Anda di halaman 1dari 17

Nama kelompok: Budhi Tjahya, Joseph H.

Sihotang, Satriawan Susanto, Sonya Alvie


Tugas: Presentasi Kelompok
Mata kuliah: Okultisme dan Eksorsisme
Dosen pengampu: Pdt. Asigor Sitanggang, Th.D. dan Pdt. Mulyadi Oey, D.Min
Okultisme dan Eksorsisme dalam Pandangan Islam
Pendahuluan
Kata islam berarti “tunduk” atau “berserah”. Seorang muslim memiliki kewajiban
untuk tunduk atau berserah dan melaksanakan perintah Allah. Komunitas Muslim
merupakan komunitas yang didirikan dan dibimbing langsung oleh Allah dengan
mengemban misi untuk menyebarluaskan dan menerapkan aturan Islam untuk
menciptakan komunitas yang berkeadilan sosial (Q.S.3:110) (Agama-agama Dunia Dewasa
Ini, s.v. “Islam”).

Pada saat agama Islam menjadi agama kedua terbesar di dunia dan salah satu
negara yang masyarakatnya mayoritas menganut agama Islam adalah Indonesia. Di
Indonesia, agama Islam memiliki salah satu pergumulan yang digumuli oleh semua umat
yakni pergumulan tentang kerasukan setan. Beberapa stasiun televise menayangkan
sebuah ritual pengusiran setan dengan menggunakan media air dan dibacakan doa-doa
untuk mengeluarkan jin atau setan yang merasuki tubuh seseorang. Fazlur Rahman di
dalam bukunya yang berjudul Etika pengobatan Islam menyatakan bahwa pengusiran Roh
ketika manusia kerasukan merupakan suatu hal yang sangat ditentang di dalam Al-
Quran.Beberapa ajaran Islam meyakini bahwa penyakit yang disebut sebagai kerasukan
merupakan penyakit mental yang disebabkan oleh ketidakseimbangan empat cairan (darah,
lender, empedu hitam, dan empedu kuning) Penolakan tersebut berasal dari tradisi Galenis
dan keyakinan Islam Ortodoks.Ibn Sina dalam Chahar Maqala dikisahkan pernah
menyembuhkan pangeran yang diduga kerasukan roh jahat.Ibn Sina menyatakan bahwa
pangeran tersebut menderita penyakit mental (Rahman 1999, 118-120).Hal terssebut
menimbulkan kebingungan bagi umat Islam dan umat dari agama selain Islam. Dalam
pembahasan ini kami akan memaparkan mengenai okultisme dan eksorsisme dalam agama
Islam. Di dalam pemaparan tersebut kami akan membahas mengenai beberapa ajaran
agama Islam yang berkenaan dengan Tuhan, neraka, malaikat, Jin atau setan, dan
pengusiran roh jahat yang merasuki seseorang.

Definisi Agama Islam


Agama Islam merupakan agama monotheis yang percaya akan Keesaan Allah.
Ajaran agama Islam didasarkan pada kitab Al-Quran yang dianggap sebagai wahyu dari
Allah. Islam memiliki arti masuk dalam salm atau perdamaian (kata salm memiliki arti
damai) dan orang Muslim adalah orang yang damai dengan Allah dan damai dengan
manusia. Hal ini diambil dari Al-Quran yang mengatakan (Islamologi, 2):

“Ya, barangsiapa berserah diri sepenuhnya kepada Allah (aslama), dan berbuat baik kepada
orang lain, ia memperoleh pahala dari Tuhannya, dan tiada ketakutan akan menimpa mereka, dan
tiada pula mereka akan susah” (2: 112).

Melalui perkataan di atas Islam dianggap sebagai agama perdamaian yang memiliki dua
ajaran pokok, yaitu: Keesaan Allah dan kesatuan atau persaudaraan umat manusia
(Islamologi, 2).
Dalam buku Wawasan Islam terdapat beberapa definisi tentang agama Islam, yaitu
(Anshari, 39):
1. Wahyu yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada
umat manusia sepanjang masa dan di setiap persada.
2. Satu sistem akidah dan tata kaidah yang mengatur segala perikehidupan dan
penghidupan manusia dalam berbagai hubungan, baik hubungan manusia dan Tuhannya,
sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan alam lainnya (nabati, hewani, dan lain
sebagainya).
3. Bertujuan untuk mencari keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
4. Secara garis besar terdiri dari akidah dan syariah (yang meliputi ibadah daam arti
khusus dan muamalah dalam arti luas).
5. Bersumber dari Kitab Suci, yaitu kodifikasi wahyu Allah swt. untuk umat manusia di atas
bumi, dalam bentuknya yang terakhir berupa Al-Qur’anul-karim sebagai penyempurna
wahyu-wahyu Allah sejak manusia hadir dan ditafsirkan oleh Sunnah Rasullullah saw..
Definisi mengenai agama Islam dipertegas oleh beberapa ulama, salah satunya
Syekh Mahmud Syaltut yang menyatakan bahwa Islam adalah agama Allah yang
diperintahkan untuk mengajarkan pokok-pokok dan peraturan-peraturannya kepada Nabi
Muhammad saw. dan menugaskan untuk menyampaikan agama itu kepada seluruh
manusia, lalu mengajak mereka untuk memeluknya (Gani dan B. Hamdany Ali 1967, 15).
Tiga Pokok Ajaran Agama Islam
Secara garis besar, agama Islam terdiri atas akidah, syariat, dan akhlak. Akidah
adalah ‘kepercayaan’, ‘keyakinan’, ‘iman’, ‘creed’, ‘credo’. Secara garis besar, dalam akidah
terdapat enam rukun iman, yaitu: Iman kepada Allah, Iman kepada malaikat-malaikat-Nya,
Iman kepada kitab-kitab-Nya, Iman kepada rasul-rasul-Nya, Iman kepada hari Akhirat, dan
Iman kepada qadha dan qadar (Anshari , 44). Syariat adalah satu sistem norma Ilahi yang
mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, hubungan sesama manusia, serta
hubungan antara manusia dan alam lainnya. Secara garis besar kaidah syariat Islam terbagi
menjadi dua bagian besar, yaitu: ibadah (dalam arti khusus) dan muamalah (dalam arti
luas). Dalam ibadah terdapat: thaharah, shalat, zakat, shaum, haji. Dalam muamalah
terdapat hukum perdata (hukum niaga, hukum nikah, hukum waris,dsb) dan hukum publik
(hukum pidana, hukum negara, hukum perang dan damai = jihad, dsb) (Anshari , 45).
Akhlak adalah ‘perbuatan’. Garis besar akhlak meliputi: akhlak manusia terhadap Khalik,
akhlak manusia terhadap makhluk, makhluk bukan manusia; flora, fauna, dan lain-lain,
makhluk manusia terhadap diri pribadi, rumah tangga atau keluarga, antartetangga, dan
masyarakat luas lainnya (Anshari, 46).

Kewajiban-Kewajiban dalam Agama Islam


Dalam agama Islam ada tujuh tugas agama yang harus dijalankan sebagai amalan-
amalan wajib untuk menyembah Allah. Tujuh tugas agama itu adalah:
1. Shalat lima kali sehari
2. Berpuasa pada bulan Ramadhan
3. Menunaikan ibadah haji satu kali seumur hidup jika seseorang mampu secara fisik dan
dari segi keuangan.
4. Memberi zakat yang jumlahnya sepersepuluh dari komoditas-komoditas tertentu, yang
harus dibayar pada akhir tahun demi kesejahteraan masyarakat umum dan kaum miskin.
5. Khums atau seperlima dari pendapatan tahunan seseorang harus dibayarkan sebagai hak
prerogative kepada Imam pada masanya.
6. Jihad yang secara umum diterjemahkan sebagai perang suci untuk mencapai perdamaian.
7. Al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar yaitu saran untuk berbuat baik dan
mencegah perbuatan jahat (Asyraf 2002, 223).
Dalam kalangan Syi’ah dan Sunni lima dari ketujuh kewajiban agama, yaitu: shalat,
puasa, haji, zakat, dan jihad berlaku dengan sedikit variasi dalam cara pelaksanaan empat
kewajiban pertama dan berbeda dalam menafsirkan kewajiban jihad. Menurut ajaran
Syi’ah, kewajiban jihad tidak dapat dilaksanakan jika Imam tidak ada. Namun demikian,
dalam keadaan tertentu atau darurat, seperti mendapat serangan dari musuh yang
membahayakan negeri Islam atau umat Islam, setiap orang wajib berperang untuk
membela negeri dan rakyatnya (Asyraf 2002, 224).

Ibadah-ibadah Lain dalam Agama Islam


Dalam agama Islam terdapat ibadah-ibadah lain bagi kaum Syi’ah Dua-Belas-Imam.
Menurut Kaum Syi’ah Dua-Belas-Imam, selain tujuh kewajiban agama, ada dua amalan
agama lain yang dijalankan. Dua amalan yang dimaksud adalah: 1) peringatan kesyahidan
Husain ibn ‘Ali. 2) ziarah ke makam para Imam. Masing-masing amalan ibadah ini,
sesungguhnya dianggap sebagai konsekuensi wajar dan ungkapan praktis dari
kepercayaan kaum Syi’ah kepada para Imam dan kecintaan mereka kepada keluarga Nabi
Saw. Dua amalan ibadah tersebut bukan merupakan kewajiban-kewajiban syariah, namun
dijalankan dengan tujuan membantu kaum Syi’ah untuk memahami cita-cita keagamaan
dan spiritual Syi’ah serta konsep-konsep Islam tentang cinta, keadilan, nilai-nilai manusia,
kasih sayang kepada kaum tertindas, dan kebencian terhadap penindasan dan
ketidakadilan (Asyraf 2002, 224).
Makna Batin dan Ritus-Ritus Islam
Islam percaya bahwa Allah adalah Al-Zhahir (Yang Mahalahir, Yang Tampak) dan
sekaligus Al-Bathin (Yang Mahabatin, Yang Tersembunyi), Dia telah menetapkan untuk
umat manusia ritus-ritus tertentu yang harus dijalankan agar mereka dapat mendekat
kepada-Nya. Kedekatan ini dapat dicapai jika orang yang menjalankan itu berusaha untuk
memahami makna batin dari ritual-ritual Islam.
Ritual-ritual Islam dalam mecapai kedekatan dengan Allah sangat banyak
bentuknya. Namun demikian, ada beberapa ritual yang dianggap sebagai kewajiban untuk
mengembangkan kedekatan dengan Allah dan spiritualitas umat Islam. Inti spiritualitas
dan kesalehan umat Islam itu sendiri, dimaknai dalam upaya hidup untuk meniru Nabi
yang didasarkan atas Sunnah atau tradisi-tradisi dan perbuatan-perbuatannya. Sunnah
adalah ulasan atas Al-Quran dan tata cara kaum Muslim mengetahui bagaimana kebenaran-
kebenaran Teks Suci itu dihidupkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sunnah
memberikan contoh-contoh konkret dan akses pada teladan Muhammad yang telah
diperintah oleh Al-Quran agar ditiru oleh orang-orang yang beriman. Dalam menjalankan
Sunnah, terdapat empat ritus kewajiban agama yang memiliki makna batin. Empat ritus
yang dimaksud adalah: shalat, haji, puasa, dan jihad.
Shalat, haji, puasa, dan jihad merupakan ritus penyucian (Thaharah), yang
mempunyai bentuk lahir dan makna batin. Bentuk lahir dan makna batin ini, secara ringkas
dijelaskan dengan contoh praktik wudhu yang dilaksanakan sebelum shalat. Dalam praktik
wudhu, secara lahiriah seseorang melakukan penyucian fisik dengan membersihkan
seluruh bagian anggota badan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Makna pembersihan
seluruh bagian badan ini adalah bentuk permohonan akan ampunan dan rahmat orang
yang melakukan wudhu dengan mulai berdoa kepada Allah.
Orang yang melakukan wudhu berdoa kepada Allah agar membersihkan dosa-dosa
yang dilakukan dengan kedua tangannya yang disengaja atau tidak disengaja,
membersihkan juga dosa-dosa yang dilakukan oleh mulutnya, mengisi lubang hidungnya
dengan keharuman surga, menghilangkan kegelapan yang telah menodai wajah dan
menyinarinya dengan kebijaksanaan-Nya, memohon kepada Allah agar menyerahkan buku
catatan amal-amalannya ke tangan kanannya seperti yang dilakukan orang beriman, ketika
membasuh kaki kanan memohon agar dibimbing ke jalan yang benar, dan ketika
membasuh kaki kiri memohon agar dilindungi dari bisikan-bisikan pasukan setan yang
berusaha untuk membawa manusia ke jalan yang rusak, yakni jalan kehancuran (Asyraf
2002,150). Oleh karena itu, dalam melakukan ritus-ritus penyucian dalam Islam
pengetahuan tentang makna batin dari ritus tersebut menjadi penting dan menjadi bagian
yang tidak bisa dipisahkan dari bentuk lahiriah ritus tersebut.

Makna Batin Ritus-Ritus Islam


a. Shalat (Al-Shalah)
“Katakanlah sesungguhnya, ‘Ya Tuhanku, shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku
adalah untuk-Mu, Tuhan semesta alam. Yang tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah
yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)” (QS Al-An’am [6]: 162-63). Syaikh ‘Abd Al-Qadir Jilani menyebut shalat
batin ini sebagai shalat tarekat (shalat al-thariqah) dan menggambarkannya dengan cara:
“Masjidnya adalah qalb (hati). Jamaahnya adalah penyatuan dari seluruh kekuatan batin
dalam diri manusia. Ia membaca dengan lidah spiritual nama-nama keesaan Allah (tauhid).
Imamnya adalah dorongan spiritual yang mendalam di dalam hati (al-syauq fi al-fu’ad).
Qiblah (arah shalat) menjadi ketunggalan Allah (ahad-iyyah). Qalb (hati) dan ruh (roh)
selalu terlibat dalam doa ini. Mereka tidak tidur, dan mereka tidak mati. Ketika qalb dan
ruh asik dalam doa dan permohonan terus-menerus kepada Allah, shalat wajib (lahiriah)
menjadi suatu manifestasi sejati dari realisasi batin, suatu perenungan dan seruan rahasia
antara Allah dan hamba-Nya”. Dengan kata lain, ketika melakukan ritus shalat, umat
muslim harus menghilangkan dirinya dalam kehadiran Yang Mahakuasa, untuk
menunjukkan sikap hormat kepada Allah sebagai hamba-Nya. Sebab, dalam shalat mereka
akan melihat Allah yang ada di dalam qalb-nya (hatinya) (Asyraf 2002,154).
Dalam ritual shalat, Surah Al-Fatihah merupakan teks utama yang dibaca. Selain itu,
ada juga doa yang diucapkan pada saat seseorang melakukan sikap membungkuk (ruku)
dan memuliakan kesebesaran Allah, yaitu: “Allah mendengar orang yang menyanjung-Nya.”
Doa bacaan tersebut merupakan bentuk penegasan kepada diri sendiri dan semua orang
yang shalat di belakangnya, termasuk para malaikat dan jin. Sebab, dalam yang menjadi
cirri khas dari shalat adalah pemuja harus memusatkan seluruh perhatiannya, baik lahir
dan batinnya pada kiblat yang tak lain adalah Allah sendiri.
b. Puasa (Al-Shaum)
Puasa bersifat lahir dan sekaligus batin. Ritus puasa wajib dilakukan oleh semua
orang yang telah dewasa di bulan Ramadhan. Secara lahiriah ritus puasa dijalankan
dengan tidak makan, minum, merokok, atau melakukan hubungan seks pada siang hari
sejak fajar menyingsing hingga matahari terbenam. Secara batiniah ritus puasa adalah
disiplin yang diberlakukan pada jiwa seseorang sehingga nafsu dapat dicegah agar tidak
dilampiaskan dan keinginan dapat dikendalikan supaya tidak tenggelam dalam kejahatan,
seperti berbohong, memfitnah, iri, dengki, atau sombong. Tahap lain dari puasa batin dapat
dicapai ketika muttaqi, orang yang bertakwa kepada Allah, itu menahan diri dari
melakukan perbuatan- perbuatan yang halal karena khawatir akan melampaui batas.
Tahap selanjutnya dan paling tinggi dari puasa dapat dilihat ketika seseorang (hamba Allah)
yang taat hanya melihat Allah dan tidak yang lain (Asyraf 2002,159).
Puasa secara lahiriah dibutuhkan untuk membantu seseorang agar dapat
melangkah di jalan puasa batin. Menurut Nabi, orang yang menjalankan ritus puasa akan
dikaruniakan kepada orang yang berpuasa-ifthar (berbuka) dan kemampuan untuk
melihat bulan baru (yakni id setelah bulan Ramadhan). Dua kegembiraan lain, yakni
melihat jannah (surga) setelah mati dan kegembiraan untuk dapat melihat Allah setelah
kebangkitan kembali (Asyraf 2002,160).

c. Haji (Hajj)
Ritus haji diwajibkan bagi seluruh kaum Muslim yang mampu secara fisik ataupun
keuangannya. Dalam ritus haji, ritus-ritus yang penting adalah: 1) mengenakan ihram, 2)
memasuki Kota Makkah Al-Mukarramah dan melakukan thawaf al-qudum (berjalan
mengelilingi Ka’bah atau rumah Allah), 3) berada di ‘Arafah (sebuah padang dekat Makkah),
4) bermalam di Muzdalifah, 5)melemparkan batu-batu di tiga tempat yang dipercaya ada
setan yang pernah berusaha menggoda Nabi Isma’il, 6) menyembelih hewan kurban di
Mina, 7) Melakukan thawaf lagi, 8) minum air zamzam (Asyraf 2002,161). Dengan
melakukan ritus haji, seseorang memasuki rumah Allah yang pertama kali didirikan di
Bumi. Masuk kota Makkah dan melakukan tawaf berarti memasuki tempat suci, rumah
Allah yang pertama didirikan di Bumi. Mengelilingi rumah Allah Allah, berarti memuliakan
Arasy Allah yang disekelilingnya malaikat dan seluruh ciptaan-Nya terus mengitarinya.
Umat Muslim percaya dengan tawaf, jamaah yang melaksanakan ritus haji bersama dengan
para malaikat dan makhluk-makhluk lain mengelilingi Arasy Ilahi (Asyraf 2002,162).
Pada intinya Syaikh ‘Abd Al-Qadir Jilani menggambarkan aspek ibadah haji sebagai
Hajj-Al-Thariqah (ziarah di jalan spiritual). Ini merupakan makna yang sesungguhnya dari
berbagai ritual dalam ibadah haji. Ziarah di jalan spiritual ini merupakan makna yang
difirmankan Tuhan dalam Al-Quran (Asyraf 2002,167).

d. Jihad
Dalam pandangan umat Muslim, jihad dianggap sebagai perang untuk
mendatangkan perdamaian. Sebab, Allah berfirman dalam Al-Quran “Mereka yang
mengikuti jalan iman berperang di jalan Tuhan dan mereka yang mengikuti jalan kafir
berperang di jalan setan. Maka perangilah para penolong setan dengan keyakinan ini. Maka
perangilah para penolong setan dengan keyakinan ini. Rencana-rencana jahat setan itu
sesungguhnya sangat lemah dan akan gagal” (QS Al-Nisa’ [4]: 76). Melalui firman tersebut
makna pokok jihad adalah pengerahan tenaga atau usaha, dan di antaranya hanya sebagian
saja yang berarti perang. Dengan kata lain, jihad berarti berperang di jalan Allah melawan
kekuatan-kekuatan jahat dengan mempertaruhkan nyawa dan harta untuk membuat jalan
Allah berjaya di muka bumi dan bukan perang untuk tujuan duniawi semata (Asyraf
2002,168).
Jihad memaksa seseorang untuk menguji dirinya melalui ketulusan dan
kecintaannya kepada Allah dan Nabi. Kecintaan kepada Allah dan Nabi berarti mencintai
kebaikan, tidak mementingkan diri sendiri, menaati semua yang telah ditetapkan oleh Allah
dan dicontohkan oleh Nabi untuk membawa manusia menuju cita-cita tertinggi umat
manusia. Cita- cita itu adalah memenuhi fungsi sebagai khalifah Allah (khalifah Allah) di
muka bumi dan membenci segala kekuatan jahat, termasuk penindasan, ketidakadilan,
kepalsuan, penipuan, fitnah, perampasan kebebasan manusia, dan penolakan terhadap hak
asasi manusia yang dijamin dalam Al-Quran (Asyraf 2002, 169).

Pemahaman Islam tentang Tatanan Alam, Neraka, Malaikat, dan Jin


Tatanan Alam dalam Islam
Dalam pemahaman Islam, hakikat alam ditentukan oleh lima prinsip: profanitas,
keterciptaan, keteraturan, bertujuan, dan ketertundukan. Dalam prinsip profanitas, Islam
menganggap bahwa alam adalah fana. Profanitas alam lengkap dan mutlak, sebab tidak ada
yang suci selain Tuhan. Hal ini merupakan makna syahadat dalam Islam, La ilaha
illallah(OS 3: 18). Menisbahkan kesucian pada alam atau segala sesuatu didalamnya,
berarti berbuat syirik kepada Tuhan. Islam mengutuk penisbahan kesucian kepada alam,
yang menjadikan makhluk-Nya sebagai bagian dari-Nya (QS 43: 15), meminta pertolongan
kepada selain Tuhan (QS 39:43), memuja suatu bagian alam disamping Tuhan (QS 40: 66),
mengklaim adanya hubungan sisilah antara Tuhan dengan Allah dan manusia atau jin (QS
37: 158), memandang segala sesuatu dari bumi ini bersifat ketuhanan (QS 21:21)-adalah
kejahatan besar dan dosa (Al-Faruqi, Isma’il R dan Louis Lamya Al-Faruqi 1998,347).
Dalam prinsip keterciptaan, alam adalah makhluk Allah yang diciptakan dari
ketiadaan dengan perintah Tuhan. Alam mutlak berbeda dan lain dari pada Tuhan Yang
didefinisikan sebagai “sepenuhnya lain” atau laysa ka mitslihi syay (QS 42:11). Sebab, alam
di ciptakan oleh Tuhan dan tidak ada pencipta lain selain Tuhan (Al-Faruqi, Isma’il R dan
Louis Lamya Al-Faruqi 1998, 348).
Dalam prinsip keteraturan, Islam memandang alam sebagai bidang yang teratur.
Artinya, segala yang terjadi memiliki konsekuensi yang berasal dari Allah. Allah yang
menciptakan alam, membentuk alam sebagaimana adanya. Sebab, alam diciptakan tidak
luput dari pengetahuan Allah dan segala sesuatu yang berada di alam berada di bawah
hukum Allah (Al-Faruqi, Isma’il R dan Louis Lamya Al-Faruqi 1998,349).
Dalam prinsip bertujuan, Islam percaya bahwa objek yang membentuk alam
diciptakan karena ada tujuan yang harus, dan akan, dipenuhi. Sebab, Allah menciptakan
segala sesuatu dan memberinya qadar, ukuran, takdir, dan peran (QS 25:2; 87:3). Dengan
demikian, tujuan adalah sisi lain dari keteraturan (Al-Faruqi, Isma’il R dan Louis Lamya Al-
Faruqi 1998, 349).
Dalam prinsip ketundukan, Islam menegaskan bahwa bertujuan tidak hanya
menjadi sifat dari setiap objek dalam alam, namun juga merupakan predikat dari totalitas
alam. Sebab, Allah menciptakan dunia sia-sia dengan tujuan membuat manusia agar dapat
berbuat baik (QS 11:7; 18:7; 67:2). Oleh karena itu, Islam menegaskan bahwa alam
diciptakan dengan tujuan, maksud, dan penciptaan untuk melihat pekerjaan moral manusia
(taskhir) dan pengabdiannya kepada Allah (Al-Faruqi, Isma’il R dan Louis Lamya Al-Faruqi
1998, 350).

Neraka
Neraka merupakan istilah dari bahasa Sansekerta yang menggambarkan suatu
tempat di mana orang berdosa akan dihukum. Al-Quran menyebut neraka dengan tujuh
nama yang berbeda, yakni Jahannam yang berartikedalaman yang menghujam, Haawiya
yang berarti lubang yang dalam yang tidak memiliki dasar, Jahiim yang berarti nyala api,
Saqar yang berarti terik matahari yang membakar, Sa’iirdan Nar yang berarti nyala api dan
api, Laza yang berarti nyala api, dan yang terakhir Hutama yang berarti api yang panas
sekali (Gazalba 1976, 109-110).
Neraka diciptakan oleh Allah sebagai tempat penghukuman bagi manusia yang
menghidupi percabulan dan tindakan yang sangat berdosa. Kerusakan dunia, menurut Al-
Quran berasal dari tindakan manusia yang berdosa dan tindakan tersebut terjadi karena
adannya peran setan yang membuat manusia mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan tersebut. Allah menentukan orang-orang yang masuk ke dalam neraka dan juga
ke luar dari neraka (Gazalba 1976, 111-114).

Malaikat dalam Agama Islam


Menurut Sidi Gazalba, Malaikat ini muncul dalam rukun iman yang kedua yang
berisi, “yakin kepada malaikat-malaikat.” Kata malaikat berasal dari kata malak, jamaknya
malaa’ika. Akar katanya ialah ‘alk atau ‘aluuka, berarti menyampaikan pesan. Malaikat
adalah makhluk gaib. Qur-an menyatakan bahwa manusia berasal dari tanah dan jin
berasal dari api. Hadis menyatakan bahwa malaikat berasal dari cahaya. Manusia
diciptakan dari zat padat, sehingga wujudnya kelihatan, sedangkan jin dan malaikat tidak
diciptakan dari zat padat, sehingga wujudnya tidak kelihatan. Maka dari itu, malaikat yang
bersifat rohaniah tidak dapat dilihat oleh mata lahir (mata kepala), melainkan mata batin
(Gazalba 1976, 35).
Malaikat berfungsi sebagai penyampai pesan Allah kepada manusia. Contohnya,
Malaikat Jibril menyampaikan wahyu kepada Rasulullah Muhammad (Q.S. 2: 97; 26: 197,
194) dan Rasul-rasul sebelum Rasulullah Muhammad (Q.S. 4: 163). Malaikat pun memiliki
tujuh tugas yang berkaitan dengan kehidupan rohaniyah manusia, yaitu (Gazalba 1976, 36-
37):
1. Malaikat sebagai perantara dalam menyampaikan wahyu-wahyu Allah.
2. Malaikat sebagai perantara untuk menabahkan dan mengukuhkan hati orang-orang
beriman
3. Malaikat sebaai perantara dalam melaksanakan hukuman Tuhan.
4. Malaikat sebagai pemberi pertolongan kepada manusia dan mendo’akannya (Q.S. 53: 26;
42:5; 40:79; 3: 43).
5. Malaikat memberi pertolongan kepada manusia dalam perkembangan rohaniyahnya.
6. Malaikat memberikan ilham (ke dalam hati) untuk perbuatan baik (amah shaleh)
7. Malikat sebagai pencatan perbuatan manusia.

Jin dalam Agama Islam


Selain malaikat, Gazalba pun menjelaskan mengenai Setan. Menurutnya setan
masuk ke dalam golongan jin, karena setan juga diciptakan oleh api. Setan (Syaithan)
adalah jenis makhluk roh jahat. Setan itu bertugas untuk menyesatkan manusia, agar
manusia berbuat jahat. Jika seorang manusia tergerak untuk berbuat jahat, maka ia sedang
dibisiki oleh manusia. Jika seorang manusia tergerak hatinya untuk berbuat baik, artinya ia
sedang dibisiki oleh malaikat yang menyampaikan ilhamnya. Manusia memiliki kebebasan
untuk berbuat baik dan jahat. Kedua perbuatan tersebut tergantung dari kemauan manusia.
Kemauan itulah yang membedakan manusia dengan setan dan malaikat. Jin dan malaikat
tidak memiliki kemauan. Satu-satunya yang dimiliki oleh malaikat adalah patuh kepada
Tuhan, sedangkan setan memiliki satu-satunya tabiat, yaitu ingkar kepada Tuhan (Gazalba
1976, 37).
Setan memberikan tipu muslihat utuk memperdaya manusia, agar manusia
memiliki kecenderungan untuk terus berbuat jahat. Maka dari itu, Gazalba menyarankan
agar manusia memperlengkapi dirinya dengan iman dan ilmu untuk memberikan daya
tahan bagi kecenderungan jahat dan lebih memperkukuh dirinya dengan berbuat baik. Jika
iman telah menerangi hati, dan ilmu menerangi budi, maka manusia bergerak kepada
taqwa. Taqwalah yang menjadi benteng terhadap tipu muslihat setan. Tuhan telah
memperingatkan konsekuensi pendurhakaan setan dan manusia yang mengikuti setan
dalam Q.S. 4: 121 yang berbunyi demikian, “Mereka itu tempatnya di Jahannam dan mereka
tak mungkin menyingkir dari padanya (Gazalba 1976, 38).”
Jin adalah makhluk halus yang tidak dapat dilihat dengan panca-indera. Namun
demikian, Jin mampu menjelmakan dirinya, sehingga dapat ditangkap oleh panca-indera.
Ketika jin menjelma, ia mampu menyerupai manusia, binatang atau makhluk hidup yang
luar biasa, yang mengerikan. Selain itu, jin pun mampu untuk hanya memperdengarkan
suaranya tanpa terlihat wujudnya (Gazalba 1976, 38-39).
Namun demikian, Gazalba menjelaskan bahwa jin memiliki dua sifat, yaitu jin baik
dan jin jahat, yaitu jin yang taat kepada Tuhan dan jin yang ingkar kepada Tuhan. Dengan
demikian Gazalba mengungkapkan bahwa terdapat juga jin yang Islam dan jin yang kafir.
Dalam perdukunan baik dan jahat dikenal sebagai sihir hitam (black magic) dan sihir putih
(white magic). Sihir putih bertujuan baik dengan menggunakan jin-jin Islam, sedangkan
sihir hitam bertujuan jahat dengan menggunakan jin-jin kafir. Sebenarnya Qur-an pun
memperlihatkan bahwa jin dan manusia ini diciptakan dengan tujuan yang sama, sehingga
memiliki kewajiban yang sama. “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.”(Gazalba 1976, 39).
Pengusiran Roh ketika manusia kerasukan merupakan suatu hal yang sangat
ditentang di dalam Al-Quran. Beberapa ajaran Islam meyakini bahwa penyakit yang disebut
sebagai kerasukan merupakan penyakit mental yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
empat cairan (darah, lender, empedu hitam, dan empedu kuning) Penolakan tersebut
berasal dari tradisi Galenis dan keyakinan Islam Ortodoks. Ibn Sina dalam Chahar Maqala
dikisahkan pernah menyembuhkan pangeran yang diduga kerasukan roh jahat. Ibn Sina
menyatakan bahwa pangeran tersebut menderita penyakit mental (Rahman 1999, 118-
120).
Ruqyah dan Ayat Al-Quran
Model Ruqyah
Taufiq menjelaskan bahwa ruqyah adalah pembacaan beberapa kalimat untuk seseorang
dengan harapan kesembuhan atas kesengsaraannya. Ruqyah bisa berupa kumpulan ayat-ayat al
Al-Quran, zikir, atau doa para nabi yang dibacakan oleh seseorang untuk dirinya sendiri ataupun
untuk orang lain (Taufiq, 2006: 397). Di sisi lain, terapi ruqyah merupakan terapi yang diambil
dari kitab-kitab umat Islam, yaitu penggunaan ayat-ayat al Al-Quran dan doa-doa ma’tsur yang
diambil dari hadits Rasulullah yang dibacakan kepada pasien. Dalam pelaksanaannya, ruqyah
menempuh prosedur tertentu.
Terapi 1. Ruqyah Model Ustadz Lookh Mahfuzh
Fase Konsep Tindakan Keterangan
Pra- Ruqyah Diagnosa gangguan Bertanya tentang keluhan
pasien dan bagaimana
terjadinya
Konseling Menjelaskan secara analitis
bagaimana gangguan tersebut
terjadi
Proses Ruqyah dengan MP3 Memperdengarkan ayat
Ruqyah player ruqyah melalui MP3 player
Memberi motivasi Memotivasi pasien untuk Memotivasi pasien
internal kepada pasien menyadari apa yang ia untuk menyadari
untuk mengeluarkan rasakan saat terapi. apa yang ia rasakan
jin secara mandiri Memotivasi pasien untuk saat terapi.
melawan setiap gerakan yang Memotivasi pasien
terjadi dalam dirinya dan untuk melawan
mengeluarkannya dengan setiap gerakan yang
baca ta’awudz. terjadi dalam
dirinya dan
mengeluarkannya
dengan baca
ta’awudz.
Pasca Penutup Terapi Membimbing keluarga buat Terapi terpusat pada
Ruqyah air ruqyah sebagai obat gangguan jin dan
pelindung selanjutnya. Beri bukan psikologis.
pesan untuk tingkatkan Pesan lebih bersifat
ibadah sebagai benteng dari ritualistik
gangguan serupa keagamaan, kurang
bersifat psikologis

Terapi 2. Ruqyah Model Tim Darul Mu’allijin


Fase Konsep Tindakan Keterangan
Pra- Diagnosa Pertemuan awal: terapis dialog Diagnosa bantu terapis pilih
Ruqyah gangguan dengan pasien tentang keluhan, metode terapi dan ketahui alur
apa, bagaimana, dan kapan. gerak jin dalam diri pasien
Pertemuan lanjut: terapis
menanyakan hasil terapi
sebelumnya

Stimulasi Meletakkan telapak tangan di Stimulasi bermanfaat beri efek


ubun-ubun pasien sambil baca ayat reaksi pergerakan jin dalam
ruqyah di telingan kanan tubuh pasien
Deteksi Melihat perbedaan suhu antar Deteksi posisi jin sekaligus
bagian tubuh Mencari bagian mendorongnya ke arah mulut
tubuh yang terasa sakit saat untuk keluar Terapis mencoba
ditekan Scanning tubuh dari ujung mengeluarkan jin dengan
kaki diurut ke leher lembut. Terkadang diiukuti
dengan dialog
Proses Perlakuan Menekan kuat, memukul, Hal ini dilakukan jika jin tidak
Ruqyah Fisik menyayat, menusuk dengan tangan mau keluar atau melakukan
pada bagian tubuh yang dianggap perlawanan terhadap terapis
sebagai posisi jin dalam tubuh.
Memukul telapak kaki pasien agar
jin terpental ke tubuh baguian atas
(mulut)
Penggunaan Meneteskan Otem Meminumkan Otem digunakan untuk
Ramuan Ajaba Mengoleskan multi krim melemahkan jin yang bertahan
kuat di mata. „Ajaba
digunakan untuk melemahkan
jin dengan menariknya ke
bagian perut pasien. Multi krim
dioleskan pada kulit bagian
tubuh yang dianggap jin
bersemayam
Imporvisasi Memanfaatkan jin yang sudah Hal ini hanya dilakukan jika
metode dapat dikendalikan untuk pasien sudah terlalu banyak
mendeteksi dan mengeluarkan jin
yang memasuki pasien lain
Memadukan Saat dilakukan bekam, juga Prose ruqyah dapat disertai
ruqyah dibacakan ayat ruqyah perlakuan fisik dan
dengan bekam mengarahkan jin menuju
penyedot darah
Pengkondisian Membacakan ayat ruqyah pada Hal ini merupakan langkah
Rumah bejana. Dengan alat semprot, air preventif agar pasien terhindar
disemprotkan ke seluruh penjuru dari gangguan jin yang berada
rumah pasien untuk mencari buhul di rumah pasien
sihir / jimat yang digunakan di
rumah tersebut
Pasca Penutup Terapis diberkani air ruqyah / Terapi terpusat pada gangguan
Ruqyah Terapi ramuan untuk lindungi dari jin dan bukan psikologis Pesan
gangguan jin yang tersisa Terapis lebih bersifat ritualistik
minta pasien untuk membentengi keagamaan, kurang bersifat
diri dengan ibadah psikologis. (Website
Portalgaruda 2017)

Ayat Al-Quran yang Digunakan dalam Ruqyah


Selama proses ruqyah berlangsung digunakan juga beberapa ayat-ayat yang berada dalam Al-
Quran. Bahasa yang digunakan selama proses pembacaan ayat Al-Quran adalah bahasa Arab.
Ayat-ayat yang digunakan antara lain:
1. Surat Al-Fatihah 1-7
1. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
2. Se-gala puji bagi Allah, Rabb semesta alam,
3. Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,
4. Pemilik hari pembalasan,
5. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan,
6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
2. Surat Yunus 81
Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: "Apa yang kamu lakukan itu, itulah yang sihir,
sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidak benarannya" Sesungguhnya Allah tidak akan
membiarkan terus berlangsungnya pekerjaan orang-yang membuat kerusakan.
3. Surat Al-Falaq
1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai Subuh,
2. Dari kejahatan mahluk-Nya,
3. Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
4. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada butul-butul,
5. Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.”
4. Surat An-Nas
1. Apabila telah datang pertolongan dari Allah dan menang,
2. Dan kamu melihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong,
3. Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Penerima Taubat.
5. Surat Ta-Ha 69
(Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu) yakni tongkat (niscaya ia akan menelan)
yakni akan melahap (apa yang mereka perbuat. Sungguh apa yang mereka perbuat itu adalah tipu
daya tukang sihir) ulah tukang sihir belaka. (Dan tidak akan menang tukang sihir itu, darimana
saja ia datang) dengan sihirnya itu. Lalu Nabi Musa melemparkan tongkatnya, maka tongkat
Nabi Musa itu menjadi ular yang besar dan menelan semua apa yang diperbuat oleh para ahli
sihir (Hasanah 2017, 37-41).

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas kami menyimpulkan bahwa jin atau setan memiliki
peran yang besar di dalam tindakan manusia. Jin memengaruhi manusia untuk
mengeluarkan nafsu “rendahnya” dan melakukan kejahatan.Kerasukan merupakan salah
satu bentuk pengaruh yang dilakukan oleh setan kepada manusia.Pengusiran merupakan
suatu bentuk pembebasan terhadap orang yang mengalami kerasukan.
Daftar Acuan
Al-Faruqi, Isma’il R dan Louis Lamya Al-Faruqi. 1998. Atlas budaya Islam. Terjemahan Ilyas
Hasan. Bandung: Mizan.
Asyraf, Syed Ali. 2002. Dalam mazhab Syi’ah Dua-Belas-Imam. Dalam Ensiklopedi tematis
spiritual Islam, peny. Tim Editor Mizan, 213-236. Bandung: Mizan.
Esposito, John, Darrell J Fasching, dan Todd Lewis. 2012. Agama-agama dunia saat ini:
Ensiklopedi agama dan kepercayaan dunia. Ed.ke-4. Terjemahan Ayu Yudha, Desy
Natalia, Satwika Citahariasmi H, dan Yuniasari Shinta D. Jakarta: Elex Media
Komputindo, s.v. Islam (John Esposito, Darrell J Fasching, dan Todd Lewis).

Gani, H. Bustami Ali dan B. Hamdany Ali. 1967. Islam sebagai akidah dan syariah. Jakarta:
Gramedia.
Gazalba, Sidi. 1976. Ilmu Islam I: Asas ajaran Islam, pembahasan ilmu &filsafat tentang
rukun iman. Jakarta: Bulan Bintang.

Hasanah, Siti. 2017. Ruqyah dalam Islam dan Eksorsisme dalam Katolik. Skripsi S.Ag.,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Nasution, Harun H, peny. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, s.v. Jin
(IAIN Syarif Hidayatullah).

Rahman, Fazlur. 1999. Etika pengobatan Islam: Penjelajahan seorang neomodernis.


Terjemahan Jaziar Radianti. Bandung: Mizan.

Taufiq, Muhammad Izzuddin. 2006. Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam. Terjemahan
Sari Narulita, At-Ta’shil al-Islami Lil Dirasaat an-Nafsiyah. Jakarta: Gema Insani.

Website
Porltal Ganda. Ruqyah dalam Islam.
http://www.portalgaruda.org/Ruqyah-dalam-Islam
(diakses pada tanggal 9 April 2018)

Anda mungkin juga menyukai