I. DEFINISI
Istilah autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan “isme” yang berarti
suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik pada dunianya sendiri
(Suryana, 2004).
Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi,
interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3
tahun (Suryana, 2004).
Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak
yang unik dan menonjol yang sering disebut sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi
wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi
orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi (Budiman,
1998).
Menurut American psychiatric association (2000), bahwa autistic adalah gangguan
perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri.
Autisme tidak termasuk ke dalam golongan suatu penyakit tetapi suatu kumpulan gejala
kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Dengan kata lain, pada anak Autisme terjadi
kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan pervasif).
Berdasarkan uraian di atas, maka autisme adalah gangguan perkembangan yang
sifatnya luas dan kompleks, mencakup aspek interaksi sosial, kognisi, bahasa dan motorik.
II. ETIOLOGI
Penyebab Autisme diantaranya:
1. Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama pada
keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara
2. Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
3. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
4. Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak
menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan struktur
serebellum, lesi hipokompus otak depan.
5. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sensori serta
kejang epilepsi.
6. Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak.
Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi oleh
Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak berespon
saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata, memberikan kesan jauh atau
tidak mengenal. Bayi yang lebih tua memperlihatkan rasa ingin tahu atau minat pada
lingkungan, bermainan cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi pra verbal kemungkinan
terganggu dan tampak berteriak-teriak.
Pada masa anak-anak dan remaja, anak yang autis memperlihatkan respon yang
abnormal terhadap suara anak takut pada suara tertentu, dan tercengang pada suara
lainnya. Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan. Mereka yang mampu
berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan konstruksi telegramatik. Dengan
bertumbuhnya anak pada waktu berbicara cenderung menonjolkan diri dengan kelainan
intonasi dan penentuan waktu. Ditemukan kelainan persepsi visual dan fokus konsentrasi
pada bagian prifer (rincian suatu lukisan secara sebagian bukan menyeluruh). Tertarik
tekstur dan dapat menggunakan secara luas panca indera penciuman, kecap dan raba ketika
mengeksplorais lingkungannya.
Pada usia dini mempunyai pergerakan khusus yang dapt menyita perhatiannya
(berlonjak, memutar, tepuk tangan, menggerakan jari tangan). Kegiatan ini ritual dan
menetap pada keaadan yang menyenangkan atau stres. Kelainann lain adalh destruktif,
marah berlebihan dan akurangnya istirahat.
Pada masa remaja perilaku tidak sesuai dan tanpa inhibisi, anak austik dapat menyelidiki
kontak seksual pada orang asing.
III. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk mengalirkan implus
listrik (akson) serta serabut untuk menerima implus listrik (dendrite).Sel saraf terdapat pada
lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks).akson di bungkus selaput bernama myelin
terletak di bagian otak berwarna putih.Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan.pada trimester
ketiga,pembentukan sel saraf berhenti dan di mulai pembentukan akson,dendrite dan sinaps
yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir,terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya
struktur akson,dendrite dan sinaps.proses ini di pengaruhi secara genetic melalui sejumlah
zat kimia yang dikenal sebagai brai growth factor dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk,anak makin cerdas,pembentukan akson,dendrite dan
sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.Bagian otak yang digunakan dalam
belajarmenunjukan pertamabhan akson,dendrite dan sinaps,sedangkan bagian otak yang tak
digunakan menunjukan kematian sel,berkurangnya akson,dendrite dan sinaps.Kelainan
genetis,keracunan logam berat,dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan gangguan
proses-proses tersebut.Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
IV. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :
a. Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal yang tidak
atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-lagu dan istilah
yang didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual
kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan percakapan, permainan
sosial abnormal, tidak adanya empati dan ketidakmampuan berteman. Dalam tes non
verbal yang memiliki kemampuan bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat
memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak austik mungkin terisolasi,
berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang dewasa terpelajar yang idiot dan
menghabiskan waktu untuk bermain sendiri.
b. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang sempit,
keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
c. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada objek.
Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa dimana anak
tercenggang dengan objek mekanik.
d. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk memelihara
lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi terikat dan tidak bisa
dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan .
e. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
f. Kontak mata minimal atau tidak ada.
g. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan
menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas terhadap
rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya respon terkejut
terhadap suara keras yang mendadak menunjukan menurunnya sensitivitas pada
rangsangan lain.
h. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada emosional
i. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat
berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung pangkal,
bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya mampu untuk
berbicara pada sekitar umur yang biasa, kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.
j. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional.
k. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan mengedipkan mata,
wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan berjingkat-jingkat.
2. Cara mengetahui autis pada anak juga dapat dilihat dari interval umur anak tersebut, karena
tanda autis berbeda pada setiap interval umurnya:
a. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila
diangkat, cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam permainan
sederhana (ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya menggunakan kat-kata. Orang
tua perlu waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatan gmainan untuk bayi,
menolak makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila anak terlihat tertarik pada
kedua tangannya sendiri.
b. Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-benda, disertai
kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau alat, menolak
untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas, serta relatif cuek
menghadapi kedua orang tuanya.
c. Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat
terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau berbicara,
tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang diucapkan orang lain segera
atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan nada suara yang aneh,
(biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata terbatas (walaupun dapat
diperbaiki), tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berkurang, melukai dan
merangsang diri sendiri.
3. Ciri yang khas pada anak yang austik :
a. Defisit keteraturan verbal.
b. Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.
c. Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau dipikirkan orang lain).
4. Menurut Baron dan kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah:
a. Interaksi sosial dan perkembangan sossial yang abnormal.
b. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal.
c. Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak fleksibel dan tidak
imajinatif.
d. Ketiga-tiganya muncul bersama sebelum usia 3 tahun.
V. PERKEMBANGAN ANAK AUTISME
Menurut Wenar (1994) autisme berkembang pada 30 bulan pertama dalam hidup, saat
dimensi dasar dari keterkaitan antar manusia dibangun, karenanya periode perkembangan
yang dibahas akan dibagi menjadi masa infant dan toddler dan masa prasekolah dan kanak-
kanak tengah.
1. Masa infant dan toddler
Hubungan dengan care giver merupakan pusat dari masa ini. Pada kasus autisme
sejumlah faktor berhubungan untuk membedakan perkembangannya dengan
perkembangan anak normal.
Tabel 2. Perbedaan perkembangan anak normal dan anak autis
pada masa infant dan toddler
NO. FAKTOR PEMBEDA PERKEMBANGAN NORMAL ANAK AUTIS
1. Pola tatapan mata 1. Usia 6 bulan sudah mampu 1. Pandangan mereka
melakukan kontak sosial melewati orang dewasa
melalui tatapan yang mencegah
2. Toddler: menggunakan gaze perkembangan pola
sebagai sinyal pemenuhan interaksi melalui tatapan
vokalisasi mereka atau 2. Lebih sering melihat
mengundang partner untuk kemana-mana daripada ke
bicara orang dewasa
2. Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk
mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara.
3. Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan
dua arah yang baik.
5. Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif, biasanya permainannya kurang variatif.
2. Kegagalan untuk membina hubungan sosial dengan teman sebaya, dimana mereka bisa
berbagi emosi, aktivitas, dan interes bersama.
4. Ketidak mampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan
melakukan sesuatu bersama-sama.
c. Perilaku : aktivitas, perilaku dan interesnya sangat terbatas, diulang-ulang dan stereotipik
seperti dibawah ini :
1. Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak
normal, misalnya duduk dipojok sambil menghamburkan pasir seperti air hujan, yang bisa
dilakukannya berjam-jam.
2. Adanya suatu kelekatan pada suatu rutin atau ritual yang tidak berguna, misalnya kalau
mau tidur harus cuci kaki dulu, sikat gigi, pakai piyama, menggosokkan kaki dikeset, baru
naik ketempat tidur. Bila ada satu diatas yang terlewat atau terbalik urutannya, maka ia
akan sangat terganggu dan nangis teriak-teriak minta diulang.
4. Adanya preokupasi dengan bagian benda/mainan tertentu yang tak berguna, seperti roda
sepeda yang diputar-putar, benda dengan bentuk dan rabaan tertentu yang terus diraba-
rabanya, suara-suara tertentu.
B. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut
usia :
1. USIA 0 - 6 BULAN
d. Tidak "babbling"
2. USIA 6 - 12 BULAN
a. Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
3. USIA 6 - 12 BULAN
a. Kaku bila digendong
4. USIA 2 - 3 TAHUN
a. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
5. USIA 4 - 5 TAHUN
3. Pada kondisi begini baru orang tua mulai peduli atas kelainan anaknya, sambil terus
menciptakan rangsangan-rangsangan yang memperberat kebingungan anaknya,
mulai berusaha mencari pertolongan.
4. Pada saat begini, si bapak malah sering menyalahkan si ibu kurang memiliki
kepekaan naluri keibuan. Si bapak tidak menyadari hal tersebut malah
memperberat kebingungan si anak dan memperbesar kekhilafan yang telah
diperbuat.
2. Autisme Reaksi
Timbulnya autisme reaktif karena beberapa permasalahan yang menimbulkan
kecemasan seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah/ sekolah dan
sebagainya. Autisme jenis reaktif akan memunculkan gerakan-gerakan tertentu berulang-
ulang dan kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala autisme reaktif mulai terlihat
pada usia lebih besar (6-7) tahun sebelum anak memasuki tahapan berpikir logis,
mempunyai sifat rapuh mudah terkena pengaruh luar yang timbul setelah lahir, baik
karena trauma fisik atau psikis. Gejalanya antara lain :
1. Mempunyai sifat rapuh, mudah terkenapengaruh luar yang timbul setelah lahir, baik
karena trauma fisik atau psikis, tetapi bukan disebabkan karena kehilangan ibu.
2. Setiap kondisi, bisa saja merupakan trauma pada anak yang berjiwa rapuh ini,
sehingga mempengaruhi perkembangan normal dikemudian harinya.
Ada beberapa keterangan yang perlu diketahui yang mungkin merupakan faktor
resiko pada kejadian autisme reaktif :
a. Anak yang terkena autis reaktif menghadapi kecemasan yang berat pada masa
kanak-kanak, memberikan reaksi terhadap pengalamannya yang menimbulkan
trauma psikis tersebut.
b. Trauma kecemasan ini terjadi sebelum anak berada pada penyimpangan memory di
awal kehidupannya tetapi proses sosialisasi dengan sekitarnya akan terganggu.
c. Trauma kecemasan yang terjadi setelah masa penyimpanan memory akan
berpengaruh pada anak usia 2-3 tahun. Karena itu, meskipun anak masih
memperlihatkan emosi yang normal tetapi kemampuan berbicara dan
berbahasanya sudah mulai terganggu. Ini yang membuat orang tua si anak menjadi
khawatir.
Trauma yang menyebabkan kecemasan anak. Setelah beberapa waktu yang lama akan
menyisakan kelainan, antara lain, tidak bisa membaca (dyslexia), tidak bisa bicara (aphasia),
serta berbagai masalah yang menghancurkan si anak yang menjelma dalam bentuk autisme.
Kadang-kadang trauma yang mencemaskan si anak menimbulkan ketakutan, atau gejala sensoris
lain yang terlihat sebagai autisme persepsi.
Autisme jenis ini terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan kelainan jaringan otak
yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan mempersulit memberikan pelatihan dan pendidikan
untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat, ditambah beberapa pengalaman baru dari
hasil interaksi dengan lingkungannya. Untuk itu mendiagnosa dan intervensi awal pada anak
autis kelompok ini, merupakan langkah yang harus segera dilakukan dalam rangka
mengembangkan potensinya.
X. PENATALAKSANAAN
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
I. PENGKAJIAN
1. Biodata Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register dan diagnose medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan dahulu
c. Riwayat kesehatan keluarga
3. Riwayat Psikologis
Meliputi koping keluarga dalam menghadapi masalah
4. Riwayat Tumbuh Kembang
a. Bayi Baru Lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah
mengalami trauma rasa sakit.
c. Sakit pada saat kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit pada saat kehamilan tidak keluar mekonium
5. Riwayat Sosial
a. Hubungan sosial di luar lingkungan internal
b. Hubungan internal antara anggota keluarga
Pengkajian data fokus pada anak dengan gangguan perkembangan pervasive menurut Isaac,
A (2005) dan Townsend, M.C (1998) antara lain:
a. Tidak suka dipegang
b. Rutinitas yang berulang
c. Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan
d. Terpaku pada benda mati
e. Sulit berbahasa dan berbicara
f. 50% diantaranya mengalami retardasi mental
g. Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri sendiri dengan
orang lain
h. Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan orang lain
i. Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang lain
j. Mengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang lain atau gerakkan-
gerakkan mimik orang lain.
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa autis dapat ditentukan dengan cara :
• Tidak ada tes laboratorium atau fisik yang memastikan secara pasti diagnosa Autisme
• Sebaiknya ada Tim Diagnostik yang terdiri dari Neurolog, Ahli perkembangan anak, Juru
terpai perkataan / bahasa dan Konsultan pendidikan istemewa.
• Tim ini memakai wawancara, observasi dan daftar ciri khas yang dikembangkan untuk
membuat diagnosa autis.
Dari kesimpulan diatas maka kami mengambil beberapa contoh diagnosa yang telah
dilakukan sebelumnya, yaitu :
a. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan dengan kerusakan fungsi kognitif.
b. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
retardasi mental.
c. Resiko tinggi cedera (fisik) berhubungan dengan faktor usia orang tua
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
V. EVALUASI