Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu fisika merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku alam,
Proses pembelajaran dengan metode ceramah kurang memberikan pada peserta
didikuntuk aktif dalam pembelajaran.Peserta didik cenderung pasif dalam proses
pembelajaran sehingga tidak memperoleh pengalaman langsung yang
mempermudah peserta didikdalam mengingat dan memahami konsep fisika yang
sedang dipelajari serta peserta didik menjadi bosan dalam mengikuti pelajaran
khususnya matapelajaran fisika yang sudah dianggap sulit. Untuk menciptakan
pembelajaran yang efektif dan mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
harus ditunjang dengan metode yang efektif. Salah satu metode yang dapat
mencapai tujuan pembelajaran adalah metode pratikum.
Praktikum sendiri merupakan salah satu cara pengajaran yang menuntut
siswa menguji dan melaksanakan secara langsung apa yang diperoleh dalam teori.
Salah satu teori yeng sering digunakan dan sebaiknya dipahami dengan baik dalam
fisika yaitu hukum kekekalan momentum. Dalam pembelajaran hukum kekekalan
momentum berdasarkan kompetensi dasar 4.5 siswa diharapkan dapat
memodifikasi roket sederhana dengan menerapkan hukum kekekalan momentum,
dan indikator 4.5.1. siswa diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang
berkaitan dengan hukum kekekalan momentum dengan menerapkan persamaan
metematis dari hukum kekekalan momentum, dalam hal ini metode praktikum
sangat baik digunakan dalam mempelajari hukum kekekalan momentum.
Melalui praktikum peserta didik dapat mempelajari fisika dan pengamatan
langsung terhadap gejala yang berkaitan tentang hukum kekekalan momentum.
Maka disusunlah makalah ini mengenai “Desain Praktikum Fisika: Hukum
Kekekalan Momentum” , dimana siswa diharapkan dapat mengamati peristiwa
momentum yang berhubungan tentang hukum kekekalan momentum, memahami
konsep hukum kekekalan momentum, dapat menentukan koefisien restitusi
momentum pada gejala hukum kekekalan momentum dan dapat merumuskan
hukum kekekalan momentum.
BAB II
LANDASAN TEORI

Momentum merupakan istilah fisika mengacu pada kuantitas gerak dan


massa yang dimiliki suatu objek. Definisi momentum diartikan sebagai besaran
yang dihasilkan dari perkalian antara besaran skalar massa benda dengan
besaran vektor kecepatan geraknya. Momentum sebuah partikel adalah sebuah
vektor P yang didefinisikan sebagai perkalian antara massa partikel m dengan
kecepatannya, v, yaitu:

𝑃⃗ = m𝑣 (1)

Jika ada dua buah partikel saling bertumbukan. Pada saat bertumbukan kedua
partikel saling memberikan gaya (aksi-reaksi). F12 merupakan gaya yang
bekerja pada partikel 1 oleh partikel 2 dan F21 merupakan gaya yang bekerja
pada partikel 2 oleh partikel 1.

Gambar 1.1. Gaya pada tumbukan

Karena F1 = - F2

Maka ∆𝑝1 = −∆𝑝2

Momentum total sistem: P = p1 + p2 dan perubahan momentum total sistem:

P = p1 + p 2 = 0

Kekekalan Momentum: “Jika tidak ada gaya eksternal yang bekerja, maka tumbukan
tidak mengubah momentum total sistem”.
Secara matematis dituliskan:

m1 v1+ m2 v2 = m1v’1 + m2v’2 , (20) Catatan: selama tumbukan, gaya eksternal


(gaya grvitasi, gaya gesek) sangat kecil dibandingkan dengan gaya impulsif,
sehingga gaya eksternal tersebut dapat diabaikan.

Hukum kekekalan momentum juga terjadi pada tumbukan elastik atau


lenting sempurna, Berikut ditunjukan dua buah benda bermassa m1 dan m2
bergerak dengan kecepatan v1 dan v2 dengan v1 > v2. Pada saat awal, benda
pertama berada di belakang benda kedua. Suatu ketika benda pertama menumbuk
benda kedua, setelah itu kedua benda bergerak dengan kecepatan v’1 dan v’2, kini
v’1 < v’2.

Gambar 1.2. Proses benda bertumbukan

Pada tumbukan elastik, Energi Kinetik (dan juga momentum) sebelum dan
sesudah tumbukan adalah konstan/tetap. Artinya, setelah tumbukan tidak
terjadi pengurangan/penambahan jumlah energ kinetik. Dengan demikian pada
tumbukan elastik berlaku dua hukum kekekalan, yakni hukum kekelan
momentum dan hukum kekekalan energi kinetik sekaligus.

Berdasarkan kekekalan momentum:

m1 v1+ m2 v2 = m1v’1 + m2v’2


Maka jika kedua persamaan tersebut diselesaikan secara serentak, diperoleh:

v1 + v2 = v1’ + v2’

Pada gambar 1.2 bola pertama di simpangkan sejauh s dan setinggi h


kemudian di lepaskan sehingga bola pertama bertumbukan dengan bola kedua dan
seterusnya. Maka dapat dikatakan bahwa bola pertama bergerak lurus berubah
beraturan atau GLBB . dengan menggunakan persamaan GLBB kita dapat
mencari percepatan bola. Persamaan GLBB vertikal kebawah dinyatakan sebagai
berikut :

vy = vyo + gt —— Persamaan 1

y = vyot + ½ gt2 —— Persamaan 2

vy2 = vyo2 + 2gh —— Persamaan 3

karena ketinggian bola diketahui maka digunakan pers 3 untuk menentukan


kecepatan

vy2 = vyo2 + 2gh

dimana kecepatan awal bola sama dengan 0 , vyo = 0, maka

vy2 = 2gh

atau

Kecepatan bola adalah v = √2𝑔ℎ


BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Judul Percobaan
“Hukum kekekalan momentum”

B. Tujuan
Melalui praktikum ini siswa diharapkan dapat :
1. Mengamati peristiwa tumbukan pada ayunan bandul
2. Memahami konsep hukum kekekalan momentum
3. Dapat merumuskan persamaan hukum kekekalan momentum

C. Alat / Bahan :
1. Satu set peralatan ayunan bandul
-Kelereng 7 buah
-Statif
-Benang
2. Mistar

D. Prosedur kerja

1. Angkatlah satu bola pada ujung kanan dengan ketinggian h1. ke-enam
bola yang lain dalam keadaan diam. Penentuan ketinggian diambil
dari permukaan meja ke titik pusat bola, ketinggian h1 (lihat Gambar
diatas). Catat juga ketinggian bola dalam keadaan istirahat (bola tidak
diangkat), ho.
2. Lepaskan bola yang terangkat tadi dan amati apa yang terjadi pada
kelima bola itu setelah tumbukan.
3. Ukur ketinggian bola 7 setelah tumbukan
4. Ulangi set pengamatan (dari langkah 2 – 3), minimum untuk 7 nilai
simpangan yang berbeda dan buat tabel pengamatannya
.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Massa bola 1 : │5.70 ± 0.05 │ g
Massa bola 2 : │6.00 ± 0.05 │ g
Massa bola 3 : │5.50 ± 0.05 │ g
Massa bola 4 : │5.65 ± 0.05 │ g
Massa bola 5 : │5.50 ± 0.05 │ g
Massa bola 6 : │5.70 ± 0.05 │ g
Massa bola 7 : │5,65 ± 0.05 │ g
Ketinggian awal (h0) : │80.0 ± 0.5 │ mm
Tabel 1. Hubungan tinggi bola 1 dan bola 7

No. h1 (mm) h7 (mm)


1 │90.0 ± 0.5 │
1 │90.0 ± 0.5 │ 2 │90.0 ± 0.5 │
3 │90.0 ± 0.5 │
1 │98.0 ± 0.5 │
2 │100.0 ± 0.5 │ 2 │97.0 ± 0.5 │
3 │100.0 ± 0.5 │
1 │108.0 ± 0.5 │
3 │110.0 ± 0.5 │ 2 │110.0 ± 0.5 │
3 │110.0 ± 0.5 │
1 │120.0 ± 0.5 │
4 │120.0 ± 0.5 │ 2 │117.0 ± 0.5 │
3 │118.0 ± 0.5 │
1 │130.0 ± 0.5 │
5 │130.0 ± 0.5 │ 2 │130.0 ± 0.5 │
3 │130.0 ± 0.5 │
B. Analisis
1. Hitunglah kecepatan bola pertama dan bola ke 7! (sertakan dengan
ketidakpastiannya)!

Dari rumus :

v = √𝟐𝒈𝒉

Rambat Ralat:

𝜹𝒗
∆v = |𝜹𝒉| ∆𝒉
𝜹 √𝟐𝒈𝒉
=| | ∆𝒉
𝜹𝒉

𝟏 √𝟐𝒈
= | | ∆𝒉
𝟐 √𝒉

∆𝒗 𝟏 √2𝑔
=𝟐 | | ∆ℎ
𝒗 √2𝑔ℎ√ℎ

𝟏 ∆𝒉
∆𝒗 = | |𝒗
𝟐 𝒉

maka ,

1. Untuk h1 = │90.0 ± 0.5 │mm

v1 = √2𝑔(ℎ1 − ℎ0)

= √2(10)(90 − 80)
= 14.1 mm/s
1 ∆(ℎ1 + ℎ0)
∆𝑣1 = | |𝑣
2 (ℎ1 − ℎ0)
1 ∆ (0.5+0.5)
=2 | |14.1
(90−80)
= 0.07 mm/s
∆𝑣1
KR = x 100%
𝑣1

= 0.5%

PF = │𝑣1 ± ∆𝑣1│m/s
= │14.10 ± 0.07 │mm/s
= │14.10 ± 0.07 │10-3 m/s

dan

 Data 1

V7 = √2𝑔(ℎ7 − ℎ0)

= √2(10)(90 − 80)
= 14.1 mm/s
1 ∆(ℎ7 − ℎ0)
∆𝑣7 = | |𝑣
2 (ℎ7 − ℎ0)
1 ∆ (0.5+0.5)
=2 | |14.1
(90−80)

= 0.07 mm/s
∆𝑣1
KR = x 100%
𝑣1

= 0.5%

PF = │𝑣7 ± ∆𝑣7│m/s
= │14.10 ± 0.07 │mm/s
= │14.10 ± 0.07 │10-3 m/s

 Data 2

v7 = √2𝑔(ℎ7 − ℎ0)

= √2(10)(90 − 80)
= 14.1 mm/s
1 ∆(ℎ7 − ℎ0)
∆𝑣7 = | |𝑣
2 (ℎ7 − ℎ0)
1 ∆ (0.5+0.5)
=2 | |14.1
(90−80)

= 0.07 mm/s
∆𝑣1
KR = x 100%
𝑣1

= 0.5%

PF = │𝑣7 ± ∆𝑣7│m/s
= │14.10 ± 0.07 │mm/s
= │14.10 ± 0.07 │10-3 m/s

 Data 3

v7 = √2𝑔(ℎ7 − ℎ0)

= √2(10)(90 − 80)
= 14.1 mm/s
1 ∆(ℎ7 − ℎ0)
∆𝑣7 = | |𝑣
2 (ℎ7 − ℎ0)
1 ∆ (0.5+0.5)
=2 | |14.1
(90−80)

= 0.07 mm/s
∆𝑣1
KR = x 100%
𝑣1

= 0.5%

PF = │𝑣7 ± ∆𝑣7│m/s
= │14.10 ± 0.07 │mm/s
= │14.10 ± 0.07 │10-3 m/s
Maka kecepatan rata-rata v7 adalah

𝑣51+𝑣52+𝑣53
v7 = 3
14.1+14.2+14.2
= 3

= 14.1 mm/s
∂ 𝑣71 = │14.1 – 14.1 │mm/s =0
∂ 𝑣72 = │14.1 – 14.1 │mm/s =0
∂ 𝑣73 = │14.1 – 14.1 │mm/s =0
∆v7 = ∂ 𝑣7 𝑚𝑎𝑥
karna ∆v7 = ∂ 𝑣7 𝑚𝑎𝑥= 0 maka
∆v7 kembali ke ketidakpastian pengukuran
∆v7 = 0.07 mm/s
PF = │𝑣7 ± ∆𝑣7│m/s
= │14.10 ± 0.07 │mm/s
= │14.10 ± 0.07 │10-3 m/s
Dengan menggunakan analisis yang sama,

Tabel 2. Hubungan antara kecepatan bola 1 dan bola 7

No. V1 ∆𝑽𝟏 KR PF 10-3 (m/s) V7 ∆𝑽𝟕 KR PF (10-3 m/s)


(10-3 (10-3 (%) (m/s) (10-3 (%)
m/s) m/s) m/s)

1 14,1 0,0707 0,5 │14.10±0.07 │ 14,1 0,0707 0,50 │14.10±0.07 │

2 20,0 0,0500 0,25 │20.00±0.05 │ 19,1 0,0542 0,28 │19.10±0.05 │

3 24,5 0,0408 0,167 │24.10±0.04 │ 24,2 0,0423 0,17 │24.20±0.04 │

4 28,3 0,0354 0,125 │28.30±0.03 │ 27,7 0,0368 0,13 │27.70±0.04 │

5 31,6 0,0316 0,1 │31.6±0.03 │ 31,6 0,0316 0,10 │31.60±0.03 │


2. Hitunglah nilai momentum yang terjadi pada bola 1 dan bola ke 7! (sertakan
dengan ketidakpastiannya) !
Rumus Momentum,
P= m v

Rambat Ralat,
𝛿𝑃 𝛿𝑃
∆𝑃 = | | ∆𝑣 + | | ∆𝑚
𝛿𝑣 𝛿𝑚
𝛿𝑚𝑣 𝛿𝑚𝑣
= | | ∆𝑣 + | 𝛿𝑚 | ∆𝑚
𝛿𝑣

= |𝑚|∆𝑣 + |𝑣|∆𝑚
∆𝑃 𝑚 𝑣
= | | ∆𝑣 + | | ∆𝑚
𝑃 𝑚𝑣 𝑚𝑣
∆𝒗 ∆𝒎
∆𝑷 = [| 𝒗 | + | 𝒎 |]P

1. Untuk h1 = │90.0 ± 0.5 │mm

P1 = m1 v1
= (5.70 x 10-3 ) kg x (14,1 x10-3 )m/s

= 80,6 x 10-6 kg m/s

∆𝑣 ∆𝑚
∆𝑃 = [| 𝑣 | + | 𝑚 |]P
0.07 x10−3 0,05 x10−3
= [|14.10 x10−3 | + | 5,7 x10−3 | ]80,6 x 10-6 kg m/s

= 1,1 x 10-6 kg m/s

P7 = m7 v7
= (5.65 x 10-3 ) kg x (14,1 x10-3 )m/s

= 79,9 x 10-6 kg m/s

∆𝑣 ∆𝑚
∆𝑃 = [| 𝑣 | + | 𝑚 |]P
0.07 x10−3 0,05 x10−3
= [|14.10 x10−3 | + |5,65 x10−3 | ] 79,9 x 10-6 kg m/s

= 1,1 x 10-6 kg m/s


𝑃1−𝑃7
%diff = | 𝑃1+𝑃7 | 𝑋 100%
2

kgm kgm
80,6 X 10−6 − 79,9 X 10−6
=| 80,6 X 10−6
s
kgm
+ 79,9 X 10−6
kgm
s
| 𝑋 100%
s s
2

Dengan menggunakan analisis yang sama

Tabel 3. Hubungan antara momentum bola 1 dan bola 7

No. P1 ∆𝑷𝟏 KR PF 10-6 V7 ∆𝑷𝟕 KR PF (10-3 %


(10-6 (10-6 (%) (kgm/s) (m/s) (10-3 (%) kgm/s) Diff
kgm/s) kgm/s) kgm/s)

│80,6 ± 1,1 │79.9±1.1


1 80,6 1,1 1,38 79,9 1,11 1,38 1%
│ │

2 114 1,3 1,13 │114 ± 1 │ 108 1,26 1,17 │108 ±1 │ 5%

│140 ± 1.5
3 140 1,5 1,04 137 1,45 1,06 │137±1 │ 2%

│156 ± 1
4 161 1,6 1,00 │161 ± 2 │ 156 1,59 1,02 3%

5 180 1,8 0,98 │180 ± 2 │ 179 1,76 0,98 │179 ±2 │ 1%

C. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamata kepada tiap-tiap bola dapat dilihat
bahwa bola pertama yang direntangkan akan menumbuk bola kedua , setelah
tumbukan kecepatan bola pertama relatif diam. Momentum dari bola kedua
setelah tumbukan diberikan ke bola ketiga. Setelah tumbukan kecepatan
bola kedua relatif tidak bergerak. Begitu seterusnya hingga akhirnya
momentum bola keempat diberikan ke bola ketujuh, sehingga bola ketujuh
akan terpental yang ketinggiannya kurang lebih sama dengan ketinggian
bola pertama kali direntankan. Hal ini menujukkan hukum kekekalan
momentum juga momentum berlaku. Maka jika di rumuskan :
a. Secara Teori
P1 + P2 + P3 + P4 + P5 + P6 + P7 = 0
mv1 + mv2 + mv3 + mv4 + mv5 + mv6 + mv7 =0
mv1 + 0 + 0 +0 + 0 + 0 + 0 + mv7 = 0
mv1 = -mv7
p1 = - p7
(tanda mines menandakan arah dari kecepatan bola 1 berlawanan
dengan bola 7)
b. Secara Praktikum
Hubungan antara p1 = p7 dapat dilihat pada tabel 3 pertentasi perbedaan
antara p1 dan p7 berada di rentang 1% - 5% Persamaan ini identik
dengan persamaan hukum kekekalan momentum “Momentum total dua
buah benda sebelum bertumbukan adalah sama setelah bertumbukan”
, dimana karna massa bola relatif sama maka,
v1 = v7
kecepatan v1 dan v7 ini dapat dilihat pada tabel 2. Maka berdasarkan
hasil praktikum dapat di ketahui bahwa,
p1 = p7
mv1 = - mv7
karena v7 merupakan kecepatan momentum v7 akibat v1 maka dari
itu dapat di tulis,
mv = mv’
sesuai dengan hukun kekekalan momentum
BAB V
KESIMPULAN

Praktikum sendiri merupakan salah satu cara pengajaran yang menuntut siswa
menguji dan melaksanakan secara langsung apa yang diperoleh dalam teori. Metode
praktikum disarankan untuk mata kuliah fisika tentang hukum kekekalan
momentum.

Dengan menggunakan ayunan newton kita dapat mengamati peristiwa tumbukan


antar bola bola ayunan newton dimana bola bola tersebut bergerak dengan
menggunakan prinsip hukum kekekalan momentum dan energi. Dengan
mengetahui massa, dan ketinggian bola setelah diangkat dan ketinggian bola setelah
terpental maka kita dapat merumuskan persamaannya, yang secara teori
persamaannya harus sesuai dengan hukum kekekalan momentum yaitu P=P’.
DAFTAR PUSTAKA

Hasri. 2013. Momentum dan Tumbukan. Yogyakarta: Staf UNY

Herman, dkk. 2016. Penuntun Praktikum Fisika Dasar.Makassar: UNM Press

Anda mungkin juga menyukai