Anda di halaman 1dari 25

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH


TENTANG RUMAH SUSUN KOMERSIAL
DI SURABAYA

Oleh:
Aulia Zuraida 20150610012
Arief Kresna W.P. 20160610010
Christina C.C Paji 20160610015
Hiba Asmara 20160610069
A. LATAR BELAKANG
Tujuan dibentuknya negara Republik Indonesia ditetapkan dalam
Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
(UUD Negara RI) Tahun 1945, yaitu :
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia:
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdsrakan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial
Salah satu tujuan dibentuknya negara Republik Indonesia ialah
memajukan kesejahteraan umum dilaksanakan pembangunan nasional, yang
hakikatnya yaitu pembangunan manusia Indonesiadan pembangunan
seluruh rakyat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan
pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah.
Pasal 28H ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 menegaskan bahwa :
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan.” Rumah sebagai tempat tinggal
mempunyai peran yang strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian
bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya,
berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya tempat tinggal
merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus ada dan
berkembang sesuai dengan tahapana atau siklus kehidupan manusia.
Perumahan merupakan kebutuhan dasar di samping pangan dan
sandang. Pemenuhan kebutuhan akan perumahan yang meningkat
bersamaan dengan pertambahan penduduk diperlukan penanganan dengan
perencanaan yang seksama disertai keikutsertaan dana dan daya yang ada
dalam masyarakat.1 Setiap manusia dihadapkan pada 3 (tiga) kebutuhan
dasar, yaitu pangan (makanan), sandang (pakaian), dan papan (rumah).

1 C. Djemabut Blaang, Perumahan dan Permukiman sebagai Kebutuhan Pokok, Yayasan


Obor Indonesia, Jakarta,1986, h.4
Kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian, baik di perkotaan
maupun pedesaan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk. Pada dasarnya, pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai
tempat tinggal atau hunian merupakan tanggung jawab masyarakat itu
sendiri. Namun demikian, pemerintah, pemerintah daerah dan perusahaan
swasta yang bergerak dalam bidang pembangunan perumahan didorong
untuk dapat membantu masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan akan
rumah sebagai tempat tinggal atau hunian.
Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai
peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian
bangsa, perlu dibina dan dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan
kehidupan dan penghidupan manusia. 2 Perumahan tidak hanya semata-mata
menjadi sarana pemenuhan kebutuhan dasar manusia, tetapi lebih dari itu
dapat menjadi tempat dalam pembentukan watak dan kepribadian bagi
manusia dan peningkatan kehidupan dan penghidupan manusia.
Negara bertanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum melalui penyelenggaraan
pembangunan perumahan agar masyarakat mampu bertempat tinggal dan
menghuni rumah yang layak dan terjangkau dalm lingkungan yang sehat,
aman, harmonis dan berkelanjutan di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus dimiliki
oleh setiap keluarga, teruatama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah
dan masyarakat yang tinggal yang padat penduduk di perkotaan. Negara juga
bertanggung jawab menyediakan dan memberikan kemudahan dalam
perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan serta
keswadayaan masyarakat.
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan
faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia. Dalam
rangka memenuhinya perlu diperhatikan kebijaksanaan umum
pembangunan perumahan, kelembagaan, masalah pertanahan, pembiayaan,
2 A.P. Parlindungan (Selanjutnya disebut A.P Parlindungan – 1), Komentar Atas Undang-
Undang Perumahan dan Permukiman & Undang-Undang Rumah Susun, Mandar Maju, Bandung,
1997,h.30
dan unsur-unsur penunjang pembangunan perumahan. 3 Masalah pertanahan
menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan
perumahan disebabkan pada dasarnya perumahan dibangun diatas tanah
dengan status tanah tertentu.
Pembangunan perumahan ditujukan agar setiap keluarga menempati
rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
Rumah yang layak adalah bangunan rumah yang sekurang-kurangnya
memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan dan kecukupan minimum
luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Linkungan yang sehat, aman,
serasi, dan teratur merupakan lingkungan yang memenuhi persyaratan
penataan ruang, persyaratan penggunaan tanah, penguasaan hak atas tanah,
dan kelayakan prasarana dan sarana lingkungannya.
Dalam pembangunan perumahan diperlukan peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar hukum, kebijakan, arahan, dan pedoman dalam
pelaksanaan pembangunan perumahan dan menjadi dasar hukum dalam
penyelesaian masalah, kasus dan sengketa di bidang perumahan.
Pembangunan perumahan oleh siapapun harus mengikuti ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar hukum, kebijakan, arahan,dan pedoman dalam pelaksanaan
pembangunan perumahan dan menjadi dasar hukum dalam penyelesaian
masalah, kasus, dan sengketa di bidang perumahan. Pembangunan
perumahan oleh siapapun harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan oleh siapa pun harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan sehingga tidak menimbulka
masalah, sengketa, dan kerugian.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman (selanjutnya disingkat UU Perumahan dan
Kawasan Permukiman) menetapkan bahwa perumahan dan kawasan
permukiman diselenggarakan dengan berasaskan, Kesejahteraan, Keadilan
dan pemerataan, Kenasionalan, Keefisienan dan kemanfaatan, Kemadirian

3 Komarudin, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman, Yayasan REI-


Rakasindo, Jakarta, 1997, h.46
dan kebersamaan, Kemitraan, Keterpaduan, Kesehatan, Keselamatan,
keamanan, ketertiban, dan keteraturan
Tujuan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
ditetapkan dalam Pasal 3 UU Perumahan dan Kawasan Permukiman, yaitu
perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk:
a. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan
dan kawasan permukiman.
b. Mendukung penataan pengembangan wilayah serta penyebaran
penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian
dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk
mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR).
c. Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi
pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian
fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun perdesaan.
d. Memeberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembanguanan
perumahan dan kawasan permukiman.
e. Menunjang pembangunan di budang ekonomi, sosial dan budaya.
f. Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangakau dari
lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan
berkelanjutan.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4
di dunia. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun
2010 (bulan Mei) adalah 237.641.300 jiwa. Berdasarkan survei penduduk
antar sensus (Supas) 2015 jumlah penduduk Indonesia pada 2019
diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Menurut jenis kelamin, jumlah
tersebut terdiri atas 134 juta jiwa laki-laki dan 132,89 juta jiwa perempuan. 4
Tabel menunjukkan bahwa provinsi Jawa Barat merupakan provinsi
dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yaitu sebanyak 47.379.400
jiwa, diikuti dengan Provinsi Jawa Timur yaitu sebanyak 39.075.300 jiwa.
4 Katadata.co.id “Jumlah Penduduk Indonesia 2019 Mencapai 267 Juta Jiwa”, diakses dari
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/04/jumlah-penduduk-indonesia-2019-
mencapai-267-juta-jiwa, pada tanggal 1 Aprik 2019, pukul 20.29
Pada tabel dapat dilihat laju pertumbuhan penduduk hasil proyeksi
penduduk Indonesia tahun 2010-2015 (bulan Juni) adalah sebesar 1,36%.
Tabel 1.1 Laju pertumbuhan penduduk
Provinsi Laju Pertumbuhan Rasio Jumlah Penduduk
penduduk per tahun berdasarkan Jenis
Kelamin
2000 - 2010 2010 – 2016 2010 2016
(1)

Aceh 2,36 (2) 2,03 99,4 99,8


Sumatera 1,10 1,36 99,4 99,6
Utara
Sumatera 1,34 1,33 98,1 99,1
Barat
Riau 3,58 2,62 105,9 105,5
Jambi 2,56 1,83 104,2 104,2
Sumatera 1,85 1,48 103,3 103,3
Selatan
Bengkulu 1,67 1,71 104,2 104,0
Lampung 1,24 1,24 105,7 105,2
Kepulauan 3,14 2,22 107,6 108,2
Bangka
Belitung
Kepulauan 4,95 3,11 105,2 104,3
Riau
DKI Jakarta 1,41 1,09 102,5 100,8
Jawa Barat 1,90 1,56 103,2 102,8
Jawa Tengah 0,37 0,81 96,4 98,4
DI 1,04 1,19 97,4 97,8
Yogyakarta
Jawa Timur 0,76 0,67 97,2 97,5
Banten 2,76 2,27 104,4 104,0
Bali 2,15 1,23 101,3 101,4
Nusa 1,17 1,38 93,9 94,3
Tenggara
Barat
Nusa 2,07 1,70 98,3 98,2
Tenggara
Timur
Kalimantan 0,91 1,66 104,3 103,8
Barat
Kalimntan 1,79 2,36 108,6 109,4
Tengah
Kalimantan 1,99 1,84 102,2 102,8
Selatan
Kalimantan 3,81 2,61 (3) 110,9 110,3
Timur
Kalimantan 0,0 0,00 0,0 113,0
Utara
Sulawesi 1,26 1,15 104,1 104,2
Utara
Sulawesi 1,95 1,69 104,8 104,4
Tengah
Sulawesi 1,17 1,12 95,1 95,5
Selatan
Provinsi Laju Pertumbuhan Rasio Jumlah Penduduk
penduduk per tahun berdasarkan Jenis Kelamin
2000 - 2010 2010 – 2016 2010 2016
Sulawesi 2,06 2,18 100,6 101,1
Tenggara
Gorontalo 2,26 1,64 100,3 100,4
Sulawesi 2,68 1,94 100,4 100,7
Barat
Maluku 2,80 1,81 101,9 101,7
Maluku Utara 2,47 2,18 104,5 104,2
Papua Barat 3,71 2,63 112,0 111,3
Papua 5,39 1,97 113,0 111,4
Indonesia 1,49 1,38 101,0 101,0
Sumber : Sensus Penduduk (SP) 2010 dan Proyeksi Penduduk Indonesia
2010-2035 BPS RI

Catatan :
1) Hasil Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2010 – 2035, Status Mei
2) Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per 2000 – 2010 untuk Aceh
dihitung dengan menggunakan Sensus Penduduk Aceh Nias (SPAN)
2005 dan Sensus Penduduk 2010
3) Rata- rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun 2010-2016 untuk
Kalimantan Timur merupakan gabungan antara Kalimantan dan
Kalimantan Utara.
Gambar 1.1 Presentase Penduduk

Gambar Presentase Sebaran Penduduk Indonesia berdasarkan Pulau


Terbesar Tahun 2016
Sebaran penduduk di Indonesia tidak merata ditiap pulau dan
Provinsi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar, sebaran penduduk Indonesia
masih terkosentrasi di Pulau Jawa, yakni sebesar 56,82% dari total jumlah
penduduk Indonesia, dengan jumlah penduduk mencapai 145.143.600 jiwa
menjadikan Pulau Jawa sebagai pulau terpadat di Indonesia. Kepadatan
penduduk di Pulau Jawa dapat terlihat dari angka kepadatan penduduk
Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016 yang mencapai 15.328 jiwa/km2,
angka ini merupakan yang terbesar di Indonesia. Presentase penduduk yang
terbesar pada tahun 2016 adalah provinsi Jawa Barat, sebesar 18,28% dari
keseluruhan penduduk Indonesia.
Tabel 1.2 Sensus penduduk 2010 – 2035
Provinsi Persentase Penduduk Kepadatan Penduduk
(jiwa/km2)
2010 2016 2010 2016
Aceh 0,52 1,96 78 86
Sumatera 5,46 5,46 179 191
Utara
Sumatera 2,04 2,03 116 124
Barat
Riau 2,34 2,48 64 73
Jambi 1,30 1,33 62 68
Sumatera 3,14 3,15 82 88
Selatan
Bengkulu 0,72 0,73 86 94
Lampung 3,20 3,18 220 234
Kepulauan 0,52 0,54 75 84
Bangka
Belitung
Kepulauan 0,71 0,77 206 241
Riau
DKI Jakarta 4,04 3,98 14.518 15.328
Jawa Barat 18,12 18,28 1.222 1.320
Jawa Tengah 13,60 13,22 989 1.030
DI 1,45 1,44 1.107 1.174
Yogyakarta
Jawa Timur 15,75 15,21 786 813
Banten 4,48 4,68 1.106 1.237
Bali 1,64 1,63 676 718
Nusa 1,89 1,89 243 260
Tenggara
Barat
Nusa 1,97 2,00 97 105
Tenggara
Timur
Kalimantan 1,85 1,87 30 33
Barat
Kalimantan 0,93 0,98 14 16
Tengah
Kalimantan 1,53 1,56 94 103
Selatan
Kalimantan 1,50 1,34 17 27
Timur
Kalimantan 0,00 0,25 0 0
Utara
Sulawesi 0,95 0,94 164 174
Utara
Sulawesi 3,38 1,13 173 182
Selatan
Sulawesi 0,94 3,34 59 66
Tenggara
Gorontalo 0,44 0,44 93 101
Sulawesi 0,49 0,50 69 76
Barat
Maluku 0,65 0,66 33 36
Maluku Utara 0,44 0,45 33 36
Papua Barat 0,32 0,34 8 9
Papua 1,20 1,24 9 10
Indonesia 100 100 124 134
Sumber : Sensus Penduduk (SP) 2010 dan Proyeksi Penduduk Indonesia
2010 – 2035, BPS.
Tabel 1.3 Jumlah keluarga kepemilikan rumah
Provinsi Jumlah Kepemilikan Rumah / Bangunan Tempat Tinggal
Milik Sewa/Kontra Menumpan Lainnya
Keluarga
Sendiri k g
Aceh 725.500 586.364 29.545 95.768 13.823
Sumatera 2.967.486 1.846.553 362.309 505.510 251.114
Utara
Sumatera 1.259.021 925.468 79.406 232.509 21.638
Barat
Riau 1.028.781 810.643 94.160 86.975 37.003
Jambi 876.267 701.748 42.079 118.579 13.861
Sumatera 1.700.596 1.404.239 72.892 209.544 13.921
Selatan
Bengkulu 441.910 388.125 13.762 37.563 2.460
Lampung 1.807.455 1.564.677 42.945 178.222 21.611
Kep. 318.438 271.161 10.926 31.754 4.597
Bangka
Belitung
Kepulauan 312.053 247.643 37.440 22.303 4.667
Riau
DKI 1.439.395 957.023 277.337 161.344 43.691
Jakarta
Jawa Barat 11.763.83 9.282.159 582.165 1.762.043 137.466
3
Jawa 9.719.925 8.082.238 115.548 1.430.294 91.845
Tengah
DI 969.742 802.779 24.876 131.573 10.514
Yogyakart
a
Jawa 11.069.42 8.424.142 392.419 1.548.982 703.883
timur 6
Banten 2.337.957 1.717.564 172.465 364.358 83.570
Bali 818.732 727.020 21.238 52.930 17.544
Nusa 1.430.359 1.161.286 19.436 219.921 29.716
Tenggara
Barat
Nusa 798.173 707.635 11.902 69.247 9.389
Tenggara
Timur
Kalimanta 503.166 390.351 10.897 78.260 23.608
n Barat
Kalimanta 494.913 372.038 25.363 74.357 23.155
n Tengah
Kalimanta 974.759 799.559 57.634 96.066 21.500
n Selatan
Kalimanta 718.548 535.140 89.506 77.011 16.891
n Timur
Kalimanta 0 0 0 0 0
n Utara*
Sulawesi 639.717 487.577 17.783 122.189 12.168
Utara
Sulawesi 692.195 545.702 18.289 144.822 13.382
Tengah
Sulawesi 2.097.233 1.514.702 108.075 391.507 82.949
Selatan
Sulawesi 501.210 346.841 21.545 67.856 64.968
Tenggara
Gorontalo 252.095 171.190 1.363 76.652 2.890
Sulawesi 301.652 239.093 3.428 55.125 4.006
Barat
Maluku 347.971 266.285 10.021 63.302 8.363
Maluku 233.486 195.331 6.328 28.595 3.592
Utara
Papua 183.729 152.654 12.811 11.870 6.394
Papua 110.873 84.410 8.314 12.588 5.561
Barat
Indonesia 59.836.90 46.709.61 2.794.207 8.531.619 1.801.74
6 9 0
Sumber : Direktorat Jendral Penyediaan Perumahan
Catatan : *Data untuk Provinsi Kalimantan Utara belum diperbarui
Dari catatan data diatas terlihat bahwa masih banyak keluarga di
Indonesia yang hidupnya masih menumpang dan belum memiliki rumah.
Pada tahun 2016 jumlah keluarga di Indonesia mencapai 59. 836. 906
keluarga. Berdasarkan status kepemilikan rumah sebesar 78,06% keluarga
memiliki tempat tinggal sendiri, 14,26% keluarga menumpang, dan sebesar
4,67% keluarga menyewa rumah. Berdasarkan jumlah provinsi Bali
merupakan provinsi dengan jumlah keluarga yang memiliki rumah sendiri
sebanyak 727.020 keluarga ataua sekitar 88,80%. Sebesar 62,23% keluaraga
di provinsi Sumatera Utara telah memiliki rumah sendiri, atau sekitar
1.846.553 keluarga dari 2.967.486 keluarga, angka ini merupakan yang
terendah diantara provinsi lain.
Seperti Indonesia yang sangat padat penduduknya karena urbanisasi,
misalnya terjadi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang dan Medan.
Contohnya Kota Surabaya, Kota Surabaya merupakan kota dengan jumlah
penduduk yang tertinggi dibandingkan kota-kota lain yang ada di Jawa
Timur.Kepadatan Kota Surabaya ini perlahan-lahan menimbulkan masalah
yang serupa dengan perkotaan lainnya, yaitu permasalahan dalam
pemenuhan akan tempat tinggal.
Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kota
Surabaya memiliki penduduk yang ber-NIK per 31 Desember Tahun 2017
sebesar 3.342.627 jiwa di 31 wilayah kecamatan.berdasarkan jenis kelamin,
total penduduk Kota Surabaya didominasi usia 35-59 tahun. Jumalah
penduduk dengan usia yang potensial yaitu mulai dari usia 25-59 tahun
sebesar 1.759.442 jiwa atau 52,64% dibanding usia sekolah mulai jenjang
PAUD smapai dengan perguruan tinggi yaitu 5-24 tahun sebesar 1.008.567
atau 30,17 persen, sedangkan penduduk usia lanjut yaitu usia 60 tahun
keatas sebesar 370.637 atau 11,09 persen .
Surabaya adalah kota metropolitan kedua setelah Jakarta, Surabaya
secara pola ruang perkembangannya terbagi menjadi:
1. Area permukiman vertikal baik berupa rumah susun (sederhana)
maupun apartemen atau kondominium tersebar di hampir seluruh
penjuru Kota Surabaya, sedangkan area pemukiman diarahkan
berkembang ke arah barat, timur dan selatan kota.
2. Area untuk kegiatan jasa dan perdagangan yang dipusatkan di kawsan
pusat kota dan pusat-pusat sub kota dan unit pengembangan serta di
kawasan yang ditetapkan serta kawasan yang ditetapkan menjadi
kawsan strategis ekonomi antara lain di kawasan kakai Jembatan
Suramadu dan Kawasan Teluk Lamong.
3. Area untuk kegiatan industri dan perdagangan terkosentrasi di
kawasan pesisir utara di kawasan di kawasansekitar Pelabuhan
Tanjung Perak dan Terminal Multipurpose Teluk Lamong, dan
kawasan selatan kota yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten
Gresik dan Sidoarjo.
4. Wilayah pesisir khusunya ruang darat dimanfaatkan untuk berbagai
fungsi anatar alin pemukiman nelayan, tambak garam, dan ikan,
pergudangan, militer, industri kapal, pelabuhan, wisata pesisir sampai
dengan fungsi kawasan lindung di Pantai Timur Surabaya serta
terdapat aksesibilitas berupa jalan dan jembatan yang
menghubungkan Kota Surabaya dan Pulau Madura (Jembatan
Suramadu) dan Jembatan Sukolilo Lor – THP Kenjeran yang membuka
akses dikawasan sisi timur laut Kota Surabaya.
5. Wilayah Ruang Laut Surabaya selain dimanfaatkan untuk kegiatan
pelayaran baik interinsulair maupun internasional, juag
dikembangakn untuk kegiatan penangkapan ikan tradisional, wisata
pantai di Kenjeran dan sekitarnya dan kawasan lindung laut di sekitar
Pantai Timur Surabaya.5
Kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian di
perkotaan sangat besar seiring dengan besarnya jumlah penduduk, baik yang
berasal dari pertumbuhan alamiah melalui kelahiran maupun urbanisasi.
Selama ini pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal atau
hunian di perkotaan dilakukan melalui pembangunan perumahan secara
horizontal. Cara pemenuhan ini tidak dapat dilakukan secara terus-menerus
disebabkan oleh persediaan tanah di perkotaan yang terbatas. Oleh karena
itu, sudah saatnya pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal
atau hunian di perkotaan ditempuh melalui pembangunan rumah susun.
Siswono Jodohusodo menyatakan bahwa membangun rumah susun di kota
besar adalah kecenderungan masa depan yang tidak dapat dihindari, yang
memang perlu dimasyarakatkan, dan perlu ada penyesuaian pada budaya
yang ada pada masyarakat Indonesia.6
Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif
pemecahan masalah kebutuhan akan perumahan dan permukiman terutama
di perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena
pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat
ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu
cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh. Dengan pembangunan
rumah susun, sebidang tanah dapat digunakan secara optimal untuk menjadi
tempat tinggal bertingkat yang dapat menampung sekian dan sebanyak
mungkin orang. Melalui pembangunan rumah susun optimasi penggunaan
tanah secara vertikal sampai beberapa tingkat akan lebih efektif daripada
optimasi penggunaan tanah secara horizontal.
Pembangunan rumah susun disamping merupakan salah satu
alternatif pemenhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal atau
hunian bagi warga kota yang padat penduduknya, juga merupakan
pengembangan wilayah kota secara vertikal. Pembangunan rumah susun
5 RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kota Surabaya 2016-2021
6 Siswono Josohusodo, Rumah untuk Seluruh Rakyat, INKOPPOL, Unit Percetakan
Bharakerta, Jakarta, 1991, h.27
dapat diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan atas, menengah, dan
rendah. Pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
Perseroan Terbatas, atau warga negara Indonesia. Dari aspek penguasaannya,
rumah susun dapat dikuasai dengan cara dimiliki, pinjam pakai, sewa atau
sewa beli.
Bagi pemerintah, terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan tempat
tinggal tertulis dalam Undang-Undang. Menurut Pasal 3 ayat UU Perumahan
dan Kawasan Permukiman, bahwa perumahan dan kawasan permukiman
diselenggarakan salah satunya untuk menjamin terwujudnya rumah yang
layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi,
teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Maka dari itu, penyediaan
tempat tinggal yang layak menjadi suatu keharusan dan perhatian
pemerintah. Terlebih dengan tingginya pertumbuhan penduduk. Walaupun
merupakan salah satu kebutuhan yang paling sulit untuk dipenuhi oleh
masyarakat,khususnya di kawasan perkotaan. Hal ini dikarenakan tingginya
harga yang harus dipenuhi oleh individu untuk mendapatkan tempat tinggal.
Maka dari itu, Pembangunan rumah susun merupakan salah satu
alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman
terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat,
karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah,
membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan
sebagai salah satu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh 7.
Masyarakat dari golongan menengah keatas tertarik untuk memiliki satuan
unit rumah susun sesuai dengan kebutuhan dan keinginan yang berbeda
terhadap kondisi dan fasilitas dari rumah susun yang mereka ingin miliki
dibandingkan dengan rumah susun yang peruntukannya untuk masyarakat
golongan ke bawah. Dengan fasilitas yang diberikan dan disediakan oleh para
pengembangan properti pada rumah susun yang dibangunnya, kepemilikan

7 Arie.S.Hutagalung, Kondominium Dan Permasalahannya (Edisi Revisi), (Jakarta: Badan


Penerbitkan Fakultas Hukum UI, 2017), h. 2
atas satuan rumah susun saat ini tidak hanya sebagai suatu gaya hidup
melainkan juga pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal8.
Ada dua peranan pemerintah dalam pembangunan perumahan, yaitu
pertama pemerintah sebagai pembangun perumahan itu sendiri atau paling
tidak memfasilitasi pembangunan perumahan, dan kedua sebagai pengendali
pembanguan perumahan9. Rumah Susun dibangun sebagai upaya pemerintah
memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan akan papan yang layak dalam
lingkungan yang sehat. Selain itu hal ini juga dijadikan sebagai salah satu
alternatif pemecahan masalah pengadaan lahan yang sangat sulit didapat di
wilayah-wilayah dan kota-kota besar di negara berkembang.
Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan dan terbagi dalam bagian-bagian yang distukturkan
secara fungsional maupun vertikal yang merupakan satuan-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk
hunian yang dilengkapi dengan bagian-bagian bersama benda bersama dan
tanah bersama10. Tujuan pembangunan menjamin terwujudnya rumah susun
yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman,
harmonis dan berkelanjutan serta menciptakan pemukiman yang terpadu
guna membangun ketahanan ekonomi,sosial, dan budaya serta mengarahkan
pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang efisien, dan
produktif.11
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah
Susun (selanjutnya disingkat dengan UU Rusun) adapun jenis-jenis rumah
susun yang ada di Indonesia adalah:
a. Rumah Susun Umum merupakan rumah susun yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR)

8 Ibid
9 Tjuk Kuswartojo, Perumahan dan Pemukiman di Indonesia, (Bandung:Penerbit ITB,
2005), hal 10
10 Pasal 1 Undang-undang No.20 tahun 2011 tentang Rumah Susun
11 Pasal 3 Undang-undang No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
b. Rumah Susun Khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan khusus. Berdasarkan Pasal 21 ayat 5 UU
Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan
“Kebutuhan Khusus” antara lain adalah kebutuhan untuk perumahan
transmigrasi, pemukiman kembali korban bencana, dan rumah sosial
untuk menampung orang Lansia, masyarakat miskin, yatim piatu dan
anak terlantar, serta termasuk juag untuk pembangunan rumah yang
lokasinya terpancar dan rumah diwilayah perbatasan negara.
c. Rumah Susun Negara merupakan rumah susun dimiliki negara dan
berfungsi sebagai temoat tinggal atau hunian, sarana pembinaan
keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/ atau
pegawai negeri.
d. Rumah Susun Komersial dalah rumah susun yang diselenggarakan
untuk mendapatkan keuntungan12.
Pemanfaatan rumah susun dilaksanakan sesuai dengan fungsi:
a. Hunian, yaitu rumah susun ayang seluruhnya berfungsi sebagai
tempat tinggal
b. Campuran adalah rumah susun yang sebagian berfungsi sebagai
tempat tinggal dan sebagian lagi berfungsi sebagai tempat usaha
campuran antara fungsi hunian dan bukan hunian13.
Adrian Sutedi memeberikan uraian mengenai jenis Rumah Susun menurut
fungsi penggunaannya, yaitu :
a. Rumah Susun Hunian, yaitu rumah susun yang digunakan untuk
akomodasi atau tempat tinggal, seperti perumahan, apartemen, town
house dan bangunan lainnya yang berfunsi untuk tempat tinggal.
b. Rumah Susun Komersial adalah bangunan yang digunakan untuk
kepentingan-kepentingan komersial seperti pertokoan,
perkantoran,pabrik,restoran dan lain sebagainya

12 Ketentuan Umum Pasal 1 butir 7, butir 8, butir 9, butir 10 Undang-undang No.20 Tahun
2011
13 Adrian Sutendi “Hukum Rumah Susun dan Apartemen”, Sinar Grafika, Jakarta, 2010
h.10
c. Rumah Susun Industri, merupakan bangunan yang digunakan untuk
kepentingan industri misalnya penyimpanan barang dalam jumlah
besar atau tempat aktifitas pabrik dan industri lainnya.
d. Rumah Susun keramah tamahan, mislanya hotel, motel,hostel dan
sebagainya 14
Saat ini masyarakat Surabaya sudah tidak asing dengan adanya
pembangunan rumah susun komersial. Di kota Surabaya, pertumbuhan
penduduk menjadi sebuah masalah yang terkait dengan pemukiman.
Akibatnya harga lahan di Kota Surabaya melambung tinggi akibat permintaan
yang besar. Tuntutan inilah yang membuat gencarnya pembangunan secara
vertikal di Surabaya dibandingkan dengan pembangunan kawasan
perumahan.
Menurut KBBI, apartemen merupakan “tempat tinggal (terdiri atas
kamar duduk, kamar tidur, kamar mandi, dapur dan sebagainya) yang berada
pada satu lantai bangunan bertingkat yang besar dan mewah, dilengkapi
dengan berbagai fasilitas (kolam renang, pusat kebugaran, toko dan
sebagainya)”.
Pengertian tersebut serupa dengan pengertian rumah susun di
Indonesia menurut UU Rusun yaitu: “Rumah susun adalah bengunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional...terutama untuk tempat
hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama.”
Dapat dikatakan bahwa apartemen disamakan dengan rumah susun
dan merupakan suatu tempat tinggal yang tidak berdiri sendiri dan berada
dalam suatu struktur bangunan bertingkat, yang juga dilengkapi dengan
akses dan fasilitas bersama berupa kolam renang, taman bermain,
minimarket dan juga layanan keamanan. Beberapa apartemen juga dilengkapi
dengan mall, pusat perbelanjaan dan hotel.
Fungsi dari apartemen sendiri yakni sebagai Tempat untuk berumah
tangga,bagian dari eksistensi individu/keluarga, bagian dari kawasan
14 Ibid
fungsional kota, investasi (keluarga dan perusahaan), ruang untuk
rekreasi,ruang yang digunakan untuk berinteraksi diantara sesama anggota
keluarga,wadah sebagai batasan privasi.
 Penyebab Tumbuhnya Apartemen (Rumah Susun Komersial) di Kota
Besar
a. Bid Rent Theory
Bid Rent Theory adalah teori yang menjelaskan perubahan harga
real estate seiring jaraknya dengan CBD (Central Bussiness
District).
b. Deurbanisasi
Fenomena deurbanisasi yakni banyaknya pencari kerja yang baru
ini membuat kebutuhan akan tempat tinggal yang dekat dengan
lokasi kerja mereka menjadi meningkat.
 Karakteristik Sosiologis Warga Surabaya di dalam memilih hunian
apartemen
a. Utility Maximization
Teori ini disebut pula trade-off transportasi dan biaya lahan
(transportation and alnd cost trade-off).
b. Teori Tiebout
Teori ini menyebutkan bahwa salah satu faktor utama yang
mempengaruhi pemilihan lokasi perumahan adalah kualitas dan
biaya dari pelayanan publik.
c. Teori sosial – ekonomi
Teori ini mengungkapkan bahwa faktor sosial-ekonomi dan tipe
individu yang menempati suatu lokasi adalah faktor yang
mempengaruhi pemilihan lokasi perumahan.
d. Teori lingkungan dan kepadatan populasi
Teori ini diperoleh dari survey yang dilakukan oleh Myers dan
Gearin yang menghasilkan temuan bahwa preferensi terhadap
lingkungan perumahan yang masih kosong dan dapat dilalui
dengan mudah lebih tinggi daripada lingkungan perumahan yang
padat.
e. Keterjangkauan harga
Burgess dan Skeltys mengungkapkan bahwa batasan anggaran dan
pembiayaan perumahan adalah faktor yang signifikan dalam
pemilihan lokasi perumahan.
f. Kualitas hidup
Selain faktor –faktor di atas, faktor lainnya yang mempengaruhi
pemilihan lokasi perumahan oleh rumah tangga adalah faktor
kualitas kehidupan.
Pembangunan rumah susun komersial merupakan permasalahan yang
sangat kompleks, yang tidak hanya menyangkut aspek fisik membangun
rumah susun, tetapi terkait sektor yang amat luas dalam pengadaannya,
seperti izin, pertanahan, industri bahan bangunan, lingkungan hidup dan
aspek sosial ekonomi budaya masyarakat, dalam upaya membangun aspek-
aspek kehidupan masyarakat yang harmonis.
Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta.
Sebagai kota metropolitan ini Surabaya merupakan kota yang sangat
berpengaruh dalam dunia bisnis, oleh karena itu para pebisnis sering
menghabiskan beberapa hari di Surabaya, hal inilah yang membuat para
pengembang rumah susun komersial membangun rumah susun komersial di
wilayah Surabaya. Karena dengan adanya rumah susun komersial di Surabaya
tersebut dapat menjadi tempat persinggahan sementara oleh para pebisnis di
Indonesia.
Selain alasan bisnis, alasan pengembangan rumah susun komersial di
Surabaya juga terdapat pada padatnya jumlah penduduk di Surabaya baik
dalam banyaknya pendatang maupun penduduk asli Surabaya itu sendiri
yang berjumlah sekitar 2.896.19515. Luas wilayah di kota Surabaya itu sendiri
hanya sekitar 350,54 km² dengan luas wilayah dan kepadatan penduduk asli
Surabaya dan pendatang tersebut rumah susun menjadi solusi keterbatasan
ruang di kota Surabaya.

15 BPS Surabaya, “Proyeksi Penduduk Kota Surabaya Tahun 2019” diakses dari
https://surabayakota.bps.go.id/dynamictable/2018/04/18/23/proyeksi-penduduk-kota-surabaya-
menurut-jenis-kelamin-dan-kelompok-umur-tahun-2019.html, pada tanggal 21 Maret 2019 pukul
11.02.
Dikutip dari Kompas.com, Surabaya sendiri memiliki Apartemen
sekitar 26.463 unit per Juni 2017*. Jumlah ini terdistribusi di beberapa
wilayah . Sebanyak 46 persen di Surabaya Barat, 43 persen di Surabaya
Timur, 7 Persen di Surabaya Selatan, dan 4 persen di Surabaya Pusat.
Termasuk Paling banyak diantara kota-kota lainnya yang ada di Jawa Timur.
Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan sederhana sebagai pengantar tulisan
ini dalam perspektif hukum adalah, Apa dasar hukum apartemen di
Indonesia? Jawabannya tidak ada, yang ada hanya dasar hukum rumah susun,
yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun,
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, dan UU
Rusun.
Dengan sejumlah apartemen atau rumah susun komersial tersebut
pasti muncul permasalahan-permasalahan baik dalam segi izin rencana
fungsi dan pemanfaatan.
Sebagai contoh karena kurangnya pengawasan dalam segi peraturan
daerah tentang rumah susun komersial di Surabaya, telah terjadi kasus
penipuan apartemen fiktif yang dilakukan oleh PT. Sipoa Group 16
Ketentuan-ketentuan tentang permasalahan tersebut haruslah
diselesaikan oleh Pemerintah Daerah karena berdasarkan Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun yang terdapat pada Pasal 33
“Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan izin rencana fungsi dan
pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 serta permohonan izin
pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 diatur dengan peraturan daerah.”.
Hingga saat ini belum ada peraturan daerah di Surabaya mengenai
rumah susun komersial, maka dari itu peraturan daerah tentang rumah
susun di Surabaya ini sangatlah diperlukan, terutama mengenai rumah susun
dalam segi komersial.

16 Pradhitya Fauzi, “Korban Penjualan Apartemen Fiktif di Surabaya Tuntut Dalang Kasus
Sipoa Group Dicekal.” Diakses dari http://jatim.tribunnews.com/2018/10/02/korban-penjualan-
apartemen-fiktif-di-surabaya-tuntut-dalang-kasus-sipoa-group-dicekal, pada tanggal 28 Maret
2019 pukul 8.28
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengapa perlu Raperda Tentang Rumah Susun Komersial di Surabaya
dan masalah apa yang dapat dipecahkan dengan adanya Raperda
tersebut?
2. Hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangan landasan sosiologis,
filosofis, yuridis dalam pembentukan Raperda Tentang Rumah Susun
Komersial di Surabaya?
3. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan dan arah pengaturan Raperda Tentang Rumah Susun
Komersial di Surabaya?

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN


Penyusunan Naskah Akademik Raperda Tentang Rumah Susun
Komersial di Surabaya dimaksudkan untuk membangun argumentasi akan
pentingnya Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rumah Susun Komersial
melalui pernjelasan dan analisis teoritis, serta penemuan fakta yuridis
kebijakan Rumah Susun Komersial di Surabaya. Tujuannya adalah untuk
membentuk rumusan Peraturan Daerah Tentang Rumsah Susun Komersial di
Surabaya. Secara khusus Naskah Akademik ini bertujuan untuk:
Memberikan upaya mengoptimalkan untuk hunian yang layak bagi
masyarakat di Surabaya.
Adapun Tujuan dan Kegunaan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan
sebagai berikut:
1. Tujuan penyusunan naskah akademik, yakni:
a. Merumuskan landasan ilmiah penyusunan Rancangan peraturan
daerah pemerintahan Surabaya tentang Rumah Susun Komersial
yang terdapat di daerah Surabaya.
b. Merumuskan arah dan cakupan ruang lingkup materi bagi
penyusunan Rancangan peraturan daerah kota Surabaya tentang
Rumah Susun Komersial.
2. Kegunaan penyusunan naskah akademik, yakni:
a. Hasil kajian hukum ini diharapkan berguna sebagai masukan bagi
pembuat rancangan peraturan daerah di kota Surabaya tentang
Rumah Susun Komersial.
b. Hasil kajian hukum ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pembuatan peraturan daerah kota
Surabaya tentang Rumah Susun Komersial.

D. METODE PENELITIAN
Metode berasal dari kata metodhos yang artinya cara atau menuju satu
jalan. Metode merupaka kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara
kerja sistematis untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai
upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah termasuk keabsahannya.
Penelitian merupakan suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan
dengan metode-metode yang berkaitan dengan analisis dan terkonstruksi
secara metodelogis, sistematis, dan konsisten.
Dapat dikatakan bahwa metode merupakan suatu unsure mutlak
harus ada dalam penelitian, dipilih berdasarkan dan pertimbangan
keserasian, variabel dan masalah yang hendak diteliti. Hal tersebut tentunya
dapat memperoleh hasil penelitian yang mempunyai nilai validitas dan
rehabilitas yang tinggi17. Dalam hal ini metode-metode yang kami gunakan
dalam menggunakan pembuatan naskah akademik tentang Rumah Susun
Komersial adalah sebagai berikut:

1. Tipe Penelitian
Penelitian dalam penulisan naskah akademik rumah susun komersial
ini adalah penelitian dalam bentuk hukum untuk mencari pemecahan isu
hukum (rumusan masalah), tipe yang di gunakan adalah yuridis normative
yaitu penelitian dengan mengingat bahwa permasalahan yang diteliti
17 Soerjon Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta UI Press, 1986, hlm. 35
berkisar pada Peraturan Perundang-Undangan, yaitu hubungan peraturan
yang satu dengan peraturan yang lainnya serta kaitannya dengan
implementasi dalam praktik18
2. Pendekatan Masalah
Dalam penulisan naskah akademik ini, maka kami akan menggunakan
pendekatan masalah secara Statute Approach, yaitu pendekatan masalah yang
dilakukan dengan mempelajari hukum positif yaitu peraturan perundang-
undangan.19
3. Sumber Bahan Hukum
Didalam pengambilan bahan hukum terdapat dua macam menut Peter
Mahmud Marzuki yaitu20:
a. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang bersifat publikasi.
Bahan-bahan dari hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tersebut
berupa buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum,
dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.
b. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif,
yang artinya mempunyai otoritas. Bahan- bahan hukum primer terdiri
dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.

4. Analisis Bahan hukum


Analisis yang digunakan dalam pembuatan naskah akademik rumah
susun komersial ini adalah dengan cara pengambilan fakta-fakta yang ada
dilapangan, buku-buku, artikel dan mempelajari ketentuan perundang-
perundang yang berlaku, yang kemudian menggabungkan dengan teori dari

18 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimert, Semarang: Ghalia
Indonesia, 1990, hlm. 97
19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (edisi revisi), PT. Kharisma Putra Utama,
Jakarta, 2005, hlm. 136
20 Ibid, hlm. 181
para ahli, sehingga dapat dihubungkan dengan masalah-masalah yang ada
didalam masyarakat guna menyelesaikan masalah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai