, berjumlah 17.886 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengasuhan yang baik sejalan dengan
karakteristik ibu seperti status ibu bekerja, usia ibu yang semakin dewasa, pendidikan ibu yang lebih tinggi, dan
banyaknya jumlah anak prasekolah di dalam keluarga. Studi ini juga menunjukkan adanya hubungan antara
pengasuhan yang baik dengan sikap ibu yang tidak setuju terhadap pernikahan perempuan di bawah 21 tahun
dan juga sikap tidak setuju untuk memiliki anak lebih dari tiga. Temuan ini mengindikasikan bahwa penilaian ibu
terkait usia pernikahan perempuan dan jumlah anak dapat memprediksi praktek pengasuhan yang diterapkan
pada keluarga. Oleh karenanya, program peningkatan kapasitas pengasuhan perlu mempertimbangkan
keyakinan ibu tentang usia pernikahan dan jumlah anak sebagai faktor yang berdampak terhadap praktek
pengasuhan yang dilakukan.

Kata kunci: jumlah anak ideal, keluarga anak prasekolah, praktek pengasuhan, Survei Indikator KKBPK RPJMN
BKKBN, usia ideal menikah

Perception of The Marriage Age of Women and The Expected Number of Children:
Could It Predict Parenting Practices?

Abstract

In Indonesia, the ideal age for marriage and the number of ideal children has become an issue in family
development program. This study aims to analyze the mother's perceptions of the marriage age of women and
the expected number of children among families with preschool children in Indonesia and its relation to the
practice of parenting. The study used secondary data from the Survey of Population, Family Planning and Family
Development Program Performance, National Medium Term Development Plan Year 2017. Respondents of this
study were mothers who had preschool children that were 17,886 people. The results showed that good parenting
was in line with maternal characteristics such as the status of working mothers, increasingly mother's age, higher
maternal education, and the number of preschoolers in the family. This study also showed that there is a
relationship between parenting practices and the mother's attitude on the age marriage of women and the
expected number of children. These findings indicate that maternal assessment of the age of marriage of women
and the expected number of children could predict parenting practices carried out by the family. Therefore, the
program to increase parenting capacity needs to consider the mother's beliefs about the age of marriage and the
number of children as factors that will influence the parenting practices of the family.

Keywords: ideal number of children, ideal age for marriage, parenting practices, preschoolers family, Survey of
Indicator KKBPK RPJMN BKKBN
88 OKTRIYANTO, AMRULLAH, HASTUTI, & ALFIASARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

PENDAHULUAN meningkat. Pernyataan ini didukung oleh hasil


penelitian Oktriyanto, Puspitawati, dan
Kehidupan keluarga dimulai dari sebuah Muflikhati (2015) yang menemukan bahwa
pernikahan. Dalam membentuk sebuah telah terjadi perubahan nilai yang
pernikahan, tentu diperlukan kesiapan menikah menyebabkan menurunnya jumlah anak yang
dari masing-masing individu (Krisnatuti & diharapkan keluarga, baik di perdesaan
Oktaviani, 2010). Kesiapan menikah maupun di perkotaan.
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kesiapan emosi, finansial, spiritual, dan Perempuan yang memiliki persepsi positif
kematangan usia (Sari & Sunarti, 2013). Usia terhadap kesiapan menikah cenderung
individu khususnya perempuan pada saat memiliki atau mengharapkan jumlah anak yang
memulai sebuah pernikahan menjadi hal yang lebih sedikit dibandingkan perempuan yang
menarik untuk diperhatikan. Usia perempuan memiliki persepsi sebaliknya. Persepsi positif
saat pertama kali menikah dapat dijadikan tersebut salah satunya adalah sikap terhadap
sebagai indikator lama sekolah dan partisipasi kesuburan pranikah, pengetahuan mengenai
kerja (Rohmah, 2013). Dalam kehidupan alat kontrasepsi, serta pengetahuan terhadap
keluarga, usia menikah pertama kali bagi penyakit seksual (Zwang, 2014). Selain itu,
perempuan akan menentukan kualitas Zwang (2014) juga menyatakan bahwa
kehidupan keluarga yang akan dibentuk. persepsi tersebut mampu mewujudkan
Perempuan yang menikah terlalu dini, bahkan program keluarga, kesehatan, serta
di usia anak-anak akan memperbesar resiko memengaruhi kebijakan dan kehidupan di
terganggunya kesehatan dan kesejahteraan dalam keluarga.
perempuan dalam memasuki kehidupan
keluarga (United Nations Population Fund, Menurut Schwarz, Schäfermeier, dan
2012). Trommsdorff (2005), nilai-nilai yang dimiliki
perempuan, khususnya oleh ibu akan
Di Indonesia, usia ideal menikah yang memengaruhi nilai dan tujuan ibu dalam
dianjurkan pemerintah dalam hal ini BKKBN membesarkan anak. Adapun tujuan dalam
yaitu 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun membesarkan anak secara positif ditandai
untuk laki-laki (BKKBN, 2017). Sementara itu, dengan penerimaan ibu terhadap anak-
penelitian Rohmah (2013) menemukan bahwa anaknya. Hal tersebut juga akan berkaitan
sebagian besar perempuan di wilayah dengan praktek pengasuhan ibu yang
perdesaan menikah pada usia di bawah 20 selanjutnya akan memengaruhi perkembangan
tahun. Hal tersebut dikarenakan kurangnya anak. Menurut Sunderland (2016), pengasuhan
pengetahuan tentang usia menikah, rendahnya yang baik dapat meningkatkan kecerdasan
pendidikan, serta status pekerjaan. Hal yang sosial anak seperti mampu berinteraksi dengan
sama juga diungkapkan oleh Zwang (2014) orang lain, bekerja dalam kelompok, serta
yang menyatakan bahwa sebagian besar memiliki rasa saling mengasihi. Pengasuhan
perempuan yang menikah pada usia dini yang baik adalah yang bersifat tegas dan
adalah mereka yang berasal dari latar belakang responsif. Hal ini dibuktikan dalam penelitian
keluarga yang memiliki kondisi ekonomi Pasaribu, Hastuti, dan Alfiasari (2013) yang
rendah. Alasan ekonomi serta harapan menemukan bahwa pengasuhan otoritatif
mencapai keamanan sosial dan finansial (menerapkan aturan dan responsif terhadap
setelah menikah menyebabkan banyak orang anak) dapat memengaruhi karakter remaja,
tua mendorong anaknya untuk menikah di usia sedangkan gaya pengasuhan permisif
muda (Fadlyana & Larasati, 2009). Oleh (membebaskan anak / tidak tegas) yang
karenanya, tidak salah pendapat Mathur, dilakukan oleh ibu secara negatif memengaruhi
Greene, & Malhotra (2003) yang menyebutkan karakter remaja. Beberapa penelitian lain juga
bahwa penyebab utama terjadinya pernikahan telah membuktikan peran pengasuhan
dini (usia anak) adalah kombinasi antara terhadap perkembangan anak (Hastuti,
tradisi, kemiskinan, dan kurangnya kesempatan Alfiasari, & Chandriyani, 2010; Latifah, Hastuti,
dalam mengakses sumber daya pembangunan. & Latifah, 2010; Elmanora, Hastuti, &
Muflikhati, 2015; Umasyah & Alfiasari, 2016;
Di samping fakta bahwa masih terdapat banyak Humaeda & Alfiasari, 2016; Junianti, Hastuti, &
perempuan yang menikah di usia muda, namun Alfiasari, 2016; Alfiasari & Rachmawati, 2017;
hal tersebut tidak sejalan dengan jumlah anak Berlianti et al., 2016). Hasil-hasil penelitian
yang diharapkan. Zwang (2014) menyatakan tersebut menegaskan pentingnya pengasuhan
bahwa saat ini perempuan mengharapkan lebih yang berkualitas, khususnya oleh ibu sebagai
sedikit anak dikarenakan biaya hidup dan biaya pengasuh utama.
untuk membesarkan anak-anak yang terus
Vol. 12, 2019 MAMPUKAH MEMPREDIKSI PRAKTEK PENGASUHAN ORANG TUA? 89

Pentingnya faktor pengasuhan terhadap Penelitian yang dilakukan Oktriyanto,


perkembangan anak telah diterima secara luas Puspitawati, dan Muflikhati (2015), menemukan
dan telah dibuktikan secara empiris dalam bahwa usia menikah pertama istri berpengaruh
berbagai penelitian yang dilakukan selama tehadap jumlah anak yang diharapkan. Usia
dekade terakhir dan dalam beragam latar menikah pertama istri di perdesaan cenderung
belakang keluarga. Oleh karenanya, lebih muda dibandingkan dengan di perkotaan.
menemukan faktor-faktor yang dapat Hasil penelitian tersebut juga membuktikan
memengaruhi praktek pengasuhan orang tua bahwa jumlah anak yang diharapkan keluarga
perlu dilakukan untuk dapat memberikan di perdesaan cenderung lebih banyak
kontribusi empiris tentang kebutuhan dibandingkan keluarga di perkotaan.
pendidikan pengasuhan untuk orang tua dalam Berdasarkan temuan penelitian tersebut maka
beragam program dan kegiatan di masyarakat. menganalisis lebih lanjut tentang keterkaitan
Penelitian sebelumnya telah menemukan usia menikah perempuan dan jumlah anak
bahwa perbedaan latar belakang pendidikan, dengan praktek pengasuhan perlu dilakukan.
jenis pekerjaan, besar pendapatan, serta
harapan orang tua menjadi faktor yang Beberapa penelitian tentang pengasuhan pada
menyebabkan pengasuhan orang tua terhadap keluarga Indonesia yang telah dijelaskan
anak berbeda pada masing-masing orang tua sebelumnya (Hastuti, Alfiasari, & Chandriyani,
(Mufarika, 2014). 2010; Latifah, Hastuti, & Latifah, 2010;
Elmanora, Hastuti, & Muflikhati, 2015;
Dalam penelitian yang dilakukan Dewanggi, Umasyah & Alfiasari, 2016; Humaeda &
Hastuti, dan Herawati (2015), diketahui bahwa Alfiasari, 2016; Junianti, Hastuti, & Alfiasari,
usia ayah dan ibu memiliki hubungan negatif 2016; Alfiasari & Rachmawati, 2017; Berlianti et
dengan gaya pengasuhan yang diterapkan. Hal al., 2016) dilakukan dalam skala contoh
ini mengindikasikan bahwa usia ibu dapat penelitian berukuran kecil. Penelitian untuk
memengaruhi cara ibu dalam mengasuh anak- memotret praktek pengasuhan anak pada
anak mereka. Beberapa penelitian lain juga keluarga-keluarga di Indonesia dengan
telah menemukan bahwa beberapa faktor yang menggunakan skala data besar masih sangat
memengaruhi pengasuhan diantaranya usia jarang dilakukan. Oleh karenanya,
anak dan pendidikan orang tua (Humaeda & memanfaatkan data Survei Indikator Kinerja
Alfiasari, 2016, Voluntir & Alfiasari, 2014), Program Kependudukan, Keluarga Berencana
pendapatan keluarga (Umasyah & Alfiasari, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK)
2016), usia orang tua (Utami, Hernawati, & Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Alfiasari, 2016), kepribadian ibu (Hermawan & Nasional (RPJMN) Tahun 2017 untuk dapat
Alfiasari, 2017), dan juga temperamen anak menemukan keterkaitan antara penilaian ibu
(Ramadhianti & Alfiasari, 2017). Temuan- tentang usia pernikahan dan jumlah anak yang
temuan tersebut menegaskan variabel-variabel diharapkan akan dapat memberikan gambaran
karakteristik keluarga, baik orang tua dan anak yang lebih mewakili keluarga Indonesia.
cukup berperan memengaruhi praktek Selain menganalisis keterkaitan ketiga variabel
pengasuhan yang dilakukan. tersebut maka potret praktek pengasuhan yang
diterapkan keluarga Indonesia di perdesaan
Dalam isu yang lebih makro, perubahan- dan perkotaan juga akan bisa digambarkan
perubahan sosiodemografi yang terjadi dalam melalui survey ini. Oleh karenanya, secara
beberapa dekade di dunia juga turut khusus, artikel ini disusun dengan tujuan untuk
memberikan andil dalam membentuk menganalisis praktek pengasuhan keluarga
kehidupan keluarga masa depan. Dalam Indonesia menggunakan data Survei Indikator
publikasinya, the Organisation for Economic KKBPK RPJMN Tahun 2017 berdasarkan
Co-operation and Development (2011), wilayah perdesaan dan perkotaan di Indonesia
mengidentifikasi empat faktor yang dapat serta kaitannya dengan persepsi ibu tentang
memengaruhi kehidupan keluarga masa depan usia pernikahan perempuan dan keinginan
di tahun 2030. Keempat faktor tersebut adalah jumah anak yang diduga akan mampu
perubahan demografi, perubahan sosial dan memprediksi praktek pengasuhan yang
kehidupan masyarakat, teknologi, dan diterapkan.
ekonomi. Beberapa faktor perubahan
demografi yang akan memengaruhi kehidupan METODE
keluarga diantaranya adalah proyeksi jumlah
penduduk, fertilitas, usia harapan hidup, dan Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi
imigrasi. Jumlah anak yang diharapkan dapat capaian program pembangunan keluarga di
memengaruhi proyeksi penduduk yang akan indonesia, khususnya mengenai praktek
berdampak terhadap kehidupan keluarga. pengasuhan pada keluarga dengan anak usia
90 OKTRIYANTO, AMRULLAH, HASTUTI, & ALFIASARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

prasekolah (0-6 tahun). Penelitian ini butir pernyataan), dan aspek pengasuhan
mengindentifikasi persepsi (belief) orang tua perkembangan sosial (empat butir pernyataan).
mengenai usia pernikahan perempuan dan Variabel ini memiliki skala jawaban Ya=1 dan
keinginan jumlah anak di dalam praktek Tidak=0. Pernyataan pada variabel praktek
pengasuhan. Desain penelitian ini adalah cross pengasuhan akan dijawab “Ya” oleh responden
sectional study. Pengumpulan data jika responden melakukan pernyataan tersebut
menggunakan teknik survei berskala nasional kepada anak prasekolahnya, sebaliknya jika
sebagai bentuk evaluasi terhadap pelaksanaan tidak melakukannya maka dijawab “Tidak”.
program Kependudukan, Keluarga Berencana
dan Pembangunan Keluarga pada tahun 2017. Variabel pengasuhan dalam peneltian ini
Survei tersebut dilakukan untuk dihitung berdasarkan indeks total ketiga aspek
mengidentifikasi estimasi parameter pada yang dilakukan dengan metode pembobotan.
tingkat provinsi dan nasional yang dilakukan Masing-masing pertanyaan memiliki nilai/bobot
dengan pendekatan klaster. yang berbeda-beda yaitu antara 1, 2 dan 3.
Pada aspek pengasuhan fisik pertanyaan “anak
Contoh dari penelitian ini adalah keluarga yang diukur tinggi dan berat badannya”, dan “anak
memiliki anak berusia balita dan prasekolah diajari berperilaku hidup sehat” diberikan nilai
(berusia 0-6 tahun), serta bertempat tinggal di 1. Sementara itu, pertanyaan “anak
wilayah klaster terpilih, yang seluruhnya diimunisasi” dan “anak diobati jika sakit” diberi
berjumlah 20.354 orang. Kemudian dari jumlah nilai 2. Pertanyaan “anak diberi makanan
tersebut dipillih menjadi 17.886 orang yang bergizi”, “anak diberi ASI” dan “anak diberi
yang merupakan keluarga yang memiliki anak vitamin” diberi nilai 3.
berusia 0-6 tahun dengan responden ibu.
Adapun pengumpulan data dilakukan pada Selanjutnya, pada aspek pengasuhan
bulan Maret – April 2017. Contoh dipilih perkembangan jiwa/ mental/ spiritual,
menggunakan tiga tahapan kerangka contoh. pemberian nilai 1 diberikan pada pertanyaan
Pertama melakukan identifikasi data desa/ “menemani anak bermain”, “menemani anak
kelurahan di seluruh Indonesia yang dilengkapi belajar”, dan “mengajari anak mengucapkan
dengan informasi klasifikasi urban (perkotaan)/ terima kasih”. Sementara nilai 2 diberikan untuk
rural (perdesaan). Kedua, melakukan pertnyaan “orang tua sebagai teladan/panutan”
identifikasi klaster di desa/ kelurahan terpilih dan “mengajari anak untuk menghormati/
(lokasi klaster terpilih sama dengan lokasi menghargai orang lain”. Selanjutnya, untuk nilai
klaster pada Survei RPJMN 2016). Terakhir, 3 diberikan pada pertanyaan
melakukan identifikasi hasil listing rumah “menstimulasi/memacu kratifitas anak” dan
tangga di klaster terpilih. “mengajari anak beribadah”.

Data yang digunakan adalah data sekunder. Pada aspek pengasuhan perkembangan sosial,
Data tersebut merupakan data dari hasil Survei pertanyaan “anak diikutkan lomba” diberi nilai
Indikator Kinerja Program 1. Sementara itu nilai 2 diberikan pada
Kependudukan ,Keluarga Berencana dan pertanyaan “memberi kesempatan bermain
Pembangunan Keluarga (KKBPK) Rencana dengan teman sebaya” dan “anak
Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) dikursuskan”. Selanjutnya, untuk pertanyaan
Tahun 2017. Data yang digunakan meliputi “anak disekolahkan dan anak diikutkan PAUD”
usia ibu, status pekerjaan ibu, pendidikan ibu, diberikan nilai 3.
kuintil kekayaan, jumlah anak prasekolah,
praktek pengasuhan, penilaian terhadap usia Adapun variabel penilaian ibu terhadap usia
menikah perempuan, dan penilaian terhadap menikah pada perempuan dan variabel
jumlah anak yang diharapkan. Seluruh data penilaian ibu terhadap jumlah anak yang
dalam penelitian ini diperoleh menggunakan diharapkan di dalam keluarga pada penelitian
alat bantu kuesioner, serta melalui proses ini masing-masing terdiri dari satu pertanyaan.
wawancara yang dilakukan oleh enumerator Pada masing-masing pertanyaan terdapat lima
kepada ibu. pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju,
netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Instrumen / alat ukur dalam penelitian ini Selanjutnya, dalam proses pengolahan data,
disusun dan dikembangkan oleh tim BKKBN. skala pertanyaan tersebut dikelompokan
Variabel praktek pengasuhan dalam penelitian menjadi dua pilihan saja. Responden yang
ini terdiri dari tiga dimensi pengukuran yaitu menjawab sangat setuju dan setuju
aspek pengasuhan perkembangan fisik (tujuh dikelompokan menjadi “setuju”=1. Adapun
butir pernyataan), aspek pengasuhan untuk jawaban netral, tidak setuju, dan sangat
perkembangan jiwa / mental / spiritual (enam tidak setuju dikelompokan menjadi jawaban
Vol. 12, 2019 MAMPUKAH MEMPREDIKSI PRAKTEK PENGASUHAN ORANG TUA? 91

“tidak setuju”=0. “Setuju” dalam variabel Keluarga di Indonesia umumnya hidup dalam
penilaian ibu terhadap usia menikah bermakna keluarga yang utuh. Hal ini terbukti bahwa lebih
“Ibu setuju dengan usia menikah <21 tahun” dari sembilan puluh persen responden di
sedangkan pada variabel penilaian ibu perdesaan dan di perkotaan hidup dalam
terhadap jumlah anak bermakna ““Ibu setuju keluarga utuh. Di sisi lain perbedaan yang
dengan jumlah anak >3 anak”. cukup signifikan terlihat pada besar persentase
kuintil kekayaan antara keluarga di perdesaan
Selanjutnya, berdasarkan jawaban yang dan di perkotaan. Di perdesaan, sebesar 52,3
diberikan responden terhadap penilaiannya persen responden tergolong dalam keluarga
pada usia pernikahan perempuan berdasarkan dengan kuintil kekayaan rendah (terbawah-
pertanyaan yang diberikan, penelitian ini menengah kebawah), sedangkan di perkotaan
menetapkan dua kategori ibu, yaitu yang setuju hanya terdapat 17,6 persen saja.
dengan pernikahan dini pada perempuan,
dengan pernikahan di bawah usia 21 tahun dan Apabila melihat kepemilikan jumlah anak
ibu yang tidak setuju terhadap hal tersebut. prasekolah, didapatkan hasil bahwa sebagian
Demikian pula dengan penilaian ibu terhadap besar ibu hanya memiliki satu anak usia
jumlah anak yang diharapkan di dalam prasekolah di dalam keluarganya. Di
keluarga. Penelitian ini mengkategorikan ibu perdesaaan ibu yang memiliki satu anak
menjadi dua, yaitu ibu yang setuju dengan prasekolah persentasenya sebesar 83,6
jumlah anak lebih dari tiga (jumlah anak persen, sedangkan di perkotaan jumlahnya
banyak) dan jumlah anak kurang dari tiga tidak jauh berbeda yaitu 81,8 persen. Meskipun
(jumlah anak sedikit). begitu, temuan tersebut menunjukkan bahwa
sekitar satu dari sepuluh ibu di Indonesia
Pengolahan data dilakukan mulai dari tahap memiliki anak usia prasekolah di dalam
data editing, coding, scoring, entering, keluarganya lebih dari satu.
cleaning, analyzing, dan interpreting.
Pemberian skor pada variabel penelitian untuk Penilaian Ibu terhadap Usia Pernikahan dan
pengolahan data pada variabel praktek Penilaian Ibu terhadap Jumlah Anak yang
pengasuhan, penilaian ibu terhadap usia diharapkan di Dalam Keluarga
pernikahan dan jumlah anak dibuat secara
konsisten dalam bentuk indeks, yaitu Hasil penelitian ini tentang penilaian ibu
mentransformasikan nilai skor variabel ke terhadap usia pernikahan perempuan
dalam interval 0–100. Data dianalisis secara menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Data
statistik deskriptif dan inferensia dengan yang tersaji pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
menggunakan Microsoft Excel dan SPSS. proporsi ibu yang menyatakan setuju (36,7%)
Analisis deskriptif mencakup nilai rata-rata, nilai lebih kecil dibandingkan dengan ibu yang
maksimum dan minimum pada data kuantitatif. menyatakan sikap tidak setuju (63,3%)
Analisis inferensia yang digunakan yaitu uji terhadap usia pernikahan perempuan di bawah
hubungan untuk menemukan keterkaitan usia 21 tahun. Berdasarkan hasil survei,
antara praktek pengasuhan dengan penilaian ditemukan bahwa persentase ibu yang setuju
ibu terhadap usia pernikahan dan jumlah anak dengan pernikahan dini (di bawah usia 21
yang diharapkan di dalam keluarga. tahun) pada perempuan menunjukkan proporsi
yang lebih tinggi di wilayah perdesaan (40,9%)
HASIL dibandingkan dengan di perkotaan (30,0%).
Temuan penelitian ini dapat dimaknai bahwa
Karakteristik Responden sekitar empat dari sepuluh ibu di perdesaan
dan tiga dari sepuluh ibu di perkotaan setuju
Hasil survei menemukan bahwa secara dengan perempuan yang menikah di bawah 21
keseluruhan di kedua wilayah perdesaan dan tahun. Temuan ini juga menunjukkan bahwa
perkotaan, usia ibu tersebar dari 15-78 tahun. proporsi ibu yang setuju bahwa perempuan
Apabila dilihat berdasarkan jenjang pendidikan sebaiknya menikah di atas usia 21 tahun sudah
yang pernah diduduki ibu, hasil survei cukup tinggi di Indonesia.
menunjukkan 61,6 persen ibu di perkotaan
telah berhasil menempuh wajib pendidikan Tabel 1 Sebaran responden berdasarkan sikap
sembilan tahun, sedangkan di perdesaan terhadap usia pernikahan
persentasenya hanya sebesar 34,1 persen. perempuan dan jumlah anak di
Adapun lebih dari setengah ibu di perdesaan dalam keluarga
(70,9%) dan di perkotaan (71,5%) berstatus Sikap
Perdesaan Perkotaan Total
sebagai ibu rumah tangga. n % n % n %
Sikap terhadap Perempuan yang Menikah <21
92 OKTRIYANTO, AMRULLAH, HASTUTI, & ALFIASARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

Tahun perempuan untuk menikah di atas 21 tahun


Setuju 452 40, 204 30, 6568 36, dan mendorong keluarga untuk lebih baik
6 9 2 0 7 mempunyai dua anak saja maka terlihat bahwa
Tidak 655 59, 476 70, 1131 63, ibu di perkotaan mempunyai proporsi yang
setuju 0 1 8 0 8 3
lebih besar untuk setuju terhadap pernikahan di
Sikap terhadap Jumlah Anak yang diharapkan> 3
Setuju 753 68, 403 59, 1157 64, atas 21 tahun dan setuju untuk mempunyai dua
4 0 5 3 0 7 anak saja di dalam keluarga (kurang dari tiga
Tidak 354 32, 277 40, 6317 35, anak).
setuju 2 0 5 7 3
Temuan ini juga mengindikasikan bahwa
Tabel 2 Sebaran karakteristik keluarga yang kesadaran ibu di perkotaan untuk
mempunyai sikap setuju dengan meningkatkan kualitas kehidupan keluarga
perempuan yang menikah <21 tahun yang lebih baik melalui pendewasaan usia
dan jumlah anak yang diharapkan > pernikahan perempuan dan membatasi jumlah
3 (n=5.389) anak lebih tinggi dibandingkan dengan ibu di
Perdesaan Perkotaan perdesaan.
Karakteristik Ibu
N % N %
Usia Selanjutnya, penelitian ini mengolah data ibu
Min-max 16-78 15-75 yang menyatakan setuju dengan keduanya,
Rata-rata+SD 31,49+7,63 31,85+7,12 yaitu setuju dengan perempuan yang menikah
Pendidikan
di bawah 21 tahun dan setuju dengan jumlah
Tidak sekolah-SD- 281 74, 789 49,
SMP 4 5 0 anak yang diharapakan lebih dari tiga.
SMA-Perguruan 964 25, 822 51, Pengolahan data yang dilakukan menemukan
Tinggi 5 0 sebanyak 5.389 ibu (30,13%) yang
Tipologi Keluarga menyatakan sikap setuju dengan keduanya.
Keluarga tidak utuh 119 3,1 43 2,6 Berdasarkan jumlah tersebut, didapatkan
Keluarga utuh 366 96, 156 97, bahwa rata-rata usia ibu yang setuju dengan
0 0 9 4 keduanya yaitu 31,49 tahun di perdesaan dan
Status Pekerjaaan 31,85 tahun di perkotaan. Hasil lain juga
Tidak bekerja 280 74, 125 77,
menunjukkan bahwa sebesar 74,5 persen ibu
7 3 0 6
Bekerja 971 25, 361 22, di perdesaan yang setuju dengan perempuan
7 4 yang menikah di bawah 21 tahun dan setuju
Jumlah Anak dengan jumlah anak yang diharapakan lebih
Prasekolah dari tiga, masih berada pada kategori jenjang
Lebih dari satu 107 18, 317 19, pendidikan rendah antara tidak bersekolah-SD-
7 7 SMP. Sementara ibu di perkotaan yang setuju
Satu anak 307 81, 129 80, dengan keduanya, mempunyai proporsi
1 3 4 3 tertinggi dengan pendidikan antara SMA-
Kuintil Kekayaan
Perguruan Tinggi (Tabel 2).
Rendah (menengah 216 57, 374 23,
bawah) 4 3 2
Tinggi (menengah 161 42, 123 76, Selain itu, perbedaan juga terlihat pada
atas) 5 7 7 8 kategori kuintil kekayaan antara ibu di
perdesaan dan di perkotaan yang memiliki
Hal yang sama juga terlihat pada sikap orang sikap setuju dengan pernikahan perempuan
tua terhadap jumlah anak yang diharapkan di dibawah 21 tahun dan mengharapkan anak
dalam keluarga (Tabel 1). Hasil penelitian lebih dari tiga (Tabel 2). Di perdesaan, 57,3
menunjukkan bahwa di perdesaan, proporsi ibu persen ibu memiliki kuintil kekayaan yang
yang menyetujui untuk memiliki anak lebih dari terkategori rendah, sedangkan sebanyak 76,8
tiga adalah sebesar 68 persen, sedangkan di persen ibu di perkotaan memiliki kuintil
kota hanya 59,3 persen. Hasil tersebut menarik kekayaan yang terkategori tinggi. Berdasarkan
karena dengan slogan “Dua Anak Lebih Baik” hasil survei, pada kelompok ibu yang setuju
yang sering disosialisasikan kepada dengan keduanya, terlihat perbedaan
masyarakat, survei ini menunjukkan bahwa persentase antara pendidikan dan kuintil
proporsi ibu yang setuju dengan jumlah anak kekayaan ibu di perdesaan dan di perkotaan.
lebih dari tiga di dalam keluarga masih lebih
besar dibandingkan dengan yang tidak setuju. Tabel 3 Nilai rata-rata dan standar deviasi
Meskipun begitu, bila dikaitkan dengan
indeks pengasuhan berdasarkan
program Pembangunan Keluarga di Indonesia,
khususnya terkait dengan Pendewasaan Usia sikap terhadap pernikahan dini (<21
Pernikahan (PUP) yang mendorong tahun) pada perempuan
Praktek Setuju dengan Tidak Setuju
Vol. 12, 2019 MAMPUKAH MEMPREDIKSI PRAKTEK PENGASUHAN ORANG TUA? 93

Perempuan yang dengan sama juga terlihat pada wilayah perkotaan,


Menikah <21 Perempuan yang namun rata-rata indeksnya menunjukkan nilai
Pengasu Tahun Menikah <21 yang tidak jauh berbeda antara ibu yang
-han Tahun menyatakan sikap setuju (65,03+20,37) dengan
Perdesa Perkota Perdesa- Perkota- tidak setuju (68,25+20,31). Dari ketiga aspek
-an -an an an
pengasuhan, aspek pengasuhan untuk
Penga- 54,26+ 65,03+ 67,65+ 68,25+
suhan 21,19 20,37 20,77 20,31 perkembangan fisik memiliki nilai rata-rata
Total indeks tertinggi, baik pada ibu yang setuju
Fisik 83,03+ 82,75+ 83,87+ 83,67+ maupun tidak setuju dengan perempuan yang
20,61 21,99 21,82 20,61 menikah <21 tahun. Di perdesaan, rata-rata
Mental 58,34+ 59,37+ 63,84+ 63,42+ indeks pengasuhan fisik pada ibu yang memiliki
32,61 31,74 31,93 31,65 sikap setuju dengan pernikahan dini adalah
Sosial 51,42+ 52,99+ 55,22+ 57,67+ sebesar 83,03+20,61.
27,83 27,76 27,95 27,99
Sementara pada ibu yang memiliki sikap tidak
Tabel 4 Nilai rata-rata dan standar deviasi setuju adalah 83,87+21,82. Rata-rata indeks
indeks pengasuhan berdasarkan tertinggi pada praktek pengasuhan mental
sikap terhadap jumlah anak yang terlihat pada ibu yang memiliki sikap tidak
diharapkan di dalam keluarga setuju dengan pernikahan dini di wilayah
Setuju dengan Tidak Setuju perdesaan (63,42+31,65).
Jumlah Anak yang dengan Jumlah
Praktek
Diharapkan > 3 Anak yang Berbeda halnya dengan rata-rata aspek
Pengasu-
Diharapkan > 3 pengasuhan sosial. Ibu di wilayah perkotaan
han
Perdes Perkot Perdes Perkota yang memiliki sikap tidak setuju dengan
a-an a-an a-an -an
pernikahan dini memiliki rata-rata indeks
Pengasu 65,60+ 66,90+ 67,68+ 67,84
tertinggi yaitu 57,67+27,99. Secara
h-an 21,17 20,74 20,60 +
Total 19,83 keseluruhan, baik di perdesaan maupun
Fisik 82,99+ 83,14+ 84,68+ 83,74 perkotaan dan juga berdasarkan setiap dimensi
22,46 21,42 21,57 + pengasuhan, hasil survei menunjukkan bahwa
20,46 ibu yang memiliki sikap tidak setuju dengan
Mental 60,71+ 61,91+ 63,46+ 62,64 pernikahan dini memiliki capaian indek
32,61 32,11 31,61 + pengasuhan yang lebih tinggi dibandingkan
31,17 dengan ibu yang memiliki sikap setuju.
Sosial 52,09+ 55,67+ 54,89+ 57,13
27,91 28,16 28,04 +
27,76
Pengasuhan berdasarkan Sikap terhadap
Jumlah Anak yang Diharapkan di Dalam
Di sisi lain, tipologi keluarga, status bekerja, Keluarga
dan jumlah anak prasekolah menunjukan besar
persentase yang tidak jauh berbeda antara ibu Hasil survei pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
yang setuju dengan keduanya baik di wilayah praktek pengasuhan ibu berbeda berdasarkan
di perdesaan maupun perkotaan. Hasil kajian sikapnya terhadap jumlah anak yang
ini menunjukkan bahwa lebih dari sembilan diharapkan. Di perdesaan, ibu yang
puluh persen ibu yang setuju dengan keduanya mengharapkan anak lebih dari tiga memiliki
di perdesaan dan di perkotaan memiliki rata-rata indeks pengasuhan fisik sebesar
keluarga yang utuh. Adapun lebih dari 82,99+22,46, pengasuhan mental sebesar
setengah ibu yang setuju dengan keduanya di 60,71+32,61, dan pengasuhan sosial sebesar
perdesaan dan di perkotaan berstatus tidak 52,09+27,91. Nilai tersebut lebih rendah
bekerja (74,3% dan 77,6%) dan hanya memiliki dibandingkan di perkotaan yang menunjukkan
satu anak usia prasekolah di dalam keluarga capain rata-rata sebesar 83,14+21,42 (fisik),
(81,3% dan 80,3%). 61,91+32,11 (mental), dan 55,67+28,16
(sosial).
Selanjutnya, Tabel 3 menyajikan hasil
keragaan pengasuhan yang dilihat berdasarkan Sementara itu, hasil survei menunjukkan
sikap ibu terhadap pernikahan dini pada bahwa ibu yang tidak setuju untuk memiliki
perempuan. Di wilayah perdesaan, rata-rata lebih dari tiga anak memiliki rata-rata indeks
indeks praktek pengasuhan secara pengasuhan yang cenderung lebih tinggi
keseluruhan lebih baik pada ibu yang dibandingkan ibu yang setuju. Berdasarkan
menyatakan sikap tidak setuju (67,65+20,77) dimensi aspek pengasuhan, aspek fisik
dengan pernikahan dini dibandingkan yang memiliki nilai rata-rata indeks tertinggi di antara
menyatakan setuju (54,26+21,19). Hal yang dua aspek pengasuhan lainnya.
94 OKTRIYANTO, AMRULLAH, HASTUTI, & ALFIASARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

Di perdesaan ibu yang tidak mengharapkan beberapa temuan yang menarik. Di perdesaan,
memiliki lebih dari tiga anak memiliki usia (r=0,068), pendidikan (r=0,115), status
pengasuhan fisik sebesar 84,68+21,57, bekerja (r=0,089), kuintil kekayaan (r=0,104),
pengasuhan mental 63,46+31,61, dan dan jumlah anak prasekolah (r=0,041)
pengasuhan sosial 54,89+28,04, Adapun di berhubungan positif signifikan dengan
perkotaan ibu yang tidak mengharapkan pengasuhan ibu. Adapun di perkotaan faktor
memiliki lebih dari tiga anak memiliki usia (r=0,062), pendidikan (r=0,105), status
pengasuhan fisik sebesar 83,74+20,46, bekerja (r=0,081), kuintil kekayaan (r=0,067),
pengasuhan mental 62,64+31,17, dan dan jumlah anak prasekolah (r=0,052) juga
pengasuhan sosial 57,13+27,76, Pada ibu yang menunjukkan hubungan yang positif signifikan
tidak setuju atau tidak megharapkan memiliki dengan pengasuhan ibu. Hal tersebut
lebih dari tiga anak, pengasuhan fisik dan mengartikan bahwa pengasuhan yang baik
mental terlihat lebih baik di wilayah perdesaan, berhubungan dengan usia ibu yang semakin
sedangkan pengasuhan sosial lebih baik di bertambah, jenjang pendidikan ibu yang
perkotaan. semakin tinggi, kuintil kekayaan yang semakin
besar, dan juga jumlah anak usia prasekolah di
Tabel 5 Koefisien uji hubungan antara variable dalam keluarga yang semakin bertambah.
bebas dengan pengasuhan keluarga Adapun ibu yang bekerja juga mempunyai
praktek pengasuhan yang lebih baik, baik di
Indonesia
wilayah perdesaan maupun perkotaan.
Perdesaan-
Variabel Bebas Perdesaan Perkotaan
Perkotaan
Temuan ini mengindikasikan bahwa faktor
Usia Ibu demografi seperti usia dan jumlah anak, faktor
0,068** 0,062** 0,068** sosial seperti pendidikan dan status bekerja,
(tahun)
Tipologi dan juga faktor ekonomi yaitu kekayaan
Keluarga (0 = keluarga mampu menjelaskan keragaman
keluarga tidak 0,019 0,011 0,016 praktek pengasuhan pada keluarga dengan
utuh, keluarga anak usia prasekolah di Indonesia.
utuh)
Pendidikan ibu Hasil uji hubungan juga membuktikan bahwa
(0=tidak lulus
wajib belajar 9
sikap ibu terhadap pernikahan dini
0,115** 0,105** 0,112** berhubungan positif signifikan dengan
tahun, 1=lulus
wajib belajar 9 pengasuhan, baik di desa (r=0,077), kota
tahun) (r=0,078), maupun secara keseluruhan di
Status Bekerja Indonesia (r=0,079). Hasil tersebut berarti
(0 = tidak bahwa semakin ibu menunjukkan sikap tidak
0,089** 0,081** 0,085**
bekerja, 1 = setuju terhadap pernikahan dini maka
bekerja) pengasuhan ibu juga akan semakin baik. Hasil
Jumlah Anak yang serupa juga terlihat pada uji hubungan
0,041** 0,052** 0,046**
Prasekolah
Kuintil
antara pengasuhan dengan sikap ibu terhadap
Kekayaan jumlah anak yang diharapkan, Keduanya
(0=menengah menunjukkan hubungan yang positif signifikan
0,104** 0,067** 0,093** di wilayah perdesaan, perkotaan, dan secara
bawah,
1=menengah keseluruhan di indonesia dengan nilai korelasi
atas) secara berturut-turut sebesar r=0,043, r=0,012
Sikap terhadap dan r=0,033. Temuan tersebut menunjukkan
Pernikahan 0,077** 0,078** 0,079** bahwa semakin ibu menunjukkan sikap tidak
Dini (indeks) setuju untuk memiliki anak lebih dari tiga di
Sikap terhadap
Jumlah Anak di
dalam keluarga maka pengasuhan ibu akan
Dalam 0,043** 0,012 0,033** semakin positif atau semakin baik.
Keluarga
(indeks) PEMBAHASAN
Keterangan: **signifikan pada p<0,05

Hubungan antara Variabel Bebas dengan Pernikahan sejatinya memerlukan kesiapan


Praktek Pengasuhan yang matang dari berbagai aspek agar
pernikahan tersebut nantinya mampu
Hasil uji hubungan antara karakteristik ibu, membangun keluarga yang sejahtera. Oleh
sikap ibu terhadap pernikahan dini, dan sikap karenanya, untuk dapat menciptakan
terhadap jumlah anak yang diharapkan di kehidupan pernikahan yang lebih baik maka
dalam keluarga dengan pengasuhan ibu seperti diperlukan kesiapan emosi, finansial, spiritual,
yang tersaji pada Tabel 5 menunjukkan dan kematangan usia untuk menjadikan
Vol. 12, 2019 MAMPUKAH MEMPREDIKSI PRAKTEK PENGASUHAN ORANG TUA? 95

seseorang siap dalam membangun pernikahan tahun dan setuju memiliki anak lebih dari tiga.
(Sari & Sunarti, 2013). Hasil penelitian Tyas, Temuan ini menarik untuk disandingkan
Herawati dan Sunarti (2017) menunjukkan usia dengan hasil penelitian Rohmah (2013) yang
istri yang semakin matang akan membuat istri menemukan bahwa usia menikah kebanyakan
atau ibu memiliki pengalaman dan perempuan di desa adalah di bawah 20 tahun.
pengetahuan yang lebih banyak sehingga Hasil survei ini menegaskan bahwa perempuan
pelaksanaan tugas perkembangan keluarga di wilayah perdesaan memang beresiko lebih
dapat berjalan dengan optimal dan mencapai tinggi untuk menikah dini, termasuk juga
kepuasan pernikahan. karena lebih banyak perempuan di perdesaan
yang mempunyai sikap setuju terhadap
Salah satu aspek yang terpenting dalam pernikahan usia dini dibandingkan dengan
mengukur kesiapan menikah adalah usia perempuan di wilayah perkotaan Indonesia.
seseorang dalam memulai pernikahan.
Menurut BKKBN (2017), usia ideal menikah Hasil survei juga menunjukkan bahwa pada
untuk perempuan adalah 21 tahun dan laki-laki usia, pendidikan, kuintil kekayaan, status tidak
25 tahun. Usia pertama menikah seseorang bekerja/ibu, dan juga jumlah anak usia
menjadi penting karena semakin dewasa usia prasekolah di dalam keluarga berhubungan
seseorang maka pengetahuan mereka erat dengan praktek pengasuhan yang
terhadap diri sendiri akan semakin baik. dilakukan keluarga dengan anak usia
Selanjutnya, hal tersebut akan berdampak prasekolah di Indonesia, baik di perdesaan
pada cara seseorang menentukan dan maupun perkotaan.
memperkirakan tujuan hidup setelah
pernikahan. Di sisi lain, usia menikah menjadi Mufarika (2014) menyatakan bahwa latar
penting karena hal ini juga akan berkaitan belakang seseorang seperti pendidikan,
dengan kesuburan sesorang. Tingkat pekerjaan, besar pendapatan merupakan salah
kesuburan pranikah mencapai puncak bagi satu faktor yang memengaruhi pengasuhan
perempuan yang berusia 18-20 tahun, orang tua terhadap anak. Sementara itu, dari
sementara tingkat kesuburan perkawinan segi pengasuhan, hasil survei secara
mencapai puncak pada usia 27-32 tahun keseluruhan menemukan bahwa nilai (indeks)
(Zwang, 2004). pengasuhan ibu lebih baik pada ibu dengan
sikap tidak setuju terhadap pernikahan
Hal tersebut dipertegas dengan apa yang perempuan di bawah usia 21 tahun dan juga
diutarakan Hartoyo, Latifah, dan Mulyani lebih baik pada ibu yang tidak setuju dengan
(2011), bahwa dimensi kematangan seseorang jumlah anak lebih dari tiga. Sementara itu,
berhubungan dengan jumlah anak yang lahir di apabila dilihat berdasarkan aspek pengasuhan,
dalam keluarga. Jumlah anak yang lahir akan aspek pengasuhan fisik memiliki capaian
berkaitan dengan keinginan / harapan indeks tertinggi di antara aspek mental dan
keluarga, khususnya ibu terhadap jumlah anak sosial.
yang ingin dimiliki. Zwang (2004)
mengungkapkan bahwa terdapat berbagai Hasil uji hubungan menunjukkan pengasuhan
faktor yang memengaruhi jumlah anak yang yang baik sejalan dengan usia ibu yang
diharapkan di dalam keluarga seperti fakor semakin dewasa, jenjang pendidikan ibu yang
demografi dan nilai yang dimiliki oleh ibu. Nilai- semakin tinggi, dan kuintil kekayaan yang
nilai tersebut tentunya juga akan memengaruhi semakin besar. Selain hal tersebut, ibu yang
praktek pengasuhan yang dilakukan oleh ibu. bekerja dan jumlah anak prasekolah yang
Schwarz, Schäfermeier, dan Trommsdorff semakin banyak juga berkaitan dengan
(2005) mengatakan bahwa pengasuhan secara pengasuhan yang semakin baik. Temuan ini
khusus dipengaruhi oleh tujuan ibu yang didukung dengan pernyataan Zwang (2014)
berorientasi terhadap keluarga dalam bahwa latar belakang keluarga seperti halnya
membesarkan anak. kondisi ekonomi yang rendah menyebabkan
besar perempuan menikah pada usia muda /
Survei ini secara khusus mengukur sikap ibu belum matang. Schumm & Newsom (2016)
terhadap usia pernikahan pertama pada juga mengungkapkan bahwa di negara-negara
perempuan dan jumlah anak yang diharapkan Barat, status sosial ekonomi dan capaian
ibu di wilayah Indonesia, baik di wilayah pendidikan yang rendah secara umum akan
perdesaan maupun perkotaan. Hasil survei berkaitan dengan usia yang lebih dini / muda
menunjukkan bahwa terdapat lebih banyak ibu saat menikah.
di perdesaan dibandingkan dengan di
perkotaan yang menunjukkan sikap setuju Adapun secara keseluruhan, survei ini
terhadap pernikahan perempuan di bawah 21 membuktikan adanya hubungan antara
96 OKTRIYANTO, AMRULLAH, HASTUTI, & ALFIASARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

pengasuhan yang baik dengan sikap ibu Hasil penelitian secara keseluruhan
terhadap pernikahan perempuan di bawah 21 menunjukkan bahwa sebagaian besar
tahun dan jumlah anak yang diharapkan, responden ibu memiliki keluarga yang utuh,
Dengan kata lain, sikap ibu yang tidak setuju berstatus sebagai ibu rumah tangga, serta
denan pernikahan perempuan di bawah 21 hanya memiliki satu anak prasekolah di dalam
tahun dan tidak setuju memiliki anak lebih dari keluarga, Adapun usia ibu menyebar antara 15-
tiga mampu memprediksi praktek pengasuhan 78 tahun, Sementara itu, apabila melihat dari
yang lebih baik. Hasil ini didukung dengan nilai segi pendidikan dan kuintil kekayaan, hasilnya
indeks pengasuhan yang lebih tinggi pada ibu lebih tinggi pada kelompok ibu di wilayah
yang bersikap tidak setuju dengan pernikahan perkotaan. Hasil pengukuran mengenai sikap
perempuan di bawah 21 tahun dan memiliki ibu terhadap pernikahan usia dini menunjukkan
anak lebih dari tiga. Hasil ini konsisten, baik di bahwa tidak lebih dari 50 persen ibu yang
wilayah perdesaan maupun perkotaan. menunjukkan kesetujuan terhadap hal tersebut.
Sementara itu, berdasarkan tiga aspek Meskipun pada kenyataanya, terlihat bahwa
pengasuhan, indeks ketiganya secara lebih besar persentase ibu di perdesaan
konsisten juga menunjukkan hasil yang lebih dibandingkan ibu di perkotaan yang setuju
tinggi pada ibu yang tidak setuju dengan dengan pernikahan perempuan di bawah 21
pernikahan perempuan di bawah 21 tahun dan tahun. Hal ini secara tidak langsung
tidak setuju dengan jumlah anak lebih dari tiga, menunjukkan bahwa sudah lebih banyak ibu
dibandingkan ibu yang bersikap sebaliknya. yang paham mengenai usia pernikahan, Hal
Menurut Keller, Völker dan Yovsi (2005), yang berbeda terlihat pada hasil penilaian ibu
pengasuhan yang berbeda pada tiap orang tua terhadap jumlah anak yang diharapkan di
disebabkan oleh perbedaan pengalaman dan dalam keluarga. Secara keseluruhan, penelitian
cara pengasuhan itu sendiri, yang nantinya ini membuktikan bahwa pengasuhan
juga akan memberikan efek yang berbeda cenderung lebih baik pada ibu yang
pada kemampuan tumbuh kembang anak. menunjukkan sikap tidak setuju terhadap
pernikahan usia dini, serta tidak mengharapkan
Oleh karenanya, beberapa penelitian yang untuk memiliki lebih dari tiga anak di dalam
terdahulu yang telah membuktikan secara keluarganya. Hasil uji hubungan pada
konsisten peran pengasuhan terhadap tumbuh penelitian ini juga menunjukan ibu yang
kembang anak dan ditambah dengan hasil bekerja, usia ibu yang semakin dewasa,
temuan dari survei ini maka pengembangan pendidikan ibu yang tinggi, dan banyaknya
program-program pendidikan pengasuhan jumlah anak prasekolah di dalam keluarga
pada keluarga-keluarga di Indonesia harus sejalan dengan pengasuhan ibu yang semakin
terus diperbaiki. Berdasarkan hasil penelitian baik.
ini, salah satu yang dapat dilakukan untuk
dapat membangun kompetensi pengasuhan Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih
keluarga Indonesia yang lebih baik adalah terdapat ibu yang setuju terhadap pernikahan
terus meningkatkan sikap positif khususnya perempuan di usia dini, serta setuju /
pada perempuan untuk mencegah pernikahan mengharapkan memiliki lebih dari tiga anak di
dini. Pendidikan bagi perempuan untuk dalam keluarga. Di samping itu, hasil penelitian
mempersiapkan kehidupan pernikahan yang ini juga membuktikan bahwa pengasuhan yang
lebih baik, khususnya kematangan usia yang baik justru sejalan dengan ibu yang
mencerminkan kematangan biologis dan menunjukkan ketidaksetujuan terhadap
psikologis perlu terus digalakkan. Selain itu, pernikahan dini dan memiliki lebih dari tiga
hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa anak. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
beban pengasuhan keluarga akan semakin meningkatkan kesadaran ibu terhadap usia
bertambah dengan bertambahnya jumlah anak. pernikahan dan jumlah anak yang ideal di
Oleh karenanya, program untuk mengatur jarak dalam keluarga. Hal tersbeut juga
dan jumlah kelahiran perlu disinkronkan mengindikasikan perlunya dilakukan upaya
dengan program edukasi pengasuhan. khususnya oleh pemerintah dalam
Mengingat temuan dalam survei ini menyosialisasikan mengenai usia pernikahan
menemukan masih banyaknya ibu yang lebih ideal dan pentingnya program KB bagi keluarga
setuju terhadap jumlah anak lebih dari tiga di Indonesia yang diintegrasikan dengan
namun dari uji hubungan menemukan bahwa pendidikan pengasuhan.
pengasuhan ibu akan lebih baik jika anak di
dalam keluarga kurang dari tiga. DAFTAR PUSTAKA

SIMPULAN DAN SARAN Alfiasari., & Rachmawati. (2017). Emotional


socialization and emotional intelligence
Vol. 12, 2019 MAMPUKAH MEMPREDIKSI PRAKTEK PENGASUHAN ORANG TUA? 97

prevent aggressive behavior among Humaeda, N., & Alfiasari. (2016). Analysis of
school-age children in the rural family. children values, academic socialization,
Journal of Child Development Studies, and motivation to continue Junior High
2(1), 12-22, doi: School education. Journal of Child
http://dx.doi.org/10.29244/jcds.2.1.12-22 Development Studies, 1(2), 22-23, doi:
http://dx.doi.org/10.29244/jcds.1.2.22-33
Berlianti, D., Vitalaya, A., Hastuti, D.,
Sarwoprasojdo, S., & Krisnatuti, D. Ihromi, T. O. (1999). Bunga Rampai Sosiologi
(2016). Ada apa dengan komunikasi Keluarga. Yayasan Obor Indonesia,
orang tua-remaja?: pengaruhnya
Junianti, M. J., Hastuti, D., & Alfiasari. (2016).
terhadap agresivitas remaja pada
sesama, Jurnal Ilmu Keluarga dan Analisis sosialisasi akademik dan
Konsumen, 9(3), 183-194, doi: motivasi berprestasi anak usia sekolah
http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2016.9.3.1 pada keluarga di pedesaan. Jurnal
83 Sekolah Dasar, 25(1), 1-11, doi:
BKKBN. (2017). Usia pernikahan ideal 21 – 25 http://dx.doi.org/10.17977/um009v25i120
tahun. https://www.bkkbn.go.id Badan 16p001
Keluarga BKKBN Usia Pernikahan Ideal
21-25 Tahun Keller, H., Völker, S., & Yovsi, R. D. (2005).
https://www.bkkbn.go.id/detailpost/bkkbn- Conceptions of parenting in different
usia-pernikahan-ideal-21-25-tahun. cultural communities: The case of West
Diakses Desember 2018 African Nso and Northern German
women. Social Development, 14(1): 158-
Dewanggi, M., Hastuti, D., & Herawati, T. 180
(2015). The influence of attachment and
quality of parenting and parenting Krisnatuti, D., & Oktaviani, V. (2010). Persepsi
environment on children’s character in dan kesiapan menikah pada
rural and urban areas of Bogor. Jurnal mahasiswa. Jurnal Ilmu Keluarga dan
Ilmu Keluarga & Konsumen, 8(1), 20-27, Konsumen, 4(1), 30-36, doi:
doi: http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2011.4.1.3
http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2015.8.1.2 0
0 Latifah, E., Hastuti, D., & Latifah, M. (2010).
Elmanora., Hastuti, D., & Muflikhati, I. (2015). Pengaruh pemberian asi dan stimulasi
Kesejahteraan keluarga dan kualitas psikososial terhadap perkembangan
lingkungan pengasuhan pada anak usia sosial-emosi anak balita pada keluarga
prasekolah. Jurnal Ilmu Keluarga dan ibu bekerja dan tidak bekerja. Jurnal Ilmu
Konsumen, 8(2), 96-105, doi: Keluarga dan Konsumen, 3(1), 35-45,
http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2015.8.2.9 doi:
6 http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2010.3.1.3
5
Fadlyana, E., & Larasati, S. (2009). Pernikahan
usia dini dan permasalahannya. Sari Mathur, S., Greene, M., & Malhotra, A. (2003).
Pediatri, 11(2): 136-140. Too young to wed: the lives, rights, and
health of young married girls.
Hartoyo., Latifah, M., & Mulyani, S. R. (2011). International Center for Research on
Studi nilai anak, jumlah anak yang Women. Washington DC: US. Diambil
diharapkan, dan keikutsertaan orang tua dari:
dalam program KB. Jurnal Ilmu Keluarga https://www.issuelab.org/resources/1142
dan Konsumen, 4(1), 37-45, doi: 1/11421.pdf
http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2011.4.1.3
7 Mufarika, A. (2014). Pola pengasuhan anak
pada keluarga miskin (studi kasus 5
Hastuti, D., Alfiasari., & Chandriyani. (2010). keluarga miskin di Desa Kebontunggul
Nilai anak, stimulasi psikososial, dan Kecamatan Gondang Kabupaten
perkembangan kognitif anak usia 2-5 Mojokerto). J+ PLUS UNESA, 3(1):1-11
tahun pada keluarga rawan pangan di
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Oktriyanto, O., Puspitawati, H., & Muflikhati, I.
Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, (2015). Nilai anak dan jumlah anak yang
3(1), 27-34, doi: diharapkan pasangan usia subur di
http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2010.3.1.2 wilayah perdesaan dan perkotaan. Jurnal
7 Ilmu Keluarga & Konsumen, 8(1), 1-9,
doi:
98 OKTRIYANTO, AMRULLAH, HASTUTI, & ALFIASARI Jur. Ilm. Kel. & Kons.

http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2015.8.1.1 Sunderland, M. (2016). The Science of


parenting: How today's brain research
can help you raise happy, emotionally
Pasaribu, R. M., Hastuti, D., & Alfiasari. (2013).
balanced children, Penguin
Pengaruh gaya pengasuhan dan metode
sosialisasi orang tua terhadap karakter Tyas, F. P. S., Herawati, T., & Sunarti, E.
jujur dan tanggung jawab siswa SMA di (2018). Tugas perkembangan keluarga
Kota Bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan dan kepuasan pernikahan pada
Konsumen, 6(3), 163-171, doi: pasangan menikah usia muda. Jurnal
http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2013.6.3.1 Ilmu Keluarga & Konsumen, 10(2), 83-
63 94, doi:
Rohmah, N. (2013). Faktor-faktor yang http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2017.10.2.
memengaruhi usia perkawinan pertama 83
wanita di Kecamatan Sidayu Kabupaten Umasyah, R., & Alfiasari. (2016). Effects of
Gresik. Swara Bhumi, 2(1):97-107 socialization methods and peer
Sari, F., & Sunarti, E. (2013). Kesiapan attachment on character strength of
menikah pada dewasa muda dan school-aged children. Journal of Child
pengaruhnya terhadap usia Development Studies, 1(2), 1-11, doi:
menikah. Jurnal Ilmu Keluarga & http://dx.doi.org/10.29244/jcds.1.2.1-11
Konsumen, 6(3), 143-153, doi: United Nations Population Fund. (2012).
http://dx.doi.org/10.24156/jikk.2013.6.3.1 Marrying Too Young: End Child Marriage.
43 United Nations Population Fund UNFPA,
Schumm, W. R., & Newsom, K. C. (2016). Age New York.
at First Marriage, Encyclopedia of Family Zwang, J. (2004). Perceptions and attitudes
Studies. 1-3 towards late marriage and premarital
Schwarz, B., Schäfermeier, E., & Trommsdorff, fertility in rural South Africa. IFAS
G. (2005). Relations between value Working Paper Series/Les Cahiers de
orientation, child-rearing goals, and l'IFAS, 4: hal 61
parenting: A comparison of German and
South Korean mothers

Anda mungkin juga menyukai