PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang
secara Filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Maka dari itu setiap
bangsa didunia ini memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri
serta karakter bangsa tersebut.
Berdasarkan hakikat pengertian identitas nasional yang dijelaskan di atas maka dapat
disumpulkan identitas nasionalsuatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri
suatu bangsa atau lebih popular disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.Secara mendalam
pengertian identitas nasional yaitu Identitas berasal dari bahasa Inggris 1identity
," yang berarti ciri, tanda, atau jati diri, yang melekat pada seseorang, kelompok, atau
sesuatu, yang membedakannyadengan yang lain.
Nasional yaitu merujuk pada konsep kebangsaan. Jadi, identitas nasional adalah ciri, tanda,
atau jatidiri bangsa yang berbeda dengan bangsa lain.
Identitas nasional lebih merujuk pada identitas bangsa dalam pengertian politik (
po litical unity di antaranya adalah adanya Ideology Pancasila sebagai dasar Filsafat,
pandangan hidup, kepribadian,dan dasar negara.). Identitas nasional Indonesia yang
membedakannya dengan bangsa-bangsa lain salah satu dalam pembentukan
Identitas+asional factor menjadi salah satu penting dalam terciptanya Identitas +asional.
Berikut merupakan factor-faktor yang membentuk Identitas nasional menurut Srijanti
, yaitu golongan sosial yang khusus dan bersifat askriptif
(ada sejak lahir) yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Indonesia
dikenal sebagai bangsa yang terdiri dari banyak suku bangsa dan setiap suku bangsa
mempunyai adat-istiadat, tata kelakuan, dan norma yang berbeda-beda, akan tetapi
trintegrasi dalam suatu negara Indonesia.
Kebudayaan
, yang menurut ilmu sosiologi termasuk di dalamnya adalah ilmu pengetahuan, teknologi,
bahasa, kesenian, mata pencarian, peralatan/perkakas, kesenian,sistem kepercayaan, adat-
istiadat, dll. Kebudayaan sebagai parameteridentitas nasional harus yang merupakan milik
bersama (bukan individu/pribadi).
Bahasa
, yang merupakan kesitimewaan manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa
memiliki simbol yang menjadikan suatu perkataan mampu melambangkan arti apa pun.
Kondisi geografis,
yang menunjukkan lokasi negara dalam kerangka ruang, tempat, dan waktu,
sehingga menjadi jelas batas-batas wilayah di suatu negara dalam muka bumi ini.
a. sejarah karena kemerdekaan diraih atas bebagai peristiwa yang bersejarah yang mana
para pejuang berhasil mengusir para penjajah.
b. suku bangsa.karena merupakan kemajemukan bagi bangsa indonesia yng dilihat dari
suku bangsa dan berbagai macam suku dan budaya.
c. agama. karena kemajemukan tadi bangsa indonesia merupakan suatu anugrah dari allah
swt sehingga bangsa indonesia menjadi bangsa indonesia yang beragama dan mempunyai
kebebasan ber agama bagi seluruh rakyat indonesia.
d. bahasa.karena satu identitas nasional indonesia yang penting adalah bahasa sekalipun
banyak ribuan bahasa.
Tidak pernah suatu bangsa hidup terpisah dari akar tradisinya sebagai suatu bangsa yang
hidup.karena negara akan bisa baik apabila suatu bangsa menjunjung tinggi nila-nilai
kebijaksanaan dari bangsa kita sendiri.misalnya pancasila adalah capaian demokrasi paling
penting yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa kita.pancasila selayaknya dittempatkan
secara terhormat karena dalam khasanah kehidupan bangsa dan negara indonesia.oleh
sebab itu pancasila tidak bisa tergantikan oleh pandangan-pandangan sektarian mana pun
yang mana ingin menghancurkan negara bangsa indonesia.
Contoh dari indentitas nasional sendiri yaitu terbentuknya suatu negara, misalkan negara
Indonesia yang telah menjadi negara kepulauan dan telah merdeka pada tahun 1945
memiliki sejarah yang bertujuan agar Indonesia bisa merdeka dari penjajahan. Selain itu
Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya Berbeda-beda tetapi satu
jua.
Berawal dari amanah Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945, tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, adalah:
• Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
• Memajukan kesejahteraan umum
• Mencerdaskan kehidupan bangsa
• Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
Tujuan negara ini sungguh mulia, melalui pendiri bangsa (founding fathers) bertekad agar
penerus bangsa memperoleh kesejahteraan atau tidak miskin, aman atau tidak berpecah-
belah, dihargai bangsa lain atau tidak dijajah, serta madani atau berperadaban.
Mari kita mundur mencermati sejarah. Dimulai dari era proklamasi, bicara pembangunan
untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa belum dapat
sepenuhnya dilakukan. Ada hikmah di periode ini, yaitu bangsa Indonesia berhasil
menerapkan semangat persatuan Indonesia sebagai landasan perjuangan. Pada periode
pasca pengakuan kedaulatan, bangsa Indonesia mengalami masalah politik pecah-belah
(devide et impera) yang dilakukan oleh kaki tangan bekas kolonial Belanda.
Sejak tahun 1950 hingga 1959 bangsa Indonesia mengisi kemerdekaaan dengan
pembangunan kebangsaan dan semangat nasionalisme. Di masa ini perekonomian, masih
diwarnai oleh kegiatan ekonomi tradisional dan sangat tergantung dengan aktivitas
pertanian. Pembangunan belum dapat berjalan dengan komprehensif, karena pemerintahan
yang silih berganti. Hikmah yang menonjol di periode ini adalah bangsa Indonesia belajar
memahami nilai-nilai demokrasi dan persatuan.
Periode 1960-1966, pembangunan diwarnai oleh perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia
di kawasan Asia dan Afrika. Peranan bangsa disegani dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain
di dunia. Sayangnya, potensi itu belum membawa manfaat secara optimal bagi peningkatan
kesejahteraan umum. Hikmah di periode ini adalah ujian mempertahankan persatuan
Indonesia khususnya dan mempertahankan Pancasila umumnya.
Indonesia melaksanakan pembangunan dalam arti yang sesungguhnya sejak tahun 1969
hingga 1997—sepanjang 28 tahun. Pembangunan secara umum diarahkan guna
meningkatkan kesinambungan pembangunan. Pembangunan demikian diarahkan untuk
memupuskan kesenjanjangan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Arah pembangunan
ini membuahkan hasil yang cukup baik pada sisi pertumbuhan ekonomi, yang didorong oleh
sisi konsumsi dan perdagangan luar negeri. Namun, pada sisi distribusi/pemerataan,
ternyata belum berjalan dengan baik, sehingga kesenjangan sosial ekonomi masih bisa
dijumpai pada beberapa faktor. Oleh karena itu, kesejahteraan umum pun masih belum
sepenuhnya tercapai.
Sementara itu, kesinambungan pembangunan pun tidak dapat terpenuhi, sehingga Indonesia
tidak mempunyai fondasi yang kokoh dalam menjaga tujuan bernegara. Akibatnya, di periode
ini mengalami goncangan moneter di pertengahan tahun 1997, dan dijuluki periode
ketidakmampuan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan internal.
Tantangan itu berupa kesenjangan sosial ekonomi dan ketidakadilan yang kronis,
ketidakmampuan dalam mengelola perkembangan arus globalisasi dan implikasinya
terhadap kondisi makro di dalam negeri. Hikmah utama periode ini adalah sistem
pemerintahan yang ditopang oleh persatuan Indonesia, memperkukuh penyelenggaraan
pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan negara.
Lima tahun setelah periode ini, yaitu tahun 1998 – 2004, bangsa Indonesia menghadapi
tantangan pembangunan warisan periode sebelumnya: kesenjangan dan ketidakadilan.
Kondisi kesenjangan masih ditemukan di sektor sosial ekonomi secara bersamaan.
Kesenjangan ini memicu suramnya kesejahteraan rakyat, diperparah dengan administrasi
negara yang mengalami ketidakefisienan dalam mengelola pembangunan dan pelayanan
publik. Dunia usaha kehilangan kesempatan untuk mengelola potensi usaha. Masyarakat
kehilangan inisiatif dan kreativitas untuk menjadi pemeran utama pembangunan.
Ketidakadilan ditandai oleh adanya standar yang berbeda bagi sejumlah kelompok warga
negara dalam pembangunan, penegakan hukum dan peran politik turut memberikan
kontribusi memburuknya kesejahteraan bangsa. Akibat yang mendalam adalah potensi dan
kekuatan bangsa Indonesia tidak mampu bersinergi secara baik.
Periode 2004 hingga sekarang, Negara Indonesia, dengan sistem politik yang semakin
demokratis, diharapkan mampu menyaring pemimpin-pemimpin yang berkualitas dan
memiliki integritas, moral tinggi, cerdas, sehat, terbuka, luwes, bertanggung jawab, dan loyal
dalam pengabdiannya kepada bangsa.
Sistem politik yang demokratis dituangkan dalam konstitusi, termasuk pemilihan
kepemimpinan secara Nasional, regional maupun lokal, yang telah menitikberatkan rakyat
sebagai pemegang kedaulatan. Dengan cara ini diharapkan akan melahirkan pemimpin
dengan misi membangun bangsa yang kuat dan modern dan bermartabat.
Sejarah panjang bangsa ini dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
penuh dengan tantangan dan hambatan serta pengorbanan. Tantangan itu bisa muncul dari
luar, yaitu upaya-upaya pihak asing melakukan intervensinya terhadap independensi
Indonesia maupun melakukan penjajahan ala modernisasi dengan maksud setidak-tidaknya,
mengalami ketergantungan kepada mereka (negara luar).
Lain lagi strategi pengrusakan tradisi dan budaya bangsa. Paham modernisasi yang
berlebihan, kapitalis dan liberal yang ditanamkan dan disebarluaskan kepada kita, sehingga
meruntuhkan pemikiran/paradigma kapital sosial. Begitu juga dari dalam, terjadi konflik
horizontal dengan isu perbedaan pendapat dan SARA.
Aksi teroris yang mengatasnamakan sebuah misi penyelamatan dan penegakan kebenaran,
yang menurut pandangan keliru, mencoreng citra bangsa. Praktek penggerogotan aset dan
keuangan negara seolah dilakukan secara estafet. Penyelenggara negara seyogianya sebagai
pelaku membangun bangsa malah menampilkan perilaku buruk dan tidak bermoral kepada
rakyat, semisal perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), suap, hingga praktek asusila
(prostitusi dan skandal perselingkuhan). Ironisnya, ditemukan aktor intelektual yang
bermain di belakang layar, sebagai penyandang dana, pengatur rencana sampai kepada
instruktur eksekusi dalam misi kejahatan yang melawan hukum merusak aset negara,
hingga pada upaya menghilangkan nyawa orang lain.
Uraian di atas menunjukkan begitu kompleksnya masalah bangsa ini. Setiap bidang
mengalami problem, yang beresiko terhadap kemajuan NKRI. Persoalan yang ada
menunjukkan keterlibatan semua pihak sebagai pelaku masalah, baik itu penyelenggara
pemerintah, pihak swasta—yang tidak peduli, dan masyarakat yang juga turut
terkontaminasi suasana kurang sehat tersebut.
Meski kompleks, bukan berarti kita biarkan tanpa upaya perubahan. Upaya perubahan
bangsa harus dilakukan dan menjadi harga mati, tentu dengan cara menggerakkan kekuatan
bangsa Indonesia melalui:
1. Mendidik bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mampu mengamalkan norma-norma
agama dalam setiap segi kehidupan
2. Menjadikan bangsa Indonesia mempunyai nilai lebih serta menciptakan manusia
Indonesia yang unggul dalam rangka memacu pemberdayaan masyarakat
3. Mendorong penciptaan sistem kelembagaan ekonomi, sistem kelembagaan politik, serta
pemerintahan yang bersih yang didukung oleh penegakan hukum yang berkeadilan dan
beradab
4. Mengembangkan kapasitas ekonomi bangsa dan menyelenggarakan upaya
penanggulangan kemiskinan.
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/1747413-identitas-nasional-
indonesia/#ixzz1upjRD3lM
Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor, yaitu:
1) semakin menonjolnya sikap individualistis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi di
atas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan asas gotong-royong; serta
2) semakin menonjolnya sikap materialistis, yang berarti harkat dan martabat kemanusiaan
hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini
bisa berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi. Apabila hal
ini terjadi, berarti etika dan moral telah dikesampingkan.
Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap nilai-nilai
asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung, akan berakibat
lebih sering ketika pada puncaknya masyarakat tidak bangga lagi pada bangsa dan
negaranya.
Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah
ada di dalam masyarakat. Jika semua ini tidak dapat dibendung, akan mengganggu
ketahanan di segala aspek kehidupan, bahkan akan mengarah pada kredibilitas sebuah
ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut, harus diupayakan
suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga, yaitu dengan cara
membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep
Identitas Nasional.
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan
negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya
kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut,
antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundring), peredaran
dokumen keimigrasian palsu, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh
terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi. Hal ini ditunjukkan
dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga sangat
merusak kepribadian dan moral bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Jika hal
tersebut tidak dapat dibendung, akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di segala
aspek kehidupan, bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai Identitas Nasional.
Identitas Nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang
dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu kesatuan
Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka Tunggal
Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya.
Unsur-unsur pembentuk Identitas Nasional adalah Suku bangsa, Agama, Kebudayaan, dan
bahasa.
DEMOKRASI
1. Pengertian Demokrasi Secara Bahasa dan Lisan
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya
berasal dari rakyat, baik secara langsung atau melalui perwakilan. Istilah demokrasi berasal
dari bahasa Yunani δημοκρατία –(dēmokratía) Kekuasaan Rakyat, yang dibentuk dari kata
δῆμος (dêmos) Rakyat dan κράτος (Kratos) yang artinya adalah Kekuasaan. Menyusul adanya
revolusi rakyat pada tahun 508 SM Pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota
Yunani Kuno (Athena) terbentuklah suatu sistem yang merujuk kepada manajemen
kekuasaan yang di kenal sebagai Demokrasi. Meskipun tidak ada definisi, khusus diterima
secara universal, arti demokrasi adalah kesetaraan, kebebasan memiliki dan memilih. Prinsip
nya adalah demokrasi tercermin dalam semua warga negara tanpa terkecuali, adalah sama di
depan hukum dan memiliki akses yang sama pula terhadap kekuasaan. Tidak ada
pembatasan dapat diterapkan kepada siapapun yang ingin menjadi perwakilan, dan
kebebasan warganya dijamin oleh hak dilegitimasi dan kebebasan yang pada umumnya
dilindungi oleh konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut.
Berbicara mengenai demokrasi adalah memperbicara tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya
pengelolaan kekuasaan secara beradab. Sekali lagi Demokrasi sendiri ialahsistem manajemen
kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai
martabat dan derajat hidup manusia serta memahami secara benarhak-hak yang kita miliki,
menjaga hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha
melanggar hak-hak itu, dan di dalam sistem politik yang demokratis warga negara
mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di
dunia publik. Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di
Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang
berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan maksud adalah membentuk
masyarakat sosialis. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia adalah
berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan almarhum Moh.
Hatta bahwa,”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai
bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu
setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama, ini
tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam
pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusan Prijono
Tjiptoherijanto dan Yomiko M. Prijono, 1983 hal 17-19. Dari gambaran di atas, kami rasa hal
ini pula yang menginspirasi Demokrasi Pancasila yang selalu menjadi acuan negara kita
dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang
dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila yang tidak mungkin terlepas dari
rasa kekeluargaan. Akan tetapi yang menjadi pandangan kita sekarang. Mengapa negara ini
seperti mengalami sebuah kesulitan besar dalam melahirkan demokrasi. Banyak para ahli
berpendapat bahwa demokrasi pancasila itu merupakan salah satu demokrasi yang mampu
menjawab tantangan jaman karena semua kehidupan berkaitan erat dengan nilai luhur
Pancasila. Dalam hal ini kita ambil saja salah satu ahli Nasional Prof. Dardji Darmodihardjo,
S.H. beliau mempunyai Pandangan bahwa demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi
yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang terwujudnya
seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945. Hal lagi dengan Prof. dr. Drs.
Notonegoro,S.H. mengatakan demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang
berke-Tuhan-nan Yang Maha Esa, yang Berkepribadian Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
yang mempersatukan Indonesia dan yang berkedaulatan seluruh rakyat.
2. Aspek Demokrasi
Menurut Samuel Huntington sistem politik demokrasi dapat dibedakan dari system politik
demokrasi dan non demokrasi. Sistem politik demokrasi didasarkan pada nilai, prinsip,
prosedur dan kelembagaan yang demokratis. Sistem ini mampu menjamin hak kebebasan
warganegara, membatasi kekuasaan pemerintah dan mem-berikan keadilan. Indonesia sejak
awal berdiri sudah menjadikan demokrasi sebagai pilihan sistem politik. Negara Indonesia
sebagai negara demokrasi terdapat pada pembukaan UUD 45 alinea ke 4 dan Ps 1 ayat (2)
UUD 45 (sebelum di amandemen), kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ps 1 ayat (2) setelah diamandemen
berubah menjadi “kedaulatan berada dita-ngan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
Perubahan ini menghi-langkan kata “dilaksanakan sepenuhnya” menjadi dilaksanakan
menu-rut UUD. Apapun perubahannya ini membuktikan sejak berdirinya negara Indonesia
telah menganut demokrasi.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat di simpulkan bahwa setiap Negara yang demokrasi
memiliki kecendrungan yang sama dalam hal prinsip-prinsip yang dianut. Beberapa prinsip
demokrasi yang berlaku secara universal, antara lain:
• keterlibatan warga Negara dalam penbuatan keputusan politik
ada dua pendekatan tentang keterlibatan warga Negara yaitu teori elitis dan partisipatori ;
1. Pendekatan elitis adalah pembuatan kebijakan umum namun menuntut adanya kualitas
tanggapan pihak penguasa dan kaum elit, hal ini dapat kita lihat pada demokrasi perwakilan.
2. Pendekatan partisipatori adalah pembuatan kebijakan umum yang menuntut adanya
keterlibatan yang lebih tinggi.
• Persamaan diantara warga Negara
Tingkat persamaan yang ditunjukan biasanya yaitu dibidang; politik, hukum, kesempatan,
ekonomi, sosial dan hak.
• Kebebasan atau kemerdekaan yang diakui dan dipakai oleh warga Negara
• Supremasi Hukum
Penghormatan terhadap hukum harus dikedepankan baik oleh penguasa maupun rakyat,
tidak terdapat kesewenang-wenangan yang biasa dilakukan atas nama hukum, karena itu
pemerintahan harus didasari oleh hukum yang berpihak pada keadilan.
• Pemilu berkala
Pemilihan umum, selain mekanisme sebagai menentukan komposisi pemerintahan secara
periodik, sesungguhnya merupakan sarana utama bagi partisipasi politik individu yang hidup
dalam masyarakat yang luas, kompleks dan modern.
3. Pilar Demokrasi
Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu, bahwa
(kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR mempunyai tugas pokok, yaitu :
1. Menetapkan UUD
2. Menetapkan GBHN dan
3. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu:
1. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negaralain, seperti
penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden.
2. Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN
3. Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
4. Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya
presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD.
5. Mengubah undang-undang.
Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah
negara tertinggi. Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung
jawab kepada majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-
putusan MPR. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan
gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur
berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,
berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Dalam demokrasi Pancasila, sistem
pengorganisasian Negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus
diselaraskan dengan tanggung jawab sosial. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-
cita demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh
semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas. Adalah
Prinsip. Merupakan kebenaran yang pokok/dasar orang berfikir, bertindak dan lain
sebagainya. Dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi secara umum, terdapat 2
landasan pokok yang menjadi dasar yang merupakan syarat mutlak untuk harus diketahui
oleh setiap orang yang menjadi pemimpin
negara/rakyat/masyarakat/organisasi/partai/keluarga, yaitu;
• Suatu negara itu adalah milik seluruh rakyatnya, jadi bukan milik perorangan atau milik
suatu keluarga/kelompok/golongan/partai, dan bukan pula milik penguasa negara.
• Siapapun yang menjadi pemegang kekuasaan negara, prinsipnya adalah selaku pengurus
rakyat, yaitu harus bisa bersikap dan bertindak adil terhadap seluruh rakyatnya, dan
sekaligus selaku pelayan rakyat, yaitu tidak boleh/bisa bertindak zalim terhadap tuannya,
yakni rakyat.
Adapun prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut;
• Pemerintahan berdasarkan hukum: dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
1. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtstaat)
2. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutism
(kekuasaan tidak terbatas)
3. Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
• Perlindungan terhadap hak asasi manusia
• Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
• Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang
merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh
Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya
• adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk menyalurkan
aspirasi rakyat
• Pelaksanaan Pemilihan Umum
• Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2
UUD 1945)
• Keseimbangan antara hak dan kewajiban
• Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri
sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
• Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya
mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang
membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk
diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independent) dan berada
dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan
saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga
negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk
mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang
berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat
(DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di
bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib
bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang
memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam
taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta
pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari
demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain
dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai
naskah itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara,
yaitu:
1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat). Negara Indonesia
berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machstaat).
2. Sistem Konstitusionil maksudnya adalah Pemerintahan berdasarkan atas Sistem
Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang
menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping
itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu ‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’, dimuat dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar. Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai
umum, dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku
manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia,
tanah air dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan
krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia (demokrasi pancasila).
“saya pernah membaca di komik One Piece di ceritakan negara Arabasta sedang menghadapi
pemberontakan. Pasukan pemerintah berusaha meyakinkan Raja Cobra Nefretari untuk
melawan mereka dan mempertahankan istana, namun raja cobra menolak. Beliau
membiarkan pemberontak itu maju. alasannya, dasar negara adalah rakyat. apa artinya
pemerintah jika tidak bisa melindungi rakyat? apa artinya pemerintah jika dibenci rakyat?
apa artinya istana dan penjabat negara masih hidup kalau rakyat mati bergelimpangan/ apa
artinya polisi jika mereka digunakan untuk menghabisi rakyat yang tak bersalah itu sendiri?
kadang kesalahan dan kebenaran memiliki sudut pandang yang berbeda”.
Pembatasan Terhadap President
Selama pelaksanaan demokrasi cenderung semua keputusan hanya ada pada pemimpin
besar. Hal ini mengakibatkan rusaknya tatanan kekuasaan negara, misalnya DPR dapat
dibubarkan. Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi.
Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada
majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan MPR.
Demokrasi secara kontekstual dilihat dari fakta kenyataan pemerintahan yang pernah dan
sedang terjadi. Indonesia pada zaman pemerintahan Soekarno masa orde lama dengan
konstitusi RIS dan UUDS 50 dikenal demokrasi liberal, setelah kembali ke UUD 45 dikenal
demokrasi terpimpin. Era Soeharto dan orde baru diukenal demokrasi Pancasila, era
reformasi sejak 1998 masih dikenal demokrasi Pancasila.
Melindungi Kaum Minoritas
Sistem demokrasi di seluruh dunia harus menghadapi pertanyaan tentang bagaimana
menjaga keseimbangan antara gagasan pemerintahan oleh mayoritas di satu pihak, dan
gagasan demokrasi yang mempertimbangkan para individu di pihak lain. Masalah ini
sebenarnya sudah cukup lama dikenali. Para ahli teori demokrasi seperti Alexis De
Tocqueville and John Stuart Mill pernah menyinggung gagasan tentang Tirani Mayoritas
dalam studinya yang sangat terkenal “Democracy in America” dalam abad ke 19, sementara
Mill pernah mengingatkan kita tentang bagaimana mayoritas dapat meloloskan hukum atau
undang-undang yang memiliki pengaruh sangat menjijikkan bagi kelompok minoritas. Maka,
orang juga kerap bertanya apakah demokrasi? Apakah demokrasi berarti bahwa negara
harus melindungi para individu, ataukah demokrasi hanya berarti sebagai pemerintahan oleh
mayoritas? Juga di Indonesia, ketika demokratisasi tidak segera membuahkan hasil berupa
kesejahteraan dan stabilitas sosial-politik yang lebih baik, maka ada alasan bagi sebagian
orang yang menginginkan agar Indonesia kembali pada sistem lama, yaitu pada model
kekuasaan otoritarian yang menjanjikan terciptanya kesejahteraan dan stabilitas dalam
waktu yang cepat.
Demokrasi jelas disadari bukan sebagai sistem yang sempurna, tetapi ada petunjuk kuat
bahwa demokrasi adalah sistem terbaik di antara sistem lain dalam pengaturan
pemerintahan manusia oleh manusia yang pernah dicoba dalam sejarah. Karena itu, seperti
yang sering disuarakan oleh sejumlah ahli, yang diperlukan sesungguhnya adalah
pendalaman demokrasi (deepening democration), bukan menolak demokrasi itu sendiri. Pada
tingkat kekuasaan, demokratisasi akan berarti keharusan untuk memperkuat paham
kedaulatan rakyat (people sovereignty) dan menegakkan aturan main demokratis (dalam
bentuk konstitusi dan rule of law), namun pada level akar rumput dan di kalangan generasi
muda, tantangan demokratisasi menunjukkan wajah yang agak berlainan. Michael Oakeshott
dan F.A. Hayek pernah menyatakan bahwa sivitas atau negara sebagai bentuk purposive
association yaitu pengelompokkan yang dibentuk karena persamaan tujuan atau maksud
(shared purposes or goals), memiliki kecenderungan mencerabut kebebasan berasosiasi bagi
kelompok-kelompok yang memiliki tujuan sendiri yang dianggap seolah-olah berbeda dengan
tujuan bangsa secara keseluruhan. Akibatnya, negara purposive (yang dilawankan
denganenterprise association) semacam itu mau tidak mau cenderung melanggar kebebasan
berasosiasi, menuntut keharusan partisipasi dalam kelompok yang mendukung tujuan-
tujuan dari sivitas (negara), dan pada saat yang bersamaan menindas siapapun yang
menganggu usaha pencapaian tujuan yang dimaksukan (purposive goals). Pada akhirnya,
hanya denganmemastikan pemerintah bersikap netral dalam kaitannya dengan berbagai
tujuan yang ada dalam masyarakat, maka civil society akan bisa bertumbuh dengan subur.
Meskipun kebebasan berasosiasi tidak disebut dengan cara yang samaseperti kebebasan
berpendapat (free speech) dan kebebasan berkumpul (freedomof assembly), kebebasan itu
nampak menjadi salah satu kebebasan dasar dari banyak masyarakat liberal setidaknya
menurut para pemikir seperti Rawls, Mill dan banyak pemikir liberal yang lain. Tetapi
gagasan tentang netralitas negara mendapatkan kritik karena dianggap tidak mencerminkan
kenyataan sebenarnya dari kebijakan yang sering dan bisa diambil oleh negara. Misalnya,
kebijakan hukum yang diambil oleh negara selalu mengandung konsepsi tersembunyi
mengenai pengertian tentang hidup yang baik. Lebih tajam lagi, para pengkritiknya (yaitu
kelompok komunitarian yang diwakili oleh tokoh seperti William Galston, Michael Sandel,
dan Benjamin Barber) tidak mempercayai klaim liberal bahwa masyarakat sipil memiliki
kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri, menyatakan, sebagaimana pernah
dikemukakan juga oleh Alexis de Tocqueville bahwa adanya dorongan dalam masyarakat sipil
sendiri yang mungkin menghambat pembentukan asosiasi sipil. Ada kecenderungan dalam
masyarakat sipil itu sendiri misalnya dalam bentuk sentralisasi ekonomi, monopoli media,
pemaksaan kepentingan khusus, dan partai politik yang terorganisasi membatasi jangkauan
kemungkinan yang dapat diberikan pada individu. Jelas bahwa sejumlah tujuan tidak bebas
dipilih oleh para individu, melainkan justru terberikan atau dipaksa diberlakukan oleh
kesempitan peluang atau ketiadaan kesempatan. Apa hubungan uraian di atas dengan
negara Pancasila? Apakah Negara Pancasila sesuai dengan salah satu pendekatan dan harus
menolak pendekatan lainnya? Apakah demokrasi itu sendiri dalam negara yang menyebut
Pancasila? dan bagaimana negara Pancasila harus menyeimbangkan antara pemerintah oleh
mayoritas dan penghormatan terhadap minoritas? Itu yang masih dipertanyakan?
3. Sistem dan Jenis-jenis Demokrasi
1. Demokrasi terbagi dalam dua jenis: demokrasi bersifat langsung dan demokrasi bersifat
representatip.
2. Demokrasi bersifat langsung / Direct Demokrasi.
Demokrasi langsung dikenal sebagai demokrasi bersih. Rakyat memiliki kebebasan secara
mutlak memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi mereka dimuat dengan segera didalam
satu pertemuan. Jenis demokrasi ini dapat dipraktekkan hanya dalam kota kecil dan
komunitas yang secara relatip belum berkembang, dimana secara fisik memungkinkan untuk
seluruh electorate untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun permasalahan
pemerintahan tersebut bersifat kecil. Demokrasi langsung berkembang di Negara kecil
Yunani kuno dan Roma. Demokrasi ini tidak dapat dilaksanakan didalam masyarakat yang
komplek dan Negara yang besar. demokrasi murni yang masih bisa diambil contoh terdapat
diwilayah Switzerland.
Mengubah bentuk demokrasi murni ini masih berlaku di Switzerland dan beberapa Negara
yang didalamnya terdapat bentuk referendum dan inisiatip. Dibeberapa Negara sangat
memungkinkan bagi rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk
mengamandemengkan konstitusional dan menetapkan permasalahan public politik secara
langsung tampa campur tangan representative.
- Demokrasi bersifat representatip / Representative Demokrasi.
Didalam Negara yang besar dan modern demokrasi tidak bisa berjalan sukses. Oleh karena
itu, untuk menanggulangi masalah ini diperlukan sistem demokrasi secara representatip.
Para representatip inilah yang akan menjalankan atau menyampaikan semua aspirasi rakyat
didalam pertemuan. Dimana mereka dipilih oleh rakyat dan berkemungkinan berpihak
kepada rakyat. ( Garner ). Sistem ini berbasis atas ide, dimana rakyat tidak secara langsung
hadir dalam menyampaikan aspirasi mereka, namun mereka menyampaikan atau
menyarankan saran mereka melaui wakil atau representatip. Bagaimanapun, didalam bentuk
pemerintahan ini wewenang disangka benar terletak ditangan rakyat, akan tetapi semuanya
dipraktekkan oleh para representatip.
4. Demokrasi Berdasarkan Ideologi bangsa Indonesia
Demokrasi Liberal adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif
lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana
Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan
oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
Demokrasi Liberal sering disebut sebagai demokrasi parlementer. Di indonesia demokrasi ini
dilaksanakan setelah keluarnya Maklumat Pemerintah NO.14 Nov. 1945. Menteri
bertanggung jawab kepada parlemen.
Demokrasi liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik
sebagai individu ataupun masyarakat. Dan karenanya lebih bertujuan menjaga tingkat
represetansi warganegara dan melindunginya dari tindakan kelompok atau negara lain.
Ciri-ciri demokrasi liberal :
1. Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusiadapat terkontrol
2. Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional,
3. Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan,
4. Kelompok minoritas (agama, etnis) boleh berjuang, untuk memperjuangkan dirinya.
Demokrasi Komunis adalah demokrasi yang sangat membatasi agama pada rakyatnya,
dengan prinsip agama dianggap candu yang membuat orang berangan-angan yang
membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.
Demokrasi komunis muncul karena adanya paham komunisme. Awalnya komunisme lahir
sebagai reaksi terhadap kapitalisme pada abad ke-19. Komunisme adalah ideologi yang
digunakan partai komunis di seluruh dunia. Komunisme sebagai anti kapitalisme
menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana kepemilikan modal atas
individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk
kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada
rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme. Dalam komunisme
perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya,
perubahan sosial dimulai dari buruh atau yang lebih dikenal dengan proletar, namun
pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai.
Partai membutuhkan peranPolitbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial
hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro. Inilah yang menyebabkan komunisme
menjadi “tumpul” dan tidak lagi diminati.
Masyarakat sosialis-komunis mendefinisikan rakyat sebagai lapisan rakyat yang menurut
mereka, adalah rakyat miskin dan tertindas di segala bidang kehidupan. Rakyat miskin
(kaum proletar dan buruh) akan memimpin revolusi sosialis melalui wakil-wakil mereka
dalam partai komunis. Kepentingan yang harus diperjuangkan bukanlah kemerdekaan
pribadi. Bahkan, kemerdekaan pribadi menurut masyarakat sosialis-komunis harus
ditiadakan karena satu-satunya kepentingan hanyalah kepentingan rakyat secara kolektif,
yang dalam hal ini diwakili oleh partai komunis. Dengan demikian masyarakat sosialis-
komunis, juga mengakui kedaulatan rakyat. Mereka pun menjunjung tinggi demokrasi, yang
dikenal sebagai demokrasi komunis.
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan
filsafat bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Dasar Demokrasi Pancasila adalah Kedaulatan Rakyat (Pembukaan UUD ‘45) Negara yang
berkedaulatan – Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Dan Makna Demokrasi Pancasila adalah
Keikutsertaan rakyat kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara ditentukan
peraturan perundang-undangan. Di Indonesia, Demokrasi Pancasila berlaku semenjak Orde
Baru. Demokrasi pancasila dijiwai, disemangati dan didasari nilai-nilai pancasila. Dalam
demokrasi Pancasila Rakyat adalah Subjek demokrasi, yaitu rakyat sebagai keseluruhan
berhak ikut serta aktif menentukan keinginan-keinginan dan juga sebagai pelaksana dari
keinginan-keinginan itu. Keinginan rakyat tersebut disalurkan melalui lembaga-lembaga
perwakilan yang ada yang dibentuk melalui Pemilihan Umum.
Di samping itu perlu juga kita pahami bahwa demokrasi Pancasila dilaksanakan dengan
bertumpu pada;
a) demokrasi yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa;
b) menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia;
c) berkedaulatan rakyat;
d) didukung oleh kecerdasan warga negara;
e) sistem pemisahan kekuasaan negara;
f) menjamin otonomi daerah;
g) demokrasi yang menerapkan prinsip rule of law;
h) sistem peradilan yang merdeka, bebas dan tidak memihak;
i) mengusahakan kesejahteraan rakyat; dan
j) berkeadilan sosial.
- Prinsip pokok Demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
Pemerintahan berdasarkan hukum dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan:
Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtstaat). Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan tidak terbatas). Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah.
Peradilan merdeka yang berarti badan peradilan merupakan badan yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK,
DPR, DPA atau lainnya.
Fungsi Demokrasi Pancasila adalah:
1. Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara. Contohnya ikut
mensukseskan Pemilu, ikut mensukseskan Pembangunan, ikut duduk dalam badan
perwakilan/permusyawaratan.
2. Menjamin tetap tegaknya negara RI,
3. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional
4. Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila
5. Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara
6. Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab. Contohnya Presiden adalah
Mandataris MPR, Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
– Tujuan Demokrasi Pancasila adalah untuk menetapkan bagaimana bangsa Indonesia
mengatur hidup dan sikap berdemokrasi seharusnya.
Bagi bangsa Indonesia dalam berdemokrasi harus sesuai dengan Pancasila karena;
1. sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia
2. meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME
3. lebih menghargai hak asasi manusia
4. menjamin kelangsungan hidup bangsa
5. mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokrasi dan keadilan sosial.
- Hak-hak warga negara dalam pelaksanaan Demokrasi Pancasila di bidang politik,
pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya.
a. Di Bidang Politik
yaitu hak yang diakui dalam kedudukannya sebagai warga yang sederajat. Oleh karena itu
setiap warga negara wajar mendapat hak ikut serta dalam pemerintahan: yakni hak memilih
dan dipilih, mendirikan organisasi atau partai politik, serta mengajukan petisi dan kritik atau
saran.
b. Di Bidang Pendidikan
Untuk memahami hak warga negara dalam bidang pendidikan, perhatikanlah arti dan makna
yang terkandung dalam Pasal 31 UUD 1945.
1. Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Tiap-tiap Warga Negara berhak mendapat
pengajaran” Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran Nasional yang diatur dengan Undang-undang”
2. Makna isi Pasal 31 (1) UUD 1945 tersebut merupakan pengakuan bangsa Indonesia atas
hak memperoleh pengajaran. Dalam hal ini berarti pemerintah dituntut untuk mengadakan
sekolah-sekolah baik umum maupun kejuruan, dengan mengingat kemampuan pembiayaan
dan perlengkapan lain yang dapat disediakan oleh pemerintah.
3. Menurut Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 mengandung maksud “Pemerintah harus
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran Nasional, sesuai dengan
Undang-undang yang telah ditetapkan. Undang-undang yang mengatur Pasal 31 itu adalah
UU No. 2 Tahun 1989 yang masih berlaku saat ini, sedangkan Peraturan Pemerintah yang
mengatur tentang pendidikan antara lain: Peraturan Pemerintah (PP) No. 27, No. 28, 29, dan
No. 30 Tahun 1990.
4. Dalam UU No. 2 Tahun 1989 itu antara lain disebutkan fungsi Pendidikan Nasional adalah
untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan manusia Indonesia dalam rangka
upaya mewujudkan tujuan nasional. Sedangkan tujuan Pendidikan adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
c. Di Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, negara Indonesia menganut sistem demokrasi ekonomi; artinya
perekonomian itu dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pengawasan
anggota masyarakat.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.Dalam hal ini
perekonomian jangan sampai jatuh ke tangan orang yang berkuasa, dan rakyat banyak yang
tertindas.
Demokrasi Berdasarkan Ideologi Bangsa
Demokrasi Liberal sering disebut sebagai demokrasi parlementer. Di indonesia demokrasi ini
dilaksanakan setelah keluarnya Maklumat Pemerintah No.14 November 1945. Menteri
bertanggung jawab kepada parlemen.
Ciri-ciri demokrasi liberal :
1. Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusiadapat terkontrol
2. Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional,
3. Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan
Beberapa sejarah berdirinya demokrasi liberal:
- Anaximander (Miletus, 610 – 546 BC) politik demokrasi dan filsafat
Demokrasi liberal di indonesia. Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional ) adalah
sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan
perbedaan demokrasi liberal dan pancasila.
Demokrasi Indonesia
Hal ini juga memperlihatkan adanya partisipasi umat Islam yang meningkat dalam
perkembangan demokrasi di Indonesia. Sementara undang-undang sistem pendidikan
nasional yang telah disahkan parlemen juga pada masa pembahasannya mendapat
dukungan yang kuat dari berbagai Dengan demikian demokrasi liberal secara formal berakhir
pada tanggal 5 Juli 1959, sedang secara material berakhir pada saat gagasan Demokrasi
Terpimpin dilaksanakan.
Demokrasi Indonesia dengan Demokrasi Negara Lain
Di Indonesia demokrasi liberal berlangusng sejak 3 November 1945, yaitu sejak sistem multi-
partai berlaku melalui Maklumat Pemerintah. Sistem multi-partai ini lebih menampakkan
sifat instabilitas politik setelah berlaku sistem parlementer dalam naungan UUD 1945
Dengan demikian demokrasi liberal secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli 1959, sedang
secara material berakhir pada saat gagasan Demokrasi Terpimpin dilaksanakan. Ciri-ciri
Sistem Politik Liberalisme …
5. Demokrasi President
Sistem presidensial, Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem
kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif
dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensil terdiri dari 3 unsur yaitu:
• Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat
pemerintahan yang terkait.
• Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling
menjatuhkan.
• Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Dalam sistem presidensiil, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat
dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada
mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi,
pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa
dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang
wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina,
Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.
Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu:
• Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
• Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung
oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.
• Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen.
• Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif bukan kepada
kekuasaan legislatif.
• Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.
• Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.
Dalam sistem politik dimanapun, biasanya hanya dikenal dengan dua model presidensial dan
parlementer (Ver- ney,1979). Meskipun tidak secara kaku terpisahkan tetapi prinsip dasar
penguatan dalam kekuasaan sangat berbeda asal-usul, proses dan landasan filosofisnya.
Biasanya konstitusi suatu negara secara tegas mengamanatkan apakah suatu sistem politik
kenegaraan menganut azas presidensial atau parlementer. Indonesia secara konstitusi sesuai
dengan amandemen UUD 1945 sesungguhnya memperkuat sistem presidensial. Proses
mendudukkan Presiden dan Wakil Presiden yang sebelum UU 1945 diamandemen dipilih
oleh MPR (Majelis Permusyawarayan Rakyat) kemudian dipilih langsung oleh rakyat.
Amandemen UUD 1945 tidak hanya memperkuat sistem kepresidenan saja tetapi pendulum
kekuasaan dari perspektif politik bergeser dari demokrasi keterwakilan rakyat (representative
democracy) menjadi demokrasi kerakyatan (electoral democracy).
Sebelum amandemen UUD 1945, Indonesia menganut sistem presidensial yang konvensional
karena presiden tidak dipilih langsung oleh rakyat, tetapi oleh MPR yang anggotanya terdiri
dari DPR, Utusan Golongan, dan Utusan Daerah. Dalam hal ini berlaku sistem pemerintahan
untuk negara integralistik dengan konsentrasi kekuasaan amat besar pada Presiden (too
strong presidency). Baik sistem presidensial dan parlementer pernah diterapkan dalam
pemerintahan Indonesia. Sebelumnya, Indonesia sendiri antara Tahun 1949 sampai 1959
menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang terbukti tidak mampu menciptakan
stabilitas pemerintahn yang amat diperlukan untuk pembangunan bangsa, karena dalam
waktu 4 tahun terjadi 33 kali pergantian kabinet (Feith, 1962 dan Feith, 1999).
Sistem presidensial, mengasumsikan terjadinya mekanisme checks and balancesantara
presiden baik sebagai kepala pemerintahan (chief of state) maupun sebagai kepala
pemerintahan (head of the government) sekaligus berhadapan dengan legislatif (DPR) (Giovani
Sartori,1997). Baik legislatif maupun eksekutif (Presiden) dihasilkan melalui proses pemilihan
yang berbeda. Artinya proses pengisian jabatan politik di tingkat pusat pada sistem
presidential dilakukan dalam dua kali pemilihan, pemilu legislatif dan pemilu presiden
(Pilpres) (Juan Linz,1994). Sistem presidensial juga tidak mengenal adanya lembaga
pemegang supremasi tertinggi. Karena karakteristik pertama sistem presidensial adalah
badan perwakilan tidak memiliki supremacy of parliament karena lembaga tersebut bukan
lembaga pemegang kekuasaan negara.Untuk menjamin stabilitas sistem presidensial,
presiden dipilih, baik secara langsung atau melalui perwakilan, untuk masa kerja tertentu,
dan presiden memengang sekaligus jabatan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Sebagai kepala pemerintahan dan satu-satunya kepala eksekutif, presiden mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri negara, yang berfungsi sebagai pembantu presiden dan
memegang kekuasaan eksekutif dalam bidang masing-masing. Dalam sistem presidensial,
kabinet tidak bertanggungjawab secara kolektif, tetapi tiap-tiap menteri bertanggungjawab
secara individual kepada presiden. Dalam sistem presidensial, anggota badan legislatif tidak
boleh merangkap jabatan cabang eksekutif, dan sebaliknya, pejabat eksekutif tidak boleh
merangkap menjadi anggota badan legislatif. Sementara, sistem parlementer hanya
memerlukan satu kali pemilihan untuk menentukan elit di pusat, baik legislatif maupun
eksekutif. Eksekutif (biasanya disebut perdana menteri) dipilih oleh dan dari anggota
legislative (Jimly Assidiqie,1996). Salah satu karakteristik utama sistem parlementer yang
tidak dimiliki oleh sistem presidensial adalah kedudukan parlemen sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi di atas badan perwakilan dan pemerintah (supremacy of parliament).
Dibandingkan dengan sistem parlementer, sistem presidensial memang memiliki kelebihan
dibandingkan sistem parlementer, di antaranya: keterpisahan institusi presiden dan
parlemen, masa jabatan presiden (dan wapres) yang bersifat tetap, dan pemilihan langsung
presiden oleh rakyat. Ketiga ciri tersebut tak hanya dianggap dapat menjamin tegaknya
prinsip checks and balances dalam relasi eksekutif-legislatif, melainkan juga terbentuknya
pemerintahan yang stabil dan efektif. (Lijphart, 1992).
Meskipun Indonesia menganut sistem presidensial, tetapi dalam praktek pemerintahan,
banyak menganut prinsip- prinsip parlementarian. Oleh karena itu Indonesia sering disebut
sebagai negara dengan sistem quasi (setengah atau semi) parlementer. Ciri-ciri praktek
sistem parlementarian dapat kita lihat antara lain ketika memilih Kepala Kepolisian dan
Panglima TNI, Presiden tetap harus meminta pendapat dan persetujuan DPR. Oleh karena
itu, meskipun menganut sistem presidensial, berbagai “hak perogatif Presiden” untuk
menyusun Kabinet, menentukan Duta Besar, mengangkat Panglima, Gubernur/ para Deputi
BI masih memerlukan dukungan anggota legislatif (DPR). Dititik inilah masalah yang terjadi
karena konstitusi hasil amandemen tidak sekadar mengadopsi sistem presidensial yang
mendekati “murni”, tetapi juga memberikan ruang bagi sistem parlementer untuk
memperkuat otoritas DPR dengan memasuki wilayah ruang hak otoritas presiden. Hak
perogatif dan otoritas yang seharusnya melekat pada presiden dalam sistem presidensial
menjadi peluang bagi DPR untuk melembagakan “gangguan” terhadap presiden. Skema
presidensial lebih berisiko lagi jika dikombinasikan sistem multipartai, seperti di Indonesia.
Konsekuensi dari kombinasi presidensial-multipartai adalah terpilihnya “presiden minoritas”,
presiden dengan basis politik relatif kecil di DPR dan fragmentasi politik tanpa kekuatan
mayoritas di DPR, seperti berlangsung sejak era Abdurrahman Wahid (1999- 2001), Megawati
(2001-2004), lalu Presiden SBY. Realitas ini memberi peluang bagi DPR “mengganggu”
Presiden yang mendorong munculnya konflik Presiden-DPR. Karena itu, sistem sistem
presidensial yang saat ini masih memberikan ruang sistem parlementarian, perlu diformat
kembali untuk menjamin jalannya pemerintahan yang efektik tanpa terganggu konflik politik
Presiden dan DPR.
Demikian tercermin dalam paparan seorang ahli sejarah Mandailing, Basyral Hadi Harahap
dalam seminar dengan tema Holong Mangalap Holong, Prinsip Dakwah Masyarakat
Mandailing, di kampus Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara, Medan
pada hari Kamis tanggal 17 November 2007. Saya terperangah mendengarkan pernyataan
ahli sejarah Mandailing ini, pengangkatan Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai
sebagai Pahlawan Nasional dipertanyakan. Bagi orang Minang para pahlawan Perang Paderi
adalah tokoh Minang jua yang perlu dihormati dan disanjung sebagai orang-orang yang telah
berjuang melawan penjajahan Belanda.
Jiwa Kepahlawanan
Basyral menulis dalam bukunya, sebagaimana dapat dibaca pada halaman 106 di bawah
judul: 'Kita Bertanya'. Basyral menulis: Kita juga bertanyatanya tentang apakah ada
patriotisme pada diri Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai? Pertanyaan ini timbul dari
kenyataan, dua petinggi Paderi itu telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat Republik
Indonesia sebagai Pahlawan Nasional. Kita bertanya di manakah jiwa kepahlawanan seorang
yang telah banyak membunuh, menculik kaum perempuan untuk dijual sebagai budak atau
dijadikan gundik di kalangan bangsa sendiri? Kita bertanya, apakah seseorang yang
menginjak-injak harkat dan martabat bangsa sendiri pantas menjadi pahlawan? Pandapotan
Nasution berpendapat, tidaklah dapat diyakini Paderi melakukan tindakan teror karena
mereka adalah penganut agama Islam. Islam adalah agama yang membawa kedamaian,
mungkinkah mereka melakukan perbuatan sekeji itu? Bisa jadi, menurut Pandapotan,
bahwa tuduhan itu dibenarkan oleh Basyral karena leluhurnya adalah korban kekejaman
Tuanku Tambusai.
Demikian pula halnya dengan Tuanku Imam Bonjol, sebagaimana pernah diketahui oleh
Pandapotan dan juga disebutkan dalam buku-buku sejarah, Imam Bonjol bukan menyerah
tetapi ditipu oleh Belanda dengan dalih diajak berunding, lalu kemudian ditangkap. Lebih
lanjut Pandapotan mengemukakan, Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai haruslah
ditinjau menurut perspektif zamannya. Waktu itu belum ada nasionalisme. Belum ada
bangsa Indonesia, yang ada waktu itu, adalah bangsa Minangkabau, bangsa Mandailing,
bangsa Jawa, bangsa Aceh, dan sebagainya. Kita pun bukan warganegara, tapi Bumi Putera
(Inlander). Penduduk jajahan Belanda ini terbagi atas tiga golongan, yaitu Eropa, Timur
Asing, dan Inlander atau Bumi Putera. Bangsa di sini dalam pengertian etnis, bukan nation.
Karena itu, kata Pandapotan, 'kita tidak perlu mempertanyakan kepahlawanan Imam Bonjol
dan Tambusai. Mereka sudah diakui sebagai Pahlawan Nasional. Sebagai salah seorang yang
berasal dari Minang, saya terusik juga apa yang dikemukakan Basyral Hadi dalam bukunya,
Greget Tuanku Rao. Saya mengemukakan, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Tambusai, dan
para pahlawan Perang Paderi lainnya, adalah pahlawan Minangkabau sebagaimana dapat
dibaca dalam buku-buku pelajaran sejarah semenjak saya bersekolah di Sekolah Rakyat
(sekarang Sekolah Dasar). Dalam bukunya, Basyral Hadi bertanya apakah ada patriotisme
pada diri Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusai?
Buktikan
Walaupun saya hadir di seminar itu dan tidak memiliki buku Greget Tuanku Rao dan waktu
yang tersedia sedikit saja, saya ingin mendalami lebih lanjut sekitar Tuanku Imam Bonjol
dan Tuanku Tambusai, sebagaimana diulas Pandapotan Nasution (lihat kutipan tulisan
miring). Perlu ditanyakan Basyral Hadi apakah ada patriotisme pada diri Tuanku Imam
Bonjol dan Tuanku Tambusai. Saya ungkapkan di sini (mudah-mudahan dibaca oleh
Basyral), sikap patriotisme Imam Bonjol dan Tambusai, jangan dilihat sebagai akibat dari
gelar Pahlawan Nasional dari Pemeritah. Lihatlah patriotisme ini sebagai landasan berpijak
Imam Bonjol dan Tambusai serta para pejuang Perang Paderi yang memperlihatkan sikap
kecintaan membela tanah air mereka (kebetulan mereka berada di wilayah Minangkabau dan
sebagian wilayah Mandailing) berdasarkan sikap seorang Islam sejati. Para pejuang Paderi
tidak ingin Belanda memperbudak kaum 'inlander' terutama di Minangkabau dan di
Mandailing.
Akhirnya, sebagaimana disampaikan oleh Basyral Hadi Harahap di seminar di atas, Tuanku
Imam Bonjol bukan ditipu kemudian ditangkap Belanda, tetapi direkayasa seolah-olah Imam
Bonjol ditangkap kemudian diasingkan atau dibuang ke Manado, Sulawesi Utara. Imam
Bonjol telah melakukan pembicaraan rahasia dengan Belanda melalui penghubung. Kalau
memang demikian halnya sebagaimana digambarkan dalam buku Basyral, sudah terjadi
rekayasa bahwa Imam Bonjol 'ditangkap' Belanda, seyogyanyalah bukti-bukti otentik yang
dimiliki oleh Basyral dibuka agar terdapat suatu pelurusan sejarah. Sebagai salah seorang
suku Minang, Imam Bonjol di mata orang Minang adalah pahlawan besar, idola masyarakat,
mencontoh Imam Bonjol bagaimana ia berjuang bersama pasukan Paderi mengusir penjajah
Belanda dan sekaligus juga berjuang di jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Janganlah
hendaknya harkat dan martabat orang Minang runtuh karena ungkapan Basyral yang tidak
mengandung kebenaran. Buktikanlah, Basyral bicara benar.
Para ahli sejarah kiranya perlu menggali kebenaran yang diungkapkan oleh Basyral Hadi
Harahap dalam bukunya itu. Bagi Basyral sendiri, ia harus berani mensosialisasikan
temuan-temuannya yang dituliskannya dalam bukunya, khususnya yang menyangkut
Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Tambusai, bahkan secara umum para pejuang Paderi.
Beranilah bicara di depan media massa agar bangsa ini tidak terjerumus pada ketidakpastian
mengenai kepahlawanan seseorang. Pemerintah perlu mendalami sejarah Perang Paderi
karena para petingginya telah dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional. Sejarah perlu
diluruskan. Saya bukan ahli sejarah, tetapi merasa terpanggil untuk ikut
mengkomunikasikan sejarah bangsa ini.
Klithih, kata yang masih terdengar asing bagi orang luar Jogja, namun
cukup familier bagi warga kota Gudeg akhir-akhir ini, karena makin
banyak kejadian yang membuat miris dan mengkhawatirkan terutama
bagi orang tua yang punya anak remaja seumuran anak SMP dan SMA.
Sudah beberapa bulan lalu ingin menulis soal klithih ini, namun belum
kesampaian sampai akhirnya harus saya paksakan untuk menulis
semua ini karena anak pertama saya menjadi korban klithih atau apapun
namanya dari beberapa anak sekolah menengah pertama seumurannya
pada hari Senin kemarin (06/10/2014) hingga menyebabkan wajah
bengap dan ada kemungkinan tulang hidung retak, untuk kepastiannya
menunggu tiga hari setelah pengobatan.
Saya yang sedang merantau jauh dari anak hanya bisa berdoa untuk
kesembuhan anak serta mendoakan para pelakunya bertaubat, namun
tetap berharap kasusnya diproses hukum untuk mempertanggungjawab-
kan perbuatan mereka.
Arti Klitih
Walau sudah cukup lama menjadi warga Jogja, namun terus terang saya
baru tahu arti klithih yang sebenarnya. Belum ada keterangan baku soal
kata klithih, namun secara singkat bisa saya terangkan, ini semacam gang,
tim atau grup pengganti tawuran, biasanya berputar keliling mencari
mangsa dijalan-jalan dengan mengendarai sepeda motor.
Sasarannya anak sekolah yang jadi musuh, walau kini berkembang ke siapa
saja yang lagi apes menjadi sasaran anarki para remaja ini. Dari pemukulan
hingga kekerasan menggunakan benda tumpul sampai senjata tajam. Mereka
melakukan aksinya pada jam bubaran sekolah sampai sore hari, dan yang
bikin miris serta meresahkan masyarakat, sekarang banyak pula yang operasi
dini hari hingga pagi.