Anda di halaman 1dari 28

PENGERTIAN IDENTITAS NASIONAL INDONESIA DAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Identitas kebangsaan (political unity) merujuk pada bangsa dalam pengertian


politik, yaitu bangsanegara.Bisa saja dalam negara hanya ada satu bangsa (homogen),tetapi
umumnya terdiri dari banyak bangsa (heterogen). Karena itu negara perlu menciptakan
identitas kebangsaan atau identitas nasional, yang merupakan kesepakatan dari banyak
bangsa di dalamnya. Identitas nasional dapat berasal
ari identitas satu bangsa yang kemudian disepakati oleh bangsa-
bangsa lainnya yang ada dalam negara itu, atau juga dari identitas beberapa bangsa
yang ada kemudian disepakati untuk dijadikan identitas bersama sebagai identitas bangsa-
negara.Kesediaan dan kesetiaan warga bangsa/negara untuk mendukung identitas nasional
perlu ditanamkan, dipupuk, dan dikembangkan terus-
menerus. warga lebih dulu memilikiidentitas kelompoknya, sehingga jangan sampai meluntur
kan identitas nasional.Di sini perlu ditekankan bahwa kesetiaan pada identitas nasional akan
mempersatukan warga bangsa itu sebagai "satu bangsa ” dalam negara.
Bentuk identitas kebangsaan bisa berupa adat istiadat, bahasa nasional, lambang nasional,
bendera nasional, termasuk juga ideologi nasional.Proses pembentukan identitas nasional di
Indonesia cukup panjang, dimulai dengan kesadaran adanya perasaan
senasib sepenanggungan "bangsa Indonesia” akibat kekejaman penjajah Belanda, kemudian
memunculkan komitmen bangsa (tekad, dan kemudian
menjadi kesepakatan bersama) untuk berjuang dengan upaya yang lebih teratur
melalui organisasi-organisasi perjuangan (pergerakan) Kemerdekaan mengusir penjajah
sampai akhirnya Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan
membentuk negara.Contoh Identitas Nasional Indonesia yaitu Identitas Nasional merupakan
manifestasinilai-nilai budaya yang sudah tumbuh dan berkembang sebelum masuknya
agama-agama besar di bumi nusantara ini dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan
suku yang kemudian dihimpun dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan
nasional dengan acuan Pancasila dan roh Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah
pengembangannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan identitas nasional juga
bisa dikatakan sebagai jati diri yang menjadi slogan-slogan kibaran bendera kehidupan.

PENGERTIAN IDENTITAS NASIONAL

Identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang
secara Filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Maka dari itu setiap
bangsa didunia ini memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri
serta karakter bangsa tersebut.

Berdasarkan hakikat pengertian identitas nasional yang dijelaskan di atas maka dapat
disumpulkan identitas nasionalsuatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri
suatu bangsa atau lebih popular disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.Secara mendalam
pengertian identitas nasional yaitu Identitas berasal dari bahasa Inggris 1identity
," yang berarti ciri, tanda, atau jati diri, yang melekat pada seseorang, kelompok, atau
sesuatu, yang membedakannyadengan yang lain.
Nasional yaitu merujuk pada konsep kebangsaan. Jadi, identitas nasional adalah ciri, tanda,
atau jatidiri bangsa yang berbeda dengan bangsa lain.
Identitas nasional lebih merujuk pada identitas bangsa dalam pengertian politik (
po litical unity di antaranya adalah adanya Ideology Pancasila sebagai dasar Filsafat,
pandangan hidup, kepribadian,dan dasar negara.). Identitas nasional Indonesia yang
membedakannya dengan bangsa-bangsa lain salah satu dalam pembentukan
Identitas+asional factor menjadi salah satu penting dalam terciptanya Identitas +asional.
Berikut merupakan factor-faktor yang membentuk Identitas nasional menurut Srijanti
, yaitu golongan sosial yang khusus dan bersifat askriptif
(ada sejak lahir) yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Indonesia
dikenal sebagai bangsa yang terdiri dari banyak suku bangsa dan setiap suku bangsa
mempunyai adat-istiadat, tata kelakuan, dan norma yang berbeda-beda, akan tetapi
trintegrasi dalam suatu negara Indonesia.

Kebudayaan
, yang menurut ilmu sosiologi termasuk di dalamnya adalah ilmu pengetahuan, teknologi,
bahasa, kesenian, mata pencarian, peralatan/perkakas, kesenian,sistem kepercayaan, adat-
istiadat, dll. Kebudayaan sebagai parameteridentitas nasional harus yang merupakan milik
bersama (bukan individu/pribadi).

Bahasa
, yang merupakan kesitimewaan manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa
memiliki simbol yang menjadikan suatu perkataan mampu melambangkan arti apa pun.
Kondisi geografis,
yang menunjukkan lokasi negara dalam kerangka ruang, tempat, dan waktu,
sehingga menjadi jelas batas-batas wilayah di suatu negara dalam muka bumi ini.

UNSUR-UNSUR PEMBENTUKAN IDENTITAS NASIONAL

a. sejarah karena kemerdekaan diraih atas bebagai peristiwa yang bersejarah yang mana
para pejuang berhasil mengusir para penjajah.

b. suku bangsa.karena merupakan kemajemukan bagi bangsa indonesia yng dilihat dari
suku bangsa dan berbagai macam suku dan budaya.

c. agama. karena kemajemukan tadi bangsa indonesia merupakan suatu anugrah dari allah
swt sehingga bangsa indonesia menjadi bangsa indonesia yang beragama dan mempunyai
kebebasan ber agama bagi seluruh rakyat indonesia.

d. bahasa.karena satu identitas nasional indonesia yang penting adalah bahasa sekalipun
banyak ribuan bahasa.

Tidak pernah suatu bangsa hidup terpisah dari akar tradisinya sebagai suatu bangsa yang
hidup.karena negara akan bisa baik apabila suatu bangsa menjunjung tinggi nila-nilai
kebijaksanaan dari bangsa kita sendiri.misalnya pancasila adalah capaian demokrasi paling
penting yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa kita.pancasila selayaknya dittempatkan
secara terhormat karena dalam khasanah kehidupan bangsa dan negara indonesia.oleh
sebab itu pancasila tidak bisa tergantikan oleh pandangan-pandangan sektarian mana pun
yang mana ingin menghancurkan negara bangsa indonesia.

Contoh dari indentitas nasional sendiri yaitu terbentuknya suatu negara, misalkan negara
Indonesia yang telah menjadi negara kepulauan dan telah merdeka pada tahun 1945
memiliki sejarah yang bertujuan agar Indonesia bisa merdeka dari penjajahan. Selain itu
Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya Berbeda-beda tetapi satu
jua.

Problematika Bangsa dan Solusinya

Berawal dari amanah Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945, tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, adalah:
• Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
• Memajukan kesejahteraan umum
• Mencerdaskan kehidupan bangsa
• Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.

Tujuan negara ini sungguh mulia, melalui pendiri bangsa (founding fathers) bertekad agar
penerus bangsa memperoleh kesejahteraan atau tidak miskin, aman atau tidak berpecah-
belah, dihargai bangsa lain atau tidak dijajah, serta madani atau berperadaban.
Mari kita mundur mencermati sejarah. Dimulai dari era proklamasi, bicara pembangunan
untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa belum dapat
sepenuhnya dilakukan. Ada hikmah di periode ini, yaitu bangsa Indonesia berhasil
menerapkan semangat persatuan Indonesia sebagai landasan perjuangan. Pada periode
pasca pengakuan kedaulatan, bangsa Indonesia mengalami masalah politik pecah-belah
(devide et impera) yang dilakukan oleh kaki tangan bekas kolonial Belanda.
Sejak tahun 1950 hingga 1959 bangsa Indonesia mengisi kemerdekaaan dengan
pembangunan kebangsaan dan semangat nasionalisme. Di masa ini perekonomian, masih
diwarnai oleh kegiatan ekonomi tradisional dan sangat tergantung dengan aktivitas
pertanian. Pembangunan belum dapat berjalan dengan komprehensif, karena pemerintahan
yang silih berganti. Hikmah yang menonjol di periode ini adalah bangsa Indonesia belajar
memahami nilai-nilai demokrasi dan persatuan.
Periode 1960-1966, pembangunan diwarnai oleh perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia
di kawasan Asia dan Afrika. Peranan bangsa disegani dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain
di dunia. Sayangnya, potensi itu belum membawa manfaat secara optimal bagi peningkatan
kesejahteraan umum. Hikmah di periode ini adalah ujian mempertahankan persatuan
Indonesia khususnya dan mempertahankan Pancasila umumnya.
Indonesia melaksanakan pembangunan dalam arti yang sesungguhnya sejak tahun 1969
hingga 1997—sepanjang 28 tahun. Pembangunan secara umum diarahkan guna
meningkatkan kesinambungan pembangunan. Pembangunan demikian diarahkan untuk
memupuskan kesenjanjangan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Arah pembangunan
ini membuahkan hasil yang cukup baik pada sisi pertumbuhan ekonomi, yang didorong oleh
sisi konsumsi dan perdagangan luar negeri. Namun, pada sisi distribusi/pemerataan,
ternyata belum berjalan dengan baik, sehingga kesenjangan sosial ekonomi masih bisa
dijumpai pada beberapa faktor. Oleh karena itu, kesejahteraan umum pun masih belum
sepenuhnya tercapai.
Sementara itu, kesinambungan pembangunan pun tidak dapat terpenuhi, sehingga Indonesia
tidak mempunyai fondasi yang kokoh dalam menjaga tujuan bernegara. Akibatnya, di periode
ini mengalami goncangan moneter di pertengahan tahun 1997, dan dijuluki periode
ketidakmampuan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan internal.
Tantangan itu berupa kesenjangan sosial ekonomi dan ketidakadilan yang kronis,
ketidakmampuan dalam mengelola perkembangan arus globalisasi dan implikasinya
terhadap kondisi makro di dalam negeri. Hikmah utama periode ini adalah sistem
pemerintahan yang ditopang oleh persatuan Indonesia, memperkukuh penyelenggaraan
pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan negara.
Lima tahun setelah periode ini, yaitu tahun 1998 – 2004, bangsa Indonesia menghadapi
tantangan pembangunan warisan periode sebelumnya: kesenjangan dan ketidakadilan.
Kondisi kesenjangan masih ditemukan di sektor sosial ekonomi secara bersamaan.
Kesenjangan ini memicu suramnya kesejahteraan rakyat, diperparah dengan administrasi
negara yang mengalami ketidakefisienan dalam mengelola pembangunan dan pelayanan
publik. Dunia usaha kehilangan kesempatan untuk mengelola potensi usaha. Masyarakat
kehilangan inisiatif dan kreativitas untuk menjadi pemeran utama pembangunan.
Ketidakadilan ditandai oleh adanya standar yang berbeda bagi sejumlah kelompok warga
negara dalam pembangunan, penegakan hukum dan peran politik turut memberikan
kontribusi memburuknya kesejahteraan bangsa. Akibat yang mendalam adalah potensi dan
kekuatan bangsa Indonesia tidak mampu bersinergi secara baik.
Periode 2004 hingga sekarang, Negara Indonesia, dengan sistem politik yang semakin
demokratis, diharapkan mampu menyaring pemimpin-pemimpin yang berkualitas dan
memiliki integritas, moral tinggi, cerdas, sehat, terbuka, luwes, bertanggung jawab, dan loyal
dalam pengabdiannya kepada bangsa.
Sistem politik yang demokratis dituangkan dalam konstitusi, termasuk pemilihan
kepemimpinan secara Nasional, regional maupun lokal, yang telah menitikberatkan rakyat
sebagai pemegang kedaulatan. Dengan cara ini diharapkan akan melahirkan pemimpin
dengan misi membangun bangsa yang kuat dan modern dan bermartabat.
Sejarah panjang bangsa ini dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
penuh dengan tantangan dan hambatan serta pengorbanan. Tantangan itu bisa muncul dari
luar, yaitu upaya-upaya pihak asing melakukan intervensinya terhadap independensi
Indonesia maupun melakukan penjajahan ala modernisasi dengan maksud setidak-tidaknya,
mengalami ketergantungan kepada mereka (negara luar).
Lain lagi strategi pengrusakan tradisi dan budaya bangsa. Paham modernisasi yang
berlebihan, kapitalis dan liberal yang ditanamkan dan disebarluaskan kepada kita, sehingga
meruntuhkan pemikiran/paradigma kapital sosial. Begitu juga dari dalam, terjadi konflik
horizontal dengan isu perbedaan pendapat dan SARA.
Aksi teroris yang mengatasnamakan sebuah misi penyelamatan dan penegakan kebenaran,
yang menurut pandangan keliru, mencoreng citra bangsa. Praktek penggerogotan aset dan
keuangan negara seolah dilakukan secara estafet. Penyelenggara negara seyogianya sebagai
pelaku membangun bangsa malah menampilkan perilaku buruk dan tidak bermoral kepada
rakyat, semisal perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), suap, hingga praktek asusila
(prostitusi dan skandal perselingkuhan). Ironisnya, ditemukan aktor intelektual yang
bermain di belakang layar, sebagai penyandang dana, pengatur rencana sampai kepada
instruktur eksekusi dalam misi kejahatan yang melawan hukum merusak aset negara,
hingga pada upaya menghilangkan nyawa orang lain.
Uraian di atas menunjukkan begitu kompleksnya masalah bangsa ini. Setiap bidang
mengalami problem, yang beresiko terhadap kemajuan NKRI. Persoalan yang ada
menunjukkan keterlibatan semua pihak sebagai pelaku masalah, baik itu penyelenggara
pemerintah, pihak swasta—yang tidak peduli, dan masyarakat yang juga turut
terkontaminasi suasana kurang sehat tersebut.

Meski kompleks, bukan berarti kita biarkan tanpa upaya perubahan. Upaya perubahan
bangsa harus dilakukan dan menjadi harga mati, tentu dengan cara menggerakkan kekuatan
bangsa Indonesia melalui:
1. Mendidik bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mampu mengamalkan norma-norma
agama dalam setiap segi kehidupan
2. Menjadikan bangsa Indonesia mempunyai nilai lebih serta menciptakan manusia
Indonesia yang unggul dalam rangka memacu pemberdayaan masyarakat
3. Mendorong penciptaan sistem kelembagaan ekonomi, sistem kelembagaan politik, serta
pemerintahan yang bersih yang didukung oleh penegakan hukum yang berkeadilan dan
beradab
4. Mengembangkan kapasitas ekonomi bangsa dan menyelenggarakan upaya
penanggulangan kemiskinan.

Peningkatan kualitas manusia Indonesia


Peningkatan kualitas manusia Indonesia adalah mendidik bangsa Indonesia menjadi bangsa
yang mampu mengamalkan norma-norma agama dalam segi kehidupan dan menjadikan
bangsa Indonesia memiliki nilai lebih, serta menciptakan manusia Indonesia yang unggul
dalam rangka memacu pemberdayaan bangsa.
Penguatan kelembagaan pembangunan bangsa
Penguatan kelembagaan pembangunan bangsa adalah mendorong penciptaan sistem
kelembagaan ekonomi serta sistem kelembagaan politik dan pemerintahan yang bersih,
efisien dan efektif.
Penguatan ekonomi rakyat
Penguatan ekonomi rakyat adalah peningkatan kapasitas ekonomi bangsa dan
menyelenggarakan penanggulangan kemiskinan serta kesenjangan sosial. Menguatkan
perekonomian rakyat pada dasarnya meningkatkan economic capital sebagi efek peningkatan
taraf hidup, meningkatkan human capital sebagai efek pelayanan publik serta pendidikan.
Meningkatkan sosial capital sebagai efek peningkatan kesejahteraan serta memperkuat
pembangunan bangsa (nation building).
Usaha merealisasikan hal di atas mengandung makna setiap individu dalam kapasitas
pemain usaha mikro, kecil, menengah dapat menerima kesempatan yang sama untuk
berusaha, sehingga dapat menciptakan kesempatan kerja bagi dirinya dan/atau bagi orang
lain. Kunci sukses menggerakkan potensi ini adalah modal yang bersumber dari dana
masyarakat yang dihimpun oleh perbankan, dana bersubsidi yang disalurkan oleh
pemerintah dan dana investasi.
Menanggulangi kemiskinan
Pelaksanaan penanggulangan kemiskinan dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan dan
pemerataan pendapatan bagi rakyat miskin di Indonesia. Pelaksanaannya dilakukan melalui
kerjasama dengan semua sektor, yaitu sektor usaha, perbankan, masyarakat dan dimotori
oleh pemerintah.
Penanggulangan kemiskinan lebih efektif dilakukan melalui peningkatan program
pemberdayaan masyarakat di seluruh bidang pembangunan, karena pemberdayaan
merupakan solusi alternatif penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Di samping bersifat
berkelanjutan, pola ini melibatkan seluruh pihak, masyarakat, sektor usaha, dan
pemerintah, dan efektif serta efesien. Pemberdayaan masyarakat juga merupakan upaya
pemerintah mengembalikan nilai nilai kemanusiaan yang mulai luntur dan meningkatkan
pelaksanaan good governance.
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat
memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia.
Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan
suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata
nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu
yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama. Jadi, yang dimaksud
dengan Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia
yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.Uraiannya mencakup :1.identitas
manusia Manusia merupakan makhluk yang multidimensional, paradoksal dan
monopluralistik. Keadaan manusia yang multidimensional, paradoksal dan sekaligus
monopluralistik tersebut akan mempengaruhi eksistensinya. Eksistensi manusia selain
dipengaruhi keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya atau pedoman
hidupnya. Pada akhirnya yang menentukan identitas manusia baik secara individu maupun
kolektif adalah perpaduan antara keunikan-keunikan yang ada pada dirinya dengan
implementasi nilai-nilai yang dianutnya.2.identitas nasionalIdentitas nasional Indonesia
bersifat pluralistik (ada keanekaragaman) baik menyangkut sosiokultural atau religiositas. -
Identitas fundamental/ ideal = Pancasila yang merupakan falsafah bangsa.- Identitas
instrumental = identitas sebagai alat untuk menciptakan Indonesia yang dicita-citakan.
Alatnya berupa UUD 1945, lambang negara, bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan.-
Identitas religiusitas = Indonesia pluralistik dalam agama dan kepercayaan.- Identitas
sosiokultural = Indonesia pluralistik dalam suku dan budaya.- Identitas alamiah = Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.3.Nasionalisme IndonesiaNasionalime
merupakan situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung
kepada negara bangsa.
Nasionalisme sangat efektif sebagai alat merebut kemerdekaan dari kolonial. Nasionalisme
menurut Soekarno adalah bukan yang berwatak chauvinisme, bersifat toleran, bercorak
ketimuran, hendaknya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.4. Integratis NasionalMenurut Mahfud
M.D integrai nasional adalah pernyataan bagian-bagian yang berbeda dari suatu
masayarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih untuh , secara sederhana memadukan
masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Untuk
mewujudkan integrasi nasional diperlukan keadilan, kebijaksanaan yang diterapkan oleh
pemerintah dengan tidak membersakan SAR. Ini perlu dikembangkan karena pada
hakekatnya integrasi nasional menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan
bangsa.KesimpulanIdentitas Nasional Indonesia adalah sifat-sifat khas bangsa Indonesia
yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia terdiri dari berbagai
macam suku bangsa, agama dan pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan. Oleh karena itu,
nilai-nilai yang dianut masyarakatnya pun berbeda-beda. Nilai-nilai tersebut kemudian
disatupadukan dan diselaraskan dalam Pancasila. Nilai-nilai ini penting karena merekalah
yang mempengaruhi identitas bangsa. Oleh sebab itu, nasionalisme dan integrasi nasional
sangat penting untuk ditekankan pada diri setiap warga Indonesia agar bangsa Indonesia
tidak kehilangan identitas.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1747413-identitas-nasional-
indonesia/#ixzz1upjRD3lM

IDENTITAS NASIONAL INDONESIA


Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan
suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata
nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu
yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama.Jadi, Identitas Nasional
Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya
dengan bangsa-bangsa lain di dunia. dentitas Nasional Indonesia meliputi segenap yang
dimiliki bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain seperti kondisi
geografis, sumber kekayaan alam Indonesia, demografi atau kependudukan Indonesia, ideolgi
dan agama, politik negara, ekonomi, dan pertahanan keamanan.
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat
memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia.
Moto nasional Indonesia adalah “Bhinneka Tunggal” atau “kesatuan dalam keragaman”. Hal
ini diciptakan oleh para pemimpin Republik yang baru diproklamasikan pada tahun 1945
dan tantangan politik adalah sebagai benar mencerminkan hari ini seperti yang lebih dari 50
tahun yang lalu. Karena meskipun setengah abad menjadi bagian dari Indonesia yang
merdeka telah menimbulkan perasaan yang kuat tentang identitas nasional di lebih dari
13.000 pulau-pulau yang membentuk kepulauan, banyak kekuatan lain yang masih menarik
negara terpisah. Deklarasi kemerdekaan mengikuti proses yang lambat penjajahan Belanda
yang dimulai pada abad ke-17 dengan penciptaan VOC Belanda.
Saat itu rempah-rempah yang menarik para pedagang Eropa untuk koleksi pulau-pulau kecil
di tempat yang sekarang Eastern Indonesia. Belanda memonopoli perdagangan dan dari sana
memperluas pengaruh mereka – terutama melalui pemerintahan tidak langsung – di koleksi
kesultanan dan kerajaan yang independen yang membentuk daerah itu. Kesatuan politik di
bawah Belanda hanya dicapai pada awal abad ini, meninggalkan identitas regional yang kuat
utuh.
Menghadapi identitas nasional
Bangsa Indonesia sendiri masih kesulitan dalam menghadapi masalah bagaimana untuk
menyatukan negara yang mempunyai lebih dari 250 kelompok etnis, yang memiliki
pengalaman dari Belanda bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
Sukarno, yang menjadi presiden pertama dari Republik, adalah seorang nasionalis tertinggi.
Dialah yang menciptakan ideologi nasional Indonesia Pancasila dirancang untuk
mempromosikan toleransi di antara berbagai agama dan kelompok-kelompok ideologis.
Penyebaran bahasa nasional – Bahasa Indonesia – juga membantu menyatukan multi-bahasa
penduduk.
Like this:
Suka
Be the first to like this post.
undefined
undefined
Identitas Nasional
Pengertian Identitas Nasional
Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan "manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh
dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan
dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hldup dan
kehidupannya".(Wibisono Koento : 2005) Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity
yang memiliki pengertian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada
seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam terminologi
antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri
pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri.
Mengacu pada pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata, tetapi berlaku
pula pada suatu kelompok. Adapun kata nasional merupakan identitas yang melekat pada
kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik, seperti
budaya, agama, dan bahasa, maupun nonfisik, seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan.
Himpunan kelompok-kelompok inilah yang disebut dengan istilah identitas bangsa atau
identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (colective action) yang
diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut
nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme.
Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi
nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari
ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional
dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah
pengembangannya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas Nasional kita
sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila
yang aktualisasinya tercermin dalam penataan kehidupan dalam arti luas. Misalnya, dalam
aturan perundang-undangan atau hukum, sistem pemerintahan yang diharapkan, serta
dalam nilai-nilai etik dan moral yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik
dalam tataran nasional maupun internasional, dan sebagainya. Nilai-nilai budaya yang
tercermin di dalam Identitas Nasional tersebut bukanlah barang jadi yang sudah selesai
dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang "terbuka" yang cenderung
terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat
pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa Identitas Nasional adalah
sesuatu yang terbuka untuk ditafsirkan dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan
fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.

Unsur - Unsur Identitas Nasional


Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Ke-majemukan itu
merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas, yaitu suku bangsa, agama,
kebudayaan, dan bahasa.
• Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir),
yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak
sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
• Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang
tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha,
dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama
resmi negara, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi
negara dihapuskan.
• Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah
perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh
pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi
dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan
benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
• Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami
sebagai sistem perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan
manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari unsur-unsur identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3
bagian sebagai berikut
1) Identitas Fundamental, yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara,
dan ldeologi Negara.
2) Identitas Instrumental, yang berisi UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa
Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya".
3) Identitas Alamiah yang meliputi Negara Kepulauan (archipelago) dan pluralisme dalam
suku, bahasa, budaya, serta agama dan kepercayaan (agama).

Keterkaitan Globalisasi dengan Identitas Nasional


Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan
kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi
informasi sehingga interaksi manusia nienjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang.
Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era
Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai
yang telah ada. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula yang bersifat negatif.
Semua ini merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa
Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek kehidupan. Di era globalisasi,
pergaulan antarbangsa semakin ketat. Batas antarnegara hampir tidak ada artinya, batas
wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antarbangsa yang semakin kental
itu, akan terjadi proses akulturasi, saling meniru, dan saling mempengaruhi di antara
budaya masing-masing. Adapun yang perlu dicermati dari proses akulturasi tersebut, apakah
dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indonesia?

Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor, yaitu:
1) semakin menonjolnya sikap individualistis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi di
atas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan asas gotong-royong; serta
2) semakin menonjolnya sikap materialistis, yang berarti harkat dan martabat kemanusiaan
hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini
bisa berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Apabila hal
ini terjadi, berarti etika dan moral telah dikesampingkan.
Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap nilai-nilai
asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung, akan berakibat
lebih sering ketika pada puncaknya masyarakat tidak bangga lagi pada bangsa dan
negaranya.
Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah
ada di dalam masyarakat. Jika semua ini tidak dapat dibendung, akan mengganggu
ketahanan di segala aspek kehidupan, bahkan akan mengarah pada kredibilitas sebuah
ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut, harus diupayakan
suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga, yaitu dengan cara
membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep
Identitas Nasional.
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan
negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya
kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut,
antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundring), peredaran
dokumen keimigrasian palsu, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh
terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi. Hal ini ditunjukkan
dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat
merusak kepribadian dan moral bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal
tersebut tidak dapat dibendung, akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala
aspek kehidupan, bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai Identitas Nasional.
Identitas Nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang
dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan
Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal
Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya.
Unsur-unsur pembentuk Identitas Nasional adalah Suku bangsa, Agama, Kebudayaan, dan
bahasa.

DEMOKRASI
1. Pengertian Demokrasi Secara Bahasa dan Lisan
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya
berasal dari rakyat, baik secara langsung atau melalui perwakilan. Istilah demokrasi berasal
dari bahasa Yunani δημοκρατία –(dēmokratía) Kekuasaan Rakyat, yang dibentuk dari kata
δῆμος (dêmos) Rakyat dan κράτος (Kratos) yang artinya adalah Kekuasaan. Menyusul adanya
revolusi rakyat pada tahun 508 SM Pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota
Yunani Kuno (Athena) terbentuklah suatu sistem yang merujuk kepada manajemen
kekuasaan yang di kenal sebagai Demokrasi. Meskipun tidak ada definisi, khusus diterima
secara universal, arti demokrasi adalah kesetaraan, kebebasan memiliki dan memilih. Prinsip
nya adalah demokrasi tercermin dalam semua warga negara tanpa terkecuali, adalah sama di
depan hukum dan memiliki akses yang sama pula terhadap kekuasaan. Tidak ada
pembatasan dapat diterapkan kepada siapapun yang ingin menjadi perwakilan, dan
kebebasan warganya dijamin oleh hak dilegitimasi dan kebebasan yang pada umumnya
dilindungi oleh konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut.
Berbicara mengenai demokrasi adalah memperbicara tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya
pengelolaan kekuasaan secara beradab. Sekali lagi Demokrasi sendiri ialahsistem manajemen
kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai
martabat dan derajat hidup manusia serta memahami secara benarhak-hak yang kita miliki,
menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha
melanggar hak-hak itu, dan di dalam sistem politik yang demokratis warga negara
mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di
dunia publik. Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di
Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang
berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan maksud adalah membentuk
masyarakat sosialis. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia adalah
berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan almarhum Moh.
Hatta bahwa,”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai
bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu
setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama, ini
tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam
pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusan Prijono
Tjiptoherijanto dan Yomiko M. Prijono, 1983 hal 17-19. Dari gambaran di atas, kami rasa hal
ini pula yang menginspirasi Demokrasi Pancasila yang selalu menjadi acuan negara kita
dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang
dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari
rasa kekeluargaan. Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini
seperti mengalami sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi. Banyak para ahli
berpendapat bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu
menjawab tantangan jaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur
Pancasila. Dalam hal ini kita ambil saja salah satu ahli Nasional Prof. Dardji Darmodihardjo,
S.H. beliau mempunyai Pandangan bahwa demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi
yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya
seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945. Hal lagi dengan Prof. dr. Drs.
Notonegoro,S.H. mengatakan demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang
berke-Tuhan-nan Yang Maha Esa, yang Berkepribadian Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
yang mempersatukan Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat.
2. Aspek Demokrasi
Menurut Samuel Huntington sistem politik demokrasi dapat dibedakan dari system politik
demokrasi dan non demokrasi. Sistem politik demokrasi didasarkan pada nilai, prinsip,
prosedur dan kelembagaan yang demokratis. Sistem ini mampu menjamin hak kebebasan
warganegara, membatasi kekuasaan pemerintah dan mem-berikan keadilan. Indonesia sejak
awal berdiri sudah menjadikan demokrasi sebagai pilihan sistem politik. Negara Indonesia
sebagai negara demokrasi terdapat pada pembukaan UUD 45 alinea ke 4 dan Ps 1 ayat (2)
UUD 45 (sebelum di amandemen), kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ps 1 ayat (2) setelah diamandemen
berubah menjadi “kedaulatan berada dita-ngan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
Perubahan ini menghi-langkan kata “dilaksanakan sepenuhnya” menjadi dilaksanakan
menu-rut UUD. Apapun perubahannya ini membuktikan sejak berdirinya negara Indonesia
telah menganut demokrasi.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat di simpulkan bahwa setiap Negara yang demokrasi
memiliki kecendrungan yang sama dalam hal prinsip-prinsip yang dianut. Beberapa prinsip
demokrasi yang berlaku secara universal, antara lain:
• keterlibatan warga Negara dalam penbuatan keputusan politik
ada dua pendekatan tentang keterlibatan warga Negara yaitu teori elitis dan partisipatori ;
1. Pendekatan elitis adalah pembuatan kebijakan umum namun menuntut adanya kualitas
tanggapan pihak penguasa dan kaum elit, hal ini dapat kita lihat pada demokrasi perwakilan.
2. Pendekatan partisipatori adalah pembuatan kebijakan umum yang menuntut adanya
keterlibatan yang lebih tinggi.
• Persamaan diantara warga Negara
Tingkat persamaan yang ditunjukan biasanya yaitu dibidang; politik, hukum, kesempatan,
ekonomi, sosial dan hak.
• Kebebasan atau kemerdekaan yang diakui dan dipakai oleh warga Negara
• Supremasi Hukum
Penghormatan terhadap hukum harus dikedepankan baik oleh penguasa maupun rakyat,
tidak terdapat kesewenang-wenangan yang biasa dilakukan atas nama hukum, karena itu
pemerintahan harus didasari oleh hukum yang berpihak pada keadilan.
• Pemilu berkala
Pemilihan umum, selain mekanisme sebagai menentukan komposisi pemerintahan secara
periodik, sesungguhnya merupakan sarana utama bagi partisipasi politik individu yang hidup
dalam masyarakat yang luas, kompleks dan modern.
3. Pilar Demokrasi
Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa
(kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu :
1. Menetapkan UUD
2. Menetapkan GBHN dan
3. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu:
1. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negaralain, seperti
penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden.
2. Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN
3. Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
4. Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya
presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD.
5. Mengubah undang-undang.
Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah
negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung
jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-
putusan MPR. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan
gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur
berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,
berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Dalam demokrasi Pancasila, sistem
pengorganisasian Negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus
diselaraskan dengan tanggung jawab sosial. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-
cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh
semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas. Adalah
Prinsip. Merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain
sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2
landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui
oleh setiap orang yang menjadi pemimpin
negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu;
• Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik
suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.
• Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurus
rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan
sekaligus selaku pelayan rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannya,
yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut;
• Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
1. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtstaat)
2. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutism
(kekuasaan tidak terbatas)
3. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
• Perlindungan terhadap hak asasi manusia
• Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
• Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang
merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh
Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya
• adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan
aspirasi rakyat
• Pelaksanaan Pemilihan Umum
• Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2
UUD 1945)
• Keseimbangan antara hak dan kewajiban
• Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri
sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
• Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang
membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk
diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independent) dan berada
dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan
saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga
negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk
mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang
berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat
(DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di
bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib
bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang
memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam
taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta
pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari
demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain
dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai
naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara,
yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat). Negara Indonesia
berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil maksudnya adalah Pemerintahan berdasarkan atas Sistem
Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang
menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping
itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu ‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’, dimuat dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar. Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai
umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku
manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia,
tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan
krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila).
“saya pernah membaca di komik One Piece di ceritakan negara Arabasta sedang menghadapi
pemberontakan. Pasukan pemerintah berusaha meyakinkan Raja Cobra Nefretari untuk
melawan mereka dan mempertahankan istana, namun raja cobra menolak. Beliau
membiarkan pemberontak itu maju. alasannya, dasar negara adalah rakyat. apa artinya
pemerintah jika tidak bisa melindungi rakyat? apa artinya pemerintah jika dibenci rakyat?
apa artinya istana dan penjabat negara masih hidup kalau rakyat mati bergelimpangan/ apa
artinya polisi jika mereka digunakan untuk menghabisi rakyat yang tak bersalah itu sendiri?
kadang kesalahan dan kebenaran memiliki sudut pandang yang berbeda”.
Pembatasan Terhadap President
Selama pelaksanaan demokrasi cenderung semua keputusan hanya ada pada pemimpin
besar. Hal ini mengakibatkan rusaknya tatanan kekuasaan negara, misalnya DPR dapat
dibubarkan. Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi.
Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada
majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
Demokrasi secara kontekstual dilihat dari fakta kenyataan pemerintahan yang pernah dan
sedang terjadi. Indonesia pada zaman pemerintahan Soekarno masa orde lama dengan
konstitusi RIS dan UUDS 50 dikenal demokrasi liberal, setelah kembali ke UUD 45 dikenal
demokrasi terpimpin. Era Soeharto dan orde baru diukenal demokrasi Pancasila, era
reformasi sejak 1998 masih dikenal demokrasi Pancasila.
Melindungi Kaum Minoritas
Sistem demokrasi di seluruh dunia harus menghadapi pertanyaan tentang bagaimana
menjaga keseimbangan antara gagasan pemerintahan oleh mayoritas di satu pihak, dan
gagasan demokrasi yang mempertimbangkan para individu di pihak lain. Masalah ini
sebenarnya sudah cukup lama dikenali. Para ahli teori demokrasi seperti Alexis De
Tocqueville and John Stuart Mill pernah menyinggung gagasan tentang Tirani Mayoritas
dalam studinya yang sangat terkenal “Democracy in America” dalam abad ke 19, sementara
Mill pernah mengingatkan kita tentang bagaimana mayoritas dapat meloloskan hukum atau
undang-undang yang memiliki pengaruh sangat menjijikkan bagi kelompok minoritas. Maka,
orang juga kerap bertanya apakah demokrasi? Apakah demokrasi berarti bahwa negara
harus melindungi para individu, ataukah demokrasi hanya berarti sebagai pemerintahan oleh
mayoritas? Juga di Indonesia, ketika demokratisasi tidak segera membuahkan hasil berupa
kesejahteraan dan stabilitas sosial-politik yang lebih baik, maka ada alasan bagi sebagian
orang yang menginginkan agar Indonesia kembali pada sistem lama, yaitu pada model
kekuasaan otoritarian yang menjanjikan terciptanya kesejahteraan dan stabilitas dalam
waktu yang cepat.
Demokrasi jelas disadari bukan sebagai sistem yang sempurna, tetapi ada petunjuk kuat
bahwa demokrasi adalah sistem terbaik di antara sistem lain dalam pengaturan
pemerintahan manusia oleh manusia yang pernah dicoba dalam sejarah. Karena itu, seperti
yang sering disuarakan oleh sejumlah ahli, yang diperlukan sesungguhnya adalah
pendalaman demokrasi (deepening democration), bukan menolak demokrasi itu sendiri. Pada
tingkat kekuasaan, demokratisasi akan berarti keharusan untuk memperkuat paham
kedaulatan rakyat (people sovereignty) dan menegakkan aturan main demokratis (dalam
bentuk konstitusi dan rule of law), namun pada level akar rumput dan di kalangan generasi
muda, tantangan demokratisasi menunjukkan wajah yang agak berlainan. Michael Oakeshott
dan F.A. Hayek pernah menyatakan bahwa sivitas atau negara sebagai bentuk purposive
association yaitu pengelompokkan yang dibentuk karena persamaan tujuan atau maksud
(shared purposes or goals), memiliki kecenderungan mencerabut kebebasan berasosiasi bagi
kelompok-kelompok yang memiliki tujuan sendiri yang dianggap seolah-olah berbeda dengan
tujuan bangsa secara keseluruhan. Akibatnya, negara purposive (yang dilawankan
denganenterprise association) semacam itu mau tidak mau cenderung melanggar kebebasan
berasosiasi, menuntut keharusan partisipasi dalam kelompok yang mendukung tujuan-
tujuan dari sivitas (negara), dan pada saat yang bersamaan menindas siapapun yang
menganggu usaha pencapaian tujuan yang dimaksukan (purposive goals). Pada akhirnya,
hanya denganmemastikan pemerintah bersikap netral dalam kaitannya dengan berbagai
tujuan yang ada dalam masyarakat, maka civil society akan bisa bertumbuh dengan subur.
Meskipun kebebasan berasosiasi tidak disebut dengan cara yang samaseperti kebebasan
berpendapat (free speech) dan kebebasan berkumpul (freedomof assembly), kebebasan itu
nampak menjadi salah satu kebebasan dasar dari banyak masyarakat liberal setidaknya
menurut para pemikir seperti Rawls, Mill dan banyak pemikir liberal yang lain. Tetapi
gagasan tentang netralitas negara mendapatkan kritik karena dianggap tidak mencerminkan
kenyataan sebenarnya dari kebijakan yang sering dan bisa diambil oleh negara. Misalnya,
kebijakan hukum yang diambil oleh negara selalu mengandung konsepsi tersembunyi
mengenai pengertian tentang hidup yang baik. Lebih tajam lagi, para pengkritiknya (yaitu
kelompok komunitarian yang diwakili oleh tokoh seperti William Galston, Michael Sandel,
dan Benjamin Barber) tidak mempercayai klaim liberal bahwa masyarakat sipil memiliki
kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri, menyatakan, sebagaimana pernah
dikemukakan juga oleh Alexis de Tocqueville bahwa adanya dorongan dalam masyarakat sipil
sendiri yang mungkin menghambat pembentukan asosiasi sipil. Ada kecenderungan dalam
masyarakat sipil itu sendiri misalnya dalam bentuk sentralisasi ekonomi, monopoli media,
pemaksaan kepentingan khusus, dan partai politik yang terorganisasi membatasi jangkauan
kemungkinan yang dapat diberikan pada individu. Jelas bahwa sejumlah tujuan tidak bebas
dipilih oleh para individu, melainkan justru terberikan atau dipaksa diberlakukan oleh
kesempitan peluang atau ketiadaan kesempatan. Apa hubungan uraian di atas dengan
negara Pancasila? Apakah Negara Pancasila sesuai dengan salah satu pendekatan dan harus
menolak pendekatan lainnya? Apakah demokrasi itu sendiri dalam negara yang menyebut
Pancasila? dan bagaimana negara Pancasila harus menyeimbangkan antara pemerintah oleh
mayoritas dan penghormatan terhadap minoritas? Itu yang masih dipertanyakan?
3. Sistem dan Jenis-jenis Demokrasi
1. Demokrasi terbagi dalam dua jenis: demokrasi bersifat langsung dan demokrasi bersifat
representatip.
2. Demokrasi bersifat langsung / Direct Demokrasi.
Demokrasi langsung dikenal sebagai demokrasi bersih. Rakyat memiliki kebebasan secara
mutlak memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi mereka dimuat dengan segera didalam
satu pertemuan. Jenis demokrasi ini dapat dipraktekkan hanya dalam kota kecil dan
komunitas yang secara relatip belum berkembang, dimana secara fisik memungkinkan untuk
seluruh electorate untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun permasalahan
pemerintahan tersebut bersifat kecil. Demokrasi langsung berkembang di Negara kecil
Yunani kuno dan Roma. Demokrasi ini tidak dapat dilaksanakan didalam masyarakat yang
komplek dan Negara yang besar. demokrasi murni yang masih bisa diambil contoh terdapat
diwilayah Switzerland.
Mengubah bentuk demokrasi murni ini masih berlaku di Switzerland dan beberapa Negara
yang didalamnya terdapat bentuk referendum dan inisiatip. Dibeberapa Negara sangat
memungkinkan bagi rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk
mengamandemengkan konstitusional dan menetapkan permasalahan public politik secara
langsung tampa campur tangan representative.
- Demokrasi bersifat representatip / Representative Demokrasi.
Didalam Negara yang besar dan modern demokrasi tidak bisa berjalan sukses. Oleh karena
itu, untuk menanggulangi masalah ini diperlukan sistem demokrasi secara representatip.
Para representatip inilah yang akan menjalankan atau menyampaikan semua aspirasi rakyat
didalam pertemuan. Dimana mereka dipilih oleh rakyat dan berkemungkinan berpihak
kepada rakyat. ( Garner ). Sistem ini berbasis atas ide, dimana rakyat tidak secara langsung
hadir dalam menyampaikan aspirasi mereka, namun mereka menyampaikan atau
menyarankan saran mereka melaui wakil atau representatip. Bagaimanapun, didalam bentuk
pemerintahan ini wewenang disangka benar terletak ditangan rakyat, akan tetapi semuanya
dipraktekkan oleh para representatip.
4. Demokrasi Berdasarkan Ideologi bangsa Indonesia

Demokrasi Liberal adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif
lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana
Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan
oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Demokrasi Liberal sering disebut sebagai demokrasi parlementer. Di indonesia demokrasi ini
dilaksanakan setelah keluarnya Maklumat Pemerintah NO.14 Nov. 1945. Menteri
bertanggung jawab kepada parlemen.
Demokrasi liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik
sebagai individu ataupun masyarakat. Dan karenanya lebih bertujuan menjaga tingkat
represetansi warganegara dan melindunginya dari tindakan kelompok atau negara lain.
Ciri-ciri demokrasi liberal :
1. Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusiadapat terkontrol
2. Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional,
3. Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan,
4. Kelompok minoritas (agama, etnis) boleh berjuang, untuk memperjuangkan dirinya.
Demokrasi Komunis adalah demokrasi yang sangat membatasi agama pada rakyatnya,
dengan prinsip agama dianggap candu yang membuat orang berangan-angan yang
membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.
Demokrasi komunis muncul karena adanya paham komunisme. Awalnya komunisme lahir
sebagai reaksi terhadap kapitalisme pada abad ke-19. Komunisme adalah ideologi yang
digunakan partai komunis di seluruh dunia. Komunisme sebagai anti kapitalisme
menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas
individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk
kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada
rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme. Dalam komunisme
perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya,
perubahan sosial dimulai dari buruh atau yang lebih dikenal dengan proletar, namun
pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai.
Partai membutuhkan peranPolitbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial
hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro. Inilah yang menyebabkan komunisme
menjadi “tumpul” dan tidak lagi diminati.
Masyarakat sosialis-komunis mendefinisikan rakyat sebagai lapisan rakyat yang menurut
mereka, adalah rakyat miskin dan tertindas di segala bidang kehidupan. Rakyat miskin
(kaum proletar dan buruh) akan memimpin revolusi sosialis melalui wakil-wakil mereka
dalam partai komunis. Kepentingan yang harus diperjuangkan bukanlah kemerdekaan
pribadi. Bahkan, kemerdekaan pribadi menurut masyarakat sosialis-komunis harus
ditiadakan karena satu-satunya kepentingan hanyalah kepentingan rakyat secara kolektif,
yang dalam hal ini diwakili oleh partai komunis. Dengan demikian masyarakat sosialis-
komunis, juga mengakui kedaulatan rakyat. Mereka pun menjunjung tinggi demokrasi, yang
dikenal sebagai demokrasi komunis.
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan
filsafat bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Dasar Demokrasi Pancasila adalah Kedaulatan Rakyat (Pembukaan UUD ‘45) Negara yang
berkedaulatan – Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Dan Makna Demokrasi Pancasila adalah
Keikutsertaan rakyat kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara ditentukan
peraturan perundang-undangan. Di Indonesia, Demokrasi Pancasila berlaku semenjak Orde
Baru. Demokrasi pancasila dijiwai, disemangati dan didasari nilai-nilai pancasila. Dalam
demokrasi Pancasila Rakyat adalah Subjek demokrasi, yaitu rakyat sebagai keseluruhan
berhak ikut serta aktif menentukan keinginan-keinginan dan juga sebagai pelaksana dari
keinginan-keinginan itu. Keinginan rakyat tersebut disalurkan melalui lembaga-lembaga
perwakilan yang ada yang dibentuk melalui Pemilihan Umum.
Di samping itu perlu juga kita pahami bahwa demokrasi Pancasila dilaksanakan dengan
bertumpu pada;
a) demokrasi yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa;
b) menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia;
c) berkedaulatan rakyat;
d) didukung oleh kecerdasan warga negara;
e) sistem pemisahan kekuasaan negara;
f) menjamin otonomi daerah;
g) demokrasi yang menerapkan prinsip rule of law;
h) sistem peradilan yang merdeka, bebas dan tidak memihak;
i) mengusahakan kesejahteraan rakyat; dan
j) berkeadilan sosial.
- Prinsip pokok Demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
Pemerintahan berdasarkan hukum dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtstaat). Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan tidak terbatas). Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah.
Peradilan merdeka yang berarti badan peradilan merupakan badan yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK,
DPR, DPA atau lainnya.
Fungsi Demokrasi Pancasila adalah:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara. Contohnya ikut
mensukseskan Pemilu, ikut mensukseskan Pembangunan, ikut duduk dalam badan
perwakilan/permusyawaratan.
2. Menjamin tetap tegaknya negara RI,
3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional
4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila
5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara
6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab. Contohnya Presiden adalah
Mandataris MPR, Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
– Tujuan Demokrasi Pancasila adalah untuk menetapkan bagaimana bangsa Indonesia
mengatur hidup dan sikap berdemokrasi seharusnya.
Bagi bangsa Indonesia dalam berdemokrasi harus sesuai dengan Pancasila karena;
1. sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia
2. meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME
3. lebih menghargai hak asasi manusia
4. menjamin kelangsungan hidup bangsa
5. mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokrasi dan keadilan sosial.
- Hak-hak warga negara dalam pelaksanaan Demokrasi Pancasila di bidang politik,
pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya.
a. Di Bidang Politik
yaitu hak yang diakui dalam kedudukannya sebagai warga yang sederajat. Oleh karena itu
setiap warga negara wajar mendapat hak ikut serta dalam pemerintahan: yakni hak memilih
dan dipilih, mendirikan organisasi atau partai politik, serta mengajukan petisi dan kritik atau
saran.
b. Di Bidang Pendidikan
Untuk memahami hak warga negara dalam bidang pendidikan, perhatikanlah arti dan makna
yang terkandung dalam Pasal 31 UUD 1945.
1. Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Tiap-tiap Warga Negara berhak mendapat
pengajaran” Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran Nasional yang diatur dengan Undang-undang”
2. Makna isi Pasal 31 (1) UUD 1945 tersebut merupakan pengakuan bangsa Indonesia atas
hak memperoleh pengajaran. Dalam hal ini berarti pemerintah dituntut untuk mengadakan
sekolah-sekolah baik umum maupun kejuruan, dengan mengingat kemampuan pembiayaan
dan perlengkapan lain yang dapat disediakan oleh pemerintah.
3. Menurut Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 mengandung maksud “Pemerintah harus
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran Nasional, sesuai dengan
Undang-undang yang telah ditetapkan. Undang-undang yang mengatur Pasal 31 itu adalah
UU No. 2 Tahun 1989 yang masih berlaku saat ini, sedangkan Peraturan Pemerintah yang
mengatur tentang pendidikan antara lain: Peraturan Pemerintah (PP) No. 27, No. 28, 29, dan
No. 30 Tahun 1990.
4. Dalam UU No. 2 Tahun 1989 itu antara lain disebutkan fungsi Pendidikan Nasional adalah
untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan manusia Indonesia dalam rangka
upaya mewujudkan tujuan nasional. Sedangkan tujuan Pendidikan adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
c. Di Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, negara Indonesia menganut sistem demokrasi ekonomi; artinya
perekonomian itu dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pengawasan
anggota masyarakat.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.Dalam hal ini
perekonomian jangan sampai jatuh ke tangan orang yang berkuasa, dan rakyat banyak yang
tertindas.
Demokrasi Berdasarkan Ideologi Bangsa
Demokrasi Liberal sering disebut sebagai demokrasi parlementer. Di indonesia demokrasi ini
dilaksanakan setelah keluarnya Maklumat Pemerintah No.14 November 1945. Menteri
bertanggung jawab kepada parlemen.
Ciri-ciri demokrasi liberal :
1. Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusiadapat terkontrol
2. Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional,
3. Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan
Beberapa sejarah berdirinya demokrasi liberal:
- Anaximander (Miletus, 610 – 546 BC) politik demokrasi dan filsafat
Demokrasi liberal di indonesia. Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional ) adalah
sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan
perbedaan demokrasi liberal dan pancasila.
Demokrasi Indonesia
Hal ini juga memperlihatkan adanya partisipasi umat Islam yang meningkat dalam
perkembangan demokrasi di Indonesia. Sementara undang-undang sistem pendidikan
nasional yang telah disahkan parlemen juga pada masa pembahasannya mendapat
dukungan yang kuat dari berbagai Dengan demikian demokrasi liberal secara formal berakhir
pada tanggal 5 Juli 1959, sedang secara material berakhir pada saat gagasan Demokrasi
Terpimpin dilaksanakan.
Demokrasi Indonesia dengan Demokrasi Negara Lain
Di Indonesia demokrasi liberal berlangusng sejak 3 November 1945, yaitu sejak sistem multi-
partai berlaku melalui Maklumat Pemerintah. Sistem multi-partai ini lebih menampakkan
sifat instabilitas politik setelah berlaku sistem parlementer dalam naungan UUD 1945
Dengan demikian demokrasi liberal secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli 1959, sedang
secara material berakhir pada saat gagasan Demokrasi Terpimpin dilaksanakan. Ciri-ciri
Sistem Politik Liberalisme …
5. Demokrasi President
Sistem presidensial, Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem
kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif
dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensil terdiri dari 3 unsur yaitu:
• Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat
pemerintahan yang terkait.
• Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling
menjatuhkan.
• Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Dalam sistem presidensiil, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat
dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada
mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi,
pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa
dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang
wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina,
Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.
Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu:
• Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
• Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung
oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
• Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
• Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif bukan kepada
kekuasaan legislatif.
• Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
• Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Dalam sistem politik dimanapun, biasanya hanya dikenal dengan dua model presidensial dan
parlementer (Ver- ney,1979). Meskipun tidak secara kaku terpisahkan tetapi prinsip dasar
penguatan dalam kekuasaan sangat berbeda asal-usul, proses dan landasan filosofisnya.
Biasanya konstitusi suatu negara secara tegas mengamanatkan apakah suatu sistem politik
kenegaraan menganut azas presidensial atau parlementer. Indonesia secara konstitusi sesuai
dengan amandemen UUD 1945 sesungguhnya memperkuat sistem presidensial. Proses
mendudukkan Presiden dan Wakil Presiden yang sebelum UU 1945 diamandemen dipilih
oleh MPR (Majelis Permusyawarayan Rakyat) kemudian dipilih langsung oleh rakyat.
Amandemen UUD 1945 tidak hanya memperkuat sistem kepresidenan saja tetapi pendulum
kekuasaan dari perspektif politik bergeser dari demokrasi keterwakilan rakyat (representative
democracy) menjadi demokrasi kerakyatan (electoral democracy).
Sebelum amandemen UUD 1945, Indonesia menganut sistem presidensial yang konvensional
karena presiden tidak dipilih langsung oleh rakyat, tetapi oleh MPR yang anggotanya terdiri
dari DPR, Utusan Golongan, dan Utusan Daerah. Dalam hal ini berlaku sistem pemerintahan
untuk negara integralistik dengan konsentrasi kekuasaan amat besar pada Presiden (too
strong presidency). Baik sistem presidensial dan parlementer pernah diterapkan dalam
pemerintahan Indonesia. Sebelumnya, Indonesia sendiri antara Tahun 1949 sampai 1959
menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang terbukti tidak mampu menciptakan
stabilitas pemerintahn yang amat diperlukan untuk pembangunan bangsa, karena dalam
waktu 4 tahun terjadi 33 kali pergantian kabinet (Feith, 1962 dan Feith, 1999).
Sistem presidensial, mengasumsikan terjadinya mekanisme checks and balancesantara
presiden baik sebagai kepala pemerintahan (chief of state) maupun sebagai kepala
pemerintahan (head of the government) sekaligus berhadapan dengan legislatif (DPR) (Giovani
Sartori,1997). Baik legislatif maupun eksekutif (Presiden) dihasilkan melalui proses pemilihan
yang berbeda. Artinya proses pengisian jabatan politik di tingkat pusat pada sistem
presidential dilakukan dalam dua kali pemilihan, pemilu legislatif dan pemilu presiden
(Pilpres) (Juan Linz,1994). Sistem presidensial juga tidak mengenal adanya lembaga
pemegang supremasi tertinggi. Karena karakteristik pertama sistem presidensial adalah
badan perwakilan tidak memiliki supremacy of parliament karena lembaga tersebut bukan
lembaga pemegang kekuasaan negara.Untuk menjamin stabilitas sistem presidensial,
presiden dipilih, baik secara langsung atau melalui perwakilan, untuk masa kerja tertentu,
dan presiden memengang sekaligus jabatan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Sebagai kepala pemerintahan dan satu-satunya kepala eksekutif, presiden mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri negara, yang berfungsi sebagai pembantu presiden dan
memegang kekuasaan eksekutif dalam bidang masing-masing. Dalam sistem presidensial,
kabinet tidak bertanggungjawab secara kolektif, tetapi tiap-tiap menteri bertanggungjawab
secara individual kepada presiden. Dalam sistem presidensial, anggota badan legislatif tidak
boleh merangkap jabatan cabang eksekutif, dan sebaliknya, pejabat eksekutif tidak boleh
merangkap menjadi anggota badan legislatif. Sementara, sistem parlementer hanya
memerlukan satu kali pemilihan untuk menentukan elit di pusat, baik legislatif maupun
eksekutif. Eksekutif (biasanya disebut perdana menteri) dipilih oleh dan dari anggota
legislative (Jimly Assidiqie,1996). Salah satu karakteristik utama sistem parlementer yang
tidak dimiliki oleh sistem presidensial adalah kedudukan parlemen sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi di atas badan perwakilan dan pemerintah (supremacy of parliament).
Dibandingkan dengan sistem parlementer, sistem presidensial memang memiliki kelebihan
dibandingkan sistem parlementer, di antaranya: keterpisahan institusi presiden dan
parlemen, masa jabatan presiden (dan wapres) yang bersifat tetap, dan pemilihan langsung
presiden oleh rakyat. Ketiga ciri tersebut tak hanya dianggap dapat menjamin tegaknya
prinsip checks and balances dalam relasi eksekutif-legislatif, melainkan juga terbentuknya
pemerintahan yang stabil dan efektif. (Lijphart, 1992).
Meskipun Indonesia menganut sistem presidensial, tetapi dalam praktek pemerintahan,
banyak menganut prinsip- prinsip parlementarian. Oleh karena itu Indonesia sering disebut
sebagai negara dengan sistem quasi (setengah atau semi) parlementer. Ciri-ciri praktek
sistem parlementarian dapat kita lihat antara lain ketika memilih Kepala Kepolisian dan
Panglima TNI, Presiden tetap harus meminta pendapat dan persetujuan DPR. Oleh karena
itu, meskipun menganut sistem presidensial, berbagai “hak perogatif Presiden” untuk
menyusun Kabinet, menentukan Duta Besar, mengangkat Panglima, Gubernur/ para Deputi
BI masih memerlukan dukungan anggota legislatif (DPR). Dititik inilah masalah yang terjadi
karena konstitusi hasil amandemen tidak sekadar mengadopsi sistem presidensial yang
mendekati “murni”, tetapi juga memberikan ruang bagi sistem parlementer untuk
memperkuat otoritas DPR dengan memasuki wilayah ruang hak otoritas presiden. Hak
perogatif dan otoritas yang seharusnya melekat pada presiden dalam sistem presidensial
menjadi peluang bagi DPR untuk melembagakan “gangguan” terhadap presiden. Skema
presidensial lebih berisiko lagi jika dikombinasikan sistem multipartai, seperti di Indonesia.
Konsekuensi dari kombinasi presidensial-multipartai adalah terpilihnya “presiden minoritas”,
presiden dengan basis politik relatif kecil di DPR dan fragmentasi politik tanpa kekuatan
mayoritas di DPR, seperti berlangsung sejak era Abdurrahman Wahid (1999- 2001), Megawati
(2001-2004), lalu Presiden SBY. Realitas ini memberi peluang bagi DPR “mengganggu”
Presiden yang mendorong munculnya konflik Presiden-DPR. Karena itu, sistem sistem
presidensial yang saat ini masih memberikan ruang sistem parlementarian, perlu diformat
kembali untuk menjamin jalannya pemerintahan yang efektik tanpa terganggu konflik politik
Presiden dan DPR.

President dan Sistem Presidensial


Pemilihan Budiono sebagai Cawapres pendamping SBY, sebelumnya banyak menuai
kontroversi dari koalisi partai pendukung. Kontroversi itu lebih terjadi karena SBY tidak
memilih pendamping dari koalisi partai politik pendukungnya. Scott Mainwaring (1993)
pernah mengingatkan bahwa potensi kebuntuan politik (deadlock) jika presidensialisme
dikombinasikan sistem multipartai.
Jika mengikuti logika sistem presidensial, pilihan kepada Boediono juga dimaksudkan untuk
menegakkan sistem presidensial. SBY, tampaknya belajar dari pengalaman selama
memimpin bersama JK periode 2004-2009. Meski SBY dan JK berhasil menang secara
mencolok dalam Pemilu 2004, secara keseluruhan Pemilu 2004 hanya menghasilkan minority
government. Menurut Jose A Cheibub (2002),minority government terjadi karena presiden
(eksekutif) tidak mengontrol suara mayoritas di lembaga legislatif. Pasalnya, partai politik
pendukung awal SBY hanya menjadi minoritas dan hanya mendapat dukungan 68 kursi
(12%) di DPR. Karena itu, merangkul semua partai politik (termasuk Partai Golkar) dalam
pemerintah koalisi pelangi menjadi pilihan yang terhindarkan bagi SBY demi memperkuat
pemerintahannya keluar dari jebakan minority government.
Terkait hal itu, pilihan atas Boediono tampaknya dilakukan SBY untuk memperkuat sistem
presidensial, keluar dari jerat kepentingan tawar menawar partai politik dan sebagai
antisipasi untuk menghadapi kemungkinan terjadinya perpecahan antara presiden dan wakil
presiden, sebagaimana pernah terjadi, dimana dukungan koalisi pelangi kepada
pemerintahan di parlemen menjadi terbelah (divided legislatif) dan menghadirkan demokrasi
yang tidak stabil karena presiden sangat sulit mendapatkan dukungan politik di parlemen.
Relasi pemerintah dan parlemen yang terkesan bersaing diperparah dengan sikap sejumlah
menteri yang berasal dari partai koalisi. Para menteri ini pun lebih menempatkan
kepentingan partai ketimbang tugas kenegaraan. Komitmen presiden dan wakil presiden
untuk menuntaskan pemerintahan ini sampai akhir kekuasaan juga dilanggar.
Bagaimanapun, perpecahan yang terjadi antara presiden dan wakil presiden dapat
memperlemah sistem presidensial. Dan sistem presidensial mengandaikan bahwa porsi
utama politik diberikan kepada seorang presiden untuk memerintah (govern) dan
mengeksekusi kebijakan.
Presidensial dan Koalisi Parlemen
Dalam sistem pemerintahan presidential yang multipartai, koalisi adalah suatu hal yang
tidak bisa ditawar-tawar untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Hakekat koalisi sendiri
adalah untuk membentuk pemerintahan yang kuat (Strong), mandiri (autonomous), dan
tahan lama (durable). Karena sistem pemerintahan Indonesia belum bisa dibilang sistem
presidensial murni karena masih adanya ruang sistem parlementer dalam pelaksanaanya.
Pasca amandemen UUD 1945 memang mengarah pada penguatan sistem presidensial,
termasuk dilakukannya pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Namun demikian,
pergeseran lain juga terjadi, yakni dari heavy di eksekutif menuju legislatif. Dalam banyak
hal, otoritas Presiden dalam hal tertentu bergeser ke DPR. Parlemen menjadi sangat kuat,
dan bahkan seringkali masuk ke ranah kerja eksekutif. Sementara Presiden tidak punya Hak
Veto. Tidak salah kalau dikatakan bahwa sistem pemerintahan memang presidensial tapi
memberikan ruang bagi sistem parlementer. Berbeda dengan sistem parlementer, konteks
koalisi dalam demokrasi presidensial bukanlah dalam rangka membentuk kabinet. Dalam
sistem presidensial, pembentukan kabinet adalah otoritas presiden, walaupun di beberapa
negara membutuhkan konfirmasi parlemen. Koalisi dalam konteks presidensial yang
dikombinasikan sistem multipartai lebih diperlukan untuk mengefektifkan presidensialisme
itu sendiri. Karena itu, persentase dukungan partai politik di parlemen adalah salah satu
cara untuk mengokohkan sistem presidensial Indonesia. Pengalaman Pemilu 1999 dan 2004
yang meloloskan begitu banyak partai yang tergabung dalam banyak fraksi telah membuat
parlemen begitu gaduh. Kinerja legislasi jauh dari mutu yang diharapkan karena banyaknya
kepentingan politik kelompok yang berperan. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya
kenyataan bahwa partai pendukung pemerintah tidak mampu menggalang dukungan
mayoritas di parlemen. Akibatnya, stabilitas politik menjadi rendah dan berdampak pada
tidak optimalnya pemerintah dalam merealisasikan program-programnya. Oleh karenanya,
koalisi pilpres dan di parlemen nanti diharapkan dapat meminimalkan risiko “gangguan
parlemen” terhadap presiden terpilih dalam menjalankan pemerintahannya. Dengan
demikian koalisi adalah rekayasa institusional untuk mengurangi distorsi kombinasi
presidensial dan multipartai di satu pihak, dan dalam rangka efektivitas mengokohkan
sistem presidensialisme di pihak lain (Syamsudin Haris, 2008). Selain itu koalisi yang
dibangun di parlemen dilakukan untuk memperkokoh dan menopang efektifitas kerja
kabinet, serta untuk menjamin dukungan mayoritas di parlemen secara permanen,
setidaknya untuk 5 tahun.
6. Demokrasi Wewenang dan Hubungan Perlengkapan Negara
Dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 dan sila ke-4 Pancasila, dirumuskan bahwa
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
Dengan demikian berarti demokrasi Pancasila merupakan demokrasi deliberatif. Macam-
macam demokrasi pemerintahan yang dianut oleh berbagi bangsa di dunia adalah demokrasi
parlementer, demokrasi dengan pemisahan kekuasaan dan demokrasi melalui referendum.
Demokrasi Parlementer itu sendiri adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan
badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh
seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan
diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai
kepala negara.
Tiga prinsip utama demokrasi;
1. prinsip deliberasi, artinya sebelum mengambil keputusan perlu melakukan pertimbangan
yang mendalam dengan semua pihak yang terkait.
2. prinsip reasonableness, artinya dalam melakukan pertimbangan bersama hendaknya ada
kesediaan untuk memahami pihak lain, dan argumentasi yang dilontarkan dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional.
3. prinsip kebebasan dan kesetaraan kedudukan, artinya semua pihak yang terkait memiliki
peluang yang sama dan memiliki kebebasan dalam menyampaikan pikiran, pertimbangan,
dan gagasannya secara terbuka serta kesediaan untuk mendengarkan.
Demokrasi yang deliberatif diperlukan untuk menyatukan berbagai kepentingan yang timbul
dalam masyarakat Indonesia yang heterogen. Jadi setiap kebijakan publik hendaknya lahir
dari musyawarah bukan dipaksakan. Deliberasi dilakukan untuk mencapai resolusi atas
terjadinya konflik kepentingan. Maka diperlukan suatu proses yang fair demi memperoleh
dukungan mayoritas atas sebuah kebijakan publik demi suatu ketertiban sosial dan
stabilitas nasional.
• Bidang ekonomi
Demokrasi Pancasila menuntut rakyat menjadi subjek dalam pembangunan
ekonomi.Pemerintah memberikan peluang bagi terwujudnya hak-hak ekonomi rakyat dengan
menjamin tegaknya prinsip keadilan sosial sehingga segala bentuk hegemonikekayaan alam
atau sumber-sumber ekonomi harus ditolak agar semua rakyat memiliki kesempatan yang
sama dalam penggunaan kekayaan negara. Dalam implikasi pernah diwujudkan dalam
Program ekonomi banteng tahun 1950, Sumitro plan tahun 1951, Rencana lima tahun
pertama tahun 1955 s.d. tahun 1960, Rencana delapan tahun dan terakhir dalam Repelita
kesemuanya malah menyuburkan korupsidan merusaknya sarana produksi. Hal ini
ditujukan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan pasal 33 UUD
1945 dan sila ke-5 Pancasila. Maka secara kongkrit, rakyat berperan melalui wakil-wakil
rakyat di parlemen dalam menentukan kebijakan ekonomi.
• Bidang kebudayaan nasional
Demokrasi Pancasila menjamin adanya fasilitasi dari pihak pemerintah agar keunikan dan
kemajemukan budaya Indonesia dapat tetap dipertahankan dan ditumbuhkembangkan
sehingga kekayaan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat terpelihara dengan baik.
Terdapat penolakan terhadap uniformitas budaya dan pemerintah menciptakan peluang bagi
berkembangnya budaya lokal sehingga identitas suatu komunitas mendapat pengakuan dan
penghargaan.
7. Rule Of Low
Latar belakang kelahiran Rule of law sendiri adalah diawali oleh adanya gagasan untuk
melakukan pembatasan kekuasaan pemerintahan negara. Pemikiran kedua adalah sarana
yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional pada Negara tersebut
dan pemikiran ketiga adalah perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitusional yaitu adalah
konsepsi negara hukum.
Rule of law sendiri adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke 19, seiring degan
negara konstitusi dan demokrasi. Jika ditarik kesimpulan Rule of law adalah konsep tentang
common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun
diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law bukan rule by the
man.
Unsur – unsur rule of law menurut A.V. Dicey terdiri atas :
- Supremasi aturan-aturan hukum.
- Kedudukan yang sama di muka hukum (dalam menghadapi peradilan)
- Terjaminnya hak-hak asasi manusia yang telah diatur oleh undang-undang.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut rule of
law adalah:
1) Adanya perlindungan konstitusional.
2) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3) Pemilihan umum yang bebas.
4) Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5) Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
6) Pendidikan kewarganegaraan.
Ada tidaknya rule of law pada suatu negara ditentukan oleh keadaan yang ada pada suatu
Negara tersebut, apakah rakyat mendapatkan keadilan yang sama di depan lembaga
peradilan, dalam arti perlakuan adil, baik sesama warga negara maupun pemerintah. Adalah
Friedman pada tahun 1959 membedakan rule of law menjadi dua yaitu:
Pertama, pengertian secara formal (in the formal sence) diartikan sebagai kekuasaan umum
yang terorganisasi (organized public power), misalnya negara.
Kedua, secara hakiki/materiil (ideological sense), lebih menekankan pada cara penegakannya
karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk. Rule of lawterkait erat dengan
keadilan sehingga harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat.
Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat
dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak,
tidak personal dan otonom.
A. Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945:
1. bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan.
2. kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur
3. untuk memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
4. disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia.
5. kemanusiaan yang adil dan beradab
6. serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
B. Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal:
1. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggaraakan
peradilan guna menegakan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1)
3. Segala warga Negara bersamaan kedudukanya didalam hokum dan pemerintahan, serta
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1)
4. Dalam Bab X A Tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum (pasal 28 D ayat 1), dan
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).
C. Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) erat kaitannya dengan
penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum (the enforcement of the rules of
law) dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam penegakan hukum dan
implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan hasil
kajian, menunjukan keberhasilan “the enforcement of the rules of law” bergantung pada
kepribadian nasional setiap bangsa itu sendiri (Sunarjati Hartono: 1982). Hal ini didukung
kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis
yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Karena bersifat legalisme maka
mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan pembuatan sistem peraturan
dan prosedur yang sengaja bersufat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait rule of law telah banyak
berhasil di Negara ini akan tetapi implementasinya belum mencapai hasil yang optimal,
sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan
dimasyarakat.
D. Pelaksanaan dan Pengembangan Rule of Law
Agar pelaksanaan rule of law bias berjalan dengan yang diharapkan, maka keberhasilan “the
enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang
bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap bangsa.Rule of law yang merupakan
intitusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan tentang
hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakan secara adil juga
memihak pada keadilan. Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo:
2004), yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau
keperluan lain. Asumsi dasar hukum progresif bahwa ”hukum adalah untuk manusia”,
bukan sebaliknya. Hukum progresif memuat kandungan moral yang kuat.
Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia (Masyarakat Transparansi
Internasional: 2005).
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain:
- Kasus korupsi KPU dan KPUD.
- Kasus illegal logging.
- Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA).
- Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika.
- Kasus perdagangan wanita dan anak.
Rule of law sangat diperlukan untuk Negara seperti Indonesia karena akan mewujudkan
keadilan. Tetapi harus mengacu pada orang yang ada di dalamnya yaitu orang-orang yang
jujur tidak memihak dan hanya memikirkan keadilan tidak terkotori hal yang buruk. Ada
tidaknya rule of law pada suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyat
menikmati keadilan, dalam arti perlakuan adil, baik sesame warga Negara maupun
pemerintah. Sebagai warga negara kita haruslah menjunjung tinggi hukum dan kaidah-
kaidahnya agar terselenggara keamanan, ketentraman, dan kenyamanan. Pelajari Undang-
Undang 1945 beserta nilai-nilainya dan jalankan apa yang jadi tuntutanya agar tercipta
kehidupan yang stabil. Dalam suatu penegakan hukum disuatu Negara maka seluruh aspek
kehidupan harus dapat merasakannya dan diharapkan semua aspek tersebut mentaati
hukum, maka akan terjadilah pemerintahan dan kehidupan Negara yang harmonis, selaras
dengan keadaan dan sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu kemakmuran Bangsa.

Rating: 0.0/10 (0 votes cast)


Rating: 0 (from 0 votes)
Popularity: 1% [?]
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/06/demokrasi-bangsa/

Kepahlawanan Imam Bonjol Dan Tambusai Digugat


Demikian tercermin dalam paparan seorang ahli sejarah Mandailing, Basyral Hadi Harahap
dalam seminar dengan tema Holong Mangalap Holong, Prinsip Dakwah Masyarakat
Mandailing, di kampus Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Medan
pada hari Kamis tanggal 17 November 2007. WASPADA Online

Oleh H. Kosky Zakaria

Demikian tercermin dalam paparan seorang ahli sejarah Mandailing, Basyral Hadi Harahap
dalam seminar dengan tema Holong Mangalap Holong, Prinsip Dakwah Masyarakat
Mandailing, di kampus Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Medan
pada hari Kamis tanggal 17 November 2007. Saya terperangah mendengarkan pernyataan
ahli sejarah Mandailing ini, pengangkatan Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai
sebagai Pahlawan Nasional dipertanyakan. Bagi orang Minang para pahlawan Perang Paderi
adalah tokoh Minang jua yang perlu dihormati dan disanjung sebagai orang-orang yang telah
berjuang melawan penjajahan Belanda.

Bermula, seorang pemuka masyarakat Mandailing, Pandapotan Nasution, SH sebagai


narasumber pada seminar itu di atas menanggapi paparan Basyral Hadi yang bersumber dari
bukunya, Greget Tuanko Rao. Bagi saya, sebagai salah seorang peserta seminar, yang
menarik ialah apa yang dikemukakan Basyral Hadi dalam bukunya itu di atas, khususnya
menyangkut Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai sebagai Pahlawan Nasional, tulisan
mana ditanggapi oleh Pandapotan Nasution.

Jiwa Kepahlawanan
Basyral menulis dalam bukunya, sebagaimana dapat dibaca pada halaman 106 di bawah
judul: 'Kita Bertanya'. Basyral menulis: Kita juga bertanyatanya tentang apakah ada
patriotisme pada diri Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai? Pertanyaan ini timbul dari
kenyataan, dua petinggi Paderi itu telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat Republik
Indonesia sebagai Pahlawan Nasional. Kita bertanya di manakah jiwa kepahlawanan seorang
yang telah banyak membunuh, menculik kaum perempuan untuk dijual sebagai budak atau
dijadikan gundik di kalangan bangsa sendiri? Kita bertanya, apakah seseorang yang
menginjak-injak harkat dan martabat bangsa sendiri pantas menjadi pahlawan? Pandapotan
Nasution berpendapat, tidaklah dapat diyakini Paderi melakukan tindakan teror karena
mereka adalah penganut agama Islam. Islam adalah agama yang membawa kedamaian,
mungkinkah mereka melakukan perbuatan sekeji itu? Bisa jadi, menurut Pandapotan,
bahwa tuduhan itu dibenarkan oleh Basyral karena leluhurnya adalah korban kekejaman
Tuanku Tambusai.

Demikian pula halnya dengan Tuanku Imam Bonjol, sebagaimana pernah diketahui oleh
Pandapotan dan juga disebutkan dalam buku-buku sejarah, Imam Bonjol bukan menyerah
tetapi ditipu oleh Belanda dengan dalih diajak berunding, lalu kemudian ditangkap. Lebih
lanjut Pandapotan mengemukakan, Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai haruslah
ditinjau menurut perspektif zamannya. Waktu itu belum ada nasionalisme. Belum ada
bangsa Indonesia, yang ada waktu itu, adalah bangsa Minangkabau, bangsa Mandailing,
bangsa Jawa, bangsa Aceh, dan sebagainya. Kita pun bukan warganegara, tapi Bumi Putera
(Inlander). Penduduk jajahan Belanda ini terbagi atas tiga golongan, yaitu Eropa, Timur
Asing, dan Inlander atau Bumi Putera. Bangsa di sini dalam pengertian etnis, bukan nation.
Karena itu, kata Pandapotan, 'kita tidak perlu mempertanyakan kepahlawanan Imam Bonjol
dan Tambusai. Mereka sudah diakui sebagai Pahlawan Nasional. Sebagai salah seorang yang
berasal dari Minang, saya terusik juga apa yang dikemukakan Basyral Hadi dalam bukunya,
Greget Tuanku Rao. Saya mengemukakan, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Tambusai, dan
para pahlawan Perang Paderi lainnya, adalah pahlawan Minangkabau sebagaimana dapat
dibaca dalam buku-buku pelajaran sejarah semenjak saya bersekolah di Sekolah Rakyat
(sekarang Sekolah Dasar). Dalam bukunya, Basyral Hadi bertanya apakah ada patriotisme
pada diri Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai?

Buktikan
Walaupun saya hadir di seminar itu dan tidak memiliki buku Greget Tuanku Rao dan waktu
yang tersedia sedikit saja, saya ingin mendalami lebih lanjut sekitar Tuanku Imam Bonjol
dan Tuanku Tambusai, sebagaimana diulas Pandapotan Nasution (lihat kutipan tulisan
miring). Perlu ditanyakan Basyral Hadi apakah ada patriotisme pada diri Tuanku Imam
Bonjol dan Tuanku Tambusai. Saya ungkapkan di sini (mudah-mudahan dibaca oleh
Basyral), sikap patriotisme Imam Bonjol dan Tambusai, jangan dilihat sebagai akibat dari
gelar Pahlawan Nasional dari Pemeritah. Lihatlah patriotisme ini sebagai landasan berpijak
Imam Bonjol dan Tambusai serta para pejuang Perang Paderi yang memperlihatkan sikap
kecintaan membela tanah air mereka (kebetulan mereka berada di wilayah Minangkabau dan
sebagian wilayah Mandailing) berdasarkan sikap seorang Islam sejati. Para pejuang Paderi
tidak ingin Belanda memperbudak kaum 'inlander' terutama di Minangkabau dan di
Mandailing.

Seandainya Basyral mempertanyakan 'patriotisme' Imam Bonjol dan Tambusai, saya


bertanya pula, 'mengapa sekarang, kenapa tidak dulu-dulu sewaktu penulis buku ini
menemukan bukti-bukti sahih tentang kepatriotismean Imam Bonjol dan Tambusai?' Kenapa
pertanyaan 'patriotisme' tidak ditujukan kepada panitia pemberian gelar-gelar kepahlawanan,
kepada Pemerintah RI? Buktikan alasannya. Kalau respons Pemerintah RI tidak ada,
mengapa Bung Basyral tidak membeberkan melalui media massa, agar semua orang tahu
bahwa mungkin saja menurut pendapat Bung Basyral, Imam Bonjol dan Tambusai 'tidak
pantas' diberi gelar Pahlawan Nasional. Kalau ingin meluruskan sejarah, sekaranglah
saatnya Bung Basyral tampil ke depan, siapa tahu Bung Basyral akan diangkat pula sebagai
'Pahlawan Pelurusan Sejarah Bangsa Indonesia'.

Akhirnya, sebagaimana disampaikan oleh Basyral Hadi Harahap di seminar di atas, Tuanku
Imam Bonjol bukan ditipu kemudian ditangkap Belanda, tetapi direkayasa seolah-olah Imam
Bonjol ditangkap kemudian diasingkan atau dibuang ke Manado, Sulawesi Utara. Imam
Bonjol telah melakukan pembicaraan rahasia dengan Belanda melalui penghubung. Kalau
memang demikian halnya sebagaimana digambarkan dalam buku Basyral, sudah terjadi
rekayasa bahwa Imam Bonjol 'ditangkap' Belanda, seyogyanyalah bukti-bukti otentik yang
dimiliki oleh Basyral dibuka agar terdapat suatu pelurusan sejarah. Sebagai salah seorang
suku Minang, Imam Bonjol di mata orang Minang adalah pahlawan besar, idola masyarakat,
mencontoh Imam Bonjol bagaimana ia berjuang bersama pasukan Paderi mengusir penjajah
Belanda dan sekaligus juga berjuang di jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Janganlah
hendaknya harkat dan martabat orang Minang runtuh karena ungkapan Basyral yang tidak
mengandung kebenaran. Buktikanlah, Basyral bicara benar.

Para ahli sejarah kiranya perlu menggali kebenaran yang diungkapkan oleh Basyral Hadi
Harahap dalam bukunya itu. Bagi Basyral sendiri, ia harus berani mensosialisasikan
temuan-temuannya yang dituliskannya dalam bukunya, khususnya yang menyangkut
Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Tambusai, bahkan secara umum para pejuang Paderi.
Beranilah bicara di depan media massa agar bangsa ini tidak terjerumus pada ketidakpastian
mengenai kepahlawanan seseorang. Pemerintah perlu mendalami sejarah Perang Paderi
karena para petingginya telah dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Sejarah perlu
diluruskan. Saya bukan ahli sejarah, tetapi merasa terpanggil untuk ikut
mengkomunikasikan sejarah bangsa ini.
Klithih, kata yang masih terdengar asing bagi orang luar Jogja, namun
cukup familier bagi warga kota Gudeg akhir-akhir ini, karena makin
banyak kejadian yang membuat miris dan mengkhawatirkan terutama
bagi orang tua yang punya anak remaja seumuran anak SMP dan SMA.

Sudah beberapa bulan lalu ingin menulis soal klithih ini, namun belum
kesampaian sampai akhirnya harus saya paksakan untuk menulis
semua ini karena anak pertama saya menjadi korban klithih atau apapun
namanya dari beberapa anak sekolah menengah pertama seumurannya
pada hari Senin kemarin (06/10/2014) hingga menyebabkan wajah
bengap dan ada kemungkinan tulang hidung retak, untuk kepastiannya
menunggu tiga hari setelah pengobatan.

Saya yang sedang merantau jauh dari anak hanya bisa berdoa untuk
kesembuhan anak serta mendoakan para pelakunya bertaubat, namun
tetap berharap kasusnya diproses hukum untuk mempertanggungjawab-
kan perbuatan mereka.

Arti Klitih
Walau sudah cukup lama menjadi warga Jogja, namun terus terang saya
baru tahu arti klithih yang sebenarnya. Belum ada keterangan baku soal
kata klithih, namun secara singkat bisa saya terangkan, ini semacam gang,
tim atau grup pengganti tawuran, biasanya berputar keliling mencari
mangsa dijalan-jalan dengan mengendarai sepeda motor.

Sasarannya anak sekolah yang jadi musuh, walau kini berkembang ke siapa
saja yang lagi apes menjadi sasaran anarki para remaja ini. Dari pemukulan
hingga kekerasan menggunakan benda tumpul sampai senjata tajam. Mereka
melakukan aksinya pada jam bubaran sekolah sampai sore hari, dan yang
bikin miris serta meresahkan masyarakat, sekarang banyak pula yang operasi
dini hari hingga pagi.

Korbannya dinamakan klithih, sedangkan pelaku atau perbuatannya


disebut ngelithih. Persentase remaja ngelitih ini di Jogja mungkin tidak
terlalu besar, namun sangat meresahkan para masyarakat. Selalu membawa
korban luka hingga ada yang hilang nyawanya.

Sudah banyak keluhan dimasyarakat yang disampaikan langsung ke aparat


keamanan atau lewat media sosial soal klithih ngelithih ini, namun masih juga
banyak korban yang timbul akibat ulah anarki remaja ngelithih. Perlu ada
usaha lebih keras lagi dari aparat kepolisian dan tentunya peran serta warga
masyarakat agar terjaga keamanannya karena jika dibiarkan berlarut-larut
bisa berkembang kriminal yang lebih parah seperti perampokan atau
pembunuhan, karena ngelithih sekarang tidak cukup hanya membuat babak
belur korban atau berdarah-darah, tapi juga mengambil harta korban.

Kenyamanan warga Jogja benar-benar terusik dengan ulah kriminal para


remaja ini. Bagaimana pak polisi? Monggo yang mau urun rembug agar
dapat solusi mengatasi masalah klitih mengelitih!
SAHABAT KELUARGA – Salah satu perilaku menyimpang remaja yang sedang menjadi tren,
terutama di daerah Yogyakarta, adalah klitih, yaitu salah satu bentuk perilaku anarkisme
remaja. Klitih identik dengan segerombolan para remaja yang ingin melukai atau
melumpuhkan lawannya dengan kekerasan. Ironisnya klitih juga sering kali melukai
lawannya dengan benda-benda tajam seperti: pisau, gir, dan pedang samurai, Dari kasus
terakhir, perilaku anarkisme klitih ini telah memakan korban jiwa. Sekalipun perilaku
menyimpang remaja ini baru marak terjadi di Yogyakarta, tetapi jika dibiarkan tidak
menutup kemungkinan akan merebak ke daerah lain. Untuk itu, tindakan preventif harus
kita lakukan agar remaja-remaja kita, terutama yang masih duduk di bangku Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas tidak melakukan tindakan anarkisme
klithih. Dari beberapa analisis yang dilakukan media massa, terutama dari pengakuan
peluka, tindakan klitih dilakukan oleh remaja yang berlatar belakang keluarga yang
mengalami kegagalan, terutama keluarga yang broken home [Kedaulatan Rakyat, 15 Maret
2017, hlm.1]. Remaja-remaja tersebut melakukan tindakan ini untuk pencarian jadi diri
dengan cara ikut-ikutan yang mudah dipengaruhi oleh kakak kelas atau alumnus yang telah
melakukan tindakan klithih ini. Untuk itu, dengan adanya fenomena tersebut, kita sebagai
orang tua harus mulai memperhatikan pendidikan keluarga dengan sebaik-baiknya. Kita
tentu saja tidak ingin remaja kita menjadi pelaku atau korban atas tindakan tersebut. Di
sinilah kita perlu melakukan tindakan preventif dalam mengatasi persoalan fenomena klithih
dengan melakukan empat hal di bawah ini dalam ruang pendidikan keluarga. Pertama,
memberikan kasih sayang dan perhatian pada anak remaja kita. Ya, kita sudah tahu bahwa
fakta di balik maraknya tindakan anarkisme klithih itu adalah kurangnya perhatian orang
tua. Untuk itu, perhatian dan kasih sayang orang tua akan menjadi kontrol Kedua, mencoba
mengetahui seluruh kegiatan remaja di luar. Mengetahui seluruh kegiatan remaja menjadi
hal penting, tetapi jangan dilakukan dengan cara-cara seperti detektif, selalu bertanya
dengan penyelidikan. Ini akan membuat remaja jengah dan tidak suka diawasi. Kita cukup
dengan bertanya, “Mau ada kegiatan apa?” dan “Sampai jam berapa?”. Ini bisa menciptakan
kontrol bagi remaja dalam membentengi diri. Dengan diketahui kegiatannya oleh orang tua,
remaja akan merasa bersalah jika berbohong dan tidak menepati janji. Ini kontrol personal
yang efektif dari anak. Ketiga, bekerja sama dan berkomunikasi baik dengan sekolah.
Kebanyakan kasus tindakan anarkisme klithih ini dilakukan oleh sekelompok teman-teman
di sekolah. Di sini sekolah memiliki peran dan kontrol penting. Untuk itu, orang tua harus
aktif membangun kerja sama dan komunikasi yang baik. Setidaknya, orang tua berhubungan
aktif dengan wali kelas dalam mengikuti perkembangan pergaulan remaja dan sikap-
sikapnya di sekolah. Jika terjadi perilaku yang mencurigakan, orang tua dan sekolah bisa
melakukan tindakan preventif. Keempat, memberikan tugas dan tanggung jawab pada remaja
dengan kegiatan bermanfaat. Memberikan tanggung jawab melalui kegiatan yang sesuai
dengan minat remaja akan membuat remaja lupa dengan kegiatan yang tidak bermanfaat,
yang berkecenderungan membuat remaja mudah dipenaruhi oleh teman-teman yang
menghasut untuk melakukan tindakan anarkisme klitih. Remaja akan senang dan berfokus
dengan kegiatan yang bermanfaat, yang menjadi hobinya. (Heru Kurniawan, pengajar
Pendidikan Anak Usia Dini di Institut Agama Islam Negeri Purwokerto).
Sumber:
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=3970

Anda mungkin juga menyukai