Anda di halaman 1dari 79

UNIVERSITAS INDONESIA

OPTIMALISASI PEMBATASAN CAIRAN


PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG
MENDAPATKAN HEMODIALISIS DI RSUPN DR. CIPTO
MANGUNKUSUMO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ARIF RAHMAN
1106129575

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK
JULI 2014

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

OPTIMALISASI PEMBATASAN CAIRAN


PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG
MENDAPATKAN HEMODIALISIS DI RSUPN DR. CIPTO
MANGUNKUSUMO JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR


ANALISIS PRAKTIK KLINIK
KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Ners Keperawatan

ARIF RAHMAN
1106129575

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI
DEPOK
JULI 2014

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


IIALAMAN PERNYATAA}I ORISINALITAS

Karya ilmiah akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama Arif Rahman

NPM 1106t29575

Tanda Tangan

Tanggal
/4-
14 Juli20l4

Universitas lndonesia

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


HALAMAN PENGESAHAN

Karya ilmiah akhir (KIAN) ini diajukan oleh:

Nama ArifRahman
NPM 1106129575
Program Studi ProfesiNers
Judul KIAN Optimalisasi Pembatasan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik yang Mendapatkan Hemodialisis di RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo J akarta

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Profesi Ners pada Program Studi IImu Keperawatan, Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Penguji I Hanny Handiyani S.Kp.. M.Kep. (

Penguji II Ns. Ester Hutapea, S.Kep ( E )


-r"

Ditetapkan di Depok
Tanggal l1 Juli2014

Universitas lndonesia

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidaya-Nya,
sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul “Optimalisasi
Pembatasan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Mendapatkan
Hemodialisis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta” sesuai waktu yang
ditentukan.

Selama proses penyusunan ini, Penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Pada
kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada
yang terhormat:
1. Ibu Kuntarti, SKp., M. Biomed selaku ketua Program Studi Sarjana Fakultas
Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
2. Ibu Fajar Tri Waluyanti, S.Kp., M.Kep. Sp.Kep.An selaku koordinator mata ajar
karya ilmiah akhir Ners.
3. Ibu Hanny Handiyani, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing karya ilmiah akhir
yang telah memberikan bimbingan dengan sabar, tekun, bijaksana, dan sangat
cermat memberikan masukan serta motivasi kepada penulis.
4. Ibu Ns. Ester Hutapea, S.Kep selaku pembimbing klinik di RSCM yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dalam
menyusun karya ilmiah akhir ini.
5. Rekan-rekan Profesi_2013 dan semua pihak yang telah memberikan dukungan
selama penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga amal ibadah dan budi baik ibu-ibu serta rekan-rekan mendapatkan rahmat
yang berlimpah dari Allah SWT.
Depok, 14 Juli 2014

Penulis

iii
Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
TIALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTT'K KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:
Nama Arif Rahman
NPM 1106129s7s
Program Studi Profesi Ners
Fakultas IImu Keperawalan
Jenis Karya Karyi Ilmiah Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak bebas Royalti Nonekslusif (Non-eksklusive Royulty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Optimalisasi Pembatasan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang


Mendapatkan Hemodialisis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 1 1 Juli 2013
NnZ
ffi ,akan

(Arif Rahman)

IV Universitas lndonesia

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


ABSTRAK

Nama : Arif Rahman


NPM : 1106129575
Program Studi : Profesi Ners
Judul KIAN : Optimalisasi Pembatasan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
yang Mendapatkan Hemodialisis di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta

Gagal Ginjal Kronik (GKK) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi
di daerah perkotaan. Salah satu masalah yang dialami pasien GGK akibat tidak
berfungsinya ginjal adalah masalah kelebihan cairan. Pengaturan pemasukan
cairan akan mengurangi penambahan cairan di dalam tubuh di antara dua waktu
hemodialisis (HD). Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis
evidence based mengenai pembatasan cairan dalam mengatasi masalah kelebihan
volume cairan di antara dua waktu dialisis. Metode penulisan ini adalah studi
kasus dan studi literatur. Pembatasan cairan pada pasien ini terbukti optimal
dalam mengurangi risiko kelebihan cairan di antara dua waktu dialisis.
Rekomendasi penulisan ini ialah agar perawat perlu mengajarkan pembatasan
cairan kepada pasien GGK di antara dua waktu dialisis untuk mengatasi masalah
kelebihan volume cairan.

Kata kunci: gagal ginjal kronik, keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan,


pembatasan cairan.

v Universitas Indonesia

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


ABSTRACT

Name : Arif Rahman


NPM : 1106129575
Study Program : Ners
Title : Optimazation of Fluid Restriction in Chronic Kodney
Disease at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Chronic Kidney Disease (CKD) is one of prominent health problem in urban


area. Fluid overload is one of problems in CKD. Arrangement of intake fluids will
reduce fluids excess in the body inter-dialysis time. This aims to analyze evidence
based practice of fluid restriction to treat fluid excess inter-dialysis time. Methode
of this paper is case study and literature study The results showed that fluid
restriction is optimal to reduce the risk of fluid excess inter-dialysis time. It’s
important for nurses to teach the patient about restriction to prevent
overload/fluid excess in chronic kidney disease.

Keywords: chronic kidney disease, urban community health nursing, fluid


restriction.

vi Universitas Indonesia

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR……………………………………………….…….. iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………. iv
ABSTRAK .………………………………………………………………… v
ABSRACT …………………………………………………………………. vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………. ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………................ 1


1.1 Latar Belakang …………………………………………......................... 1
1.2 Perumusan Masalah …………………………………………….………. 3
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………….…. …….. 4
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………..…….......... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………..………………........ 6


2.1 Konsep keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan ……………….... 6
2.2 Gagal ginjal kronik ……………………………..………………………. 7
2.2.1 Definisi ……………………………………………………………..… 7
2.2.2 Klasifikasi …………………………………………..……..….……..... 7
2.2.3 Etiologi…………………………. …………………………………..… 8
2.2.4 Manifestasi klinis…………………………….…………..……….….... 8
2.2.5 Penatalaksanaan ………………………………….………………...… 8
2.2.6 Asuhan keperawatan pada pasien GGK …………….…..……….……. 8
2.3 Pembatasan cairan ……………. ……………………………………….. 11

vii Universitas Indonesia

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


BAB 3 TINJAUAN KASUS KELOLAAN ………………………........... 13
3.1 Pengkajian ………………………………………………………….…… 13
3.1.1 Identitas pasien ………………………………………………………... 13
3.1.2 Anamnesis …………………………………………………………...... 13
3.1.3 Pemeriksaan laboratorium ………………………………………...….. 15
3.2 Analisis data ………… ….…………………………………………........ 17
3.3 Rencana asuhan keperawatan………………………………..………..… 19
3.4 Evaluasi keperawatan ………………………………………..…………. 19

BAB 4 ANALISIS SITUASI…. …………………………………………... 21


4.1 Analisis terkait KKMP…………………………………………..…......... 21
4.2 Analisis kasus…………………………………………………………..... 22
4.3 Analisis intervensi dengan konsep dan penelitian terkait ………………. 25
4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan…...……………………..…. 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN…………………………………………….. 29


5.1 Kesimpulan……………………………………………………………… 29
5.2 Saran…………………………………………………………………….. 29
DAFTAR PUSTAKA

viii Universitas Indonesia

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan darah ………………….………………….… 15


Tabel 3.3 Analisis data …………………….………………………..…….. 16

ix Universitas Indonesia

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengkajian
Lampiran 2 Hasil pemeriksaan laboratorium lengkap
Lampiran 3 Rencana asuhan keperawatan
Lampiran 4 Catatan perkembangan
Lampiran 5 Lembar pemantauan cairan
Lampiran 6 Konsep map gagal ginjal kronik berdasarkan kasus Tn. D
Lampiran 7 Satuan Acara Penyuluhan (SAP)
Lampiran 8 Daftar riwayat hidup

x Universitas Indonesia

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Chronic Kidney Disease (CKD) atau yang dikenal Gagal Ginjal Kronik (GGK)
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan, yang
membutuhkan asuhan keperawatan dan pelayanan dengan konsep keperawatan
komunitas. Semakin meningkatnya arus globalisasi di segala bidang,
perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada
perilaku dan gaya hidup masyarakat, serta situasi lingkungan misalnya perubahan
pola konsumsi makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya polusi
lingkungan (Depkes RI, 2006).

Gagal ginjal kronik menempati urutan pertama masalah urologi yang diikuti
infeksi saluran kemih (ISK) dan Benigh Prostatic Hyperplasia (BPH). Insiden
penyakit GGK meningkat setiap tahunnya. Black & Hawks (2009)
mengungkapkan bahwa di Amerika Serikat, insiden penyakit ini terjadi 268 kasus
baru per satu juta populasi setiap tahun. Di Indonesia sendiri prevalensi penderita
gagal ginjal diperkirakan mencapai 70 ribu lebih (Yayasan Ginjal Diatrans
Indonesia (YDGI), 2008). Penelitian Word Health Organisation (WHO) tahun
1999 memperkirakan di Indonesia akan mengalami peningkatan penderita gagal
ginjal antara tahun 1995-2025 sebesar 414 persen.

Penyebab awal GGK dapat berupa dehidrasi (kurang minum) yang membuat
tubuh rawan kena infeksi saluran kemih, dan kemudian dapat berkembang
menjadi infeksi ginjal (Graves, 2008). Selain itu, di perkotaan sendiri sangat
banyak pekerjaan dan aktivitas yang menuntut seseorang untuk memenuhi
kebutuhan makanan dan minuman secara mudah. Sejalan dengan menjamurnya
minuman ringan yang menarik perhatian dan tidak melihat kandungan yang
terdapat didalamnya seperti, fruktosa, serta bahan pengawet lainnya, yang akan
berdampak buruk terhadap kesehatan.

1
Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
2

GGK merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible


mengakibatkan perubahan fisiologis yang tidak dapat diatasi lagi dengan cara
konservatif, sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti
ginjal terdiri dari hemodialisis (HD), peritoneal dialysis, dan transplantasi ginjal
(Tovazzi & Mazzoni, 2012). Terapi HD merupakan terapi pengganti ginjal yang
paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Di
Indonesia sendiri, ada sekitar 70 ribu penderita GGK yang memerlukan HD
(Gatot, 2003).

HD merupakan proses tindakan pembersihan darah dengan menggunakan dialyzer


untuk mengeluarkan produk sampah dan air dari tubuh, karena ketidakmampuan
ginjal melakukan proses tersebut. Sesuai dengan LeMone, Burke, & Bauldoff
(2011) dan Thomas (2003) bahwa HD adalah suatu cara untuk mengeluarkan
produk sisa metabolisme berupa larutan (ureum dan kreatinin) dan air yang ada
pada darah melalui membran semi permeabel atau yang disebut dengan dialyzer.
Proses HD ini dapat dilakukan dua sampai tiga kali seminggu yang memakan
waktu empat hingga lima jam setiap kali HD (Smeltzer & Bare, 2008).

Meskipun HD dapat memperpanjang usia, tindakan ini tidak akan mengubah


perjalanan alami penyakit ginjal dan juga tidak akan mengembalikan seluruh
fungsi ginjal. Pasien akan mengalami sejumlah masalah dan komplikasi (Smeltzer
& Bare, 2008). Salah satu masalah yang paling sering dihadapi pasien adalah
peningkatan volume cairan di antara dua waktu dialisis yang dimanifestasikan
dengan edema dan penambahan berat badan. Tujuan dilakukannya HD adalah
untuk membantu memperbaiki komposisi cairan tubuh sehingga mencapai
keseimbangan cairan, meskipun dalam menjalani HD pasien harus tetap
melakukan pembatasan masukan cairan (fluid restriction) dan diet. Masalah
kelebihan cairan yang dialami pasien tidak hanya diperoleh dari masukan
minuman yang berlebihan, akan tetapi juga dapat berasal dari makanan yang
mengandung kadar air tinggi, seperti agar-agar, soup, dan es krim (Welch &
Austin, 199 dalam Perkins, et al, 2006)

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
3

Penambahan berat badan di antara dua dialisis merupakan indikator masukan


cairan selama periode HD yang dapat ditandai dengan perubahan klinis pasien
seperti peningkatan tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan, peningkatan vena
sentral, dispnea, rales basah, batuk, edema, peningkatan berat badan sejak terakhir
dialisis (Tovazzi & Mazzzoni, 2012). Terjadinya penambahan berat badan di
antara dua waktu dialisis akan menimbulkan berbagai masalah baru bagi pasien di
antaranya adalah hipertensi, edema perifer, edema pulmonal, dan dapat
meningkatkan risiko dilatasi serta hipertropi jantung (Smeltzer dan Bare, 2008).

Pasien yang mendapatkan terapi HD perlu dilatih untuk melakukan pembatasan


konsumsi cairan sesuai dengan kebutuhan, berdasarkan penghitungan
keseimbangan cairan dalam 24 jam. Tujuan pembatasan cairan adalah untuk
mencegah terjadinya kelebihan volume cairan yang dapat berakibat terhadap
gangguan fungsi dari organ lain, seperti paru-paru dan jantung (Tovazzi &
Mazzoni, 2012). Karya ilmiah ini akan menganalisis praktik klinik KKMP pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani HD di ruang rawat penyakit dalam
gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo.

1.2 Rumusan Masalah


Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang telah dibuktikan sangat
efektif mengeluarkan cairan-elektrolit dan sisa-sisa metabolisme tubuh. Banyak
hal yang dialami pasien selama menjalani HD di antaranya adalah penambahan
berat badan di antara dua waktu dialisis. Penambahan berat badan ini berkaitan
erat dengan terapi pembatasan cairan (fluid restriction) yang benar (Gatot, 2003,
Welch & Austin, 1999 dalam Perkins, et al, 2006 ).

Selama praktik di RSCM pembatasan cairan pasien GGK dengan HD yang satu
dan yang lainnya sama yaitu 600 ml dalam 24 jam, sementara kebutuhan cairan
individu satu dengan yang lainnnya jelas berbeda sesuai dengan luas tubuh dan
kondisi fisiknya. Pengaturan asupan cairan adalah berdasarkan keluaran urin
dalam 24 jam + insensible water loss (IWL) total (kehilangan cairan yang tidak
disadari) + EWL (muntah dan diare) IWL total terdiri dari IWL normal (1%

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
4

dari BB) ditambah dengan IWL akibat peningkatan suhu (apabila peningkatan
suhu maka rumus yang digunakan 10% x IWL normal) (LeMone, Burke &
Bauldoff, 2011; Pace, 2007).

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan ini memiliki beberapa tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus:
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan ini adalah agar tergambarkan analisis praktik klinik
KKMP pada pasien GGK di ruang rawat.
1.2.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan ini adalah agar teridentifikasinya:
1. Gambaran masalah keperawatan terkait dengan kasus GGK dan konsep
KKMP.
2. Gambaran asuhan keperawatan kepada klien kelolaan dengan masalah GGK.
3. Gambaran evidence based practice mengenai pembatasan cairan dalam
mengatasi timbulnya masalah kelebihan volume cairan pada pasien GGK.
4. Gambaran hasil penerapan evidence based practice terhadap pasien yang
berisiko kelebihan volume cairan pada pasien GGK.

1.4 Manfaat penulisan


Tulisan ini bermanfaat bagi pelayanan keperawatan, pendidikan, dan penulis
selanjutnya:
1.3.1 Pelayanan keperawatan
Tulisan ini dapat memberikan inspirasi kepada perawat untuk lebih
memperbaharui dalam menyusun asuhan keperawatan, khususnya dalam
memberikan intervensi keperawatan kepada pasien gagal ginjal kronik
yang mendapatkan HD dengan risiko kelebihan volume cairan.

1.3.2 Pendidikan
Tulisan ini dapat meningkatkan ilmu pengetahuan serta mengembangkan
kualitas pembelajaran yang berkaitan dengan sistem urologi, khususnya
mengenai penyakit gagal ginjal kronik pada pasien yang mendapatkan

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
5

terapi HD dengan risiko kelebihan volume cairan, sehingga diharapkan


menurunnya angka kekambuhan dan mencegah terjadinya perburukan
kodisi/overload.

1.3.3 Penulis selanjutnya


Tulisan ini dapat menjadi dasar untuk melakukan evidence based yang
serupa dengan kasus yang berbeda sesuai dengan penelitian terbaru.

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan


Tingginya laju urbanisasi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini menyebabkan
banyak masalah kesehatan diperkotaan. Udara dikota banyak dipenuhi asap
kendaraan bermotor, pemukiman kumuh yang tidak sehat, serta minimnya sanitasi
dan ketersediaan air bersih. Urbanisasi menjadi fenomena yang mengglobal, pada
tahun 2009 tercatat 43 persen penduduk Indonesia tinggal diwilayah perkotaan.
Jumlah ini akan terus bertambah hingga lebih dari 60 persen pada tahun 2016. Hal
ini berdampak terhadap kepadatan penduduk, yang berimplikasi kepada masalah-
masalah kesehatan (Kemenkes RI, 2010).

Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) merupakan suatu proses


koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses
keperawatan komunitas khususnya perkotaan. Proses keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan bertujuan untuk mencegah masalah keperawatan
masyarakat di daerah perkotaan. KKMP berfokus pada pemahaman terhadap
multidimensial perkotaan dengan menekankan pada permasalahan kesehatan
perkotaan, dan faktor yang mempengaruhi masalah individu, kelompok dan
masyarakat yang utama pada perkotaan, dan metode pemberdayaan masyarakat
kota dengan pendekatan lintas program dan lintas sektoral (Anderson, 2006;
Kemenkes RI, 2010).

Perkembangan kota yang semakin pesat, mempengaruhi kesehatan lingkungan


yang ada di daerah perkotaan. Kesehatan lingkungan adalah inti dari kesehatan
masyarakat. WHO (2008) mendefiniskan kesehatan lingkungan meliputi faktor
fisik, kimia, dan biologi di luar manusia serta mempengaruhi perilaku manusia,
menekankan analisis dan kontrol faktor-faktor lingkungan yang berpotensi
mempengaruhi kesehatan (Achmadi, 2010). Kesehatan lingkungan meliputi
delapan area yaitu gaya hidup, risiko kerja, kualitas udara, kualitas air, rumah

6 Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
7

tempat tinggal, kualitas makanan, kontrol sampah, dan risiko radiasi (Mc Ewen &
Nies, 2007).

2.2 Gagal Ginjal Kronik


2.2.1 Definisi
GGK merupakan ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan kesinambungan
lingkungan internal tubuh yang muncul secara bertahap sebelum jatuh ke fase
penurunan fungsi ginjal tahap akhir. Penurunan semua fungsi ginjal yang
bertahap, diikuti dengan penimbunan sisa metabolisme, kegagalan untuk
mempertahankan keseimbangan cairan-elektrolit dan tidak dapat lagi pulih secara
total seperti sediakala. Menurut Black & Hawks (2009) dan Smeltzer dan Bare
(2008) GGK adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible, di
mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan-elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah, dengan laju filtrasi glomerulus yang kurang
dari 60ml/menit/1,73m2 selama lebih dari 3 bulan.

2.2.2 Klasifikasi
Menurut Abbound & Henrich (2010) dan Suwitra (2006) tahapan GGK dapat
ditunjukkan dari laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan rumus Kockrofr-Gault,
adalah sebagai berikut:

*Pada perempuan dikalikan dengan 0,85


Menurut Abboud & Henrich (2010) dan Crockell (2012) ada lima derajat GGK:
derajat satu kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat ≥ 90
ml/mn/1.73m²; derajat dua kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan 60–89
ml/mn/1.73m²; derajat tiga kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang 30–
59 ml/mn/1.73m²; derajat empat kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat
15–29 ml/mn/1.73m²; dan derajat lima gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
dengan LFG < 15 ml/mn/1.73m².

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
8

2.2.3 Etiologi
Penyebab GGK sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lainnya.
Menurut Price dan Wilson (2006) yaitu: glomerulonefritis, diabetes mellitus,
hipertensi, obstruktif dan infeksi saluran kemih, penyakit ginjal bawaan, tumor
ginjal, intoksikasi obat, nefropati urat, penyakit ginjal bawaan dan penyebab yang
tidak diketahui.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi yang terjadi pada GGK antara lain terjadi kelainan hemapoetik, sistem
kardiovaskuler, dermatologi, gastrointestinal, neurologis, pulmoner,
muskuloskletal, reproduksi dan psikososial (Smeltzer dan Bare, 2008).

2.2.5 Penatalaksanaan
Penderita GGK perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai dengan
derajat penyakit GGK, Suwitra (2006): derajat satu dilakukan terapi pada
penyakit dasarnya, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan (progresion) fungsi
ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler; derajat dua menghambat pemburukan
(progresion) fungsi ginjal; derajat tiga mengevaluasi dan melakukan terapi pada
komplikasi; terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap GGK
derajat 4-5, terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.

2.2.6 Asuhan keperawatan pada pasien dengan GGK


2.2.7.1 Pengkajian
Menurut Doenges., et al., (2000), riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
a. Aktivitas/istirahat
Pasien dengan GGK biasanya memiliki gejala seperti: kelelahan ekstermitas,
kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau samnolen),
kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
b. Sirkulasi
Pada sistem sirkulasi adanya riwayat hipertensi lama atau berat didapatkan
adanya palpitasi; nyeri dada, nadi kuat, edema jaringan umum & pitting pada
kaki, telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
9

yang menunjukkan hipovolemia dan jarang terjadi pada GGK tahap akhir,
pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecendrungan terjadinya perdarahan.
c. Integritas Ego
Gejala yang mungkin muncul adalah seperti: stres, perasaan tidak berdaya,
tak ada harapan, tak ada kekuatan, ansietas, menolak, takut, marah, mudah
terangsang, perubahan kepribadian.
d. Eliminasi
Gejala yang dirasakan oleh pasien terkait dengan sistem eliminasi yaitu:
penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal ginjal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare atau konstipasi. Perubahan warna urin, kuning
pekat, merah, coklat, berawan, oliguri, dapat menjadi anuria.
e. Makanan dan Cairan
Pasien dengan GGK biasanya mengalami gejala seperti kehilangan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernafasan ammonia). Penambahan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi), penggunaan diuretik. Perubahan turgor kulit, edema,
ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah, distensi abdomen/asites.
f. Neurosensori
Kadang pasien merasa sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kebas dan
rasa terbakar pada telapak kaki, kelemahan. Gangguan status mental:
penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma, kejang, fasikulasi
otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
g. Nyeri dan kenyamanan
Pasien mengeluh nyeri panggul, sakit kepala; kram otot/nyeri kaki
(memburuk pada malam hari), prilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
h. Pernapasan
Nafas pendek; dispnea nocturnal paroksismal; batuk dengan/tanpa sputum
kental dan banyak. Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/ kedalaman
(pernafasan kusmaul). Batuk produktif dengan sputum merah muda, encer
(edema paru).

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
10

i. Keamanan
Adanya keluhan gatal di kulit, infeksi berulang, pruritus, demam, ptekie,
ekimosis pada kulit. Fraktur tulang; defosit posfat kalsium (kalsifikasi
metastatik) pada kulit, jaringan lunak, sendi; keterbatasan gerak sendi.
j. Penyuluhan/pembelajaran
Riwayat diabetes mellitus keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal),
penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria.

2.2.7.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan GGK antara
lain:
a. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
f. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
g. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan
elektrolit).
h. Risiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik
dalam kulit dan gangguan turgor kulit atau uremia.
i. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, akumulasi
toksik, asidosis metabolik, hipoksia, ketidak seimbangan elektrolit, klasifikasi
metastatik pada otak

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
11

2.3 Pembatasan Cairan


Pembatasan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik, sangat perlu dilakukan.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskular. Air yang masuk kedalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang
keluar, baik melalui urin maupun IWL. Dalam melakukan pembatasan asupan
cairan, bergantung dengan haluaran urin dalam 24 jam dan ditambahkan dengan
IWL, ini merupakan jumlah yang diperbolehkan untuk pasien dengan gagal ginjal
kronik yang mendapatkan dialisis (Almatsier, 2006; Smeltzer & Bare, 2008).
Sebagai contoh seseorang yang mengeluarkan urin 300 cc/24 jam, maka cairan
yang boleh dikonsumsi adalah: 600 cc + 300 cc = 900 cc/24 jam.

Makanan-makanan cair dalam suhu ruang (agar-agar, soup dan es krim) dianggap
cairan yang masuk. Pasien GGK yang mendapatkan terapi hemodialisis harus
mengatur asupan cairan, sehingga berat badan yang diperoleh tidak lebih dari 1,5
kilogram di antara waktu dialisis (Lewis et., al, 2007). Mengontrol asupan cairan
merupakan salah satu masalah bagi pasien yang mendapatkan terapi dialisis,
karena dalam kondisi normal manusia tidak dapat bertahan lebih lama tanpa
asupan cairan dibandingkan dengan makanan. Namun bagi penderita penyakit
gagal ginjal kronik harus melakukan pembatasan asupan cairan untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Ginjal sehat melakukan tugasnya menyaring dan
membuang limbah dan racun di tubuh kita dalam bentuk urin 24 jam, apabila
fungsi ginjal terganggu maka terapi HD yang menggantikan tugas tersebut.

Mayoritas pasien yang mendapatkan terapi HD di Indonesia dilakukan dialisis


dalam 2 kali perminggu, dan 4-5 jam perkali dialisis, itu artinya tubuh harus
menanggung kelebihan cairan di antara dua waktu terapi (YGDI, 2008). Apabila
pasien tidak membatasi jumlah asupan cairan yang terdapat dalam minuman
maupun makanan, maka cairan akan menumpuk di dalam tubuh dan akan
menimbulkan edema di sekitar tubuh. Kondisi ini akan membuat tekanan darah
meningkat dan memperberat kerja jantung. Penumpukan cairan juga akan masuk
ke paru-paru sehingga membuat pasien mengalami sesak nafas, karena itu pasien
perlu mengontrol dan membatasi jumlah asupan cairan yang masuk dalam tubuh.

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
12

Pembatasan tersebut penting agar pasien tetap merasa nyaman pada saat sebelum,
selama dan sesudah terapi hemodialisis (Ferrario, at al, 2014; Smeltzer & Bare,
2002 ; YGDI, 2008).

Penambahan berat badan antara dua waktu dialisis merupakan salah satu indikator
kualitas bagi pasien HD yang perlu dikaji, sehingga dapat digunakan untuk
meningkatkan perawatan berkelanjutan di antara dua waktu dialisis dan
meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan cairan. Kelebihan cairan yang
terjadi dapat dilihat dari terjadinya penambahan berat badan secara cepat,
penambahan berat badan 2 persen dari berat badan normal merupakan kelebihan
cairan ringan, penambahan berat badan 4 persen merupakan kelebihan cairan
sedang, penambahan 6 persen merupakan kelebihan cairan berat. (Price & Wilson,
2006; Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2004 dalam Rahmawati 2008).

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
13

BAB 3
TINJAUAN KASUS KELOLAAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas pasien
Tn. D (51 tahun) datang ke IGD RSCM pada 13 Mei 2014. Pasien merupakan
bapak dengan 2 anak dan memiliki 1 isteri, agama pasien adalah islam. pasien
merupakan mantan dari karyawan perusahaan swasta, yang tinggal di daerah
Jakarta Pusat.

3.1.2 Anamnesis
a. Keluhan utama saat dirawat
Pesien masuk IGD RSCM dengan keluhan sesak napas sejak 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit, dan memberat sejak 1 minggu yang lalu. Sesak semakin
parah saat berbaring, seperti ditimpa benda berat dan tidak bertambah saat
beraktivitas. Batuk kadang-kadang, tidak terdapat mengi, nyeri dada tidak
ada. Pasien mengalami hipertensi sejak 1 bulan yang lalu disertai dengan
sakit kepala. pasien minum Captopril 2x12,5mg, tekanan darah (TD) masuk
160/90mmHg.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat diabetes mellitus, hipertensi,
batu ginjal, asma dan penyakit kronik lainnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
Tidak ada riwayat diabetes mellitus, hipertensi, asma, sakit ginjal dari
keluarga.
d. Aktivitas dan istirahat
Pasien mengeluh kondisinya saat ini membuatnya terbatas dalam
beraktivitas, pasien mengeluh lelah dan capek setelah beraktivitas. Tidak ada
gangguan pada jantung dan pernapasan saat klien beraktivitas, rentang gerak
maksimal, kekuatan otot baik.

13
Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
14

e. Sirkulasi
Pasien diketahui mengalami hipertensi sejak satu bulan yang lalu, tekanan
darah: 135/90 mmHg, nadi apikal 98 x/menit, nadi radialis 100 x/menit, kuat
dan teratur. Auskultasi dada: tidak ada murmur/gallop. Pada ekstremitas: kaki
hangat bilateral, h 3 C, capillary refill time (CRT) < 3 detik. Mukosa
sedikit kering, bibir lembab, konjungtiva tampak pucat, sklera tidak ikterik,
tidak ada diaphoresis.
f. Eliminasi
Pasien mengatakan BAB teratur 1 kali sehari, karakter feses lunak, BAB
terakhir tadi pagi. Tidak ada riwayat perdarahan, hemoroid, konstipasi dan
diare. Pola BAK: ± 2-3x dalam 24 jam (300 ml), warna kuning pekat, pasien
merasa tuntas ketika BAK. Riwayat nyeri saat BAK tidak ada, riwayat
hematuria tidak ada. Tidak ada nyeri tekan dan masa abdomen, bising usus
normal 6 x/menit.
g. Makanan dan cairan
Pasien sehari-hari makan nasi biasa dan lauk serta sayur. Saat ini klien
mengeluh nafsu makan menurun, tidak ada keluhan muntah, namun klien
mengeluh mual sesekali, tidak ada nyeri ulu hati dan alergi makanan.
Kemampuan untuk mengunyah dan menelan masih baik. BB sebelumnya 59
kg, saat ini berat badan klien 57 kg, dan TB 165 cm. Bentuk tubuh tegak dan
sedikit kurus, turgor kulit elastis, dan sedikit kering. Edema grade I di kedua
ekstremitas bawah, tidak ada distensi vena jugularis. Kondisi gigi ada yang
berlubang, penampilan lidah lembab dan membran mukosa kering. Pada saat
di RS mendapat terapi diet ginjal dengan jumlah kalori 2100 kkal dengan
46,8 gram protein, 58 gram lemak, dan 315 gram karbohidrat.
h. Neurosensori
Pasien mengeluh kadang-kadang pusing, tidak ada rasa ingin pingsan. Tidak
ada kesemutan pada ekstremitas. Tidak ada riwayat stroke dan kejang.
Penglihatan dan pendengaran normal, status mental terorientasi, kesadaran
composmentis, kooperatif. Memori saat ini baik masih ingat juga memori
masa lalu. Tidak ada tanda facial drop, refleks menelan baik, genggaman
baik. Ukuran pupil 2mm/2mm. reaksi pupil terhadap cahaya +/+, isokhor.

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
15

i. Nyeri/ ketidaknyamanan
Pasien mengeluh sering pusing, frekuensi 4-5 kali dalam 24 jam. kualitasnya
seperti ditusuk-tusuk, durasi 1-2 menit, VAS 1-2. Tidak ada penjalaran, saat
nyeri datang pasien tampak mengerutkan wajah serta menjaga area yang
sakit. Respon emosional hanya diam ketika ditanya dan tidak marah. Untuk
menghilangkan nyerinya, pasien melakukan istirahat.

3.1.3 Pemeriksaan Laboratorium


Tabel 3.1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tgl Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
13/05/ Hemoglobin 10,2 g/dL 12,0-15,0
2014 Hematokrit 28,3 % 36,0-46,0
Jumlah Leukosit 22,90 10^3/ μL 5,0-10,0
Fungsi ginjal
Ureum 187 mg/dL <80
Kreatinin 12.89 mg/dL 0.60-1.20
Analisa Gas Darah
PH 7.27 mmHg 7.35-745
PCO2 25.3 mmHg 35-45
PO2 128.5 mmHg 75-105
HCO3 11.9 mmol/L 22-26
SaO2 98.4 % 95-98

19/05/ Hemoglobin 8.4 g/dL 12,0-15,0


2014 Hematokrit 24.7 % 36,0-46,0
Jumlah Leukosit 96.20 10^3/ μL 5,0-10,0
Fungsi Ginjal
Ureum 166 mg/dL <80
Kreatinin 13.4 mg/dL 0.60-1.20
eGFR 3.7 mL/min/1.73m^² 66.00-96.00
GDS 74 mg/dL 90-130
Albumin 3.30 3.50-4.50

22/06/ Hemoglobin 8.6 g/dL 12,0-15,0


2014 Hematokrit 25.7 % 36,0-46,0
Jumlah Leukosit 9.47 10^3/ μL 5,0-10,0
Fungsi Ginjal
Ureum 51 mg/dL <27
Kreatinin 4.7 mg/dL <80
eGFR 13.1 mL/min/1.73m^² 66.00-96.00

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
16

3.2 Analisis data


No Data Masalah Tanggal
Keperawatan
1 DS: Risiko intoleransi 19/05/2014
- Pasien mengeluh lelah setelah aktivitas
beraktivitas (Nanda, 2012)
- Pasien mengatakan badannya
terasa lemas
DO:
- Pasien lemas
- Pasien tidak mampu
melakukan aktivitas seperti
biasanya
- Konjungtiva anemis
- HB : 8.4 mg/dL
- TD : 130/90 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36 C
- Ureum : 166 mg/dL

2 DS: 19/05/2014
- Pasien mengatakan urin yang Kelebihan volume
keluar sedikit cairan
- 1 minggu sebelum masuk (Nanda, 2012)
rumah sakit, pasien mengeluh
sesak yang memberat, seperti
tertimpa benda berat
DO:
- Edema grade I dikedua
ekstremitas
- Balance cairan tanggal
19/05/2014 dalam 24 jam
Intake +/- 1100cc
Output (urine dan IWL): 870
cc
- Hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal
19/05/2014:
Ureum : 166 mg/dL
Kreatinin : 13.4 mg/dL
eGFR : 3.7 mL/mnt/1.73 m^²

3 DS: Ketidakseimbangan 19/05/2014


- Pasien mengeluh mulut terasa nutrisi: kurang dari
kering dan bibir pecah-pecah kebutuhan tubuh
- Saat masuk rumah sakit pasien (Nanda, 2012)
mengeluh mual

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
17

No Data Masalah Tanggal


Keperawatan
DO:
- Membran mukosa kering
- Konjungtiva anemis
- Makan yang diberikan masih
tersisa 1/3 porsi
- Hasil pemeriksaan Lab. Tgl
19/05/2014
Albumin : 3.30 mg/dL
HB : 8. 4 g/dL
- BB turun 2 kg dalam 2
minggu terakhir
- Antropometri:
BB 57 kg
TB 165 cm, BBI : 58,5 kg

4 DS: Nyeri akut (Nanda, 19/05/2014


- Pasien mengeluh sakit kepala 2012)
- Untuk menghilangkan rasa
sakitnya, klien memilih
istirahat saja

DO:
- Pasien tampak menjaga dan
mengerutkan muka saat nyeri
datang
- VAS (1-10): 1-2

3.3 Rencana asuhan keperawatan


Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan, tercantum dalam lampiran 3.

3.4 Evaluasi Keperawatan


Hasil dari tindakan keperawatan yang sudah dilakukan sesui dengan masalah
keperawatan adalah sebagai berikut:
3.4.1. Kelebihan volume cairan
Pasien mengatakan bahwa dokter menganjurkan untuk mengumpulkan
urinnya dalam botol minuman, namun pasien tidak mengetahui manfaat
atau tujuannya. Setelah mendapatkan pengetahuan terkait keseimbangan
cairan, pasien sudah memahami tujuan pengumpulan urin yang berkaitan
erat dengan masalah GGK yang dialami pasien. Saat intervensi dihentikan,

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
18

pasien sudah mengetahui cara menghitung keseimbangan cairannya dalam


24 jam agar tidak terjadi kelebihan volume cairan, yang dapat
menimbulkan masalah lain kepada anggota tubuh lainnya.

3.4.2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


1 minggu sebelum masuk rumah sakit klien mengeluh mual, dan saat
pengakajian pasien masih mengeluh mual sesekali, namun sekarang klien
sudah tidak mual lagi. Pasien mengatakan saat ini cepat merasa kenyang,
sehingga ia tidak menghabiskan porsi makan yang diberikan. Tindakan
yang diberikan adalah, memberikan periode makan, makan saat menu
masih hangat, bersihkan lingkungan pasien, anjurkan menjaga kebersihan
mulut. Setelah 2 kali intervensi (Doenges, 2010). Pasien dapat
menghabiskan 80% dari porsi yang diberikan, tidak terdapat penurunan
berat badan, kebutuhan gizi harian pasien telah tercukupi dari diet yang
disediakan oleh rumah sakit, yaitu 3 kali makanan besar dan 2 kali
makanan kecil.

3.4.3. Resiko intoleransi aktivitas


Pada hari pertama pasien mengatakan bahwa adanya lelah setelah
beraktifitas, serta mengeluh badannya terasa lemas. Tindakan yang
dilakukan adalah menganjurkan pasien untuk menghemat energi,
membatasi kegiatan yang tidak mampu dilakukan sendiri oleh pasien
(Wilkinsson & Ahern, 2012). Pada akhir intervensi pasien mengatakan
badannya lebih segar. Tidak ada lelah setelah (jalan-jalan keluar ruangan,
dan pasien tidak melaporkan adanya kelemahan).

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
19

BAB 4
ANALISIS SITUASI

4.1 Analisa Kasus terkait Keperawatan Kesehatan masyarakat Perkotaan


(KKMP)
KKMP yang merupakan suatu metode yang digunakan oleh perawat untuk
mencapai asuhan keperawatan dan pelayanan pada pasien komunitas khususnya
di perkotaan. Konsep keperawatan komunitas ini bisa diterapkan di lahan klinik
dengan memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada dan
penyakit yang ada di masyarakat. Proses keperawatan kesehatan masyarakat
perkotaan bertujuan untuk mencegah masalah keperawatan masyarakat di daerah
perkotaan (Anderson, 2006; Kemenkes RI, 2010).

Masalah yang sering terjadi di daerah perkotaan terkait dengan sistem urologi
adalah gagal ginjal kronik, infeksi saluran kemih (ISK), dan Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH). Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia dan
termasuk Indonesia. Data penelitian terbaru mengenai penyakit bedah urologi
mengatakan bahwa di negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien gagal
ginjal sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran
kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas
pasien sehari-hari, yang bila tidak ditangani dengan segera akan berakibat kepada
gagal ginjal (Suhardjono, 2008)

Di Indonesia penyakit gagal ginjal masih menempati posisi tertinggi dari jumlah
pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di
Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang
pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita gagal ginjal kronik
yang mendapat tindakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun ke
tahun mulai 162 pasien pada tahun 1997 menjadi 647 pasien pada tahun 2002.
Data terbaru menurut Rekam Medik Gedung A RSCM mengatakan bahwa pasien
yang dirawat dengan GGK pada awal tahun 2014 sampai pertengahan juni

19
Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
20

terdapat sebanyak 104 orang. Kondisi ini cukup banyak dibandingkan dengan
daerah pedesaan yang masih terjaga keasriannya.

4.2 Analisis Kasus


Penyakit gagal ginjal kronik sering dialami oleh masyarakat perkotaan. Terjadinya
batu pada saluran kemih, gangguan metabolik pada pasien, tentu disertai adanya
multifaktor baik dari segi host, agent maupun lingkungannya. Dari hasil analisis
didapatkan konsumsi air putih yang kurang, diet tinggi oksalat, pemanis buatan,
pengawet yang berlebihan dalam minuman/makanan dan kolesterol tinggi,
obesitas, merokok, serta konsumsi obat dalam waktu yang lama (Crockell, 2012;
LeMone, Burke, & Bauldoff, 2011).

Berdasarkan klasifikasi, Tn. D tergolong kepada gagal ginjal derajat lima, dimana
LFG pasien 3.7 mL/min/1.73m^2. Pada tahap ini ginjal tidak mampu lagi
menjalankan fungsinya dalam membuang zat-zat sisa metabolisme, sehingga
proses tersebut digantikan oleh dialisis. Menurut Suwitra (2006) pasien dengan
LFG < 15 mL/min/1.73m^² termasuk kepada gagal ginjal tahap akhir atau gagal
ginjal (derajat 5) dimana terjadi peningkatan kadar kreatinin, BUN dan tingginya
kadar ureum dalam darah. Kondisi ini memerlukan terapi pengganti ginjal,
diantaranya HD.

Usia pasien yang tergolong dewasa tengah membuat salah satu pemicu munculnya
penyakit gagal ginjal kronik. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Suryarinilsih (2010) bahwa usia yang rentan untuk terkena gagal ginjal
adalah rentang usia 46-52 tahun yaitu sebanyak 95 persen. Usia dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tertentu, dimana sel maupun
organ tubuh akan mengalami penurunan fungsi seiring dengan bertambahnya usia
seseorang. Usia merupakan salah satu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
dari GGK dan usia dewasa tengah hingga tua merupakan salah satu dari delapan
faktor risiko terjadinya GGK. LeMone, Burke, dan Bauldoff (2011) berpendapat
bahwa terjadinya peningkatan kejadian GGK pada usia dewasa tua. Pada tahun

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
21

2006, lebih dari 110.000 orang yang memulai terapi GGK, dan 503.000 orang
yang sedang menjalani terapi GGK pada usia dewasa tua.

Tn. D merupakan sebagian besar dari penderita gagal ginjal dari jenis kelamin,
bahwa ditemukan laki-laki lebih rentan untuk terjadi gagal ginjal. Hal ini
dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Suryarinilsih (2010) bahwa persentasi
laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Hal berbeda diungkapkan peneliti di
Amerika bahwa jenis kelamin perempuan termasuk kedalam delapan faktor risiko
terjadinya GGK (Sahabat ginjal, 2009). Pada dasarnya pasien GGK tidak
dipengaruhi oleh jenis kelamin, antara laki-laki dan perempuan memiliki risiko
yang sama untuk menderita GGK (Crockell, 2012). Menurut penulis, banyaknya
pasien laki-laki kemungkinan disebabkan oleh gaya hidup laki-laki yang suka
merokok, pekerjaan, genetika dan kondisi fisiologis.

Penyebab timbulnya gagal ginjal ini berasal dari beberapa faktor. Keadaan sosial
ekonomi di daerah perkotaan identik dengan daerah industri yang dibangun
gedung-gedung bertingkat. Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering diderita oleh
masyarakat industrialis, hal ini dikarenakan di negara maju/industri atau golongan
sosial ekonomi yang tinggi lebih banyak akan protein, terutama protein hewani,
juga karbohidrat dan gula, ini lebih sering menderita batu urin bagian atas. Negara
berkembang atau orang yang sering makan vegetarik dan kurang protein hewani
sering menderita batu urin bagian bawah, apabila dibiarkan akan berdampak
kepada kegagalan ginjal menjalankan fungsinya (Stoller & Boltom (2000) dan
Wurjanto (1987) dalam Bahdarsyam (2003).

Tanda dan gejala GGK yang terjadi pada Tn. D adalah hipertensi, kondisi ini telah
terjadi semenjak satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Sesuai dengan pendapat
Shantier & O’Neill (2010) bahwa sekitar 50-75 persen pasien GGK mengalami
hipertesi. Tekanan darah Tn. D saat dilakukan pengkajian adalah 140/90 mmHg
dan telah mendapatkan terapi captopril 3 kali 12,5 mg. Hipertensi terjadi akibat
retensi cairan dan sodium, hal ini akibat dari GGK yang mengakibatkan aliran
darah ke ginjal menurun, sehingga mengaktivasi apparatus juxtaglomerular untuk

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
22

memproduksi enzim renin yang menstimulasi angiotensin I dan II (Smeltzer &


Bare, 2008).

Keluhan pasien bahwa kedua ekstremitas bawahnya bengkak, dan saat sebelum
masuk rumah sakit pasien mengeluh sesak napas yang memberat seperti ditimpa
benda berat, kondisi ini terjadi akibat dari penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG) yang berpengaruh pada retensi cairan dan natrium. Retensi cairan dan
natrium terjadi karena ginjal tidak mampu mengkonsentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada GGK tahap akhir. Respon ginjal yang
sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi,
sehingga natrium dan cairan tertahan di dalam tubuh (Ferrario, at al, 2014;
LeMone, Burke, & Bauldoff, 2011; Shantier & O’Neil, 2010; Smeltzer & Bare,
2002).

Klien dengan GGK akan mengalami asidosis metabolik, begitu juga dengan Tn.
D, hasil pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) pada tanggal 13 Mei 2014 (pH:
7.27mmHg, dan HCO3: 11.9 mmol/L). Asidosis metabolik terjadi akibat
ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi
amonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi
fosfat dan asam organik lain juga terjadi pada pasien GGK (Abboud & Henrich,
2010).

Hasil pemeriksaan laboratorium pada 19 Mei 2014 diketahui Hemoglobin Tn. D


adalah 8.4 g/dL, dari pemeriksaan fisik dikatahui kontungtiva tampak anemis,
bibir tampak pucat dan pasien mudah lelah. Anemia sering terjadi pada pasien
GGK akibat dari produksi eritopoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi (zat besi, asam folat dan vitamin B12), atau
kehilangan nutrisi selama HD, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama pada saluran gastrointestinal. Eritropoetin
adalah substansi yang diproduksi ginjal dalam keadaan normal, menstimulasi
sumsum tulang yang menghasilkan sel darah merah (Crockell, 2012).

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
23

Pasien sehari-hari jarang minum air putih, minuman yang disukai pasien adalah
kopi, minuman ringan dan berenergi. Faktor kebiasaan minum-minuman ringan
dan minuman berenergi memicu terjadinya GGK, dimana kandungan zat pemanis
buatan (aspartam) yang merupakan senyawa asam amino sintetik yang
mempunyai berat molekul (BM) yang besar. Bahan pengawet dan zat pewarna,
jika dikonsumsi melewati batas aman konsumsi akan berakibat kepada
penambahan beban kerja ginjal. Fungsi ginjal adalah sebagai penyaring bahan-
bahan toksik tersebut akan mengakibatkan lelah ginjal, yang berakibat rusaknya
tubulus dan glomerulus didalam ginjal dan berakhir dengan GGK (Levey &
Coresh, 2011; Smeltzer & Bare, 2008).

Tn. D saat ini mendapatkan terapi HD dua kali dalam seminggu, dengan tujuan
untuk mengambil zat-zat nitrogen yang merupakan toksik dari dalam darah dan
mengeluarkan cairan dan elektrolit yang berlebihan. Ada tiga prinsip yang
mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat
limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak
dari darah, yang memiliki konsentrasi lebih tinggi ke cairan dialisat yang
konsentrasinya rendah (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2011). Keuntungan dari
tindakan HD adalah untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam
tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut (Smeltzare &
Bare, 2008).

Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan: dengan
kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien)
ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan
melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin
dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada
membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat
mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga
tercapai isovolemia (keseimbangan cairan) (Smeltzer & Bare, 2008).

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
24

Pasien GGK yang mendapatkan HD juga menimbulkan beberapa masalah


keperawatan terkait dengan penyakit tersebut. Penegakan masalah keperawatan
pada pasien ini berdasarkan hasil pengkajian, pemeriksaan fisik dan data
penunjang. Dari hasil pengkajian didapatkan data pasien laki-laki berumur 51
tahun datang dengan keluhan kedua ekstremitas bawah klien edema grede I, sesak
napas sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, dan memberat sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit, sesak semakin parah saat berbaring, sesak seperti
ditimpa benda berat dan tidak bertambah saat beraktivitas. Batuk kadang-kadang,
mengi tidak ada, tidak ada nyeri dada. Pasien mengalami hipertensi sejak 1 balan
yang lalu disertai sakit kepala sejak, pasien minum Captopril 2x12,5mg, TD
masuk 160/90mmHg.

Masalah yang kedua dari Tn. D adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Perubahan nutrisi biasanya terjadi karena adanya anoreksia,
mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites penurunan otot, sehingga
mengakibatkan penurunan lemak subkutan. Smeltzer dan Bare (2008)
menyebutkan manifestasi yang dapat di temukan pada pasien post HD adalah
anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai dengan terjadinya muntah,
konstipasi, perdarahan GIT. Penyebabnya masih belum diketahui tetapi
kemungkinan dapat disebabkan oleh hidrasi serta restriksi protein. Selain itu
tanda dan gejala yang khas yaitu terjadinya faktor uremik, terjadi salvisasi urea
mengalami gangguan serta terdapat ammonia yang menyebabkan rasa ammonia
pada pernafasan. Mukosa bibir kering, serta lidah berwarna kuning kecoklatan.
Gastritis, penyakit peptik ulser, esofagitis, colitis serta luka pada mulut (uremik
stomatitis) biasa terjadi.

Pasien juga mengalami intoleransi terhadap aktivitas sejak 1 minggu sebelum


masuk rumah sakit, pasien mengeluh sesak serta terjadinya hemodilusi, sehingga
oksigen yang dibawa keseluruh tubuh berkurang. Berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium tanggal 19/05/2014 bahwa hemoglobin pasien 8.4 g/dL. Menurut
Abrams, Druck, dan Cerra (2005) dan LeMone, Burke, dan Bauldoff (2011)
anemia sering terjadi pada pasien GGK akibat dari produksi eritopoetin yang tidak

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
25

adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan


kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien.
Eritropoetin adalah substansi yang diproduksi ginjal dalam keadaan normal,
menstimulasi sumsum tulang yang menghasilkan sel darah merah. Terjadinya
anemia berkontribusi terhadap gejala yang ditimbulkan seperti kelemahan,
kelelahan, depresi, gangguan kognitif, angina dan sesak nafas.

4.3 Analisis Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait


Salah satu masalah keperawatan dari Tn. D yang perlu mendapatkan intervensi
lebih adalah kelebihan volume cairan di antara dua waktu dialisis. Terjadinya
kelebihan volume cairan ini karena ketidakmampuan ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(smeltzer & Bare, 2008). Data yang didapatkan dari pasien dan hasil pemeriksaan
fisik menunjukkan bahwa pasien mengalami retensi cairan yang ditandai dengan
adanya edema ekstremitas bawah. Hal ini didukung oleh teori yang menjelaskan
bahwa seringnya terjadi kenaikan berat badan di antara dua waktu HD karena
intake cairan dan garam berlebih atas ketidak patuhan dalam regiment terapeutik.
Sesuai penelitian yang dilakukan Tovazzi & Mazzoni (2012) bahwa terjadinya
peningkatan berat badan dari 35 % reponden hingga 2,4 kg antar sesi hemodialisa.
Apabila kondisi ini tidak segera ditangani, maka berisiko terjadinya masalah-
masalah keperawatan lain pada pasien.

Terapi untuk mengatasi kelebihan volume cairan di antara dua waktu HD pada Tn.
D adalah fluid restriction atau pembatasan cairan. Pembatasan cairan adalah
pengaturan asupan cairan sampai 1 liter perhari, ini dilakukan untuk
meminimalkan risiko kelebihan cairan di antara dua waktu HD. Cairan yang
dikonsumsi pasien dibatasi dengan menjumlahkan urin dalam 24 jam ditambah
600 ml (IWL) (Almatsier, 2004; Pace, 2007). Jumlah urin dalam 24 jam ditambah
600 ml merupakan jumlah cairan yang dapat dikonsumsi pasien dan masih dapat
ditoleransi oleh ginjal pasien dalam 24 jam. Jumlah asupan cairan pasien baik
cairan yang diminum langsung ataupun yang dikandung oleh makanan (es krim,

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
26

agar-agar, sup) dapat di akumulasi secara langsung sebagai pemasukan cairan


pasien.

Setelah dilakukan perawatan selama empat hari, didapatkan penambahan berat


badan pasien di antara dua waktu HD tidak lebih dari 2% atau 1 kg BB, ini
dilakukan dengan cara mengukur kenaikan berat badan di antara dua waktu HD
(Interdialytic weight gain/IDWG) (Pace, 2007; Tovazzi & Mazzoni, 2012).
Penimbangan berat badan dilakukan dari sesaat pasien post HD yang merupakan
berat kering pasien, dan sesaat sebelum pasien menjalani terapi HD selanjutnya.
IDWG adalah peningkatan berat badan antar HD yang paling utama dihasilkan
oleh asupan garam dan cairan, serta makanan-makanan cair dalam suhu ruang
(agar-agar, es krim, dan soup).

Pasien GGK yang menjalani terapi HD, harus menjalani pengaturan asupan cairan
sehingga berat badan yang diperoleh tidak lebih dari 1 sampai 2 kg diantara waktu
dialisis dengan cara pembatasan cairan (Lewis et al, 2007). Manfaat dari
pembatasan cairan adalah mencegah terjadinya kelebihan volume cairan yang
tidak dapat menyebabkan terjadinya edema paru, asites, dan komplikasi
kardiovaskular pada pasien hemodialisis.

4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan


Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien memiliki beberapa kendala.
Langkah yang diambil mahasiswa adalah mencari alternatif solusi yang tepat
untuk menyelesaikan masalah keperawatan yang terjadi. Solusi yang dimaksud
dapat bersumber dari perawat dengan peran utamanya sebagai pemberi asuhan
keperawatan, fasilitas layanan kesehatan, peran kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain, ataupun pelibatan pasien dan keluarga dalam proses pemberian
asuhan keperawatan. Dengan adanya alternatif penyelesaian masalah, diharapkan
intervensi keperawatan yang diperlukan dapat menyelesaikan masalah
keperawatan pasien dengan efektif. Masalah keperawatan yang masih harus
memerlukan perawatan sesuai dengan analisis adalah mengenai risiko kelebihan
volume cairan diantara dua waktu dialisis pada pasien yang menjalani HD.

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
27

Terdapat beberapa kekurangan dalam melakukan latihan ini yaitu penulis merasa
referensi terkait evidence based practice yang sesuai dengan kasus ini terbatas.
Selain itu penulis juga merasakan belum ada yang menjamin kontinuitas kegiatan
ini tetap dilakukan pasien di rumah, sehingga pasien dirasa perlu dibekali
jadwal sebelum pulang seperti yang terdapat pada lampiran 5. Solusi bisa
ditawarkan kepada perawat ruangan untuk memperkaya cara perawatan pasien
khususnya masalah urologi dengan kelebihan volume cairan dan berisiko
terjadinya kelebihan volume cairan yaitu dengan membimbing pasien untuk
melakukan pembatasan cairan. Perawat ruangan dapat melanjutkan tindakan
pembatasan cairan setelah ada contoh sederhana ini, sampai ada penemuan baru
yang lebih baik daripada pembatasan cairan.

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
28

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis praktik klinik, gagal ginjal kronik (GGK) merupakan
salah satu penyakit yang sering dialami oleh masyarakat perkotaan. Penyakit ini
merupakan penyakit ginjal tahap akhir yang progressif dan irreversible. GGK
sering disebabkan oleh beberapa hal yang banyak terjadi di kota besar misalnya
saja keadaan sosial ekonomi yang mayoritas di daerah industri, pola diet, jenis
pekerjaan dengan aktivitas fisik yang minimal, iklim yang cenderung panas,
riwayat pasien dengan gaya hidup merokok serta sering meminum-minuman
berenergi memicu terjadinya gagal ginjal. Ada beberapa terapi yang dianjurkan
pada pasien dengan GGK tahap akhir, salah satunya adalah hemodialisis (HD).

Terapi HD biasanya beresiko untuk terjadinya kelebihan volume cairan diantara


dua waktu dialisis. Apabila risiko kelebihan ini tidak segera ditangani akan
menjadi kelebihan volume cairan atau overload. Tahap awal untuk mengatasi
kondisi ini biasanya dokter menganjurkan klien untuk tidak minum lebih dari 600
ml, langkah selanjutnya, pasien akan diberikan terapi diuretik. Perawat dapat
melakukan terapi perilaku untuk mengatasi risiko kelebihan volume cairan yaitu
dengan fluid restriction atau pembatasan cairan. Tujuan dari terapi ini adalah
untuk mengontrol intake cairan sesuai dengan kebutuhan dalam 24 jam. Sehingga
dapat mengatasi risiko kelebihan volume cairan diantara dua waktu dialisis.

5.2 Saran
Rekomendasi kepada penulis selanjutnya dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien GGK untuk mengatasi masalah kelebihan volume cairan.
5.2.1 Penulis selanjutnya dapat melakukan terapi pembatasan cairan dan
elektrolit sekaligus untuk mengatasi kelebihan volume cairan pada GGK,
sehingga menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal. Selain itu
penulis selanjutnya dapat mencari jurnal yang lebih banyak dengan metode
yang lebih baru lagi sehingga hasil penulisan dapat memberi informasi
yang lebih luas kepada pembaca. Penulis juga sebaiknya melakukan

28
Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
29

asuhan keperawatan tidak hanya kepada pasien kelolaan namun juga


kepada pasien yang lain sehingga penulis mengetahui kelebihan dan
kekurangan metode yang dilakukakan. Pada saat mengevaluasi
pembatasan cairan baiknya penulis mendampingi pasien dan memeriksa
intake dan output secara keseluruhan sehingga pasien mengetahui cara
yang benar dalam pembatasan cairan.
5.2.2 Perawat khususnya perawat penyakit dalam sebaiknya dapat meneruskan
terapi untuk merawat pasien yang sedang menjalani hemodialisis dengan
pembatasan cairan. Perawat penyakit dalam juga dapat memberikan
inspirasi lebih banyak lagi dalam menyusun asuhan keperawatan.
Khususnya dalam memberikan intervensi keperawatan kepada penderita
GGK dengan risiko kelebihan volume cairan sesuai dengan penelitian
terbaru.
5.2.3 Institusi pendidikan seharusnya memberikan tambahan informasi kepada
mahasiswa mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
sistem urologi, khususnya mengenai penyakit GGK dengan pasien yang
menjalani HD dan berisiko untuk mengalami kelebihan volume cairan.
Cara yang tepat bisa memasukkan terapi ini dalam sub bab sistem urologi
dengan kasus penyakit GGK, sehingga dapat menurunkan angka
kekambuhan atau terjadinya komplikasi pada pasien GGK yang menjalani
HD.

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
30

DAFTAR PUSTAKA

Abboud, H. & Henrich, W. L. (2010). Stage IV chronic kidney disease. The New
England Journal Of Medicine. N Engl J Med 2010;362:56-65
Abrams, J. H., Druck, P., Cerra, F. B. (2005). Surgical critical care. Second
edition. Taylor & Francis Group, LLC
Achmadi U. F. (2010). Manajemen penyakit berbasis wilayah . Jakarta:
Universitas Indonesia.
Almatsier, S. (2006). Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Anderson, E.T. (2006). Buku ajar keperawatan komunitas teori dan praktik.
Jakarta: EGC.
Bahdarsyam. (2003). Spektrum bakteriologik pada berbagai jenis batu saluran
kemih bagian atas. Sumatera Utara: Bagian Patologi Klinik, FK USU
Black, J. M & Hawks, J. H. (2009). Medical surgical nursing (8th ed). St Louis,
Missouri: Saunders
Crockell, Y. J. (2012). Management of chronic kidney disease: an emphasis on
delaying disease progression and treatment optionts. Formulary Journal.
June 2012, Vol. 47.
Depkes RI. (2006). Profil kesehatan Indonesia 2004: Menuju Indonesia sehat
2010. Jakarta: Depkes RI.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., Geissler, A. C. (2000). Rencana asuhan
keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Jakarta: EGC
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., Murr, A. C. (2010). Nursing care plans:
guidelines for individualizing client care across the life span (8th ed.).
Philadelphia: Davis Company.
Ferrario, M., et, al. (2014). Effects of fluid on heart rate variability in chronic
kidney disease patiens on hemodialysis. BMC Nephrology 2014, 15:2. doi:
10.1186/1471-2369-15-26.
Gatot, D. (2003). Resiko reduksi ureum dalam dialisis. Juni 10, 2014
http://library.usu.ac.id/download/file/penydalam_dairot_gatot.pdf.
Graves, J. W. (2008). Diagnosis and management of chronic kidney disease.
Mayo Clinic Proceeding; sep 2008; 83,9; Prouest Public Health
Guyton dan Hall. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran Edisi II. Jakarta: EGC

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
31

Kemenkes RI. (2010). Pengembangan kota sehat untuk mengatasi masalah


urbanisasi. Jakarta: Sekjen Kemenkes.
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=997
LeMone, P., Burke, K., Bauldoff, G. (2011). Medical Surgical Nursing: Critical
thinking in patient care (5th ed). Person Education, Inc.
Levey, A. S. & Coresh, J. (2011). Chronic kidney disease. Lancet 2012;279: 165-
80. Doi: 10.1016/S0140-6736(11)60178-5.
Lewis, S. M., Heitkemper, M. M., Dirksen, S. R. (2000). Medical surgical nursing
assesment and management of clinical problem (5th ed). Philadelphia:
Mosby Year Book Inc.
McEwen,M & Nies,M.A. (2007). Community/public health nursing: promoting
the health of populations. Fourth edition. USA: Saunders Elsevier.
Herdman, T. H. (2012). Nanda international: Diagnosis Keperawatan definisi
dan klasifikasi. (Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Estu Tian: Penerjemah).
Jakarta: EGC
Pace, R. C. (2007). Fluid management in patients on hemodialysis. Nephrology
Nursing Journal. September-october 2007; Vol. 34, No. 5
Perkins, S. M., Welch, J. L., Johnson, C. S., Kraus, M. A. (2006). Patterns of
interdialytic weight gain during the year of hemodialisys. Nefrology
Nursing Journal. Sept-Oct 2006. Juni 02, 2014.
http://findarticles.com/p/articles
Price, S. A., Wilson, L. M. (1995). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.
Rahmawati. (2008). Pengaruh Pengaturan Interval dan Suhu Air Minum
Terhadap Sensasi Haus Pasien pada Penyakit Ginjal Tahap Akhir di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Tesis-Universitas
Indonesia.
Sahabat ginjal. (2009). Delapan faktor resiko mendeteksi penyakit ginjal kronik.
Juni 02, 2014. http://www.sahabatginjal.com/display.articles.aspx?artid
Shantier, M., & O’Neil, D. (2010). Complication and management of chronic
kidney disease. Irish Medical Times; Nov, 5, 2010;44,45; ABI/INFORM
Trade & Industri.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-
surgical nursing vol.1. (8th Ed). (Waluyo, A., Kariasa, M., Julia, Kuncara,
A., & Asih, Y., Penerjemah). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher.
-----------------------------. (2008). Brunner & Sddarth’s Textbook of medical
surgical nursing (11th Ed). Philadephia: Lippincott William & Wilkins.

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
32

Stoller, Bolton.(2000). Urinary stone disease In : Tanagho EA, Mc Aninch JW


Smith’s general urology. 15th edition. New York: Mc Graw-Hill Companie.
Suharjono. (2008). Ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC.
Suryarinilsih, Y. (2010). Hubungan penambahan berat baddan antara dua waktu
dialissis dengan kualitas hidup pasien hemodialisis di RS. Dr. M. Jamil
Padang. Tesis
Suwitra, K. (2006), dalam Sudoyo., Alwi., Simadibrata., Setiadi., 2006. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam.
Thomas, N. (2003). Renal nursing (Second Ed). London: Bailliere Tindall
Tovazzi, M. E, & Mazzoni, V. (2012). Personal paths of fluid restriction in
patients on hemodialiysis. Nephrologi Nursing Journal, 39(3), 207-215
World Health Organization (WHO). (2008). Environmental Health. 25 Juni
2014. http://www.WHO.int.
Yayasan Ginjal Diatrash Indonesia (2008). Cuci Darah demi kualitas hidup.
http://www.ygdi.org.2008. Mei 15 2014

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
Lampiran 1
PENGKAJIAN

I. Identitas pasien
Tn. D (51 tahun) datang ke IGD RSCM pada 23 Mei 2014. Pasien merupakan
bapak dengan 2 anak dan memiliki 1 isteri, agama pasien adalah islam. Pasien
merupakan mantan dari karyawan swasta yang saat ini tinggal di daerah Jakarta
Pusat.
II. Anamnesis
a. Keluhan utama saat dirawat
Pesien masuk IGD RSCM dengan keluhan sesak napas sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit, dan memberat sejak 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit, sesak semakin parah saat berbaring, sesak seperti
ditimpa benda berat dan tidak bertambah saat beraktivitas. Batuk kadang-
kadang, tidak terdapat mengi, nyeri dada tidak ada. Pasien mengalami
hipertensi sejak 1 balan yang lalu disertai dengan sakit kepala, hemiparise
tidak ada dan minum Captopril 3 x 12,5 mg, TD masuk 160/90 mmHg.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat diabetes mellitus, hipertensi,
batu ginjal, asma dan penyakit kronik lainnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama dengan
pasien. Tidak ada riwayat diabetes mellitus, hipertensi, asma, sakit ginjal
dari keluarga.
d. Aktivitas dan istirahat
Pasien mengeluh kondisinya saat ini membuatnya terbatas dalam
beraktivitas, untuk menghilangkan kejenuhannya, pasien duduk-duduk di
pinggir tempat tidur dan berjalan keluar ruangan, namun pasien mengeluh
lelah dan capek setelah beraktivitas. Tidak ada gangguan pada jantung dan
pernapasan saat beraktivitas, rentang gerak maksimal, kekuatan otot baik,
namun tidak mampu beraktivitas seperti biasanya. Tonus otot 5555 5555
5555 5555

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


e. Sirkulasi
Pasien diketahui mengalami hipertensi sejak satu bulan yang lalu,
sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat hipertensi. Kesemutan tidak
ada, kebas tidak ada, sedikit perubahan frekuensi berkemih saat sebelum
masuk rumah sakit, dan saat ini jumlah BAK 300-400 cc dalam 24 jam.
Tekanan darah berbaring: 135/90 mmHg, duduk: 130/90 mmHg, berdiri:
130/80mmHg. Nadi apikal 98 x/menit, nadi radialis 100 x/menit, kuat dan
teratur. Auskultasi dada: tidak terdapat ronkhi/wheezing, tidak ada
murmur/gallpop. Pada ekstremitas: kaki hangat bilateral, C,
capillary refill time (CRT) < 3 detik. Mukosa sedikit kering, bibir lembab,
konjungtiva tampak pucat, sklera tidak ikterik, tidak ada diaphoresis.
f. Integritas Ego
Pasien mengatakan tidak ada ancaman serta stres yang dialaminya saat ini,
pasien mengatakan bahwa semua biaya pengobatannya ditanggung oleh
asuransi yang di ikutinya. Pasien beragama islam dan melakukan sholat
lima wakt ditempat tid r dan elal berdo’a nt k ke emb annya. D l ,
sebelum sakit, pasien mempunyai kebiasaan merokok, minum-minuman
ringan dan berenergi, dan makan-makanan sembarangan yang tidak
memikirkan kandungan yang terdapat didalam makanan tersebut. Namun
semenjak sejak 2 bulan yang lalu pasien sangat memperhatikan
makanannya, serta mengatur dietnya. Tidak ada perasaan
ketidakberdayaan dan putus asa. Pasien tampak tenang, sabar dan
menerima setiap kondisi tubuhnya.
g. Eliminasi
Pasien mengatakan BAB teratur 1 kali sehari, karakter feses lunak, BAB
terakhir tadi pagi. Tidak ada riwayat perdarahan, hemoroid, konstipasi dan
diare. Pola BAK: ± 2-3x dalam 24 jam, pasien merasa tuntas ketika BAK.
Riwayat nyeri saat BAK tidak ada, riwayat hematuria tidak ada. Tidak ada
nyeri tekan dan massa abdomen, bising usus normal 6 x/menit.
h. Makanan dan cairan
Pasien biasa makan nasi biasa dan lauk serta sayur. Tidak ada keluhan
mual dan muntah, nyeri ulu hati, dan alergi makanan. Kemampuan untuk

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


mengunyah dan menelan masih baik. BB sebelum masuk rumah sakit 59
kg, saat ini berat badan klien 57 kg, dan TB 165 cm. Bentuk tubuh tegak
dan sedikit kurus. Turgor kulit elastis, dan sedikit kering. Edema grade I di
kedua ekstremitas bawah, tidak ada distensi vena jugularis. Kondisi gigi
ada yang berlubang, penampilan lidah lembab dan membran mukosa
kering. Pada saat di RS mendapat terapi diet ginjal dengan jumlah kalori
2100 kkal dengan 46,8 gram protein, 58 gram lemak, dan 315 gram
karbohidrat.
i. Kebersihan/Hygiene
Sebagian aktivitas sehari-hari dilakukan sendiri oleh pasien, pemenuhan
kebutuhan sehari-hari mampu dilakukan secara mandiri. mobilitas berjalan
sendiri dengan memegang furnitur namun kadang juga dibantu satu orang.
Penampilan umum pasien bersih, rapi, cara berpakaiana sesuai, dan tidak
ada bau badan. Kulit kepala sedikit berminyak, tidak ada ketombe.
j. Neurosensori
Pasien mengeluh kadang-kadang pusing, tidak ada rasa ingin pingsan.
Tidak ada kesemutan pada ekstremitas. Tidak ada riwayat stroke dan
kejang. Penglihatan dan pendengaran normal. Status mental terorientasi,
kesadaran composmentis dan kooperatif. Memori saat ini baik masih ingat
juga memori masa lalu. Tidak ada tanda facial drop, refleks menelan baik,
genggaman baik. Ukuran pupil 2mm/2mm, reaksi pupil terhadap cahaya
+/+, isokhor.
k. Nyeri/ketidaknyamanan
Pasien mengeluh sering pusing, frekuensi 4-5 kali dalam 24 jam.
kualitasnya seperti ditusuk-tusuk, durasi 1-2 menit, VAS 1-2. Tidak ada
penjalaran, ekspresi saat menahan nyeri: pasien tampak mengerutkan
wajah serta menjaga area yang sakit. Respon emosional hanya diam ketika
ditanya dan tidak marah. Untuk menghilangkan nyerinya, pasien
melakukan istirahat.
l. Pernapasan
Pasien mengatakan tidak mengeluh batuk atau sesak. Tidak ada riwayat
bronkhitis, TB, asma, empisema, pneumonia. Tidak menggunakan

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


oksigen. Frekuensi pernapasan 20 x/menit. Pengembangan dada simetris,
tidak menggunakan otot bantu napas. Bunyi napas vesikuler. Tidak ada
sianosis, tidak ada sputum. Tenang, kesadaran compos mentis.
m. Keamaanan
Pasien tidak ada riwayat alergi obat, cuaca, maupun makanan, tidak ada
riwayat kecelakaan. Tidak ada masalah hubungan seksual. Pasien
mengeluh sedikit gatal diseluruh anggota tubuhnya. ROM aktif, tonus otot
5555 5555
5555 5555
n. Interaksi sosial
Pasien sudah menikah +/- sejak 20 tahun yang lalu, tidak ada masalah
yang rumit selama hidup bersama isterinya. Pasien memiliki dua orang
anak, dalam keluarga pasien berperan sebagai suami dan ayah.

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


Lampiran 2

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tgl Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


13/05/ Hematologi
2014 Darah perifer lengkap
Hemoglobin 10,2 g/dL 12,0-15,0
Hematokrit 28,3 % 36,0-46,0
Eritrosit 4,10 10^ /μL 3,8-4,8
MCV/VER 101,5 fL 80-95
MCH/HER 33,2 pq 27-31
MCHC/KHER 32,2 g/dL 32-36
Jumlah Trombosit 299 10^ / μL 150-400
Jumlah Leukosit 22,90 10^ / μL 5,0-10,0
GDS 150 mg/dL 90-130
Elektrolit
Natrium (Na) Darah 142 mEq/L 132-147
Kalium (K) Darah 3.30 mEq/L 3,30-5,40
Klorida (Cl) Darah 106 mEq/L 94,0-111,0
SGPT 12 g/L <34
SGOT 17 g/L <27
Fungsi ginjal
Ureum 187 mg/dL <80
Kreatinin 12.89 mg/dL 0.60-1.20
APTT
Pasien 26.5 detik 31.0-47.0
kontrol 12 detik
Masa protrombin (PT)
Pasien 14.6 detik 31.0-47.0
Kontrol 12.0 detik
Analisa Gas Darah
PH 7.27 mmHg 7.35-745
PCO2 25.3 mmHg 35-45
PO2 128.5 mmHg 75-105
HCO3 11.9 mmol/L 22-26
SaO2 98.4 % 95-98

19/05/ Hematologi
2014 Darah perifer lengkap
Hemoglobin 8.4 g/dL 12,0-15,0
Hematokrit 24.7 % 36,0-46,0
Eritrosit 4.03 10^ /μL 3,8-4,8
MCV/VER 97.8 fL 80-95
MCH/HER 32.7 pq 27-31
MCHC/KHER 33.5 g/dL 32-36
Jumlah Trombosit 252 10^ / μL 150-400

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


Tgl Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Jumlah Leukosit 96.20 10^ / μL 5,0-10,0
Fungsi Ginjal
Ureum 166 mg/dL <80
Kreatinin 13.4 mg/dL 0.60-1.20
eGFR 3.7 mL/min/1.73m^² 66.00-96.00
GDS 74 mg/dL 90-130
Elektrolit
Natrium (Na) Darah 135 mEq/L 132-147
Kalium (K) Darah 4.2 mEq/L 3,30-5,40
Klorida (Cl) Darah 94.1 mEq/L 94,0-111,0
Albumin 3.30 3.50-4.50

22/06/ Hematologi
2014 Darah perifer lengkap
Hemoglobin 8.6 g/dL 12,0-15,0
Hematokrit 25.7 % 36,0-46,0
Eritrosit 4.70 10^ /μL 3,8-4,8
MCV/VER 99.2 fL 80-95
MCH/HER 32.7 pq 27-31
MCHC/KHER 32.9 g/dL 32-36
Jumlah Trombosit 267 10^ / μL 150-400
Jumlah Leukosit 9.47 10^ / μL 5,0-10,0
Elektrolit
Natrium (Na) Darah 137 mEq/L 132-147
Kalium (K) Darah 3.45 mEq/L 3,30-5,40
Klorida (Cl) Darah 94.5 mEq/L 94,0-111,0
Fungsi Ginjal
Ureum 51 mg/dL <27
Kreatinin 4.7 mg/dL <80
eGFR 13.1 mL/min/1.73m^² 66.00-96.00
Masa protrombin (PT)
Pasien 13.3 detik 31.0-47.0
Kontrol 12.9 detik
APTT
Pasien 32.4 detik 31.0-47.0
kontrol 33.0 detik
Analisa Gas Darah
PH 7.46 mmHg 7.35-745
PCO2 34 mmHg 35-45
PO2 94.8 mmHg 75-105
HCO3 24.5 mmol/L 22-26
SaO2 97 % 95-98

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


3.1.1. Pemeriksaan urin
Tabel 3.2. Pemeriksaan urin
Jenis pemeriksaan Hasil Unit Nilai normal
Urin lengkap
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
pH 5.5 5,0-8,0
Berat Jenis 1.015 1005-1030
Albumin - Neg
Glukosa - Neg
Nitrat - Neg
Urobilirubin 0.2 UE 0,1-1
Biliribin - Neg
Darah samar - Neg
Leukosit esterase - Neg

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


Lampiran 3
RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
PADA TN. D DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil/Evaluasi
1. Kelebihan volume cairan b/d mekanisme Tujuan : Mandiri
regulatori (gagal ginjal) dengan retensi Cairan tubuh adekuat. 1. Awasi denyut jantung, TD, dan Takikardia dan hipertensi terjadi karena (1)
air, ditandai dengan: Kriteria hasil: CVP. kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urin, (2)
Data Subjektif:  Menunjukkan haluaran urin perubahan pada sistem renin-angiotensin.
 1 mgg sebelum RS pasien mengeluh tepat dengan BJ/hasil
sesak yang memberat, seperti ditimpa laboratorium normal. 2. Catat pemasukan dan pengeluaran Perlu untuk menentukan fungsi ginjal,
benda berat.  Berat badan stabil. akurat kebutuhan penggantian cairan, dan penurunan
 Pasien mengatakan urin yang keluar  Tanda-tanda vital dalam risiko kelebihan cairan.
batas normal 120/80
sedikit 3. Awasi berat jenis urin. Mengukur kemampuan ginjal untuk
mmHg.
 Tidak ada edema. mengkonsentrasikan urine. Pada gagal
Data Objektif: intrarenal, berat jenis biasanya sama/kurang dari
 Edema grade I di kedua ekstremitas 1,010 menunjukkan kehilangan kemampuan
bawah untuk memekatkan urine
 TD: 140/90 mmHg.
 JVC 5 + 2 cm H2O 4. Timbang berat badan tiap hari Penimbangan berat badan harian adalah
 Balance cairan 19/05/2014: + 230cc dengan alat dan pakaian yang pengawasan status cairan terbaik. Peningkatan
 Hasil pemeriksaan laboratorium sama. berat badan lebih 0,5 kg/hari diduga ada retensi
tanggal 19/05/2014: cairan.
Ureum: 166 mg/dL
5. Kaji kulit, wajah, area tergantung Edema terjadi terutama pada jaringan yang
Kreatinin: 13.4 mg/dL
untuk edema. Evaluasi derajat tergantung pada tubuh. BB dapat meningkat
eGFR: 3.7 mL/mnt/1.73 m^2 edema (pada skala +1 sampai +4). sampai 4,5 kg cairan sebelum pitting edema
terdeteksi.

6. Auskultasi paru dan bunyi Kelebihan cairan dapat menimbulkan edema


jantung. paru dan gagal jantung dibuktikan oleh
terjadinya bunyi napas tambahan, dan bunyi
jantung ekstra.
7. Kaji tingkat kesadaran; selidiki Dapat menunjukkan perpindahan cairan,
perubahan mental, adanya akumulasi toksin, asidosis, ketidakseimbangan
gelisah. elektrolit, atau terjadinya hipoksia.

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil/Evaluasi
8. Batasi cairan sesuai indikasi. Manajemen cairan diukur untuk menggantikan
pengeluaran dari semua sumber ditambah
perkiraan kehilangan yang tak tampak
(metabolisme, diaforesis).
Kolaborasi
9. Awasi pemeriksaan laboratorium: Mengkaji berlanjutnya dan penanganan gagal
BUN, kreatinin. ginjal. Kreatinin adalah indikator yang lebih
baik untuk fungsi ginjal karena tidak
dipengaruhi oleh hidrasi, diet, dan katabolisme
jaringan.

 Natrium serum Hiponatremia dapat diakibatkan dari kelebihan


cairan (dilusi) atau ketidakmampuan ginjal
untuk menyimpan natrium. Hipernatremia
menunjukkan defisit cairan tubuh total.

 Kalium serum. Kekurangan ekskresi ginjal dan/atau retensi


selektif kalium untuk mengekskresikan
kelebihan ion hidrogen (memperbaiki asidosis)
menimbulkan hiperkalemia.

 Hb/Ht Penurunan nilai dapat mengindikasikan


hemodilusi (hipervolemia); namun selama gagal
lama, anemia sering terjadi sebagai akihat
kehilangan/penurunan produksi eritropetin

10. Berikan obat sesuai indikasi: Diberikan dini pada fase oliguria pada GGA
 Diuretik, contoh furosemid pada upaya mengubah ke fase nonoliguria,
(Lasix), mannitol (Osmitrol): untuk melebarkan lumen tubular dan debris,
 Antihipertensif, contoh menurunkan hiperkalemia, dan meningkatkan
klonidin (Catapres); metildopa volume urine adekuat. Diberikan untuk
(Aldomet); prazosin mengatasi hipertensi dengan efek berbalikan
(Minipress). dari penurunan aliran darah ginjal, dan/atau
kelebihan volume sirkulasi

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil/Evaluasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Tujuan : 1. Kaji status nutrisi, meliputi: Menyediakan data dasar untuk memantau
kebutuhan tubuh b/d mual dan Mempertahankan nutrisi yang Perubahan berat badan, perubahan dan mengevaluasi hasilnya.
pembatasan diet, ditandai dengan: adekuat. pengukuran antropometrik, nilai
Data Subjektif: laboratorium (elektrolit, serum,
 Klien mengeluh mulut terasa kering Kriteria Hasil : BUN, kreatinin, Protein).
dan bibir pecah-pecah  Status Nutrisi klien
 Saat masuk rumah sakit klien terpenuhi. 2. Kaji pola diet nutrisi klien: Pada diet dahulu dan sekarang dapat
mengeluh mual  Tidak mual riwayat diet, makanan kesukaan, dipertimbangkan dalam menyusun menu.
dan hitung kalori.
Data Objektif:
 Konjungtiva anemis 3. Kaji faktor yang berperan dalam Menyediakan informasi mengenai faktor lain
 Makan yang diberikan masih tersisa merubah masukan nutrisi: yang dapat diubah atau dihilangkan untuk
anoreksi, mual dan muntah, diet meningkatkan masukan diet.
1/3 porsi
yang tidak menyenangkan bagi
 Hasil pemeriksaan Lab. Tgl klien, kurang memahami
19/05/2014 pembatasan diet dan stomatitis.
 Albumin : 3.30 mg/dL
 HB : 8. 4 g/dL 4. Anjurkan cemilan tinggi kalori, Mengurangi makanan dan protein yang dibatasi
rendah protein, rendah natrium dan menyediakan kalori untuk energi, membagi
 BB turun 2 kg dalam 2 minggu
diantara waktu makan. protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan
terakhir jaringan.
 Antropometri:
 BB 57 kg 5. Jelaskan rasional pembatsan diet Meningkatkan pemahaman klien antara diet,
 TB 165 cm dan hubngan dengan penyakit urea dan kadar kreatinin dengan penyakit ginjal.
ginjal, peningkatan ureum dan
 BBI : 58,5 kg
kreatinin.

6. Timbang berat badan setiap Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
minggu.

7. Kaji bukti adanya masukan Masukan protein yang tidak edekuat dapat
protein yang tidak adekuat, menyebabkan penurunan albumin dan protein
seperti :edema, pennyembuhan lain. Pembentukan edema dan perlambatan
yang lambat, penurunan kadar penyembuhan.
albumin serum.

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil/Evaluasi
3 Resiko intoleransi aktivitas b/d Tujuan : Mandiri
ketidakseimbangan suplai O2 dan Klien berpartisipasi dalam 1. Kaji faktor yang menimbulkan Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat
keletihan, ditandai dengan: beraktivitas yang dapat keletihan, seperti anemia, ketidak keletihan .
Data Subjektif: ditoleransi. seimbangan cairan dan elektrolit,
 Klien mengeluh lelah setelah retensi produk sampah, depresi.
beraktivitas Kriteria Hasil :
 Klien mengatakan badannya terasa  Pasien melaporkan tidak 2. Tingkatkan kemandirian dalam Meningkatkan aktivitas ringan atau sedang dan
adanya kelelahan saat atau aktivitas perawatan diri yang memperbaiki harga diri.
lemas dapat ditoleransi, bantu jika
setelah beraktivitas
 Konjungtiva tidak keletihan terjadi.
Data Objektif: pucat/anemis
 Hb dalam batas normal : 3. Anjurkan aktivitas alternatif Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-
 Klien tampak lemas 14-16 g/dL sambil istirahat. batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang
 Klien tidak mampu melakukan adekuat.
aktivitas seperti biasanya
 Konjungtiva anemis 4. Kaji kemampuan untuk Meningkatkan aktivitas ringan/ sedang dan
berpartisipasi pada aktifitas yang memperbaiki harga diri.
 HB : 8.4 mg/dL diinginkan/dibutuhkan. Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-
 TD : 128/74 mmHg batas yang dapat ditoleransi.
 N : 90 x/menit
 RR : 20 x/menit 5. Awasi kadar elektrolit termasuk Ketidak seimbangan dapat mengganggu fungsi
kalsium, magnesium, dan kalium neuromuskuler
 S : 36 C
 Ureum : 166 mg/dL

(Doenges, Moorhouse, & Murr, 2010)

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
Lampiran 4
CATATAN KEPERAWATAN
TN. D DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK
20 Mei 2014

Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf


12.00 Ketidakseimbangan nutrisi kurang  Mengkaji status nutrisi, meliputi: Perubahan S:
dari kebutuhan tubuh b/d mual dan berat badan, pengukuran antropometrik,  Klien mengatakan mual
pembatasan diet, ditandai dengan : nilai laboratorium (elektrolit, serum, BUN,  Nafsu makan masih kurang.
Data Subjektif: kreatinin, Protein).
 Klien mengeluh mulut terasa O:
kering dan bibir pecah-pecah  Mengkaji pola diet nutrisi klien: riwayat  Porsi makan habiskan1/2 dari yang
 Saat masuk rumah sakit klien diet, makanan yang tidak disukai, dan disediakan
mengeluh mual hitung kalori.  Hasil pemeriksaan lab. 19/05/2014
 HB: 8,4 gr/dl
Data Objektif:  Mengkaji faktor yang berperan dalam  BB: 57 kg
 Konjungtiva anemis merubah masukan nutrisi: anoreksi, mual
 Albumin 3.30
 Makan yang diberikan masih dan muntah, diet yang tidak menyenangkan
tersisa 1/3 porsi bagi klien, kurang memahami pembatasan
A:
diet dan stomatitis.
 Hasil pemeriksaan Lab. Tgl  Masalah belum teratasi
19/05/2014  Menimbang berat badan setiap minggu.
P:
 Albumin : 3.30 mg/dL
 Kaji dan catat pemasukan diet.
 HB : 8. 4 g/dL  Mengkaji adanya masukan protein yang
 Evaluasi daftar makanan atau cairan
 BB turun 2 kg dalam 2 minggu tidak adekuat, seperti :edema
yang dibolehkan
pennyembuhan yang lambat, penurunan
terakhir  Evaluasi pembatasan diet dan
kadar albumin serum
 Antropometri: hubungannya dengan penyakit ginjal.
 BB 57 kg  Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
 TB 165 cm pemberian diet.
 BBI : 58,5 kg

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014

13.30 Kelebihan volume cairan b/d  Mengawasi denyut jantung, TD, dan CVP. S:
mekanisme regulatori (gagal ginjal)  Klien mengatakan urinnya sangat
dengan diet berlebih, retensi air,  Mencatat pemasukan dan pengeluaran sedikit
ditandai dengan : akurat
Data Subjektif : O:
 1 mgg sebelum RS pasien  Menimbang berat badan tiap hari dengan
 TD 130/90, Nadi: 100x/menit
alat dan pakaian yang sama.
mengeluh sesak yang memberat,  CVP 5+2cmH2O
seperti ditimpa benda berat.
 Mengkaji kulit, wajah, area tergantung  Tidak ada edema ekstremitas maupun
 Pasien mengatakan urin yang untuk edema. Evaluasi derajat edema (pada edema periorbital
keluar sedikit skala +1 sampai +4).  Turgor kulit agak kering
 BB 57.5 kg
Data Objektif:  Mukosa membrane lembab
 Edema grade I di kedua  Imbalance cairan 24 jam (+150 ml)
ekstremitas bawah
 TD : 140/90 mmHg. A:
 JVC 5 + 2 cm H2O  Resiko kelebihan volume cairan masih
 Balance cairan 19/05/2014 : + dapat terjadi
230cc
 Hasil pemeriksaan laboratorium P:
tanggal 19/05/2014:  Awasi denyut jantung, TD, dan JVP.
Ureum : 166 mg/dL  Catat pemasukan dan pengeluaran
Kreatinin : 13.4 mg/dL akurat
 Awasi berat jenis urine.
eGFR : 3.7 mL/mnt/1.73 m^2
 Timbang berat badan tiap hari dengan
alat dan pakaian yang sama.
 Kaji kulit, wajah, area tergantung
untuk edema. Evaluasi derajat edema
(pada skala +1 sampai +4).
 Auskultasi paru dan bunyi jantung.
 Kaji tingkat kesadaran; selidiki
perubahan mental, adanya gelisah

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
21 Mei 2014

Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf

12.00 Ketidakseimbangan nutrisi kurang S:


dari kebutuhan tubuh b/d mual dan  Mengkaji faktor yang berperan dalam  Klien sudah tidak mual lagi
pembatasan diet, ditandai dengan : mengubah masukan nutrisi: anoreksi,  Nafsu makan masih kurang dan mulut
Data Subjektif: mual dan muntah, diet yang tidak masih terasa kering.
 Klien mengeluh mulut terasa menyenangkan bagi klien, kurang
kering dan bibir pecah-pecah memahami pembatasan diet dan O:
 Saat masuk rumah sakit klien stomatitis.  Porsi makan habiskan ¾, dari yang
mengeluh mual disediakan
 Menganjurkan cemilan tinggi kalori,  Mukosa bibir lembab
Data Objektif: rendah protein, rendah natrium  Tidak ada edema dan penyembuhan yang
 Konjungtiva anemis diantara waktu makan. lambat
 Makan yang diberikan masih  Konjungtiva pucat
tersisa 1/3 porsi  Mengkaji ulang adanya masukan
protein yang tidak adekuat, seperti:
 Hasil pemeriksaan Lab. Tgl edema, penyembuhan yang lambat.
A:
19/05/2014  Intake nutrisi belumadekuat
 Albumin: 3.30 mg/dL
P:
 HB: 8. 4 g/dL  Kaji status nutrisi, meliputi: Perubahan
 BB turun 2 kg dalam 2 minggu berat badan, pengukuran antropometrik,
terakhir nilai laboratorium (elektrolit, serum,
 Antropometri: BUN, kreatinin, Protein).
 BB 57 kg  Kaji faktor yang berperan dalam merubah
masukan nutrisi: anoreksi, mual dan
 TB 165 cm muntah, diet yang tidak menyenangkan
 BBI: 58,5 kg bagi klien, kurang memahami pembatasan
diet dan stomatitis.
 Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah
protein, rendah natrium diantara waktu
makan.
 Timbang berat badan setiap minggu.
 Kaji bukti adanya masukan protein yang
tidak adekuat, seperti :edema,
pennyembuhan yang lambat, penurunan
kadar albumin serum.
Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
14.10 Kelebihan volume cairan b/d  Mengawasi denyut jantung, TD, dan S:
mekanisme regulatori (gagal ginjal) CVP.  Klien mengatakan urinnya masih sedikit
dengan retensi air, diet berlebih,  Klien mengatakan tidak ada sesak
ditandai dengan :  Mencatat pemasukan dan
Data Subjektif : pengeluaran akurat O:
 1 mgg sebelum RS pasien  TD 140/90, Nadi: 98x/menit
mengeluh sesak yang memberat,  Menimbang berat badan dengan alat
dan pakaian yang sama.  CVP 5+2cmH2O
seperti ditimpa benda berat.  Tidak ada edema ekstremitas maupun
 Pasien mengatakan urin yang  Kaji kulit, wajah, area tergantung edema periorbital
keluar sedikit untuk edema. Evaluasi derajat edema  Turgor kulit kering
(pada skala +1 sampai +4).  BB 58 kg
Data Objektif:  Membran mukosa lembab
 Edema grade I di kedua  Mengauskultasi bunyi paru dan  Bunyi paru vesikuler, wheezing dan ronkhi
ekstremitas bawah bunyi jantung. tidak ada pada kedua lapang pary
 TD: 140/90 mmHg.  Imbalance cairan 24 jam (+100 ml)
 Mengkaji ulang tingkat kesadaran;  Kesadaran CM, orientasi baik
 JVC 5 + 2 cm H2O
selidiki perubahan mental, adanya
 Balance cairan 19/05/2014 : +
gelisah A:
230cc
 Intake cairan dalam 24 jam: 850 cc  Resiko kelebihan volume cairan masih
 Hasil pemeriksaan laboratorium
tanggal 19/05/2014: dapat terjadi
Ureum: 166 mg/dL
Kreatinin: 13.4 mg/dL P:
eGFR: 3.7 mL/mnt/1.73 m^2  Awasi denyut jantung, TD, dan CVP.
 Catat pemasukan dan pengeluaran akurat
 Awasi berat jenis urine.
 Timbang berat badan tiap hari dengan alat
dan pakaian yang sama.
 Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk
edema. Evaluasi derajat edema (pada skala
+1 sampai +4).
 Auskultasi paru dan bunyi jantung.
 Kaji tingkat kesadaran; selidiki perubahan
mental, adanya gelisah\

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
14.20 Resiko intoleransi aktivitas b/d  Mengkaji faktor yang menimbulkan S:
ketidakseimbangan suplai O2 dan keletihan, seperti anemia, ketidak  Klien mengeluh mudah lelah
keletihan, ditandai dengan : seimbangan cairan dan elektrolit,
Data Subjektif: retensi produk sampah, depresi.
 Klien mengeluh lelah setelah O:
beraktivitas  Meningkatkan kemandirian dalam  Klien tampak lemah
 Klien mengatakan badannya terasa aktivitas perawatan diri yang dapat  Klien terbaring ditempat tidur
lemas
ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.  HB 19/05/2014: 8.4 g/dL
 Nilai elektrolit serum dalam batas normal
 Menganjurkan aktivitas alternatif  Sebagian aktivitas klien dibantu keluarga
Data Objektif :
sambil istirahat.
 Klien tampak lemas A:
 Mengkaji kemampuan untuk  Toleransi aktivitas belum adekuat
 Klien tidak mampu melakukan berpartisipasi pada aktifitas yang
aktivitas seperti biasanya diinginkan/dibutuhkan. P:
 Konjungtiva anemis  Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
 HB : 8.4 mg/dL seperti anemia, ketidak seimbangan cairan
 TD : 128/74 mmHg dan elektrolit, retensi produk sampah, depresi.
 Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada
 N : 90 x/menit
aktifitas yang diinginkan/dibutuhkan.
 RR : 20 x/menit  Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas
 S : 36 C perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu
 Ureum : 166 mg/dL jika keletihan terjadi
 Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
 Menwasi kadar elektrolit termasuk kalsium,
magnesium, dan kalium

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
22 Mei 2014

Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf


10.15 Resiko intoleransi aktivitas b/d  Mengkaji ulang faktor yang menimbulkan S:
ketidakseimbangan suplai O2 dan keletihan, seperti anemia, ketidak  Klien mengatakan bahwa hari ini ia lebih
keletihan, ditandai dengan : seimbangan cairan dan elektrolit, retensi bersemangat dan tidak ada hambatan dalam
Data Subjektif: produk sampah, depresi. beraktivitas.
 Klien mengeluh lelah setelah
beraktivitas  Meningkatkan kemandirian dalam O:
 Klien mengatakan badannya aktivitas perawatan diri yang dapat  Klien mulai mandiri dalam memenuhi
ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi. kebutuhannya
terasa lemas
 Tidak tampak kelelahan dalam beraktivitas
 Menganjurkan aktivitas alternatif sambil
Data Objektif :
istirahat. A:
 Masalah teratasi sebagian
 Klien tampak lemas
 Kaji kemampuan untuk berpartisipasi
 Klien tidak mampu melakukan pada aktifitas yang P:
aktivitas seperti biasanya diinginkan/dibutuhkan.  Kaji faktor yang menimbulkan keletihan seperti
 Konjungtiva anemis anemia, ketidak seimbangan cairan dan
 HB : 8.4 mg/dL  Mengawasi kadar elektrolit termasuk elektrolit, retensi produk sampah, depresi.
 TD : 128/74 mmHg kalsium, magnesium, dan kalium  Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada
aktifitas yang diinginkan/dibutuhkan.
 N : 90 x/menit  Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas
 RR : 20 x/menit perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika
 S : 36 C keletihan terjadi
 Ureum : 166 mg/dL  Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf
12.10 Ketidakseimbangan nutrisi kurang S:
dari kebutuhan tubuh b/d mual dan  Kaji faktor yang berperan dalam merubah  Klien mengatakan tidak ada mual dan telah
pembatasan diet, ditandai dengan : masukan nutrisi : anoreksi, mual dan menghabiskan makan siang.
Data Subjektif: muntah, diet yang tidak menyenangkan  Nafsu makan sudah baik.
 Klien mengeluh mulut terasa bagi klien, kurang memahami
kering dan bibir pecah-pecah pembatasan diet dan stomatitis. O:
 Saat masuk rumah sakit klien  Porsi makan habiskan 90 % dari yang
mengeluh mual  Menganjurkan cemilan tinggi kalori, disediakan
rendah protein, rendah natrium diantara  Tidak ada edema dan penyembuhan lama
Data Objektif: waktu makan.
 Konjungtiva anemis A:
 Makan yang diberikan masih  Menganjurkan klien menimbang berat  Intake nutrisi adekuat
tersisa 1/3 porsi badan setiap minggu.
 Hasil pemeriksaan Lab. Tgl P:
 Mengkaji bukti adanya masukan protein  Intervensi dihentikan
19/05/2014 yang tidak adekuat, seperti :edema,
 Albumin : 3.30 mg/dL pennyembuhan yang lambat, penurunan
 HB : 8. 4 g/dL kadar albumin serum
 BB turun 2 kg dalam 2 minggu
terakhir
 Antropometri:
 BB 57 kg
 TB 165 cm
 BBI : 58,5 kg

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf
14.10 Kelebihan volume cairan b/d  Mengawasi denyut jantung, TD, dan S:
mekanisme regulatori (gagal ginjal) CVP.  Klien mengatakan urinnya sangat sedikit
dengan retensi air, diet berlebih,  Klien mengatakan sudah mengurangi
ditandai dengan :  Mencatat pemasukan dan pengeluaran munimnya, serta mencatat minum dan urinnya
Data Subjektif : akurat dalam 24 jam
 1 mgg sebelum RS pasien
mengeluh sesak yang memberat,  Menimbang berat badan dengan alat O:
dan pakaian yang sama.
seperti ditimpa benda berat.  TD 125/75, Nadi: 88x/menit
 Pasien mengatakan urin yang  Mengkaji kulit, wajah, area tergantung  CVP 5+2cmH2O
keluar sedikit untuk edema. Evaluasi derajat edema  Tidak ada edema ekstremitas maupun edema
(pada skala +1 sampai +4). periorbital
Data Objektif:  BB 58 kg
 Perut tampak bengkak, tegang,  Auskultasi paru dan bunyi jantung.  Mukosa membrane lembab
buncit.  Balance cairan 24 jam (-50 ml)
 Edema grade I di kedua  Kaji tingkat kesadaran; selidiki  Bunyi paru vesikuler, tidak terdapat
ekstremitas bawah perubahan mental, adanya gelisah wheezing/ronkhi pada kedua lapang paru
 TD : 140/90 mmHg.  Intake cairan dalam 24 jam: 900 cc  BJ I-II regular, murmur/gallop tidak ada
 JVC 5 + 2 cm H2O  Kesadaran CM, orientasi baik
 Balance cairan 19/05/2014 : +
230cc A:
 Hasil pemeriksaan laboratorium  Risiko kelebihan volume cairan masih dapat
tanggal 19/05/2014: terjadi
Ureum : 166 mg/dL
Kreatinin : 13.4 mg/dL
P:
 Awasi denyut jantung, TD, dan JVP.
eGFR : 3.7 mL/mnt/1.73 m^2
 Catat pemasukan dan pengeluaran akurat
 Awasi berat jenis urine.
 Timbang berat badan tiap hari dengan alat
dan pakaian yang sama.
 Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk
edema. Evaluasi derajat edema (pada skala
+1 sampai +4).
 Auskultasi paru dan bunyi jantung.
 Kaji tingkat kesadaran; selidiki perubahan
mental, adanya gelisah

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
23 Mei 2014

Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf


13.30 Resiko intoleransi aktivitas b/d S:
ketidakseimbangan suplai O2  Meningkatkan kemandirian dalam aktivitas  Klien mengatakan bahwa ia dapat mandiri
dan keletihan, ditandai dengan : perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu dalam memenuhi kebutuhannya
Data Subjektif: jika keletihan terjadi.
 Klien mengeluh lelah setelah
beraktivitas  Mengnjurkan aktivitas alternatif sambil O:
 Klien mengatakan badannya istirahat.  Klien tampak segar
terasa lemas  Klien duduk disisi tempat tidur dan bersiap
 Mengkaji ulang kemampuan untuk untuk pulang
berpartisipasi pada aktifitas yang  Klien mampu dalam aktivitas yang diinginkan
Data Objektif :
diinginkan/dibutuhkan.  Elektrolit dalam batas normal
 Klien tampak lemas  HB: 8.6 gr/dL
 Mengobservasi kadar elektrolit termasuk
 Klien tidak mampu kalsium, magnesium, dan kalium A:
melakukan aktivitas seperti  Masalah teratasi
biasanya
 Konjungtiva anemis P:
 HB : 8.4 mg/dL  Intervensi dihentikan
 TD : 128/74 mmHg
 N : 90 x/menit
 RR : 20 x/menit
 S : 36 C
 Ureum : 166 mg/dL

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf
13.30 Kelebihan volume cairan b/d  Mengawasi denyut jantung, TD, dan CVP. S:
mekanisme regulatori (gagal  Klien mengatakan urinnya masih sedikit
ginjal) dengan retensi air,  Mencatat pemasukan dan pengeluaran  Klien mengatakan tadi malam ia sudah
ditandai dengan : akurat melaksanakan hemodialisa
Data Subjektif :
 1 mgg sebelum RS pasien  menimbang berat badan tiap hari dengan O:
alat dan pakaian yang sama.
mengeluh sesak yang  TD 120/80, Nadi: 90x/menit
memberat, seperti ditimpa
 Mengkaji kulit, wajah, area tergantung  CVP 5+2cmH2O
benda berat. untuk edema. Evaluasi derajat edema (pada  Hasil lab. Tgl 22/05/2014
 Pasien mengatakan urin yang skala +1 sampai +4). Ureum : 51mg/dL
keluar sedikit Kreatinin: 4.7 mg/dl
 Intake cairan dalam 24 jam: 950 cc eGFR: 13.1 mL/min/1.73m^2
elektrolit dalam batas normal
Data Objektif:
 Tidak ada edema ekstremitas maupun
 Balance cairan 19/05/2014 : edema periorbital
+ 80cc
 Turgor kulit agak kering
 Perut tampak bengkak,
 BB 57 kg
tegang, buncit.
 Mukosa membrane lembab
 Edema grade I di kedua
 Balance cairan 8 jam (-0 ml)
ekstremitas bawah
 TD : 140/90 mmHg.
A:
 JVC 5 + 2 cm H2O
 Masalah teratasi
 Balance cairan 19/05/2014 :
+ 230cc
P:
 Hasil pemeriksaan
 Intervensi dihentikan
laboratorium tanggal
19/05/2014:
Ureum : 166 mg/dL
Kreatinin : 13.4 mg/dL
eGFR : 3.7 mL/mnt/1.73 m^2

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
Lampiran 5
CATATAN MINUM DAN URIN SELAMA 24 JAM
Nama Pasien/Umur:
Tanggal : Tanggal :
Waktu Minum Urin Waktu Minum Urin
6 6
7 7
8 8
9 9
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 22
23 23
24 24
01 01
02 02
03 03
04 04
05 05
06 06
Jumlah Jumlah

Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
Lampiran 6

KONSEP MAP GAGAL GINJAL KRONIK BERDASARKAN KASUS TN. D

Zat toksik masuk mll minuman/makanan

Zat toksik tertimbun di


ginjal
Ureum (166 mg/dL)
BUN meningkat LFG: 3.7 ml/min/1.73m^2 kreatinin (13.4)
meningkat

GGK

Retensi Na+ Sekresi


Sekresi protein terganggu Ketidaksei
mba-ngan eritropoetin
nutrisi
Total CES meningkat
Sindrom uremia
Produksi HB
turun (8.4 g/dL)
Tekanan kapiler naik
Gangguan keseimbangan-asam
basa: PH: 7.27mmHg, HCO3 Oksihemoglobin
11.9mmHg (asidosis metabolik) Volume interstinal naik
turun

Suplai O2 turun:
Prod asam meningkat Edema ekstremitas gr I
pusing, kelelahan

Asam lambung naik Preload meningkat Kelebihan volume


Resiko
cairan
intoleransi
aktivitas
Mual/ nafsu makan Beban jantung
Aktivasi renin
angiotensin–
Hipertropi ventrikel kiri sekresi aldosreron
Resiko
ketidakseimbanga
n nutrisi

Hipertensi (TD:
Bendungan atrium kiri naik Cardiac output turun 140/90mmHg)

Aliran darah ginjal menurun


Tek. Vena pulmonalis

Retensi natrium dan H2O


Edema paru

Kelebihan
volume cairan
Gangguan pertukaran gas
Universitas Indonesia
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
Lampiran 7

SATUAN ACARA PENGAJARAN


PERAWATAN KLIEN GAGAL GINJAL KRONIS DI
RUMAH

Disusun oleh:
ARIF RAHMAN
110612955

PROGRAM PROFESI
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
TAHUN 2014

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

Topik : Chronik Kidney Desease dan cara perawatannya di rumah


Tujuan : Pasien dan keluarga memahami tentang Chronik Kidney Desease
dan cara perawatannya di rumah.
Tempat : Ruangan kamar 705 bed A
Waktu : Kamis 22 Mei 2014 (pukul 13.00-14.00 WIB)
Sasaran : Keluarga (anak klien) dan klien
Metode : Diskusi, ceramah, dan tanya jawab
Media : Leaflet dan lembar balik

TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM


Setelah mendapatkan penyuluhan tentang Chronik Kidney Desease, klien dan
keluarga memahami tentang penyakitnya, khususnya cara perawatan di rumah.

TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah diberikan penyuluhan, klien dan keluarga mampu :
1. Menyebutkan pengertian Cronik Kidney Desease
2. Menyebutkan penyebab Cronik Kidney Desease
3. Menyebutkan tanda dan gejala Cronik Kidney Desease dan mengidentifikasi
tanda dan gejala yang ada pada klien.
4. Menyebutkan akibat lanjut Cronik Kidney Desease bila tidak ditangan dengan
segera.
5. Menyebutkan cara perawatan di rumah
6. Menyebutkan kondisi yang dapat terjadi pada klien dan mengharuskannya
untuk segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


RENCANA PELAKSANAAN
No. Waktu Kegiatan Metode/Media Respon Klien dan
Keluarga
1. 13.00- Pembukaan Tanya jawab
13.05 1. Mengucapkan Klien dan keluarga
salam memperhatikan dan
2. Orientasi menjawab perawat
validasi
(menanyakan
perasaan klien
hari ini)
3. Kontrak topik, Klien dan keluarga
waktu, dan menyetujui kontrak
tujuan waktu, tempat, dan
topik
2. 13.05- Isi
13.40 1. Menjelaskan Ceramah/ Klien dan keluarga
pengertian dari lembar balik mendengarkan dengan
Chronik Kidney aktif
Desease
2. Menjelaskan dan Ceramah, Klien dan keluarga
mendiskusikan diskusi/ lembar mendengarkan dengan
penyebab balik aktif
Chronik Kidney
Desease dan
kemungkinan
penyebab pada
klien
3. Mengevaluasi Diskusi/ Klien dan keluarga
pengetahuan lembar balik mampu menyebutkan
klien tentang penyebab Chronic
pengertian dan Kidney Desease dan
penyebab kemungkinan penyebab
Chronic Kidney pada klien
Desease
4. Memberi Klien dan keluarga
reinforcement tersenyum dan
positif menerima
reinforcement
5. Menjelaskan Ceramah, Klien dan keluarga
tanda dan gejala diskusi/ lembar memperhatikan
Chronik Kidney balik perawat dan aktif
Desease dan dalam pembelajaran
meminta klien
dan keluarga
untuk
mengidentifikasi
pada klien

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


No. Waktu Kegiatan Metode/Media Respon Klien dan
Keluarga
6. Menjelaskan Ceramah, Klien dan keluarga
akibat lanjut dari diskusi/ lembar memperhatikan
Chronik Kidney balik perawat dan aktif
Desease bila dalam pembelajaran
tidak segera
ditangani
7. Mengevaluasi Diskusi/ Klien dan keluarga
pengetahuan lembar balik mampu menyebutkan 6
klien tentang dari 8 tanda dan gejala
tanda gejala dan Chronic Kidney
akibat lanjut dari Desease dan
Chronik Kidney mengidentifikasinya
Desease yang pada klien;
tidak ditangani menyebutkan 2 dari 3
akibat lanjut dari
Chronic Kidney
Desease bila tidak
segera ditangani
8. Memberi Klien dan keluarga
reinforcement tersenyum dan
positif menerima
reinforcement
9. Menjelaskan Ceramah, Klien dan keluarga
cara perawatan diskusi/ lembar memperhatikan
klien Chronik balik perawat dan aktif
Kidney Desease dalam pembelajaran
di rumah
10. Menjelaskan Ceramah, Klien dan keluarga
kemungkinan diskusi/ lembar memperhatikan
kondisi yang balik perawat dan aktif
dapat terjadi dalam pembelajaran
pada klien dan
segera untuk
dibawa ke RS
atau fasilitas
kesehatan
terdekat.
11. Mengevaluasi Diskusi/ Klien dan keluarga
pengetahuan lembar balik mampu menyebutkan 6
klien tentang dari 8 cara perawatan
cara perawatan klien Chronic Kidney
di rumah, cara Desease di rumah, , dan
pencegahan 3 dari 4 kemungkinan
penularan, dan kondisi yang dapat
kondisi yang terjadi pada klien dan
mengharuskan segera untuk dibawa ke

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


No. Waktu Kegiatan Metode/Media Respon Klien dan
Keluarga
untuk segera RS atau fasilitas
dibawa ke kesehatan terdekat.
fasilitas
kesehatan
terdekat
12. Memberi Klien dan keluarga
reinforcement tersenyum dan
positif menerima
reinforcement
3 13.40- Penutup Diskusi Keluarga
13.45 1. Mengucapkan memperhatikan dan
salam setuju untuk melakukan
2. Evaluasi respon perawatan klien di
subjektif dan rumah
objektif
3. Membuat RTL
bersama klien

EVALUASI
Klien dan keluarga mampu:
1. Menyebutkan pengertian dari Chronic Kidney Desease
2. Menyebutkan penyebab Chronic Kidney Desease dan kemungkinan penyebab
pada klien
3. Menyebutkan 5 dari 8 tanda dan gejala Chronic Kidney Desease dan
mengidentifikasinya pada klien
4. Menyebutkan 2 dari 3 akibat lanjut dari Chronic Kidney Desease bila tidak
segera ditangani
5. Menyebutkan 6 dari 8 cara perawatan klien Chronic Kidney Desease di rumah
6. Menyebutkan 3 dari 4 kemunkinan kondisi yang dapat terjadi pada klien dan
segera untuk dibawa ke RS atau fasilitas kesehatan terdekat.

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


MATERI CHRONIC KIDNEY DESEASE

PENGERTIAN
Chronic Kidney Desease adalah ketidakmampuan ginjal untuk mengerjakan
fungsinya dimana ginjal sudah tidak mampu membuang produk sisa,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit (termasuk keseimbangan
asam dan basa), serta tidak mampu mengendalikan tekanan darah.

PENYEBAB
1. Peradangan pada glomerulus
2. DM
3. Penyakit ginjal keturunan
4. Hipertensi
5. Kematian jaringan syaraf yang disebabkan tumor, hipertrofi prostate, sumbatan
uretra.

TANDA DAN GEJALA


1. Kelainan darah: Anemia
2. Kelainan saluran cerna: mual, muntah, anoreksia, konstipasi, Perdarahan
saluran cerna.
3. Kelainan mata:saraf mata terganggu.
4. Kulit: kering bersisik, gatal-gatal, kuku tipis dan rapuh, serta rambut tipis dan
kasar.
5. Persyarafan: lemah dan letih, kejang, perubahan pada perilaku.
6. Jantung dan Paru: , hipertensi, edema paru, bengkak daerah sekitar mata.
7. Tulang: nyeri tulang, kelemahan otot dan kram.
8. Reproduksi: infertil, penurunan libido, impotensi, tidak teratur atau haid
berhenti.

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


AKIBAT LANJUT
1. Kehilangan fungsi ginjal
2. Penyakit tulang
3. Kematian

CARA PERAWATAN DI RUMAH


1. Istirahat yg cukup
2. Tidak mengkonsumsi alkohol atau minum obat warung dengan sembarangan
3. Minum hanya air putih saja
4. Ukur haluaran urin setiap hari, dan sesuaikan dengan minum/24 jam
5. Hindari makanan dan minuman kemasan dan berbahan
6. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
7. Pembatasan ketat konsumsi protein (0,6-0,8 gr/kg BB/hari)
8. Cegah infeksi

Segera ke RS atau fasilitas kesehatan terdekat bila terjadi:


1. Kaki bengkak
2. Sesak napas
3. Buang air kecil sedikit atau tidak ada sama sekali
4. Penurunan kesadaran: pasien gelisah, bicara kacau dan tidak nyambung,
tremor/gemetaran pada tangan, cenderung tidur, dan sulit untuk dibangunkan.

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009). Medical-surgical nursing clinical


management for positive outcomes eight edition. Philadelphia: WB
Saunders Company.

Doenges, M. E. (2010). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian pasien. Ed. 8. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C.& Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah
Brunner & Suddart. Ed. 8. Jakarta: EGC.

Suyono. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


Lampiran 8

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Biodata:

Nama : Arif Rahman


Tempat/Tanggal lahir : Pekan Kamis/02 Mei 1985
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Alamat Rumah : Jorong Pincuran Anduriang Munggu Gadang - Pekan
Kamis. Kec. Tilatang Kamang, Kab. Agam -
Sumatera Barat
Email : arifrahman.fik@gmail.com

Riwayat Pendidikan:

1. SDN 032 Tilatang Kamang : Lulus tahun 1997


2. Pondok Pesantren Modern Al-Ma’arif Bukittinggi : Lulus tahun 2000
3. MAN Batumandi Tilatang Kamang : Lulus tahun 2003
4. Akademi Keperawatan Yarsi Bukittinggi : Lulus tahun 2006
5. Program Sarjana FIK UI, Depok : Lulus tahun 2013
6. Program Profesi Ners FIK UI, Depok : Lulus tahun 2014

Riwayat Pekerjaan:
1. Perawat RSUD Teluk Kuantan - RIAU :Tahun 2007- 2011

Universitas Indonesia

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


. Apa yang menyebabkan
gagal ginjal kronis?
 Peradangan pada
Apakah glomerulus
gagal ginjal  DM
 Penyakit
kronis itu??
Ginjal
keturunan
adalah ketidakmampuan ginjal  Hipertensi
untuk mengerjakan fungsinya  Kematian
dimana ginjal sudah tidak jaringan syaraf yang
disebabkan tumor, sumbatan
mampu membuang produk
uretra.
sisa, mempertahankan
hipertrofi
keseimbangan cairan, dan prostat
elektrolit, serta tidak mampu
Akibat
Oleh : mengendalikan tekanan
darah.
Lanjut dari
ARIF RAHMAN
gagal ginjal
MAHASISWA PROGRAM PROFESI NERS kronis
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH  Kehilangan fungsi ginjal
 Penyakit tulang
 Kematian

Fakultas Ilmu Keperawatan


Universitas Indonesia
2014
Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014
Bagaiman Cara perawatan Segera ke RS atau
Tanda dan Gejala dirumah?? fasilitas kesehatan
 Kelainan darah: Anemia terdekat bila terjadi…
 Kelainan saluran cerna:  Istirahat yg cukup
mual, muntah, anoreksia,
 Tidak mengkonsumsi alkohol atau  Kaki bengkak
konstipasi.
 Kelainan mata: visus, retina, minum obat warung dengan  Sesak napas
saraf mata. sembarangan  Buang air kecil sedikit
 Kulit: kering bersisik,kuku  Minum hanya air putih saja
atau tidak ada sama
tipis dan rapuh, serta rambut sekali
 Ukur haluaran urin setiap hari, dan
tipis dan kasar.  Penurunan kesadaran:
 Persyarafan: lemah dan letih, sesuaikan dengan minum/ 24 jam
pasien gelisah, bicara
kejang, disorientasi,  Hindari makanan dan minuman kacau dan tidak
perubahan pada perilaku.
 Jantung dan paru:
kemasan dan berbahan nyambung,
hipertensi, edema paru,  Restriksi konsumsi cairan, protein, tremor/gemetaran pada
bengkak di paru, bengkak dan fosfat. tangan, cenderung tidur,
derah disekitar mata. dan sulit untuk
 Pembatasan ketat konsumsi protein
 Tulang: nyeri tulang, dibangunkan.
kelemahan otot dan kram. (0,6-0,8 gr/kg BB/hari)
 Reproduksi: infertil,  Cegah infeksi
penurunan libido, impotensi,
tidak teratur atau haid
berhenti.

Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014


Optimalisasi pembatasan ..., Arif Rahman, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai