KOMUNIKASI EFEKTIF
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK
GRAND FAMILY
TAHUN 2018
1
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK GRAND FAMILY
NOMOR : 096/SK/DIR/RSIAGF/V/2018
TENTANG
MEMUTUSKAN :
KESATU : Pedoman Komunikasi Efektif di Rumah Sakit Ibu dan Anak Grand
Family sebagaimana terlampir dalam Lampiran Keputusan ini.
KEDUA : Pedoman ini menjadi acuan bagi rumah sakit untuk melaksanakan
program pelayanan komunikasi efektif dalam pemberian informasi
dan edukasi kepada pasien dan keluarganya di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Grand Family.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 02 Mei 2018
Direktur
KEPUTUSAN DIREKTUR
DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 2
B. Tujuan
BAB II. KOMUNIKASI EFEKTIF
A. Klasifikasi Komunikasi 3
B. Jenis Komunikasi 4
C. Model Komunikasi
8
BAB. III. TATA LAKSANA
11
BAB. IV. KOMUNIKASI EFEKTIF ASUHAN DAN EDUKASI
24
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kuasa-Nya sehingga kami selaku
penyusun mampu menyelesaikan pedoman komunikasi efektif dalam pemberian edukasi dan
informasi di lingkungan Rumah Sakit Ibu dan Anak Grand Family selama dalam rumah sakit
sebagai bentuk kepedulian rumah sakit yang diterapkan untuk memberikan hak – hak asasi
pasien atas mutu pelayanan dilingkungan Rumah Sakit Ibu dan Anak Grand Family dan
memenuhi persyaratan akreditasi.
Buku pedoman ini tentang Pedoman Komunikasi Efektif yang terkait dalam pemberian
edukasi dan informasi bagi pelanggan rawat inap dan rawat jalan. Pedoman Komunikasi
efektif dalam pemberian edukasi dan informasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran –
pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga
orang lain dapat mengerti betul apa yang dimaksud untuk meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk membuat suatu pedoman
komunikasi efektif dalam pemberian edukasi dan informasi.
Tak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada banyak pihak yang membantu dalam
penyusunan pedoman Komunikasi efektif dalam pemberian edukasi dan informasi sehingga
pedoman ini dapat selesai dan dan diaplikasikan dalam kegiatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak
Grand Family.
Semoga pedoman ini dapat meningkatkan komunikasi efektif dalam pemberian edukasi dan
informasi selama dalam perawatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Grand Family. Penyusun
sadar bahwa pedoman ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan pembuatan pedoman ini.
Penyusun
ii
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK GRAND FAMILY
TANGGAL : 02 Mei 2018
NOMOR : 096/SK/DIR/RSIAGF/V/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari – hari, mulai
antar teman/ pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Kegiatan komunikasi pada
prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan
komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari
satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide
yang dipertukarkan tersebut.
Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah sakit sangat
ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perawat dan dokter. Pelayanan
rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan perilaku pasien yang
berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas, perawat dan dokter harus
memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang bisa diterapkan di segala
situasi.
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan
keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia,
sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang – bincang
dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak
mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa berada
dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter sehingga takut bertanya dan bercerita atau
mengungkapkan diri. Hasilnya, pasien menerima saja apa yang dikatakan dokter.
Paradigma inilah yang harus kita perbaiki. Pasien dan dokter harus berada dalam
kedudukan setara sehingga pasien tidak merasa rendah diri dan malu untuk bisa
menceritakan sakit/ keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi yang
efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang
rencana tindakan selanjutnya.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu yang
lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit karena petugas,
perawat dasn dokter terampil mengenali kebutuhan pasien. Atas dasar kebutuhan pasien,
perawat dan dokter melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama
pasien. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman komunikasi efektif untuk
petugas, perawat dan dokter di Rumah Sakit Ibu dan Anak Grand Family untuk
memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.
1
B. Tujuan
Secara umum tujuan penyusunan pedoman komunikasi efektif ini adalah:
1. Memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan dokter mengenai
cara berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya;
2. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan
pasien dan keluarganya;
3. Menghindarkan kesalahpahaman yang bisa menimbulkan dugaan mal praktik.
2
BAB II
KOMUNIKASI EFEKTIF
Komunikasi berasal dari bahasa Latin “communis” yang artinya bersama. Secara
terminologis, komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian pikiran atau informasi
(pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media. Menurut ahli kamus
bahasa, komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika
dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling
dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Webster’s New Collegiate
Dictionary edisi tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses
pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambing-lambang, tanda-tanda atau
tingkah laku.
A. Klasifikasi Komunikasi
Berdasarkan kepada penerima pesan atau komunikan, komunikasi dapat diklasifikasikan
menjadi:
1. Komunikasi Intra Personal
Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri antara
individu dengan Tuhannya. Komunikasi intra personal merupakan keterlibatan
internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan – pesan.
Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, meberikan umpan
balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.
2. Komunikasi Inter Personal
Komunikasi inter personal berlangsung dengan dua arah, antara komunikator dan
komunikan, antara seorang tenaga medis dengan teman sejawat, atau antara
seorang tenaga medis dengan pasien.
3. Komunikasi Kelompok
Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi di dalam sebuah kelompok. Komunikasi
tidak hanya terjadi antara seseorang dengan seseorang yang lainnya, komunikasi juga
dilakukan dengan sekelompok orang yang disebut dengan komunikasi kelompok.
Menurut Michael Burgoon, komunikasi kelompok adalah interaksi secara tatap muka
antara tiga orang atau lebih dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi
informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, dimana anggota – anggotanya dapat
mengingat karakteristik pribadi anggota – anggota yang lain secara tepat, misalnya
organisasi profesi, kelompok remaja dan kelompok – kelompok sejenisnya.
Komunikasi dapat dalam bentuk diskusi, rapat dan sebagainya.
4. Komunikasi Publik
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di depan
umum. Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat berupa suatu
informasi, ajakan, gagasan. Komunikasi ini memerlukan ketrampilan komunikasi
lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan secara efektif dan efisien.
5. Komunikasi Organisasi
Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau antar organisasi
baik secara formal maupun informal.
Komunikasi organisasi pada umumnya membahas tentang struktur dan fungsi
3
organisasi serta hubungan antar manusia.
6. Komunikasi Massa
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang tersebar di
suatu wilayah geografis yang luas dan berkepentingan pada pesan komunikan yang
sama.
B. Jenis Komunikasi
Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi tertulis, komunikasi
verbal, komunikasi non – verbal, komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah.
1. Komunikasi Tertulis
a. Komunikasi tertulis merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara
tertulis baik manual maupun melalui media seperti email, surat, media cetak.
lainnya. Prinsip – prinsip komunikasi tertulis, yaitu:
1) Lengkap;
2) Ringkas;
3) Pertimbangan;
4) Konkrit;
5) Jelas;
6) Sopan;
7) Benar.
b. Dalam Rumah Sakit, komunikasi tertulis dapat berupa catatan perkembangan
pasien, catatan medis, laporan perawat dan catatan lainnya yang memiliki fungsi
sebagai berikut:
1) Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi;
2) Alat pengingat/ berpikir bilamana diperlukan, misalnya: surat yang telah
diarsipkan;
3) Dokumentasi historis, misalnya rekam medis pasien;
4) Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan;
5) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah,
surat pengangkatan, SPO.
c. Keuntungan komunikasi tertulis:
1) Adanya dokumen tertulis;
2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman;
3) Dapat menyampaikan ide yang rumit;
4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan;
5) Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai;
6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan;
7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian;
8) Untuk penelitian dan bukti di pengadilan.
2. Komunikasi Verbal
4
a. Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi
seperti telepon.
Kelebihan dari komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya, yakni
dilakukan secara tatap muka sehingga umpan balik dapat diperoleh secara
langsung dalam bentuk respon dari pihak komunikan.
Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif, kosa
kata, tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan
kesesuaian.
Jenis komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di rumah sakit dalam hal
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Komunikasi ini biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari
komunikasi ini adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara
langsung.
b. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal:
1) Memahami arti denotatif dan konotatif meliputi arti denotatif merupakan
memberikan pengertian yang sama dengan kata yang digunakan, sedangkan
arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam
suatu kata. Misalnya kata “kritis”.Secara denotatif, kritis berarti cerdas,
tetapi perawat menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang
mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan pasien, tenaga
medis harus berhati – hati memilih kata – kata sehingga tidak mudah untuk
disalah artikan terutama saat menjelaskan pasien mengenai kondisi
kesehatannya dan saat terapi.
2) Kosa kata mudah dipahami
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan kosa
kata, khususnya yang berhubungan dengan dunia medis, berperan penting
dalam komunikasi verbal. Banyak istilah teknis yang digunakan oleh tenaga
medis di rumah sakit, misalnya istilah “auskultasi”, akan lebih mudah
dipahami oleh pasien bila diucapkan dengan menggunakan kosa kata
“mendengarkan”.
3) Intonasi
Pembicaraan seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi atau nada.
Seseorang yang berbicara dengan nada yang tinggi menunjukkan bahwa
orang tersebut sedang marah. Sebaliknya seseorang yang berbicara dengan
nada riang menunjukkan bahwa orang tersebut sedang bergembira. Petugas
dan tenagaan medis rumah sakit hendaknya menjaga intonasi yang
menunjukkan perhatian dan ketulusan kepada pasien.
5
diterima dengan jelas. Semakin sedikit kata – kata yang digunakan semakin
kecil kemungkinan terjadinya kerancuan.
Komunikasi dapat diterima dengan jelas apabila penyampaiannya dengan
berbicara secara lambat dan pengucapan vokalnya dengan jelas. Selain itu,
komunikator harus tetap memperhatikan tingkat pengetahuan komunikan.
5) Selaan dan tempo bicara
Kecepatan atau tempo bicara yang tepat dapat menentukan keberhasilan
komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada
pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa
komunikator sedang menyembunyikan sesuatu. Hal ini harus diperhatikan
oleh petugas dan tenaga medis di rumah sakit, jangan sampai pasien
menjadi curiga karena selaan yang lama dan pengalihan yang cepat. Selaan
dapat dilakukan untuk menekankan pada hal tertentu, misalnya memberi
waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.
Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan
dikatakan sebelum mengucapkannya.
6) Ketepatan waktu dan relevansi
Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa hasil
sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya, bila pasien sedang menangis
kesakitan, bukan waktunya untuk tenaga medis menjelaskan resiko operasi.
Oleh karena itu, petugas dan tenaga medis harus peka terhadap ketepatan
waktu untuk berkomunikasi. Relevansi atau kesesuaian materi komunikasi
juga merupakan factor penting untuk diperhatikan. Komunikasi akan efektif
apabila topik pembicaraan berkenaan dengan masalah yang dihadapi oleh
komunikan. Komunikasi verbal akan lebih bermanfaat jika pesan yang
disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.
7) Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa dapat
mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress dan
dapat meningkatkan keberhasilan tenaga medis dalam memberikan
dukungan emosional terhadap pasien. Sullivan dan Deane (1988) dalam
Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat,
meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas,
memfasilitasi relaksasi pernafasan dan humor dapat digunakan untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau ketidakmampuannya untuk
berkomunikasi dengan pasien.
8) Dalam menyebutkan kata yang sulit maka pemberi pesan harus mengeja
hurufnya dengan menggunakan kode alfabet Internasional, yaitu:
6
Karakter Kode Karakter Kode
Alfabet Alfabet
A Alfa N November
B Bravo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Quebec
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliet W Whiskey
K Kilo X Xray
L Lima Y Yankee
M Mike Z Zulu
Sumber : Wikipedia
7
b) Nada suara atau intonasi bicara
Intonasi bicara berpengaruh terhadap arti pesan yang disampaikan oleh
seseorang kepada pihak lain. Oleh sebab itu, pengendalian emosi
merupakan faktor yang sangat penting dalam berkomunikasi.
c) Ekspresi wajah
Kondisi perasaan seseorang dapat diketahui melalui ekspresi wajar.
Sakit, susah, senang, takut, ngeri, jijik dan sebagainya dapat diketahui
dari ekspresi wajah. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar
dalam menentukan pendapat seseorang ketika berkomunikasi tatap
muka.
C. MODEL KOMUNIKASI
Model komunikasi adalah ilustrasi alur komunikasi yang menunjukkan unsur – unsur
penting di dalamnya. Menurut beberapa pakar komunikasi model adalah penyederhanaan
teori yang disajikan dalam bentuk gambar.
1. Model Komunikasi SMCR/ BERLO
Merupakan salah satu model komunikasi. Model ini mensyaratkan adanya empat
unsur komunikasi (sumber informasi, pesan, saluran dan penerima pesan) untuk
dapat terjadinya komunikasi.
2. Unsur komunikasi
a. Sumber Informasi (Source)
Sumber (pengirim pesan) adalah orang yang menyampaikan pemikiran atau
informasi yang dimilikinya kepada orang lain (penerima pesan). Pengirim pesan
bertanggung jawab dalam menerjemahkan pemikiran atau informasinya menjadi
sesuatu yang berarti, dapat berupa pesan verbal, non verbal dan tulisan atau
kombinasi dari ketiganya.
Pengirim pesan (komunikator) yang baik adalah komunikator yang menguasai
materi, pengetahuannya luas tentang informasi yang disampaikan, cara
berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si
penerima pesan (komunikan).
b. Pesan atau informasi (Message)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pesan komunikasi adalah:
1) Tingkat kepentingan informasi;
2) Sifat pesan;
3) Kemungkinan pelaksanaannya;
4) Tingkat kepastian dan kebenaran pesan;
5) Kondisi pada saat pesan diterima;
6) Penerima pesan.
Ketika pasien dalam posisi sebagai penerima pesan, dokter perlu secara proaktif
memastikan apakah pasien benar-benar memahami pesan yang telah disampaikannya.
Misalnya, dalam menginterpretasikan kata “panas”. Dokter yang mempunyai pasien
berumur dua tahun memesankan kepada ibu pasien, “Kalau dia panas, berikan obatnya.”
Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja berbeda dengan yang dimaksudkan oleh
dokter.
Dokter perlu mencari cara untuk memastikan si ibu mempunyai pemahaman yang sama,
misalnya dengan menggunakan ukuran yang tepat, yaitu termometer. Dokter mengajarkan
cara menggunakan termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta
memberikan obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak
mencapai angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami “panas”.
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang berbeda
bisa menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan intensitas radang, intensitas
nyeri yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan diagnosa maupun jenis obat yang
harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak
terjadi salah interpretasi.
Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti sampai pemberi
pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi baru dapat dikatakan lengkap
ketika pembicara mendapatkan umpan balik dari penerima yang meyakinkannya bahwa
tujuan komunikasinya tercapai (penerima pesan memahami sesuai yang diharapkannya),
sebagai berikut:
1. Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan kepentingan
dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran
klinik mengenai tanda dan gejala.
2. Illness Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan apa yang
dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman
unik, termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi kepentingannya, apa
kekhawatirannya, harapannya, apa yang dipikirkannya akan menjadi akibat dari
penyakitnya (Kurtz, 1998).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut pandang pasien
maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter – pasien (doctor – patient
partnership), keduanya berada dalam level yang sejajar dan saling bekerja sama untuk
menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
Di dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah dikembangkan oleh Van
Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat sederhana dan aplikatif.
1 3
3. Tahap Perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan interaksi dan
komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternatif rencana
keperawatan yang akan diterapkan. Misalnya, sebelum memberikan makanan
kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi
pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media komunikasi
antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan sehingga pelayanan dapat
dilaksanakan secara teratur dan efektif.
4. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan ketrampilan dalam berkomunikasi dengan
pasien. Terdapat dua kategori umum aktivitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu
saat mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan saat pasien mengalami
masalah psikologis.
5. Pada saat menghadapi pasien, perawat perlu:
a. Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana
saling percaya saat berkomunikasi;
b. Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat;
c. Fokus pada pasien;
d. Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan;
e. Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian tentang keluhan
pasien untuk mendapatkan informasi dari pasien. Perawat lebih banyak
mendengarkan daripada berbicara. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan
pasien kepada perawat;
f. Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan;
g. Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien;
h. Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien;
i. Bersikap tenang selama berada di depan pasien.
6. Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus melakukan
proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan Tulis, Baca Ulang,
dan Konfirmasi ulang (TUBALKON), yaitu:
a. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi
seperti telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang digunakan,
intonasi, kekuatan suara (tidak besar dan tidak kecil), jelas, singkat dan padat;
b. Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut (TULIS).
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
mencatat pesan yang diberikan secara jelas;
c. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan (BACA
ULANG).
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan
tersebut kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapan
diterima dengan baik;
d. Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada pemberi pesan
(KONFIRMASI) yaitu pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang
dibacakan oleh penerima pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut
masih ada yang kurang atau salah.
e. Sistem TUBALKON dapat diillustrasikan dengan skema sebagai berikut:
Dikonfirmasikan
BAB IV
KOMUNIKASI ASUHAN DAN EDUKASI
15) Menawarkan kembali bantuan kepada pasien (“ Ada lagi yang bisa kami
bantu Bpk/ Ibu?”);
16) Mengucapkan salam penutup (“Terima kasih atas waktunya Bpk/ Ibu.
Apabila ada lagi yang bisa saya bantu, kami siap melayani dengan penuh
cinta kasih.”;
17) Berdiri ketika pasien hendak pulang.