Anda di halaman 1dari 18

SHOLAWAT WAHIDIYAH

BERFAEDAH MENJERNIHKAN HATI & MARIFAT BILLAH WARROSUL S.A.W.


BOLEH DIAMALKAN OLEH SIAPA SAJA. TANPA PANDANG BULU.

AJARAN WAHIDIYAH
MUQODDIMAH

Bismillahir Rahmaanir Rahiim


Tujuan pokok perjuangan Wahidiyah adalah mengajak ummat
masyarakat untuk segera kembali sadar dan mengabdikan diri kepada Alloh
Subhanahu Wataala dengan mengikuti dan menyadari kepada Junjungan kita
Rosululloh (Shollalloohu alaihi wasallam) syaran wahaqiqotan, zhohiron
wabathinan. Hal ini sesuai dengan yang senantiasa dikumandangkan suatu
panggilan FAFIRRUU ILALLOOH (Larilah kembali kepada Alloh).
Ajakan tersebut tidak hanya dengan bentuk ajakan yang bersifat
informatif seperti hanya penyampaian amalan, ajaran atau bimbingan saja,
akan tetapi juga dengan bentuk pembimbingan praktis. Misalnya tekanan-
tekanan tentang penerepan ikhlash LILLAH, iman / tauhid BILLAH, ittiba
kepada Rosululloh (Shollalloohu alaihi wasallam) (LIRROSUL), dan
kepercayaan serta rasa penerimaan jasa dari Beliau (Shollalloohu alaihi
wasallam) (BIRROSUL) sangat diperhatikan. Tekanan terhadap penerapan
tauhid BILLAH di sini tidak berarti memberi kelonggaran dalam pelaksanaan
syariat atau amaliah lahiriah. Karena penerapan LILLAH, LIRROSUL dan
seterusnya adalah pelaksanaan syariat. Sangat tidak dibenarkan dalam
Ajaran Wahidiyah seseorang yang beranggapan bahwa jika sudah
menerapkan BILLAH (haqiqat) diperbolehkan meninggalkan syariat.
Ajaran Wahidiyah bukan merupakan ajaran atau aliran baru yang
menyimpang dari ajaran Islam; melainkan berupa bimbingan praktis yang
dirumuskan dari Al-Quran dan Al-Hadits dalam melaksanakan tuntunan
Rosululloh (Shollalloohu alaihi wasallam). Meliputi bidang Iman, bidang
Islam dan bidang Ihsan. Mencakup segi syariah, segi haqiqah dan segi
akhlaq.
Sebelum kita membahas satu persatu pengertian dan bagaimana
penerapan AJARAN WAHIDIYAH, marilah kita renungkan dan kita fikirkan
lebih dahulu tentang fungsi manusia dihidupkan oleh ALLOH Subhanahu
Wataala di dunia ini.
Kita perhatikan firman ALLOH Subhanahu Wataala :
Artinya kurang lebih : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Malaikat : Sesungguhnya AKU hendak menjadikan kholifah di muka bumi
(2- Al Baqoroh : 30)
Yang dimaksud Kholifah adalah Nabi Adam Alaihissalam yang
menurunkan seluruh ummat manusia. Jadi setiap manusia, sebagai
keturunan Nabi Adam Alaihissalam dengan sendirinya sebagai ahli warisnya

Ajaran Wahidiyah 1
dan sekaligus menjadi Kholifah ALLOH di muka bumi. Secara Adami berarti
setiap manusia mempunyai tugas kewajiban dan tanggung jawab
menjalankan kekholifahan. Sebagai Kholifah ALLOH di bumi ummat manusia
diberi tugas mengatur kehidupan dunia ini agar menjadi kehidupan yang baik
dan benar yang diridloi ALLOH Subhanahu Wataala
Di dalam menjalankan fungsinya sebagai Kholifah ALLOH di muka bumi,
manusia tidak bebas begitu saja tanpa arah, melainkan harus mengikuti
haluan garis besar dan tujuan pokok yang harus dituju. Antara lain seperti
yang telah ditetapkan di dalam Al-Quran Surat 51 Adz- Dzaariaat Ayat 56 :
Artinya kurang lebih : Dan tiada AKU menciptakan jin dan manusia melain-
kan agar supaya mereka beribadah mengabdikan diri kepada-KU (51-Adz
Dzaariyat : 56)
Jadi segala perbuatan dan tingkah laku manusia dalam segala keadaan,
situasi dan kondisi yang bagaimanapun, hidup di dunia ini harus diarahkan
untuk pengabdian diri (beribadah) kepada ALLOH Subhanahu Wataala
semata-mata karena ALLOH (LILLAH) sebagai pelaksanaan tugas
LIYABUDUUNI.

Shahabat Ibnu Abbas Radliyallohu anhuma seorang mufassir Al Quran


yang terkenal sejak zaman Rosululloh Shollalloohu 'alaihi wasallam,
menafsirkan kalimat Liyabuduuni dalam ayat tersebut dengan
Liyarifuuni. Artinya agar supaya jin dan manusia marifat, mengenal atau
sadar kepada-KU (ALLOH). Menurut Syekh Al-Kalabi disebutkan dalam Tafsir
Al-Qurthubi, Liyabuduni ditafsiri Liyuwahhiduuni. Artinya agar men-
tauhid-kan (memahaesakan)_AKU. Dua penafsiran tersebut ada keterkaitan
satu dengan yang lain. Untuk men-tauhid-kan Alloh Subhanahu Wataala
harus mengenal-NYA lebih dulu. Mana mungkin seseorang men-tauhid-kan
Alloh Subhanahu Wataala sebelum mengenal-NYA. Jadi segala hidup dan
kehidupan manusia (dan jin) menurut tafsir ini harus sepenuhnya diarahkan
atau sebagai sarana untuk marifat atau mengenal ALLOH Subhanahu
Wataala Sang Maha Pencipta sampai bisa menyadari, meyakini dan
mengitikadkan dalam hati bahwa segala sesuatu yang tercipta adalah ALLOH
Subhanahu Wataala Sang Maha Pencipta-lah yang menciptakannya,
sehingga dalam hati mengakui dan merasa bahwa pada hikikatnya tiada daya
dan kekuatan melainkan dari ALLOH Subhanahu Wataala. Dalam istilah lain
senantiasa men-tauhidkan (memahaesakan) kepada ALLOH atau menerapkan
BILLAH;
Begitu pula ummat manusia tidak mungkin bisa melaksanakan
pengabdian diri kepada ALLOH (LILLAH) dan man-tauhid-kan BILLAH sesuai
dengan ridlo-NYA tanpa adanya pembimbing. Maka untuk membimbingnya
ALLOH Subhanahu Wataala memilih di antara hamba-hamba-NYA dijadikan
Nabi Pemimpin ummat, dan diantara Nabi-Nabi ada yang ditetapkan sebagai
Rosul Utusan-NYA dengan dibekali Kitab Suci sebagai tuntunan hidup bagi
ummat manusia. Nabi dan Utusan ALLOH Subhanahu Wataala yang terakhir
adalah Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rosululloh Shollalloohu 'alaihi
wasallam dengan Kitab Suci Al-Quran sebagai pedoman dan tuntunan hidup
manusia sampai akhir zaman / Yaumil qiyaamah.
Dengan diutusnya Beliau Shollalloohu 'alaihi wasallam ummat manusia
diwajibkan menyaksikan bahwa Beliau Shollalloohu 'alaihi wasallam sebagai
Utusan Alloh dan mentaati atas perintah-perintahnya. Dalam pelaksanaan
taat kepada Beliau disamping pelaksanaan amaliah lahiriyah tidak kalah
pentingnya penataan niat / tujuan dalam batin / hati. Yakni dalam
pelaksanaan taat secara lahiriyah disamping didasari ibadah semata-mata
karena ALLOH (LILLAH) juga harus disertai tujuan mengikuti / mentaati

Ajaran Wahidiyah 2
Rosululloh (LIRROSUL). Penerapan seperti inilah yang dibimbingkan pula
dalam Ajaran Wahidiyah.
Jasa seseorang tidak boleh diabaikan / dilupakan, melainkan harus
diakuinya dan disyukuri, baik dengan ucapan dan perbuatan maupun dengan
pengakuan / perasaan batin. Lebih-lebih jasa atas diperolehnya suatu nimat
dan anugerah yang amat besar nilainya. Yakni karunia iman dan islam.
Padahal dari sekian makhluq yang ada di alam ini tiada satupun yang berjasa
kepada kita manusia melebihi jasa Rosululloh Shollalloohu 'alaihi wasallam
yang rahmatan lilalamiin. Tiada satupun amal kebaikan yang terlepas dari
jasa Beliau Shollalloohu 'alaihi wasallam. Untuk itu setiap kita melakukan
amal kebaikan seharusnya tidak melupakan jasa Beliau , bahkan harus selalu
merasa bahwa segala kebaikan yang kita lakukan dan kita terima atas jasa
Beliau Shollalloohu 'alaihi wasallam. Istilah Wahidiyah selalu menerapkan
BIRROSUL.
Tiada seorang pun yang hidup di alam ini yang tidak memerlukan atau
tidak berhubungan pihak lain. Kelahirannya saja di alam fana ini sudah
memerlukan banyak pihak. Setiap ada hubungan dengan pihak lain di situ
pasti timbul dengan sendirinya suatu hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi. Penyimpangan dan penyalahgunaan dalam pemenuhan hak dan
kewajiban adalah suatu kezhaliman. Kezhaliman yang dilakukan oleh
seseorang akan mengakibatkan gelapnya hati dan penghalangnya pintu
kesadaran, keimanan, ketaqwaan kepada Dzat Maha Suci serta akan
memperberat tuntutan di alam baqa nanti. Dalam Wahidiyah diberi
bimbingan secara garis besar tentang kewajiban pemenuhan hak terhadap
pihak lain yang diistilahkan dengan YUKTII KULLA DZII HAQQIN HAQQOH
(memberikan suatu hak kepada yang berhak menerimanya) dengan prinsip
TAQDIIMUL AHAM FAL-AHAM TSUMMAL-ANFAFAL-ANFA (mendahulukan
sesuatu yang lebih penting (aham) dan yang lebih besar manfaatnya
(anfa)).
Penjelasan tentang apa yang diuraikan dalam muqaddimah ini Insya
Alloh akan dibahas lebih luas di bawan ini. Mudah-mudahan bermanfaat dan
diriloinya fid-diini wad-dun-ya wal-akhirah. Amiin.

DEFINISI (TARIF) AJARAN WAHIDIYAH;


Yang dimaksud dengan AJARAN WAHIDIYAH adalah : BIMBINGAN
PRAKTIS LAHIRIYAH DAN BATINIYAH DI DALAM MENGAMALKAN DAN
MENERAPKAN TUNTUNAN ROSULULLOH, Shollalloohu 'alaihi wasallam
MENCAKUP BIDANG SYARIAT, BIDANG HAQIQAT, MELIPUTI PENERAPAN
IMAN, PELAKSANAAN ISLAM, PERWUJUDAN IHSAN DAN PEMBENTUKAN
AKHLAQUL KARIMAH.
Peningkatan iman menuju kesadaran atau marifat kepada ALLOH
Subhanahu Wataala
Pelaksanaan Islam sebagai realisasi dari ketaqwaan terhadap ALLOH
Subhanahu Wataala, Tuhan Yang Maha Esa.
Perwujudan Ihsan sebagai manifestasi dari iman, Islam yang kamil
(sempurna). Pembentukan moral / akhlaq untuk mewujudkan akhlaqul
karimah.
Bimbingan praktis lahiriyah dan batiniyah di dalam memanfaatkan
potensi lahiriyah yang ditunjang oleh pendayagunaan potensi
batiniyah/spiritual yang seimbang dan serasi.

Ajaran Wahidiyah 3
Jadi bimbingan praktis tersebut meliputi segala bentuk kegiatan hidup
dalam hubungan manusia dengan ALLOH Subhanahu Wataala (HABLUM
MINALLOH), hubungan manusia dalam kehidupan bermasyarakat sebagai
insan sosial (HABLUN MINAN-NAAS), hubungan insan dengan keluarga,
rumah tangga, dengan bangsa, negara dan agama, dengan sesama ummat
manusia segala bangsa serta hubungan manusia dengan segala makhluq di
lingkungan hidup pada umumnya.
Sumber dasar hukum Ajaran Wahidiyah adalah : AL-QURAN DAN SUNNAH
ROSULULLOH Shollalloohu 'alaihi wasallam
Pokok - pokok atau rumusan Ajaran Wahidiyah sebagaimana termaktub
dalam Lembaran Sholawat Waghidiyah adalah :
LILLAH - BILLAH, LIRROSUL- BIRROSUL, YUKTII KULLA DZII HAQQIN
HAQQOH, dengan prinsip TAQDIIMUL AHAM FAL-AHAM TSUMMAL-ANFA
FAL-ANFA.
LILLAH
1. Pengertian dan cara penerapan LILLAH
Segala amal perbuatan apa saja, baik yang berhubungan langsung kepada
Alloh dan Rosul-NYA, Shollalloohu 'alaihi wasallam maupun yang
berhubungan dengan masyarakat, dengan sesama makhluq pada
umumnya, baik yang wajib, yang sunnah maupun yang wenang, asal bukan
perbuatan yang merugikan / bukan perbuatan yang tidak diridloi Alloh,
melaksanakannya supaya didasari niat dan tujuan hanya mengabdikan diri
kepada Alloh Tuhan Yang Maha Esa dengan IKHLAS tanpa pamrih !
(LILLAHI TAALA).
Penerapan LILLAH umumnya ulama menyebutnya IKHLASH. Jika
disatukan menjadi Ikhlas Lillah. Umumnya Ulama mengambil kalimat
yang depan yakni IKHLAS dan istilah Wahidiyah mengambil yang belakang,
yakni LILLAH dengan maksud agar lebih mengarah kepada tujuan yang
pokok. Karena kalimat ikhlas sudah tercampur dengan pengertian rela
atau senang. Seperti ucapan saya ikhlas memberikan sesuatu kepada
kekasihku. Ucapan ini belum pasti didasari tujuan semata-mata karena
Alloh (Lillah). Kemungkinan besar karena kekasihnya dia rela memberikan
sesuatu. Berarti pemberiannya itu karena kekasih (Lil-kekasih) belum
karena Alloh (Lillah). Akan tetapi jika ucapannya saya memberi seseuatu
kepada kekasihku dengan LILLAH, berarti pemberiannya itu didasari ikhlas
karena Alloh (LILLAH). Selain itu dengan ucapan LILLAH sekaligus
berdzikir kepada ALLOH.
Di kalangan masyarakat sering terjadi pengartian ikhlas yang salah
kaprah. Misalnya ; ikhlas adalah ketika seseorang melakukan amal ibadah
dan setelah itu dia melupakannya seakan-akan tidak beramal.
Dicontohkan seperti orang mengeluarkan ludah, Setelah itu dia tak pernah
berangan-angan / tidak merasa kehilangan ludah. Penerapan seperti ini
belum mengarah kepada tujuan ibadah karena Alloh (Lillah); Masih
dimungkinkan pelaksanannya itu karena selain Alloh. Yang lebih tepat
ungkapan tersebut digunakan untuk menjaga kemurnian ikhlas Lillah.
Supaya ikhlasnya tidak rusak dengan timbulnya riya (pamer) atau
membanggakan diri (ujub), maka di antara cara menjaganya seperti
perkataan tersebut.
Ada lagi yang mengatakan : saya bekerja untuk mencari bekal ibadah.
Ucapan seperti ini jika diterapkan dalam hati masih belum mengarah
kepada tujuan Lillah. Benarkah hasil kerjanya nanti untuk ibadah kepada

Ajaran Wahidiyah 4
Alloh atau hanya untuk menuruti kesenangan nafsuinya ? Masih belum
jelas dan mengkhawatirkan penyalahgunaannya. Sedangkan bekerjanya
itu sendiri bisa langsung dijadikan ibadah karena Alloh. Jadi yang lebih
tepat adalah sya bekerja karena Alloh (LILLAH) atau karena
melaksanakan perintah Alloh, atau semata-mata beribadah kepada Alloh.
Seamuanya merupakan penerapan LILLAH.
Syekh Sahal At-Tasturi berkata ;
Penerapan ikhlas adalah hendaknya gerak diamnya seseorang, baik pada
saat sendirian maupun ada orang lain semata-mata hanya karena Alloh
Taala (Lillah), tidak dicampuri karena sesuatu baik dorongan nafsu,
menuruti kehendak / kesenangan nafsu maupun pamrih duniawi lainnya
(Dikutip dari kitab At-Tibyan An-Nawawi Bab 4)
Jadi beribadah itu tidak hanya terbatas pada menjalankan syahadat,
sholat, zakat, puasa dan haji yang menjadi rukun Islam itu saja, juga tidak
hanya terbatas pada menjalankan ibadah-ibadah sunnah seperti membaca Al
Quran, membaca dzikir, membaca sholawat, dan sebagainya. Akan tetapi
disamping itu semua, segala gerak gerik manusia, segala tingkah laku dan
perbuatannya, sepanjang tidak melanggar larangan ALLOH Subhanahu
Wataala, harus dijadikan sebagai pelaksanaan ibadah kepada ALLOH
Subhanahu Wataala. Jika hidup manusia ini tidak selalu diarahkan untuk
pengabdian diri / beribadah kepada ALLOH, ini berarti manusia telah
menyimpang dari haluan hidup yang telah digariskan ALLOH Subhanahu
Wataala dalam Ayat tersebut di atas. Penyelewengan / penyalahgunaan
mandat merupakan suatu kesalahan yang harus segera ditobati.
Salah satu syarat yang prinsip yang harus diterapkan dalam hati ketika
menjalankan ibadah adalah adanya tujuan (niat) di dalam pelaksanaannya.
Setiap niat yang baik bisa diikut sertakan dalam tujuan beribadah. Akan
tetapi sebagai pondasi yang harus dikokohkan yang seandainya pondasi
tersebut hancur akan hancur pula semua yang terbangun di atas yaitu niat
beribadah karena ALLOH (LILLAH). Jika tidak disertai niat beribadah, atau
tujuannya tidak benar, apapun macamnya perbuatan, perbuatan taat
sekalipun, amal perbuatan tersebut bisa jadi tidak dicatat sebagai ibadah.
Suatu contoh pelaksanaan sholat fardlu atau sunnah. Jika
pelaksanaannya tidak didasari karena Alloh (LILLAH), misalnya karena ingin
memperoleh pujian atau sesuatu dari orang lain, maka sholat tersebut belum
bisa dinamakan pengabdian kepada Alloh yang murni semata-mata karena-
NYA (LILLAH). Tapi masih karena selain Alloh. (Lighoirillah). Amal ibadah
yang karena selain ALLOH itu namanya amal Lihhafsi (hanya menuruti
nafsu) atau menyembah nafsu. Padahal Alloh tidak akan menerima suatu
amal kebaikan (ibadah) yang pelaksanaannya karena selain-Nya. Ini
namanya syirik khofi (menyekutukan tujuan dalam pelaksanaan ibadah
dengan selain Alloh); Sekalipun diistilahkan khofi tapi tetap berbahaya dan
terkecam.
Begitu pula amal-amal ibadah fardlu dan sunnat lainnya; Sekalipun
sudah tepat syarat dan rukunnya dalam pelaksanaan lahirnya akan tetapi
tidak LILLAH dalam hatinya, namanya penipuan kepada Alloh Subhanahu
Wataala , kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain. Hal ini sangat
berbahaya karena akan ditolak oleh Alloh Subhanahu Wataala. Firman Alloh
(Q.S. 2 Al-Baqarah : 9) artinya : Mereka menipu Alloh dan orang-orang
yang beriman. Padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedangkan
mereka tidak merasa)

Ajaran Wahidiyah 5
Begitu pula sebaliknya; jika suatu amal ibadah yang sudah bisa
disertai niat LILLAH akan tetapi pelaksanaan lahirnya tidak sesuai dengan
aturan Alloh dan Rasul-Nya, tidak tepat syarat, rukun dan adab-adabnya
maka amal ibadah tersebut menjadi batal. Jadi dalam pelaksanaan ibadah
disamping harus tepat tata cara pelaksanaannya secara lahiriyah, juga harus
tepat niat dan tujuannya secara batiniyah, yakni semata-mata karena Alloh
(LILLAH);
Suatu perbuatan yang bersifat duniawi atau berhukum jawaz / mubah
akan berobah menjadi amal ukhrowi atau amal ibadah jika pelaksanaannya
didukung / disertai tujuan dan niat semata-mata karena Alloh (LILLAH);
Misalnya; pada saat nafsu seseorang menginginkan makan (bernafsu
makan), saat itu pula hati mengarahkan keinginan nafsunya dengan merobah
tujuan makannya. Yang semula karena keinginan atau kesenangan lalu
dirobah menjadi karena melaksanakan perintah Alloh yang berupa makan
atau karena Alloh (LILLAH), tidak karena kesenangan nafsunya. Dengan
demikian makan yang dia lakukan itu bernilai ibadah karena ALLOH. Dia
menjadi hamba Alloh bukan hamba nafsu makan. Sekalipun sudah Lillah
namun urusan pelaksanaan syariatnya makan harus tetap diperhatikan.
Misalnya ; makanannya harus halal, diawali dengan bacaan Basmalah dan
doa sebelum makan, dan adab-adabnya supaya tetap dijaga.
Amal perbuatan yang harus didasari LILLAH hanyalah amal perbuatan
yang baik, yang diridloi Alloh . Perbuatan yang dilarang atau tidak dibenarkan
oleh syariat, yang merugikan pihak lain, dan sebaginya sama sekali tidak
boleh didasari dengan LILLAH. Misalnya saya berzina semata-mata karena
Alloh. Ini namanya pelecehan dan pengihinaan kepada Alloh. Dosanya
menjadi dobel.
Sabda Rosululloh menegaskan hal niat ini sebagai berikut :
INNAMAL-AMAALU BIN-NIYYAAT, WA-INNAMAA LIKULLI-MRI-IN MAA
NAWAA, FAMAN KAANAT HIJROTUHUU ILALLOOH I WAROSUULIHI
FAHIJROTUHUU ILALLOOHI WAROSUULIH. WAMAN KAANAT HIJROTUHU
ILAA DUN-YAN YUSHIIBUHAA AW ILA-MRO-ATIN YANKIHUHAA
FAHIJROTUHU ILAA MAA HAAJARO ILAIHI
Artinya lebih kurang :
Sesungguhnya segala amal perbuatan itu ditentukan (dinilai) menurut
niatnya; dan sesungguhnya yang diperoleh seseorang itu sesuai dengan
yang dia niatkan. Maka barang siapa hirahnya (amalnya) semata-mata
menuju Alloh (LILLAH) dan mengikuti Rosul-Nya (LIRROSUL) maka
hijrahnya itu sampai kepada Alloh wan Rasul-Nya. Dan barang siap
hijrahnya hanya untuk memperoleh harta dunia atau karena seorang
wanita yang akan dinikahinya maka hijrahnya hanya sampai pada yang
dia tuju (Riwayat Bukhori, Muslim dan lainnya dari Umar Ibnul Khottob
Rodiyallohu anhumaa.)
Penerapan LILLAH ini letaknya di dalam hati. Kelihatannya seperti sesuatu
yang sepele (tiada arti) akan tetapi sangat menentukan sekali. Jika kurang
mendapat perhatian atau kurang tepat penerapannya, bisa menghancurkan
bangunan ibadah secara keseluruhan. Begitu pula penerapan LILLAH ini tidak
mudah, kecuali bagi orang yang mendapat hidayah dan taufiq dari Alloh .
Oleh karena itu disamping berlatih setiap saat juga harus berusaha
memperoleh hidayah dan taufiq tersebut. Cara untuk memperolehnya, dalam
Wahidiyah, pengamalnya dibimbing untuk melakukan mujahadah dengan
pengamalan Sholawat Wahidiyah dan selalu berlatih setiap saat menerapkan
Ajaran Wahidiyah ini.

Ajaran Wahidiyah 6
Sekali lagi harus diingat bahwa yang boleh dan bahkan harus disertai
niat ibadah LILLAH adalah terbatas pada perbuatan yang tidak terlarang.
Adapun perbuatan yang melanggar syariat atau undang-undang, yang
tidak diridloi oleh ALLOH, yang merugikan, baik merugikan diri sendiri dan
lebih-lebih merugikan orang lain, sama sekali tidak boleh dilakukan dengan
disertai niat ibadah LILLAH. Harus dijauhi dan ditinggalkan. Betapapun kecil
dan remehnya. Harus berusaha sekuat mungkin untuk menjauhi dan
meninggalkan ! Dan pada saat menjauhi atau meninggalkan itulah yang harus
disertai niat ibadah LILLAH. Jangan sampai dalam kita menjauhi atau
meninggalkan munkarot itu didorong oleh kemauan nafsu. Harus LILLAH -
beribadah kepada ALLOH, menjalankan perintah ALLOH (Subhanahu
wataala) ! Titik. Tidak ingin begini dan begitu.
Ikhlas LILLAH di sini supaya dijadikan sebagai pondasi dari segala amal.
Di atas pondasi itu dibangun berbagai bangunan amal perbuatan, termasuk
tujuan / niat lain yang tidak bertentangan dengan syariat. Misalnya; datang
ke rumah saudara. Kedatangannya itu supaya didasari niat LILLAAHI
TAALA Begitu pula tujuan / niat shilaturahim, memberi bantuan, dan
sebagainya supaya didasari LILLAH. Sehingga kadatangan, shilaturahim, dan
pemberian bantuannya masing-masing tercatat ibadah karena Alloh.
Demikian seterusnya di dalam kita menjalankan perbuaatan-perbuatan yang
tidak bertentangan dengan syariat,. Jangan karena terdorong oleh
kepentingan nafsu supaya begini dan begitu, agar tidak merusak dan
menghancurkan nilai bangunan amal yang kita kerjakan.
Masalah pamrih atau berkeinginan terhadap sesuatu yang
menggembirakan dan menyenangkan, ingin kepada kebaikan-kebaikan;
seperti ingin pahala, surga dan sebagainya atau takut dari sesuatu yang
menakutkan ; seperti kesusahan, penderitaan, siksa neraka dan lain
sebagainya, itu diperbolehkan. Bahkan sewajarnya harus begitu. Sebab
manusia tidak lepas dari sifat basyariyah yang mempunyai keinginan dan
harapan serta kemauan-kemauan yang semuanya bersumber dari nafsu, dan
nafsu itupun suatu anugrah Tuhan yang diberikan kepada manusia sehingga
menjadi makhluk yang lebih lengkap dan paling sempurna di antara makhluk-
makhluk lainnya. Maka nafsu seperti itulah yang harus diarahkan. Diarahkan
menurut arah yang telah digariskan oleh ALLOH (Subhanahu wataala); yaitu
Liyabuduuni tersebut. Diarahkan untuk ibadah kepada ALLOH (Subhanahu
wataala). Jika tidak diarahkan, pasti akan terjadi timbunan hawa nafsu yang
serakah dan mengakibatkan penyelewengan dan penyalahgunaan yang
akibatnya akan menghancurkan manusia itu sendiri. Bahkan bisa
menghancurkan ummat dan masyarakat. Oleh karena itu di dalam
berkeinginan atau pamrih seperti di atas harus disertai niat ibadah kepada
ALLOH Subhanahu wataala dengan ikhlas LILLAH (semata-mata karena
ALLOH).
Jadi lebih jelasnya, ketika kita bersembahyang, berpuasa, mengeluarkan
zakat, menunaikan ibadah haji, membaca Quran, membaca dzikir, membaca
sholawat dan sebagainya supaya disertai niat beribadah yang sungguh-
sungguh ikhlas LILLAH. Jangan sampai kita melakukan semua tadi hanya
karena ingin surga, ingin pahala, takut neraka, ingin terhormat, ingin terpuji,
ingin kaya dan sebagainya. Begitu juga ketika kita bekerja, belajar, berjuang
untuk bangsa, agama dan negara, mengurus dan mengatur rumah tangga,
kita ke sawah, ke pasar, ke kantor, ke toko, dan ketika kita makan, minum,
tidur, istirahat, mandi dan sebagainya dan sebagainya, selama bukan
pekerjaan yang melanggar aturan supaya disertai dengan niat ibadah kepada
ALLOH (Subhanahu wataala) dengan ikhlas semata-mata karena ALLOH

Ajaran Wahidiyah 7
(LILLAH) tanpa pamrih. Begitu juga ketika kita berkeinginan, berkemauan,
berangan-angan, berfikir dan sebagainya harus disertai niat ibadah kepada
ALLOH. (LILLAH). Jadi benar-benar melaksanakan pernyataan yang kita baca
pada setiap sholat yaitu :
INNA SHOLAATI WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAAHI
ROBBIL-ALAMIIN
Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah untuk ALLOH
Robbil Aalamiin.
dan menerapkan di dalam hati kandungan ayat yang sering kita baca di dalam
Surat Al Fatihah :
IYYAAKA NABUDU WAIYYAAKA NASTAIIN
Hanya kepada-MU (yaa ALLOH) kami mengabdikan diri
Dengan demikian bagi yang telah mampu menerapkan hal-hal tersebut
boleh dikatakan hatinya senantiasa ber-tahlil : LAA ILAAHA ILLALLOH
(TiadaTuhan melainkan ALLOH).
Ilmiah dan pengertian mudah dipelajari mudah dihafal. Akan tetapi
disamping pengertian, perlu diusahakan penerapan dan pelaksanaan ilmiah
yang sudah kita miliki. Tidak cukup hanya dipelajari, dibahas, diperdebatkan
keshahihan dasar, didiskusikan, diseminarkan dan lain sebagainya kalau
tidak diamalkan dan diterapkan dalam hati.
Sabda Nabi (Shollalloohui alaihi wasallam) yang artinya :
Sesungguhnya Alloh Taala tidak memandang bentuk lahiriyahmu
(kepandaian, kemasyhuran, kedudukanmu) dan harta bendamu, melainkan
Alloh Taala memandang hatimu dan amal perbuatanmu (H.R. Muslim dan
Ibnu Majah dari Abi Hurairah, Rodliyalloohuanhu).
Orang yang mempunyai ilmu akan tetapi ilmunya tidak diterapkan /
tidak diamalkan, dia sangat terkecam sekali dan akan mengalami bahaya
yang sangat berat. Di dalam kitab Nazhom Az Zubad Karangan Asy-Syekh Al-
Allamah Ahmad bin Ruslan Asy-Syafii dikatakan :
FAALIMUN BIILMIHII LAN YAMALAN # MUADZDZABUN MIN QOBLI
UBBADIL-WATSAN
Orang yang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya kelak disiksa lebih
dahulu daripada penyiksaan para penyembah berhala.
Jadi jelasnya, amal perbuatan apa saja, berupa sholat sekalipun, jika
tidak disertai niat ibadah LILLAH otomatis disalahgunakan oleh nafsu atau
LINNAFSI, menuruti keinginan nafsu. Dan nafsu adalah sebagai sarang iblis
dan syetan. Kelak di neraka tempatnya. (Uraian tentang nafsu lihat hal
Mujahadah dalam kolom lain di Harian Bangsa ini).
Di dalam Wahidiyah; dengan memperbanyak Mujahadah Wahidiyah
disamping terus menerus melatih hati dengan niat LILLAH seperti di atas,
Insya Alloh pengamalnya dikaruniai banyak kemajuan dan peningkatan
dalam hal beribadah kepada ALLOH dengan niat ikhlas LILLAH tersebut.
Bahkan Alloh telah berjanji akan membukakan jalan kesadaran kepada-NYA
bagi orang-orang yang sungguh-sungguh mau berusaha atau bermujahadah.
Firman-Nya yang artinya : Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh
menuju kepada Kami, pasti mereka Kami tunjukkan jalan Kami. (Q.S 29 AL-
Ankabut 69).

Ajaran Wahidiyah 8
Mari kita mengadakan koreksi kepada diri kita masing-masing. Sudahkah
kita senantiasa berikhlash Lillah dalam segala amal perbuatan yang baik ?
Kalau sudah kita harus bersyukur kepada Alloh (Subhanahu wataala) karena
itu semata-mata fadlol dari-Nya. Kalau belum mari bersama-sama kita
berusaha dan berlatih dengan sungguh-sungguh serta berdoa semoga Alloh
(Subhanahu wataala) segera berkenan membukakan pintu hidayah-Nya
kepada kita bersama. Amiin
Dasar-dasar LILLAH
a. Firman Alloh (Subhanahu wataala) dalam QS 98 : Al-Bayyinah : 5 :
Padahal mereka tidak diperintah kecuali agar menyembah Alloh
dengan memurnikan ketaatan kepada-NYA dalam (menjalankan)
agama dengan lurus (dengan ikhlas Lillah).
b. Firman Alloh (Subhanahu wataala) dalam Q.S. 51 : Adz-Dzariyat 56 :
Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar supaya mereka
mengabdikan diiri kepada-KU.
c. Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
Sesungguhnya semua amal itu tergantung dengan niat, dan
seseorang mendapat balasan sesuai dengan niatnya. Barang siapa
hijrahnya (beramalnya) menuju Alloh (LILLAH) dan Rasul-NYA
(LIRROSUL) maka hijrahnya diterima oleh Alloh dan Rasul-NYA, dan
barang siapa hijrahnya (beramalnya) untuk memperoleh materi atau
mempersunting perempuan maka nilai hijrahnya sesuai dengan yang
ditujunya . (H.R. Bukhori, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan An-Nasa-I
dari Sayyidina Umar bin Khotthob )
Yang dimaksud Amaalu dalam hadits adalah semua amal perbuatan
yang tidak bertentangan dengan syariat baik berupa ucapan maupun
perbuatan anggota badan lainnya. Nilai suatu amal sangat ditentukan
oleh niatnya.
Jadi segala perbuatan dan tingkah laku manusia dalam segala keadaan,
siatuasi dan kondisi yang bagaimanapun, hidup di dunia ini harus
diarahkan untuk pengabdian diri / beribadah kepada Allah
(Subhanahu wataala) sebagai pelaksanaan tugas LIYABUDUUNI.
d. Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
Ikhlaskan amalmu hanya kerena Alloh (Lillah), sebab Alloh tidak akan
menerima amal kecuali amal yang ikhlas kepada-Nya.
e. Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
Dunia seisinya dilanat (dikutuk oleh Aloh) kecuali sesuatu yang
digunakan/ dilakukan semata-mata mengharap ridlo-NYA (Lillah)
(H.R. Thabrany)

Keuntungan bagi yang menerapkan LILLAH


a. Firman Alloh (Q.S. 16 An-Nahl- 97) :
Barang siapa mengerjakan amal shaleh (LILLAH), baik laki-laki maupun
perempuian dalam keadaan beriman (BILLAH) maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.

Ajaran Wahidiyah 9
Suatu amal perbuatan sesorang dinamakan shaleh menurut pandangan
Alloh jika dilakukannya dengan ikhlas semata-mata karena-NYA
(LILLAH).
b. Dalam suatu hadits, Beliau (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
Ikhlaskanlah amalmu semata-mata karena Alloh (LILLAH), maka sedikit
amal dengan ikhlas sudah memadai (mencukupi) bagimu. (HR Abu
Mansur dan Ad-Dailami)
c., Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda
Tiada seseorang beramal dengan ikhlas karena Alloh selama 40 hari
kecuali akan memancar sumber-sumber hikmah dari hati sampai ke
lisannya. (HR. Ibnul Juzy dan Ibnul Addy dari Abi Musa Al-Asyary, Ra
).
d. Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
Barang siapa meninggal dunia dia senantiasa berikhlas karena Alloh
semata (LILLAH) dan tiada menyekutukan-NYA (BILLAH) (pada masa
hidupnya) serta menegakkan sholat dan menunaikan zakat maka dia
meninggal dunia dengan memperoleh ridlo Alloh (H.R. Ibnu Majah dan
Al-Hakim dari Anas bin Malik)
e. Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
Barangsiapa cinta karena Alloh (Lillah), benci karena Alloh, memberi
karena Alloh dan menolak (tidak memberi) karena Alloh, maka sungguh
telah sempurna imannya. (HR. Abu Dawud dan Adh-Dhiya dari Abi
Umamah dengan sanad shoheh).
f. Ditegaskan pula dalam hadits Nabi (Shollalloohui alaihi wasallam) yang
lain :
Alangkah bahagianya orang-orang yang beramal dengan ikhlas
(LILLAH). Mereka itulah sebagai lampu-lampu petunjuk yang
menghilangkan kegelapan fitnah" (HR. Baihaqi dan Abu Nuaim dari
Tsauban)
g. Ikhlas menurut Imam Ghozaly adalah diam dan geraknya seseorang itu
hanya karena Alloh. (Lillah) Begitu pula Syekh Zaini Dakhlan berpendapat
bahwa ikhlas itu adalah kesamaan antara lahir dan batin bagi seseorang
dalam menjalankan suatu amal; Artinya secara lahir ia menjalankan amal
sesuai perintah Alloh, dan hatinya berniat semata-mata karena Alloh
(Lillah). Disamping itu ia tidak akan berubah karena keadaan; baik ada
orang maupun tidak.
Kerugian dan Kecaman bagi yang Tidak Menerapkan LILLAH
Orang yang tidak menerapkan ikhlas LILLAH termasuk dalam firman Alloh
yang artinya :
Mereka menipu Alloh dan menipu orang-orang yang beriman.
Sebenarnya mereka tiada menipu kecuali kepada dirinya sendiri
sedangkan mereka tidak merasa (Q.S. 2. Al-Baqarah 9)
Dalam Hadits Qudsi disebutkan :
Alloh berfirman: Aku tidak memerlukan persekutuan dan Aku tidak
memerlukan suatu amal yang dipersekutukan dengan selain-KU.
Barangsiapa beramal dengan menyekutukan selain Aku (tidak murni

Ajaran Wahidiyah 10
karena Aku), maka Aku terlepas darinya. ( disebutkan oleh Al-faqih As-
Samar-qondy dalam kitab Tanbihul-Ghofilin dari hadits Abi Huroiroh, Ra).
Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
INNALLOOHA LAA YAQBALU MINAL-AMALI ILLAA MAA KAANA LAHUU
KHOOLISHON WABTUGHIYA BIHII WAJHUHU
Sesungguhnya Alloh tidak menerima suatu amal kecuali amal yang
ikhlas (Lillah) dan dilakukan semata-mata mengharap ridlo-NYA.
(HR.Nasai dari Abi Umamah).
Alloh (Subhanahu wataala) berfirman (Q.S.15 Al-hIjr : 39-40 )
menghikayahkan ucapan iblis :
Iblis berkata: Yaa Tuhanku, sebab Engkau telah memutuskan bahwa
aku tersesat, pasti aku akan menjadikan mereka (manusia) memandang
baik perbuatan masiatnya di muka bumi ini, dan pasti aku akan
menyesatkan mereka, kecuali hamba-hamba Engkau yang berikhlas di
antara mereka.
Logikanya orang-orang yang tidak benar-benar beramal dengan ikhlas
LILLAH dia dengan mudah akan diombang ambingkan dalam kesesatan
oleh Iblis. Sekalipun kelihatannya beramal baik kemungkinan besar di
balik kebaikannya itu ada keburukan bahkan mungkin kejahatan yang
berlindung. Apabila kejadian seperti ini tidak diperhatikan dan dibiarkan
berlarut-larut mewabah ke lubuk hati setiap insan maka akan berakibat
fatal. Penipuan (sekalipun dangan cara yang halus), penyalahgunaan hak,
kerakusan, kemunkarotan dan sebagainya akan terjadi di semua sektor
kehidupan masyarakat. Dengan demikian tiodak mustahil lagi jika
keadaan ummat manusia semakin tersesat dengan hawa nafsunya dan
tidak memperoleh petunjuk dar Alloh (Subhanahu wataala).
Alloh (Subhanahu wataala) berfirman dalam(Q.S. 28 - Al-Qoshos 50 :
Tiada seseorang yang lebih tersesat dari pada orang yang meng-ikuti
hawa nafsunya serta tidak mendapat petunjuk dari Alloh. Sesungguhnya
Alloh tidak akan memberi petunjuk kepada kaum (orang-orang) yang
zhalim.
Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda:
Sesembahan di atas bumi yang sangat dimurkai Alloh adalah hawa
nafsu. (HR. Thobroni dari Abi Umamah)
Al-hamdu Lillah, dalam situasi dan kondisi ummat manusia yang semakin
tenggelam dalam lautan kegelapan hawa nafsunya, Alloh berkenan
memunculkan seorang hamba-NYA untuk menyingkap tabir-tabir
kegelapan itu dengan menyebarluaskan bimbingan praktis menuju
kesadaran kepada Alloh . Hamba Alloh yang dimaksud adalah Hadlrotus
Syekh KH Abdoel Madjid Marof, Muallif Sholawat Wahidiyah dan perumus
Ajaran Wahidiyah.
Sebelum dan selama ini masalah ikhlash LILLAH, lebih-lebih penerapan
BILLAH dan bimbingan lainnya masih terbatas di kalangan orang-orang
khas (tertentu) saja. Belum banyak diketahui lebih-lebih diterapkan oleh
ummat secara umum. Bahkan masih ada pendapat bahwa LILLAH
BILLAH itu hanya bisa dilakukan atau untuk para Waliyulloh saja. Bukan
untuk ummat Islam secara umum. Pandangan tersebut sangat tidak
beralasan. Karena Al-Qur-an, Al-Hadits dan syariat Islam ditujukan

Ajaran Wahidiyah 11
kepada ummat secara umum. Khithabnya tidak hanya kepada para
Waliyulloh saja.
Sekalipun di sana-sini sering menemui hambatan dan tantangan dalam
penyampaian bimbingan tersebut, Alhamdu Lillah, dengan pelan-pelan
akhirnya bisa dimengerti dan diterima oleh sebagian dari masyarakat.
Haadzaa Min Fadhlillaah. Mudah-mudahan dengan dimuatnya dalam
Harian Bangsa ini Alloh (Subhanahu wataala) segera menyampaikannya
ke dalam lubuk hati para pembacanya dan ummat masyarakat pada
umumnya sehingga ummat masyarakat khususnya bangsa Indonesia ini
segera kembali mengabdikan diri kepada Alloh (Subhanahu wataala).
Amiin.
Mari hati kita sendiri khususnya dan ummat masyarakat pada umumnya
selalu kita panggil dengan panggilan Alloh (Subhanahu wataala) yang
berbunyi FAFIRRUU ILALLOOH (Larilah kembali kepada Alloh).
Ikhlas LILLAH adalah suatu pelaksanaan syariat yang dilakukan oleh hati
atau syariatnya hati. Sedangkan syariat itu sendiri masih memerlukan
adanya haqiqat. Yang dimaksud haqiqat di sini adalah bertauhid BILLAH.
Karena syariat (sekalipun sudah disertai LILLAH) tanpa haqiqat (BILLAH)
bagaikan jasad tanpa nyawa, dan haqiqat (BILLAH) tanpa syariat
(LILLAH) bagaikan nyawa tanpa jasad. Jadi dianggapnya manusia hidup
sempurna jika jasadnya berisi nyawa. Begitu pula amal ibadah dianggap
sempurna jika LILLAH-nya diserati BILLAH. Bagaimana pengertian dan
cara penerapannya ? Ikuti uraian berikutnya.

B I L L A H
Pengertian dan Penerapan Billah
Penerapan BILLAH artinya, di dalam segala perbuatan dan gerak gerik
lahir maupun batin, di manapun dan kapan saja, supaya hati kita senantiasa
merasa dan beritikad bahwa yang menciptakan dan menitahkan itu semua
adalah ALLAH (Subhanahu wataala) Tuhan Maha Pencipta. Jangan sekali-kali
mengaku atau merasa mempunyai kekuatan dan kemampuan sendiri tanpa
dititahkan oleh Allah (Subhanahu wataala)! Jadi mudahnya hati selalu
menerapkan kandungan mana dari : LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA
BILLAAH. Tiada daya dan kekuatan melainkan atas titah Allah Billah.
Dan menerapkan firman Allah yang artinya : Dan ALLOH-lah yang
menciptakan kamu sekalian dan apa saja yang kamu sekalian perbuat. (Q.S.
37- As- Shoffat : 96). Dan kamu sekalian tidak dapat menghendaki (tidak
dapat berkehendak) melainkan apabila dikehendaki Allah Tuhan semesta
alam (Q.S. 81 - At-Takwir : 29)
Jelasnya, di dalam kita melihat, mendengar, merasa, menemukan,
bergerak, berdiam, berangan-angan, berfikir dan sebagainya, supaya hati
selalu sadar dan merasa bahwa pada hakikatnya yang menggerakkan /yang
menitahkan itu semua adalah Allah (Subhanahu wataala). Merasa BILLAH.
Semuanya BILLAH. Tidak ada sesuatu yang tidak BILLAH. Ini harus kita rasa
di dalam hati. Tidak cukup hanya pengertian dalam otak. Bukan sekedar
pengertian ilmiah saja. Kita membaca ini, kita memahami ini - BILLAH. Harian
Bangsa yang anda baca inipun BILLAH. Diri kitapun BILLAH. Mari terus
merasa begitu. Merasa bahwa segala sesuatu pada hakikatnya adalah tidak
lepas dari ciptaan, kehendak dan kekuasaan Alloh (BILLAH).
Yang dimaksud pada hakikatnya adalah menurut isnad haqiqi
(penyandaran secara hakekat) yang dirasakan dan diitikadkan dalam hati.

Ajaran Wahidiyah 12
Adapun menurut isnad majazi (penyandaran secara metafora/tidak hakiki)
atau pandangan syari harus tetap disandarkan pada tempat masing-masing
sesuai aturannya. Penerapan / itikad dalam hati agar merasa BILLAH dan
pelaksanaan lahir tetap harus mengikuti aturan lahir yang sesuai dengan
syariat yang didasari LILLAH. Dengan demikian ketauhidan BILLAH tidak
lepas dan pelaksanaan LILLAH tidak berkurang. Hanya perasaan tauhid
BILLAH saja tanpa pelaksanaan LILLAH berarti meninggalkan syariat dan
terkecam. Dia disebut orang yang beriman / bertauhid tapi tidak konsekwen.
Begitu pula hanya melaksanakan syariat lahiriyah saja tanpa disertai
bertauhid BILLAH berarti meninggalkan ketauhidan / keimanan BILLAH dan
disebut orang Islam yang tidak bertauhid / beriman. Masih dalam keadaan
bahaya karena mungkin masih mengaku atau merasa memiliki kemampuan,
kekuatan, kebaikan sendiri, dan sebagainya. Tidak merasa bahwa amal
kebaikannya itu sebenarnya semata-mata pemberian Alloh (Subhanahu
wataala) . Istilah lain masih kejangkitan rasa ujub (membanggakan diri /
merasa dirinya bisa beramal sendiri), takabbur (merasa dirinya melebihi yang
lain) dan penyakit-penyakit hati lainnya.
Firman Alloh (Q.S. 40 : Al-Mukmin : 62 ) artinya : Yang demikian itu
adalah Alloh, Tuhanmu Pencipta segala sesuatu, Tiada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia ... (Q.S. 5 - 6 : Al-Anam : 102 ) artinya : (5) Dia
Pencipta langit dan bumi; Bagaimana Dia mempunyai anak sedangkan Dia
tidak punya istri. Dialah Pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu (6) (yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Alloh
Tuhan kamu; Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta
segala sesuatu. Maka sembahlah Dia, dan Dia adalah Pemelihara sesuatu .
Dari ayat-ayat tersebut dapat kita fahami bahwa segala sesuatu yang
tercipta adalah Alloh (Subhanahu wataala) Sang Penciptanya (BILLAH);
Termasuk segala sesuatu adalah apa saja yang berada dalam diri kita;
Hidup mati kita, penglihatan, pendengaran, perasaan, gerak diam kita, lahir
batin, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kita, disamping segala
makhluq ciptaan-NYA yang lain.
Penerapan tauhid BILLAH jauh berbeda dengan faham Wahdatul-
wujud atau hulul yang diartikan menyatu dengan Allah atau orang
Kejawen menyebutnya manunggaling kawulo kalian Gusti. Dalam
penerapan BILLAH seseorang yang dikarunia bisa merasakan, hatinya
senantiasa me-Mahaesakan / me-Mahasatukan Alloh (Subhanahu wataala)
dalam segala bidang. Beritikad dalam hati bahwa yang Maha Pemberi, Maha
Pencipta, Maha Kuasa dan segala Maha yang sempurna hanya SATU yaitu
Alloh (Subhanahu wataala). Tidak merasa bahwa dirinya menyatu dengan
Dzat Alloh atau lebur di dalam Dzat Alloh (Subhanahu wataala). Jangan salah
pemahaman dan cepat menuduh negatif sebelum memahami.
Ketauhidan BILLAH tersebut tidak cukup hanya terhenti pada
pengetahuan / pengertian saja, atau hanya terhenti dalam pembahasan,
perdebatan, adu keshahihan dalil dan lain sebagainya. Akan tetapi harus
dijadikan suatu keyakinan, itikad dan rasa dalam hati. Istilah lain rasa
BILLAH harus diterapkan dalam hati. Apa artinya pandai berbicara atau
menang dalam adu keshahihan dalil tentang tauhid Billah kalau kita tidak
mau berusaha menjadikannya suatu keyakinan dan keimanan dalam hati atau
tidak mau berusaha menerapkan BILLAH ? Kalau hanya untuk pengetahuan
atau bisa menjawab jika ditanya tentang Billah, tidak hanya orang Islam saja
yang mengetahuinya. Orang kafir Quraisy pada masa Rasulullah saja
mengetahui dan pandai menjawab tentang ALLOH Sang Pencipta Alam
(BILLAH).

Ajaran Wahidiyah 13
Firman Alloh (Q.S. 31 : Luqman : 25 ) artinya : Dan sesungguhnya jika
kamu tanyakan kepada mereka (orang-orang kafir) Siapa yang menciptakan
langit dan bumi ? Tentu mereka akan menjawab ALLOH . (Q.S. 43 : Az-
Zukhruf : 9 ) artinya : dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada
mereka (orang-orang kafir) Siapa yang menciptakan langit dan bumi ?
Tentu mereka akan menjawab Semuanya diciptakan oleh Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui (Q.S. 29 : AlAnkabut : 63 ) artinya : dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka (orang-orang kafir) Siapa
yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi dengan air itu
sesudah matinya ? Tentu mereka akan menjawab ALLOH. Katakanlah
Segala puji bagi Alloh Tetapi kebanyakan mereka tidak memahami. (tidak
menyadari BILLAH).

Berdasarkan ayat-ayat tersebut, setiap ummat Islam tidak hanya


diwajibkan (fardlu ain) mengetahui tentang ilmu ketauhidan Billah saja,
melainkan diwajibkan pula untuk berusaha menanamkan tauhid Billah
(merasa senantiasa BILLAH) dalam hati sesuai dengan kadar kemampuan
masing-masing. Tidak berusaha sama sekali berarti meninggalkan
kewajiban, dan meninggalkan kewajiban hukumnya dosa. Lebih-lebih kalau
kita mengabaikan usaha dan beranggapan bahwa kita tidak diwajibkan
berusaha untuk mencapai ketauhidan Billah seperti itu maka dosa kita
menjadi dobel. Jangan beranggapan bahwa yang diwajibkan berusaha atau
menerapkan BILLAH hanya para Waliyullah saja atau yang berusia 40 tahun
saja. Anggapan tersebut tidak benar. Sedangkan khithob / perintah Alloh
Taala untuk melaksanakan pengabdian kepada Alloh (dengan ikhlas LILLAH)
dan menyadari bahwa yang menciptakan dirinya adalah Alloh (Billah), tidak
hanya waliyullah saja atau orang dewasa saja. Melainkan seluruh ummat
manusia. Firman-Nya (Q.S. 2 : Al-Baqarah : 21) artinya : Hai manusia,
sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
sebelummu, agar kamu bertaqwa. Khithab dalam ayat ini bukan Hai
Waliyulloh tetapi Hai manusia. sembahlah Tuhanmu berarti kita
diperintah untak mengabdikan diri semata-mata karena-Nya (LILLAH)
dengan melakukan syariat-Nya. Yang talah menciptakanmu maksudnya
supaya kita berkeyakinan / beritikad / merasa dalam hati bahwa diri kita
adalah ciptaan-Nya sehingga hati kita merasa bahwa tiada daya dan
kemampuan apa-apa tanpa ALLOH (LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA
BILLAAH).
Sehubungan dengan diwajibkannya usaha penerapan tauhid BILLAH bagi
setiap ummat Islam bahkan setiap manusia maka Hadlratus Syekh Muallif
Sholawat Wahidiyah memberikan bimbingan hal tersebut dengan praktis dan
terbuka bagi seluruh ummat yang mau menerimanya. Tidak pandang usia,
kelamin, golongan atau bangsa. Tanpa pandang buklu. Keterbukaan
bimbingan Beliau ini tentunya beralasan. Antara lain :
(1) Merealisasikan anjuran Al-Qur-an Q.S. 2 : Al-Baqarah : 21 seperti di
atas;
(2) Mengikuti bimbingan praktis yang dilakukan oleh Rosululloh
(Shollalloohu alaihi wasallam) yang sejak awal dakwahnya sampai akhir
hayatnya terbuka untuk umum. Terutama pada 13 tahun pertama yang
Beliau tablighkan kebanyakan tentang keimanan / ketauhidan Billah.
(3) Mernyadari bahwa kesadaran Billah pada hakikatnya semata-mata fadlol
/ anugrah dari Alloh (Subhanahu wataala). Padahal Alloh (Subhanahu
wataala) akan memberikan fadlol-Nya kepada siapa saja yang

Ajaran Wahidiyah 14
dikehendaki-Nya, dan siapapun belum diberitahu siapa-siapa yang akan
diberi fadlol-Nya itu. Pada awal masa dakwah Rosululloh (Shollalloohu
alaihi wasallam) yang menerima lebih dulu dakwah Beliau bukannya
orang-orang berilmu (ahli kitab), cendikiawan Arab (fushoha
wabulagho), orang berharta, dan sebagainya. Bahkan mereka itulah
yang menjadi propokator, pengontras terhadap dahwah Rasul
(Shollalloohu alaihi wasallam). Akan tetapi yang lebih dahulu
menerima fadloh Alloh (Subhanahu wataala) yang berupa keimanan dan
ketauhidan Billah adalah orang-orang yang dipandang lemah (dhuafa),
faqir, miskin (fuqara wamasakin). Dari mereka terdapat kaum dewasa,
wanita, budak / sahaya dan juga anak-anak. Seperti Sayyidina Ali
(Karramallahu wajhah) menerima ilmu ketauhidan Billah sejak
menjelang baligh.
(4) Dan masih banyak lagi alasan dan dasar Beliau.
Menyimak dari sejarah para Rasul (Alaihimus salam), kita menyadari
bahwa mendakwahkan kesadaran/ketauhidan Billah itu lebih berat, lebih
sulit, lebih banyak hambatan dan tantangan daripada mendakwahkan
sesuatu yang bersifat lahiriyah / syariat. Mengapa begitu ? Jawaban yang
lebih mudah adalah karena hawa nafsu manusia tidak suka dengan hal-hal
seperti itu. Lebih-lebih yang namanya syetan / Iblis sangat gigihnya dalam
usaha menghalanginya. Kenyataannya dapat kita ukur dalam diri kita sendiri.
Ketika diajak membahas tentang ketauhidan kepada Alloh (Subhanahu
wataala), tentang dosa, siksa neraka, mengupas penyakit-penyakit hati,
bahayanya menuruti hawa nafsu, dan sebagainya, maka sepontan hawa nafsu
kita akan berontak, merasa tidak senang karena dia akan terjepit, tidak bisa
leluasa lagi. Tidak hanya itu saja, syetanpun mengambil peranan lebih dalam
nafsu kita. Dia membujuk dan mempropokasi hawa nafsu kita agar tidak
menerimanya. Bujukan setan itu sangat halus dan mungkin hati kita tak
terasa. Tidak hanya orang awam saja yang dibujuk oleh syetan tersebut.
Melainkan orang-orang yang berilmu agama atau yang ahli ibadah lahiriyah-
pun tak luput dari rekayasanya dan bisa terjerumus ke dalam perangkapnya
dengan tiada terasa. Bisa jadi direkayasa dengan perasaan sudah banyak
amal ibadahnya, sudah banyak ilmu pengetahuan agamanya, merasa cukup
dengan yang telah dimilikinya, merasa dirinya ada kelebihan daripada yang
lain, sehingga menolak suatu ajakan hak yang mengarah kepada kesadaran
kepada Alloh (Subhanahu wataala)itu. Kecuali mereka yang mendapat
perlindungan, hidayah dan taufiq dari Alloh (Subhanahu wataala).
Kesulitan / keberatan suatu dakwah untuk masuk pada diri seseorang
bisa diukur dengan seberapa bagiannya hawa nafsu. Semakin berkurang
bagiannya semakin sulit menerimanya; Sebaliknya jika bagian nafsu itu
semakin banyak dan semakin leluasa maka semakin mudah menerimanya,
sekalipun harus dengan pengorbanan.
Suatu contoh media-media cetak. Media cetak yang bernuansa agama,
baik bulletin, majalah atau surat kabar mingguan / harian (seperti Harian
Bangsa ini), dapat ditebak bahwa peminatnya sangat minim sekali dibanding
dengan media cetak yang berbau porno, berita-berita hot dan sebagainya.
Perbandingannya sangat tidak imbang. Bisa jadi 9 : 1. Karena membaca
media Islamy akan mempersempit dan menghalangi gerak keleluasaannya
hawa nafsu. Pementasan di atas panggung. Jika pementasan itu berupa
pengajian /istighatsah maka peminat hadirnya sangat jauh berkurang
dibandingkan dengan pementasan artis-artis / konser / pelawak dan
sebagainya, sekalipun harus membayar mahal.

Ajaran Wahidiyah 15
Begitu pula suatu kegiatan agama, seperti jamiyah, pengajian, dan
sebagainya. Jika di dalam pembinaannya banyak mengarahkan kepada
ketauhidan Billah (ilmu hakikat), keikhlasan Lillah, pembahasan tentang
dosa, neraka, penyakit hati dan sebagainya, maka peminatnya semakin
sedikit dibandingkan dengan pengajian / jamiyyah yang di dalam pembinaan
dan penyampaiannya banyak mengungkap pahala / ganjaran, sorga,
kenikmatan akhirat dan sebagainya dengan tidak mengungkit-ungkit
penyakit hati atau pengaruh hawa nafsu. Lebih-lebih penyajinya seorang
humoris. Karena semuanya itu diukur dengan seberapa bagian perolehannya
nafsu. Begitulah keberadaan masyarakat khususnya bangsa kita ini, dan tak
terkecuali diri kita masing-masing.
Menyadari akan sulit dan beratnya dakwah tersebut, Hadlratul Muallif
Sholawat Wahidiyah dalam dakwahnya yang bertujuan untuk pembinaan
mental, meningkatkan keimanan, ketauhidan, keikhlasan, kesadaran ummat
masyarakat terhadap Sang Khaliqnya, menggunakan methode pembinaan
praktis (pembimbingan dan praktek pelaksanaan ) yang dilengkapi dengan
sarana penunjang sebagai pembersih hati dan pembuka kunci hidayah Alloh
(Subhanahu wataala).
Ajaran Wahidiyah (Lillah-Billah dan seterusnya) oleh Beliau dibimbingkan
kepada para pengamal Sholawat Wahidiyah sekaligus disertai dengan
tatacara penerapannya. Tidak hanya penyampaian berupa informatif, anjuran
dan sebagainya. Akan tetapi penekanan dalam praktek / penerapan dalam
hati sangat diutamakan.
Sesuai dengan kondisi mental ummat masyarakat seperti gambaran di
atas, Beliau (Muallif Sholawat Wahidiyah) dalam pembinaannya
menggunakan sarana penunjang yang berupa rangkaian doa sholawat yang
lazim disebut Sholawat Wahidiyah. Mengapa menggunakan doa sholawat
tidak doa-doa yang lain ? Mengapa Sholawat Wahidiyah, tidak sholawat yang
lain ? Jawabannya sudah banyak diuraikan di terbitan-terbitan sebelum ini .
Sekalipun demikian di sini kiranya perlu diuraikan pula dasar dan alasannya
sekalipun sebagian. Antara lain :
(1) Doa sholawat (termasuk Sholawat Wahidiyah) bisa / boleh diamalkan
oleh siapa saja tanpa banyak syarat, sekalipun orang yang banyak dosa,
ahli munkarot, bahkan dari non muslimpun tidak ada larangan. Dengan
harapan sebab berkah sholawat tersebut mereka segera diberi hidayah
oleh Alloh (Subhanahu wataala). Bukannya suatu penonjolan atau
pameran, namun merupakan kenyataan dan sebagai tahadduts bin-
nimah; bahwa sudah ratusan ribu bahkan jutaan orang dari ahli
masiat/munkarot dan orang-orang yang belum mengenal Lillah-Billah
menjadi sadar ke jalan yang benar dan mengenalnya dalam arti sedikit
banyak menerapkannya bibarokati Sholawat Wahidiyah.
(2) Kesadaran kepada Alloh (Subhanahu wataala)akan lebih mudah
memasuki hati seseorang jika hatinya bersih dari kotoran-kotoran dosa
dan hawa nafsu. Sedangkan diantara manfaat, faedah dan kegunaan
bacaan sholawat adalah untuk membersihkan hati dan mengantarkan
kesadarannya kepada Alloh (Subhanahu wataala) tanpa harus adanya
sanad dan guru (mursyid); disamping manfaat yang lain. Lain halnya
dengan amaliah-amaliah yang lain, seperti dalam thariqah. Di sana
diharuskan adanya sanad muttashil dan guru/mursyid yang sudah
memenuhi persyaratan menjadi mursyid. Yakni yang Arif Billah dan lain
sebagainya. Berarti tidak bisa diikuti oleh sembarang manusia seperti
bacaan sholawat.

Ajaran Wahidiyah 16
(3) Disamping pengamalan Sholawat Wahidiyah, pengamalnya dibina dan
dibimbing dalam pengamalannya dan penerapan ajarannya; Oleh karena
itu dibentuklah suatu organisasi khidmah yang disebut Penyiar Sholawat
Wahidiyah (PSW), yang bertugas untuk mengatur jalannya pengamalan,
penyiaran, pembinaan, pendidikan Wahidiyah dan lain sebagainya agar
tetap terjaga kemurniannya sesuai dengan bimbingan Muallifnya..
(4) Di dalam rangkaian Sholawat Wahidiyah terdapat doa yang secara khusus
berisi permohonan kepada Alloh (Subhanahu wataala) agar diberi
ketauhidan Billah yang tiada putusnya. Doa yang dimaksud terdapat
dalam sholawat yang ke dua yang diawali dengan ALLOOHUMMA KAMAA
ANTA AHLUH..... Di tengah sholawat ini ada doa yang artinya : Kami
bermohon kepada-MU yaa ALLOH, dengan Hak Kemuliaan Beliau
(shollalloohu alaihi wasallam), tenggelamkan kami di dalam pusat-dasar-
samodra Ke-Esaan-MU, sedemikian rupa sehingga tiada kami melihat dan
mendengar, tiada kami menemukan dan merasa, tiada kami bergerak
ataupun berdiam, melainkan senantiasa merasa di dalam Samodra
Tauhid-MU; dan kami bermohon kepada-MU yaa ALLOH, limpahilah kami
ampunan-MU yang sempurna yaa ALLOH, nimat karunia-MU yang
sempurna yaa ALLOH, sadar marifat kepada-MU yang sempurna yaa
ALLOH, cinta kepada-MU dan kecintaan-MU yang sempurna yaa ALLOH,
ridlo kepada-MU serta memperoleh ridlo-MU yang sempurna pula yaa
ALLOH.
Yang dimaksud dengan ditenggelamkan dalam pusat-dasar samudera ke-
Esaan-Mu dan seterusnya adalah diberi kesadaran / bisa menerapkan
tauhid BILLAH, sehingga dalam situasi dan kondisi apapun dan
bagaimanapun mohon diberi senantiasa tidak lepas dari ketauhidan /
keimanan kepada Alloh (Subhanahu wataala) (senantiasa Billah).
Disamping itu diteruskan dengan doa-doa pendukung lainnya yang
sangat diperlukan bagi setiap insan yang ingin mendekatkan diri kepada
Alloh (Subhanahu wataala). Dengan harapan doa-doa para pengamalnya
dikabulkan oleh Sang Pencipta Alam. (Subhanahu wataala). Amiin.
(5) Di dalam pengamalan Sholawat Wahidiyah ada bimbingan batin yang
praktis selain Lillah-Billah; Yakni Lir-Rosul, Bir-Rosul, memperhatikan
adab-adab berdoa, agar senantiasa merasa penuh kezhaliman, penuh
dosa, baik terhadap Alloh (Subhanahu wataala) Wa Rosulihi (Shollalloohu
alaihi wasallam), terhadap orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara, maupun terhadap sesama makhluq ciptaan Alloh (Subhanahu
wataala), merasa memerlukan sekali terhadap maghfirah (ampunan),
hidayah, taufiq Alloh (Subhanahu wataala), serta istihdhar (merasa
benar-benar di hadapan Rasululloh (Shollalloohu alaihi wasallam)),
tazhim (mengagungkan), mahabbah (mencintai) kepada Beliau
(Shollalloohu alaihi wasallam) yang semurni-murninya;
Bimbingan praktis seperti di atas tidak hanya ketika mengamalkan
Sholawat Wahidiyah saja, melainkan supaya diterapkan pada setiap
beramal, berdoa, berdzikir dan ibadah-ibadah lainnya. Maka tidaklah
berlebihan jika seseorang yang sudah memiliki amaliah-amaliah lain
sebelum mengamalkan Sholawat Wahidiyah banyak yang menyatakan
bahwa setelah mengamalkan Sholawat Wahidiyah amalan-amalan yang
lain lebih terarah, lebih terjiwai, terutama tentang kehudhuran hati dan
penerapan Lillah Billahnya.
(6) Disamping doa-doa untuk keperluan pribadi, dalam Sholawat Wahidiyah
juga terdapat doa-doa yang diperuntukkan pihak lain; Memohonkan
hidayah bagi ummat manusia se alam dunia, memohonkan pertolongan

Ajaran Wahidiyah 17
bagi bangsa dan negaranya, memohonkan kedamaian, kesejahteraan,
kerukunan di antara sesama ummat, memohonkan berkah bagi negerinya
bahkan bagi seluruh makhluq cuptaan Alloh (Subhanahu wataala). Dalam
doa Sholawat Wahidiyah tidak ada satupun makhluq yang terlewatkan /
tidak didoakan. Doa-doa seperti itu tidak hanya ketika diadakan doa
(mujahadah) bersama saja. Melainkan sekalipun diamalkan sendiri doa-
doa tersebut tetap dipanjatkan ke Hadlirat Alloh (Subhanahu wataala).
Dengan harapan doa-doa yang diperuntukkan pihak lain itu memberkahi
pengamalnya / yang berdoa sehingga htinya segera dibuka oleh Alloh
(Subhanahu wataala).
Dalam aktifitas Wahidiyah memang tidak pernah secara terang-terangan
mengadakan demo, unjuk rasa, sikap / front pembelaan atau penolakan
sesuatu yang terjadi di negeri ini, lebih-lebih dengan pengerahan masa
yang diperlihatkan. Akan tetapi tidak berarti Wahidiyah tidak mempunyai
kepedulian terhadap situasi dan kondisi ummat, bangsa dan negara.
Hanya saja kepedulian dan dukungan Wahidiyah terhadap gejolak yang
terjadi di kalangan ummat diwujudkan dengan bentuk gerakan batiniyah /
gerakan beroa. Mengadakan unjuk permohonan dan pengaduan situasi
langsung kepada Sang Pengatur situasi itu sendiri. Yakni Alloh.
Kiranya tidak salah anggapan pihak-pihak lain bahwa aktifis Wahidiyah
bisanya hanya menangis, cengeng, klunak-klunuk tidak berani tampil
seperti kelompok-kelompok lain. Benar anggapan mereka. Akan tetapi
karena kelompok-kelompok lain sudah banyak yang maju ke medan
perjuangan menghadapi penyimpangan/kemunkaratan dengan missi,
vissi dan kekuatan lahiriyah masing-masing, dan kenyataan di lapangan
sangat minim sekali kelompok atau perorangan yang menggunakan
kekuatan batiniyah / doa-doa, maka Wahidiyah mengambil bagian dalam
perjuangannya seperti kelompok yang sedikit itu. Yakni dengan
mengadakan pembinaan mental spiritual dan gerakan mujahadah / doa-
doa, baik secara jamaah maupun sendiri-sendiri.
Gerakan unjuk rasa yang berupa doa permohonan (mujahadah) ini tidak
hanya dilaksanakan pada saat terjadinya suatu masalah / gejolak di
kalangan masyarakat saja, melainkan pelaksanaannya setiap hari. Hanya
saja pada saat terjadinya sesuatu yang dipandang penting
pelaksanaannya ditingkatkan. Misalnya pada saat menjelang Pemilu,
segenap pengamal Wahidiyah digerakkan mujahadah khusus untuk
memohonkan kesuksesannya selama 2 bulan sebelum hari H sampai
selesainya Pemilu. Begitu pula ketika terjadi gejolak, musibah / bencana
alam atau hal-hal yang bersifat umum yang memerlukan dukungan
batiniyah lainnya. Apakah kelompok lain atau yang menuduh negatif
terhadap kebijaksanaan Wahidiyah itu juga sudah begitu ? Jawabannya
mudah-mudahan melebihinya

Tolong, Sekretariat DPP PSW ditambah :


e-mail : dpppsw@telkom.net, website : www.wahidiyah.com
Terima kasih.

Ajaran Wahidiyah 18

Anda mungkin juga menyukai