PENDAHULUAN
1
dari perempuan yang terkena (1,25: 1), dan sindrom dapat terjadi pada
pasien dari segala usia, biasanya mempengaruhi pasien usia 40 sampai 50
tahun, meskipun insiden meningkat sebesar 20% untuk setiap kenaikan di
usia 10 tahun-an (Sevjar JJ 2011).
Sindrom ini sering didahului oleh stimulasi sistem kekebalan tubuh
dari infeksi virus, trauma, operasi, imunisasi virus, atau human
immunodeficiency virus (HIV). Campylobacter jejuni adalah organisme
yang paling diakui berhubungan dengan sindrom Guillain-Barre.
Campylobacter jejuni gastroenteritis diduga mendahului sindrom
Guillain-Barre pada sekitar 30% kasus.
Pada GBS, Selaput myelin yang mengelilingi akson hilang
sehingga menyebabkan kelemahan otot mendadak dan hilangnya respon
refleks. Ada tiga tahap dalam GBS yaitu; tahap akut, tahap planteu, dn
tahap pemulihan (recovery).
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
1) Menyelesaikan tugas makalah Discovery Learning (Case Study)
Keperawatan Neurobehaviour II
2) Menyelesaikan tugas berupa soal-soal yang telah diberikan untuk
menentukan diagnose dan asuhan keperawatan dengan masalah
Myasthenia Gravis atau Guillain Barre Syndrome berdasarkan kasus
yang telah diberikan.
2
7) Menjelaskan dan memahami komplikasi myasthenia gravis
8) Menjelaskan dan memahami perawatan kolaborasi myasthenia
gravis
9) Menjelaskan dan memahami definisi guillain barre syndrome
10) Menjelaskan dan memahami etiologi guillain barre syndrome
11) Menjelaskan dan memahami patofisiologi guillain barre syndrome
12) Menjelaskan dan memahami tahap guillain barre syndrome
13) Menjelaskan dan memahami manifestasi klinis guillain barre
syndrome
14) Menjelaskan dan memahami medikasi guillain barre syndrome
15) Menjelaskan dan memahami tes diagnostik guillain barre syndrome
16) Menjelaskan dan memahami tindakan terapeutik guillain barre
syndrome
17) Menjelaskan dan memahami Web of Caution myasthenia gravis
18) Menjelaskan dan memahami algoritma myasthenia gravis
19) Menjelaskan dan memahami Web of Caution guillain barre
syndrome
20) Menjelaskan dan memahami algoritma guillain barre syndrome
21) Menjelaskan dan memahami asuhan keperawatan pada myasthenia
gravis berdasarkan kasus yang telah diberikan.
1.3 Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu sumber belajar
pada Keperawatan Neurobehaviour II dan dapat menjadi sumber ilmu
pengetahuan tentang konsep dan keperawatan pada klien dengan masalah
Myasthenia Gravis dan Guillain Barre Syndrome.
3
BAB 2
TINJAUAN TEORI KASUS
2.1.2 Etiologi
MG disebabkan oleh proses autoimun dimana antibodi menyerang
acetylcholine (ACh) reseptor, mengakibatkan sejumlah penurunan Ach
reseptor (AChR) pada sambungan neuromuscular. Hal ini mencegah
molekul Ach dari menyerang dan merangsang kontraksi otot. Antibodi
anti-AChR yang terdeteksi dalam serum 85% sampai 90% dari pasien
dengan MG umum. Dalam 10% sampai 15% dari pasien yang kekurangan
antibodi terhadap AChR, kelemahan otot mereka mungkin berhubungan
dengan autoantibodi ke otot-spesifik reseptor tirosin kinase. Tumor timus
4
ditemukan di sekitar 15% dari pasien, dan jaringan timus yang abnormal
ditemukan di sebagian besar orang lain (Dewis 2011).
http://www.midwestcompassion.org/2015/05/18/treating-myasthenia-gravis-with-
cannabis/
2.1.3 Patofisiologi
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting
pada patofisiologi miastenia gravis. Observasi klinik yang mendukung hal
ini mencakup timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien
yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik
lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain (Howard, 2008)
Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada
serum penderita miastenia gravis secara langsung melawan konstituen
pada otot. Hal inilah yang memegang peranan penting pada melemahnya
otot penderita dengan miatenia gravis. Tidak diragukan lagi, bahwa
antibody pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama
kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi terhadap
asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien
yang menderita acquired myasthenia gravis generalisata (Lewis , 1995)
5
Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap
reseptor asetilkolin pada penderita miastenia gravis belum sepenuhnya
dapat dimengerti. Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit
terkait sel B”, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru
melawan reseptor asetilkolin. Peranan sel T pada patogenesis miastenia
gravis mulai semakin menonjol. Timus merupakan organ sentral terhadap
imunitas yang terkait dengan sel T. Abnormalitas pada timus seperti
hiperplasia timus atau thymoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien
dengan gejala miastenik (Howard, 2008). Pada pasien miastenia gravis,
antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda,
dimana satu antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama
pada subunit alfa. Subunit alfa juga merupakan binding site dari
asetilkolin. Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin
akan mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular melalui
beberapa cara, antara lain : ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap
antibodi anti-reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor
asetilkolin pada neuromuscular junction dengan cara menghancurkan
sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga mengurangi area
permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor
asetilkolin yang baru disintesis (Howard, 2008).
6
b. Onset awal umum MG, terjadi sebelum umur 40-an, tanpa
timoma.
c. Onset terlambat umum MG, terjadi dari usia 40 tahun,
tanpatimoma
d. Pasien dengan timoma, terjadi di setiap usia. (Oosterhuis 1997)
7
7. Masalah berbicara;
8. Sesak napas (merasa seperti Anda tidak bisa mendapatkan
cukup udara)
8
memiliki gejala yang melibatkan otot-otot wajah, menelan,
berbicara, dan pernapasan. Antibodi abnormal mungkin tidak
ditemukan jika hanya otot mata yang terpengaruh oleh MG.
3. Serat tunggal electromyography (EMG). Dalam tes ini, serat otot
tunggal dirangsang oleh impuls listrik. Serat otot penderita MG
tidak menanggapi berulang stimulasi listrik serta otot-otot yang
berfungsi secara normal. Dengan tes ini, EMG dapat mendeteksi
masalah dengan transmisi saraf-saraf otot.
4. Computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging
(MRI). Tes ini dapat menunjukkan jika Anda memiliki kelenjar
thymus abnormal atau tumor kelenjar timus.
9
2.1.8 Perawatan Kolaborasi Myasthenia Gravis
Terapi obat untuk MG termasuk obat antikolinesterasi,
kortikosteroid alternatif-hari, dan imunosupresan (tabel 1.2). Obat
antikolinesterasi ditujukan untuk meningkatkan fungsi sambungan
neuromuskuler. Acetylcholinesterase adalah enzim yang memecah Ach.
Jadi penghambatan enzim ini dengan inhibitor antikolinesterasi akan
memperpanjang aksi Ach dan memfasilitasi transmisi impuls pada
sambungan neuromuskuler (Lemone 2011).
Diagnostik Terapi Kolaboratif
Riwayat dan pemeriksaan Obat-obatan
fisik
1) Anticholinesterase agents
Kelelahan yang 2) Cortocosteroids
berkepanjangan (2-3 min) 3) Immunosuppressive agents
surgery (thymectomy)
Kelemahan otot 4) Plasmapheresis
EMG
Tensilon test
Acetylcholine receptor
antibodies
10
2.1.9 WOC MG
Gangguan Autoimun
Penurunan hubungan
Myastenia Gravis
Kelemahan otot-otot
MK :
MK :
MK : Hambatan
Gangguan
Ketidakseimbangan mobilitas fisik
pertukaran gas
nutrisi kurang dari b.d. kelemahan
b.d. kelemahan
kebutuhan b.d. neuromuskular
otot pernapasan
kelemahan otot
untuk menelan
Regurgitasi
makanan ke
hidung saat
menelan
MK : Resiko tinggi
aspirasi b.d. kerusakan
kemampuan menelan
11
2.1.10 Algoritma MG
Proses Autoimun
Kekuatan dan
Efek samping :
kontraksi otot
meningkat - Mual
- Muntah MG dapat Efek samping
- Diare teratasi , tetapi berupa:
- Kram perut dapat kambuh
- Respon imun
- Kenaikan berat kembali menurun
badan - Untuk
sementara
tubuh menjadi
lemas
- Manfaatnya
terasa
perlahan-lahan
12
2.2 Sindrom Guillain-barre
2.2.1 Definisi Sindrom Guillain-barre
Sindrom Guillain-barre adalah suatu bentuk akut, cepat
berkembang, dan berpotensi fatal polyneuritis. Hal ini ditandai dengan
kenaikan, simetris kelumpuhan yang biasanya mempengaruhi saraf
kranial dan sistem saraf perifer. Sindrom ini mempengaruhi laki-laki 1,5
kali lebih sering daripada wanita dan biasanya terlihat pada orang dewasa,
meskipun itu diamati pada semua kelompok umur. Dengan perawatan
suportif yang memadai, 85% sampai 95% dari pasien sembuh sepenuhnya
dari gangguan ini (Dewis 2011).
Sindrom Guillain-Barré (GBS) adalah umum polineuropati akut
mempengaruhi 1 sampai 2 dari 100.000 orang per tahun. laki-laki lebih
dari perempuan yang terkena (1,25: 1), dan sindrom dapat terjadi pada
pasien dari segala usia, biasanya mempengaruhi pasien usia 40 sampai 50
tahun, meskipun insiden meningkat sebesar 20% untuk setiap kenaikan di
usia 10 tahu-an (Sevjar JJ 2011).
13
termasuk Mycoplasma pneumoniae, cytomegalovirus, Epstein-Barr virus,
varicella zosster virus, dan vaksin (rabies, flu babi) (Dewis 2011).
14
keterlibatan otot wajah (ketidakmampuan untuk mengkerutkan
dahi atau mengubah ekspresi).
b. Keterlibatan sistem saraf otonom dimanifestasikan oleh
bradikardia, berkeringat, tekanan darah berfluktuasi (terutama
hipotensi) yang bisa berlangsung selama 2 minggu.
2) Stabilisasi / tahap plateau
a. Terjadi 2 sampai 3 minggu setelah serangan awal.
b. Menandai akhir dari perubahan kondisi, ditandai dengan
"meratakan off" dari gejala.
c. Secara umum, fungsi otonom labil dalam menstabilkan.
3) Tahap pemulihan (recovery)
a. Dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai 2 tahun.
b. Ditandai dengan perbaikan gejala yang timbul.
c. Umumnya, kekuatan otot dan fungsi akan kembali secara
bertahap. (Lemone 2011)
15
Kelemahan biasanya stabil atau ditingkatkan dengan minggu
keempat. Kekuatan membaik perlahan-lahan selama seminggu sampai
bulan. Pada wanita hamil yang memiliki Guillain-Barre Syndrome
beresiko untuk kambuh pada trimester pertama kehamilannya (Lemone
2011).
16
menyebabkan masalah seperti kerusakan kulit, emboli paru, trombosis
vena dalam, dan atrofi otot. Pasien dengan GBS memiliki sedikit waktu
untuk menyesuaikan diri dengan penyakit dan kerusakan mereka, dan
mereka sering takut bahwa fungsi organnya tidak akan sembuh.
Dukungan keluarga dan petugas kesehatan berperan penting untuk
menenangkan dan mensuport pasien.
17
2.2.10 WOC GBS
Proses Autoimun
GBS
MK : Gangguan perfusi
MK : Kelemahan jaringan b/d CO
mobolitas fisik b/d menurun
kelemahan otot, paralisis
dan ataksia
18
2.2.1 Algoritma GBS
Infeksi
Proses Autoimun
Paralisis GBS
Berkurangnya Resisten
infeksi
- Nyeri kepala
- Demam
- Mialgia
- Ruam-ruam
- Syok anafilaktik
19
BAB 3
Asuhan Keperawatan pada Klien Myasthenia Gravis
3.1 Kasus
Tn. Dani usia 45 tahun dirawat di ruang intensive dengan riwayat 4 hari
sebelum masuk rumah sakit klien demam dan mengalami kelumpuhan
secara tiba-tiba, kien susah napas, dada terasa berat. Sekarang terpasang
ventilator CPAP, FiO2 : 40%, PEEP : 6, TD : 120/80 mmHg, nadi :
80x/menit, RR : 20x/menit. Hasil lab leukosit : 15.000, Na : 148, Cl : 103
20
Pencernaan : sulit menelan dan kelemahan otot.
mengunyah, susah berbicara Pernafasan : dyspnea,
Muskulo : kelemahan otot otot-otot pernafasan
Lab : kalium meningkat → melemah
karena stres ↑ Lab : leukosit ↑
3.3 Pengkajian
1) Identitas:
Nama Lengkap : Tn. Dani
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
2) Anamnesa:
Keluhan utama : Mengalami demam dan kelumpuhan secara tiba-tiba
Riwayat penyakit sekarang : Klien susah nafas, dada terasa berat
Riwayat penyakit dahulu : -
Riwayat penyakit keluarga :-
3.4 Diagnosa
1. Risiko tinggi aspirasi b.d. kerusakan kemampuan menelan.
2. Gangguan pertukaran gas b.d. kelemahan otot pernafasan.
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan
neuromuskular.
21
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. kelemahan
otot untuk menelan.
22
5. Berikan suction apabila diperlukan.
6. Tinggikan kepala klien.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Intervensi :
23
BAB 4
KESIMPULAN
Kesimpulan
24
Daftar Pustaka
Blackwell, W., 2015. Nursing Diagnosis: Definitions and Clasification. 10th ed.
Oxford: NANDA International, Inc..
Sevjar JJ, Baughman AL, Wise M, Morgan OW. 2011. “Population incidence of
Guillain Barre Syndrome: a systematic review and meta-analysis.”
Neuroepidemology 123-133.
Lewis, R.A, Selwa J.F, Lisak, R.P. (1995). Myasthenia Gravis: Immunological
Mechanisms and Immunotherapy. Ann Neurol. 37(S1):S51-S62.
Howard, JF (2008). Myasthenia Gravis, a Summary. Available at :
http://www.ninds.nih.gov/disorders/myasthenia_gravis/detail_myasthenia_g
ravis.htm.
http://womenshealth.gov/publications/our-publications/fact-sheet/myasthenia-
gravis.pdf diakses pada 26 Maret 2016 pukul 21:06
25
http://www.jurnalasia.com/2015/01/06/myasthenia-gravis-penyakit-gangguan-
kelemahan-otot-kronik/#sthash.rpK8rAZo.dpuf diakses pada 26 Maret 2016
pukul 19.50
http://www.midwestcompassion.org/2015/05/18/treating-myasthenia-gravis-with-
cannabis/ diakses pada 27 Maret 2016 pukul 21:30
26