Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISA DISTRIBUSI FRAGMENTASI DAN PRODUKSI


PELEDAKAN UNTUK MENCAPAI TARGET PRODUKSI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Skripsi

Analisa Distribusi Fragmentasi dan Produksi Peledakan Untuk Mencapai

Target Produksi

B. Latar Belakang

Dalam industri pertambangan sering dijumpai sifat batuan yang relatif keras,

sehingga tidak dapat digali secara langsung karena berpengaruh pada produktifitas

alat gali muat tersebut. Dengan berkembangnya teknologi, ditemukan solusi untuk

menggali batuan tersebut yaitu diberaikan dengan peledakan. Dimana proses ini

merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan dalam pemberaian

batuan keras sehingga operasi penambangan dapat berjalan secara efektif dan

efisien.

Dalam proses peledakan ada beberapa macam indikator keberhasilan dari

peledakan itu sendiri, salah satunya adalah fragmentasi. Dimana ukuran fragmen

yang dihasilkan berpengaruh untuk proses penggalian dan pemuatan batuan/ore

yang terledakkan. Oleh karena itu diperlukannya rancangan geometri peledakan

yang optimal dengan mengkaji geometri peledakan yang telah digunakan dan

fragmentasi yang dihasilkan agar tujuan dari adanya proses peledakan tersebut

sesuai dengan sasaran.

Agar ukuran fragmen dan produksi peledakan yang diinginkan dan

direncakan sesuai dengan target, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap


fragmentasi dan produksi peledakan. Hal di atas melatarbelakangi keinginan saya

untuk melakukan pengamatan dan penelitian lebih lanjut mengenai fragmentasi dan

produksi hasil peledakan, dengan judul ”Analisa Distribusi Fragmentasi dan

Produksi Peledakan Untuk Mencapai Target Produksi”

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang penelitian ini dapat diidentifikasi masalah sebagai

berikut:

1. Rancangan geometri peledakan yang digunakan apakah menghasilkan

fragmentasi yang diinginkan.

2. Apakah hasil produksi peledakan sesuai dengan target produksi yang telah

direncanakan.

D. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pembahasan masalah sebagai berikut:

1. Mengkaji geometri peledakan dan powder factor yang digunakan oleh

perusahaan.

2. Menganalisa fragmentasi berdasarkan geometri yang digunakan oleh

perusahaan dengan memakai metode kuznetsov.

3. Menganalisa dan mengevaluasi produksi peledakan.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui geometri peledakan yang digunakan oleh perusahaan.

2. Mengetahui dan memprediksi fragmentasi hasil peledakan.


3. Merekomendasikan geometri peledakan yang dianggap optimal untuk

menghasilkan fragmentasi hasil peledakan yang sesuai dengan yang telah

direncanakan.

4. Mengetahui dan mengevaluasi produksi peledakan.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui hasil fragmentasi dari geometri yang digunakan oleh perusahaan.

2. Mengetahui produktivitas peledakan berdasarkan geometri yang digunakan

oleh perusahaan.

3. Dapat menambah ilmu dan pengalaman pada bidang ilmu peledakan.

4. Bagi perusahaan, mendapatkan masukan dari mahasiswa dalam

mengoptimalkan fragmentasi dan produksi peledakan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kegiatan Peledakan

Kegiatan peledakan yaitu suatu upaya pemberaian batuan dari batuan induk

menggunakan bahan peledak. Menurut kamus pertambangan umum, bahan peledak

adalah senyawa kimia yang dapat bereaksi dengan cepat apabila diberikan suatu

perlakuan, menghasilkan sejumlah gas bersuhu dan bertekanan tinggi dalam waktu

yang sangat singkat.

Peledakan memiliki daya rusak bervariasi tergantung jenis bahan peledak

yang digunakan dan tujuan digunakannya bahan peledak tersebut. Peledakan dapat

dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik itu positif maupun negatif, seperti

untuk memenuhi tujuan politik, ideologi, keteknikan, industri dan lain-lain.

Contohnya besi, baja dan logam lainnya, serta bahan galian industri, seperti

batubara dan gamping seringkali menggunakan peledakan untuk memperoleh

bahan galian tersebut, apabila dianggap lebih ekonomis dan efisien dari pada

penggalian bebas (free digging) maupun penggaruan (ripping).

Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan

penambangan apabila :

1. Target produksi terpenuhi(dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).

2. Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan yang

berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder faktor).


3. Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah

(kurang dari 15% dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan).

4. Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak, overhang,

retakan – retakan).

5. Aman.

6. Dampak terhadap lingkungan minimal.

(Koesnaryo, 1988 ; 1-2).

B. Pola Pemboran

Kegiatan pemboran lubang ledak merupakan suatu hal yang sangat penting

diperhatikan sebelum kegiatan pengisisan bahan peledak. Kegiatan pemboran

lubang ledak dilakukan dengan menempatkan lubang – lubang ledak secara

sistematis, sehingga membentuk suatu pola. Berdasarkan leak lubang bor maka pola

pemboran dibagi menjadi dua pola dasar, yaitu:

1. Pola pemboran sejajar (paralel pattern), terdiri dari dua macam, yaitu :

a. Pola bujursangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi yang

sama

b. Pola persegipanjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu

baris lebih besar dibandingkan dengan burden.

2. Pola pemboran selang seling (staggered pattern), adalah pola pemboran yang

penempatan lubang ledak ditempatkan secara selang seling pada setiap

kolomnya. Dalam pola ini distribusi energi peledakan antar lubang akan lebih

terdistribusi secara merata daripada pola bukan staggered. Pola zigzag terbagi
menjadi Pola zigzag bujur sangkar (B=S) dan Pola zigzag persegi panjang (S

≥ B).

3m 3m

3m 2,5 m

Bidang bebas Bidang bebas


a. Pola bujursangkar b. Pola persegipanjang

3m 3m

2,5 m
3m

Bidang bebas
Bidang bebas
c. Pola zigzag bujursangkar d. Pola zigzag persegipanjang

Sumber : Suwandi, 2009; 6


Gambar 1.
Pola Pemboran

C. Pola Peledakan

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang – lubang

bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang

bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan

berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan.

Beberapa contoh pola peledakan berdasarkan sistem inisiasi dapat dilihat pada

gambar berikut :
Sumber : Suwandi, 2009; 12
Gambar 2.
Pola Peledakan Berdasarkan Sistem Inisiasi

Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai

berikut :

1. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan

membentuk kotak
2. Echelon cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu

sudut dari bidang bebasnya.

3. “V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan

membentuk huruf V.

Secara umum pola peledakan menunjukan urutan atau sekuensial ledakan

dari sejumlah lubang ledak. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu

ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau delay

time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda (delay

time) pada sistem peledakan antara lain adalah:

1. Mengurangi getaran.

2. Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock).

3. Mengurangi getaran dan suara.

4. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan.

5. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan.

D. Hasil Peledakan

Energi bahan peledak ditimbulkan karena adanya reaksi eksotermis pada saat

terjadi reaksi kimia antara bahan-bahan penyusun bahan peledak menjadi gas-gas

dalam waktu yang sangat singkat melalui penyalaan oleh suatu inisiator (primer).

Energi yang dilepaskan tersebut tidak dapat terkonsentrasi sepenuhnya untuk

menghancurkan massa batuan (membentuk fragmentasi), tetapi terbagi dalam

beberapa jenis energi yang terdistribusi menjadi dua bagian besar, yaitu energi

terpakai (work energy) dan energi tak terpakai (waste energy).


1. Energi terpakai (work energy)

Terdapat dua jenis produk energi terpakai, yaitu energi kejut dan energi gas.

Ditinjau dari aspek pemanfaatannya, bahan peledak yang memiliki energi kejut

yang tinggi dapat diterapkan dalam proses peledakan bongkah batu (boulder)

dengan metode mud capping boulders yang disebut juga plaster shooting atau untuk

proses peruntuhan bangunan (demolition). Dengan demikian energi kejut secara

efektif akan terlihat pada peledakan dengan menggunakan metode external charge

atau muatan di luar lubang tembak. Sedangkan pada kolom lubang ledak dengan

bahan peledak didalamnya disumbat atau dikurung rapat oleh material penyumbat

(stemming), maka digunakan bahan peledak yang memiliki energi gas yang tinggi.

2. Energi tak terpakai (waste energy)

Reaksi peledakan disamping menghasilkan energi yang mampu

menghancurkan batuan, juga akan selalu menghasilkan energi yang tidak berkaitan

langsung dengan tujuan penghancuran batuan, bahkan akan memberi dampak

negatif terhadap lingkungan. Energi yang tidak berkaitan langsung dengan proses

penghancuran batuan dikelompokkan ke dalam “energi tak terpakai” atau waste


energy. Jenis energi tak terpakai adalah energi panas, energi suara, energi

sinar/cahaya dan energi seismik.

ENERGI PELEDAKAN
(EXPLOSIVE ENERGY)

ENERGI TERPAKAI ENERGI TAK TERPAKAI


(WORK ENERGY) (WASTE ENERGY)

ENERGI KEJUT ENERGI GAS ENERGI PANAS ENERGI SINAR ENERGI SUARA ENERGI SEISMIK
(SHOCK ENERGY) (GAS ENERGY) (HEAT ENERGY) (LIGHT ENERGY) (SOUND ENERGY) (SEISMIC ENERGY)

Sumber : Suwandi, 2009; 7


Gambar 3.
Distribusi energi yang dihasilkan peledakan

E. Geometri Peledakan Menurut C.J Konya (1990)

Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang

diinginkan maka perlu suatu perencanaan ledakan dengan memperhatikan besaran-

besaran geometri peledakan. Berikut penjelasan mengenai perhitungan geometri

peledakan menurut C.J.Konya (1990) :


ANG
A K JENJ )
C H
PUN P BENC
( TO

S
B
CREST

KOLOM LUBANG
T

LEDAK ( L )
AS
G BEB )
A N CE
BID EE FA
(F R
H

PC

E
TO

G
NJAN
N TAI JE NCH)
LA E
J OR B
(FLO

Sumber : Suwandi, 2009; 24


Gambar 2.4.
Geometri Peledakan Jenjang

Terminologi dan simbol yang digunakan pada geometri peledakan seperti

terlihat pada Gambar 2.4 yang artinya sebagai berikut:

B = burden ;L = kedalaman kolom lubang ledak

S = spasi ;T = penyumbat (stemming)

H = tinggi jenjang ; PC = isian utama (primary charge atau powder column)

J = subdrilling

1. Burden

Yaitu jarak tegak lurus terpendek antara muatan bahan peledak dengan

bidang bebas yang terdekat atau ke arah mana pelemparan batuan akan terjadi.
a. Burden terlalu kecil: bongkaran terlalu hancur dan tergeser dari dinding

jenjang serta kemungkinan terjadinya batu terbang sangat besar.

b. Burden terlalu besar : Fragmentasi kurang baik ( gelombang tekan yang

mencapai bidang bebas menghasilkan gelombang tarik yang sangat lemah

di bawah kuat tarik batuan). Besarnya burden tergantung dari karakteristik

batuan, karakteristik bahan peledak dan diameter lubang ledak.

 
B  3,15 x d e x 3  e 
  r  .................................................... (1)

Dimana:

B = burden (ft),

de = diameter bahan peledak (inci),

e = berat jenis bahan peledak, dan

r = berat jenis batuan.

2. Spacing (S)

Spasi adalah jarak diantara lubang ledak dalam satu garis yang sejajar

dengan bidang bebas.

a. Spacing terlalu besar : fragmentasi tidak baik, dinding akhir yang

ditinggalkan relative tidak rata

b. Spacing terlalu kecil: tekanan sekitar stemming yang lebih besar dan

mengakibatkan gas hasil ledakan dihamburkan ke atmosfer diikuti dengan

suara bising (noise).


Spasi ditentukan berdasarkan sistem tunda yang direncanakan dan

kemungkinannya adalah:

Tabel 1
Penentuan Spasi Geometri Peledakan Menurut C.J.Konya

Sistem Penyalaan H/B < 4 H/B > 4

H  2B
Serentak S S = 2B
3

Tunda H  7B S = 1,4 B
S
8
Sumber : Suwandi, 2009; 26

3. Stemming disebut juga “collar”. Stemming berfungsi untuk mengurung gas

yang timbul dan mendapatkan stress balance, maka steamming sama dengan

burden.

a. Batuan massif, T = B

b. Batuan berlapis, T = 0,7 B

4. Subdrilling, merupakan tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah rencana

lantai jenjang. Sub drilling berfungsi supaya batuan dapat meledak secara “full

face” sebagaimana yang diharapkan. Lantai yang tidak rata disebabkan oleh

tonjolan – tonjolan yang terjadi setelah dilakukan peledakan akan menyulitkan

waktu pemuatan dan pengangkutan. Tingginya sub drilling tergantung dari

struktur dan jenis batuan dan arah lubang bor. Pada lubang bor yang miring,

subdrilling lebih kecil. Sub Drilling (J) = 0,3 B


5. Penentuan diameter lubang dan tinggi jenjang mempertimbangkan 2 aspek,

yaitu (1) efek ukuran lubang ledak terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan

getaran tanah; dan (2) biaya pengeboran. Tinggi jenjang (H) dan burden (B)

sangat erat hubungannya untuk keberhasilan peledakan dan ratio H/B (yang

dinamakan Stifness Ratio) yang bervariasi memberikan respon berbeda

terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan getaran tanah yang hasilnya seperti

terlihat pada Tabel 2.2. Sementara diameter lubang ledak ditentukan secara

sederhana dengan menerapkan “Aturan Lima (Rule of Five)”, yaitu ketinggian

jenjang (dalam feet) “Lima” kali diameter lubang ledaknya (dalam inci).

Tabel 2
Potensi yang terjadi akibat variasi stiffness ratio

Stifness Ledakan Batu Getaran


Fragmentasi Komentar
Ratio udara terbang tanah

1 Buruk Besar Banyak Besar Banyak muncul back-break di

bagian toe. Jangan dilakukan

dan rancang ulang

2 Sedang Sedang Sedang Sedang Bila memungkinkan, rancang

ulang

3 Baik Kecil Sedikit Kecil Kontrol dan fragmentasi baik

4 Memuaskan Sangat Sangat Sangat Tidak akan menambah

kecil sedikit kecil keuntung-an bila stiffness

ratio di atas 4

Sumber : Konya, 1990; 127


F. Fragmentasi

Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap

bongkah batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses

selanjutnya. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau boulder

diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) di tepi jalan tambang.

Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena

penanganan selanjutnya akan lebih mudah. Ukuran fragmentasi terbesar biasanya

dibatasi oleh dimensi mangkok alat gali (excavator atau shovel) yang akan

memuatnya ke dalam truck dan oleh ukuran gap bukaan crusher.

1. Metode Pengukuran Fragmentasi

Empat metode pengukuran fragmentasi peledakan (Hustrulid, 1999; 38-42)

adalah sebagai berikut :

a. Pengayakan (sieving)

Metode ini menggunakan ayakan dengan ukuran saringan berbeda untuk

mengetahui persentase lolos fragmentasi batuan hasil peledakan.

b. Boulder counting (production statistic)

Metode ini mengukur hasil peledakan melalui proses berikutnya, apakah

terdapat kendala dalam proses tersebut, misalnya melalui pengamatan digging

rate, secondary breakage dan produktivitas crusher.

c. Image analysis (photographic)


Metode ini menggunakan perangkat lunak (software) dalam melakukan

analisis fragmentasi. Software tersebut antara lain Fragsize, Split Engineering,

gold size, power sieve, fragscan, wipfrag, dll.

d. Manual (Measurement)

Dilakukan pengamatan dan pengukuran secara manual di lapangan, dalam

satuan luas tertentu yang dianggap mewakili (representatif).

2. Prediksi Distribusi Fragmentasi Kuznetsov

Untuk menghitung distribusi rata-rata fragmentasi batuan digunakan

persamaan Kuznetsov berikut:


0.8
V  0.167
x  Ax o  x Q ...................................... (2)
 
Q

Dengan :

X = Ukuran rata-rata fragmentasi batuan (cm)

A = Faktor batuan

Vo = Volume batuan yang terbongkar (m3)

Q = Berat bahan peledak tiap lubang ledak (kg)

Persamaan di atas untuk tipe bahan peledak TNT. Untuk itu Cunningham

memodifikasi persamaan tersebut untuk memenuhi penggunaan ANFO sebagai

bahan peledak. Sehingga pesamaan tersebut menjadi :


0.8 0, 63
V  0.1667
 E 
x  Ax o  x Q   …………………….. (3)
Q  115 
Dengan :

Q = Berat bahan peledak tiap lubang ledak (kg)

E = RWS bahan peledak : ANFO = 100, TNT = 115

3. Pembobotan Faktor Batuan

Salah satu data masukan untuk model Kuznetsov adalah faktor batuan yang

diperoleh dari indeks kemampuledakan atau Blastability index (BI). Nilai BI

ditentukan dari penjumlahan bobot lima parameter yang diberikan oleh Lily (dalam

Hustrulid, 1999), yaitu : Rock mass description (RMD), join plane spacing (JPS),

joint plane orientation (JPO), specific gravity influence (SGI), dan Moh’s hardness

(H). Parameter-parameter tersebut kenyataanya sangat bervariasi. Secara lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3
Pembobotan Masa Batuan Untuk Peledakan
Parameter Pembobotan
1. Rock Mass Description (RMD)
 Powdery / Friable 10
 Blocky 20
 Totally massive 50
2. Joint Mass Description (JPS)
 Close (Spasi < 0,1 m) 10
 Intermediate (Spasi 0,1 - 1 m) 20
 Wide (Spasi > 1 m) 50
3. Joint Plane Orientation (JPO)
 Horizontal 10
 Dip out of face 20
 Strike normal to face 30
 Dip into face 40
4. Spesific Gravity Influence (SGI)
SGI = 25 x SG - 50
5. Hardness (H) 1 - 10
Sumber : Hustrulid, 1999; 8
Tabel 4
Skala Moh’s
Kekerasan Nama Mineral Alat penguji

1 Talc (Talk) Sangat Lunak

2 Gypsum (Gipsum) Tergores kuku manusia

3 Calcite (Kalsit) Tergores koin perunggu

4 Flourspar (Flourite) Tergores paku besi

5 Apatite (Apatit) Tergores kaca

6 Feldspar / Ortoklas Tergores pisau lipat

7 Quartz (Kuarsa) Tergores pisau baja

8 Topaz Tergores amplas

9 Corundum

10 Diamond (Intan)

Sumber: Hustrulid, 1999; 83

Hubungan antara kelima parameter tersebut terhadap BI dapat dilihat pada


persamaan berikut :

BI = 0,5 (RMD+JPS+JPO+SGI+H) ……………………………..……(4)

Persamaan yang memberikan hubungan antara faktor batuan dengan indeks


kemampuledakkan suatu batuan menurut Lily (1986) adalah sebagai berikut :

RF = 0,12 x (BI) …….……………………………………………………(5)


4. Pemilihan Bahan Peledak

a. Klasifikasi Bahan Peledak

Bahan peledak pada industri pertambangan pada umumnya terbuat dari

campuran bahan-bahan kimia, sehingga disebut bahan peledak kimia. Defenisi dari

bahan peledak adalah suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk

padat, cair, gas atau campurannya yang apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan

atau ledakan awal akan bereaksi dengan sangat cepat dan bersifat panas

(eksotermis) yang hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas

bertekanan tinggi dan temperatur yang sangat panas. Peledakan akan memberikan

hasil yang berbeda dari yang diharapkan karena tergantung pada kondisi eksternal

saat pekerjaan tersebut dilakukan yang mempengaruhi kualitas bahan kimia

pembentuk bahan peledak tersebut. Panas merupakan awal terjadinya proses

dekomposisi bahan kimia pembentuk bahan peledak yang menimbulkan

pembakaran, dilanjutkan dengan deflagrasi dan terakhir detonasi. Proses

dekomposisi bahan peledak dapat diuraikan sebagai berikut : (sumber ; diktat

pelaksanaan peledakan pada kegiatan penambangan bahan galian)

1) Pembakaran

Pembakaran adalah reaksi kimia yang bersifat panas pada permukaan objek

yang terbakar dan dijaga keberlangsungan proses pembakarannya oleh panas

yang dihasilkan dari reaksi itu sendiri dan produknya berupa gas-gas. Reaksi

pembakaran memerlukan unsur oksigen baik yang terdapar di alam bebas

maupun dari ikatan molekul bahan ataupun material yang terbakar.


2) Deflagrasi

Deflagrasi adalah reaksi pembakaran dengan kecepatan sangat tinggi dan

menghasilkankan gas-gas bertekanan yang tekananya meningkat (ekspansi)

selama proses pembakaran berlangsung, sehingga menimbulkan ledakan.

Akibat dari tekanan ini, maka terjadi efek pengangkatan yang besarnya

sebanding dengan proses pembakaran yang terjadi.

3) Ledakan

Ledakan adalah ekspansi seketika yang cepat dari gas menjadi bervolume lebih

besar dan diiringi suara keras serta efek mekanis yang merusak. Dari defenisi

tersebut tersirat bahwa ledakan tidak melibatkan reaksi kimia, tapi

kemunculannya disebabkan oleh transfer energi ke gerakan massa yang

menimbulkan efek mekanis yang merusak disertai panas dan bunyi yang keras.

4) Detonasi

Detonasi adalah proses kimia-fisika dengan kecepatan reaksi yang sangat

tinggi yang menghasilkan gas dan temperatur sangat besar serta membangun

ekspansi gaya yang sangat besar pula. Kecepatan reaksi tersebut

menyebarkan tekanan panas ke seluruh zona peledakan dalam bentuk

gelombang tekan kejut (shock compression wave) dan proses ini berlangsung

terus menerus untuk membebaskan energi hingga berakhir dan memberikan

efek merusak (shattering effect).

Bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya menjadi

bahan peledak mekanik, kimia dan nuklir. Jenis bahan peledak secara garis besar

diklasifikasikan menjadi 3 golongan (menurut JJ manon 1978) adalah:


1) Bahan peledak mekanis.

2) Bahan peledak kimia.

a) High explosive : primary explosive dan secondary explosive

b) Low explosive : permissible exposive dan non permissible explosive

3) Bahan peledak nuklir.

b. Sifat Fisik Bahan Peledak

Sifat fisik bahan peledak merupakan suatu kenampakan nyata dari sifat

bahan peledak ketika menghadapi perubahan kondisi lingkungan sekitarnya.

Kenampakan nyata inilah yang harus diamati dan diketahui tanda-tandanya oleh

seorang juru ledak untuk mengidentifikasi suatu bahan peledak yang rusak, rudak

tapi masih bisa dipakai, dan tidak rusak. Sifat fisik bahan peledak yang harus

diperhatikan adalah : (sumber; Diktat Pelaksanaan Peledakan Pada Kegiatan

Penambangan Bahan Galian, Khursus Juru Ledak 2011)

a) Densitas

Densitas secara umum adalah angka yang menyatakan perbandingan berat per

volume

b) Sensitivitas

Sensitivitas adalah sifat yang menunjukkan tingkat kemudahan atau kerentanan

suatu bahan peledak untuk terinisiasi (meledak) akibat adanya dorongan dari

luar dalam bentuk benturan (impact), gelombang kejut (shock wave), panas

(flame), atau gesekan (friction).


c) Ketahanan Terhadap Air (water resistance)

Ketahanan bahan peledak terhadap air adalah ukuran kemampuan suatu bahan

peledak untuk melawan air disekitarnya tanpa kehilangan sensitivitas. Apabila

suatu bahan peledak larut dalam air dalam waktu yang pendek berarti bahan

peledak tersebut mempunyai ketahanan terhadap air yang buruk, sebaliknya

bila tidak larut dalam air disebut sangat baik (exellent). Contoh bahan peledak

yang mempunyai ketahan terhadap air yang buruk adalah ANFO (Ammonium

Nitrat, Fuel Oil), sedangkan bahan peledak yang mempunyai ketahanan

terhadap air yang sangat baik adalah emulsi, watergel, slurries.

d) Kestabilan Kimia (chemical stability)

Kestabilan kimiabahan peledak adalah kemampuan untuk tidak berubah secara

kimia dan tetap mempertahankan sensitivitas selama dalam penyimpanan di

dalam gudang dengan kondisi tertentu. Faktor-faktor yang mempercepat

ketidak stabilan kimiawi antara lain panas, dingin, kelembaban, kualitas bahan

baku, kontaminasi, pengepakan dan fasilitas gudang bahan peledak.

e) Karakteristik Gas (fumes characteristic)

Detonasi bahan peledak akan menghasilkan fume, yakni gas hasil peledakan

yang mengandung racun (toxic), apabila proses pencampuran ramuan bahan

peledak tidak sempurna yang menyebabkan terjadinya kelebihan atau

kekurangan oksigen selama proses dekomposisi kimia bahan peledak

berlangsung. Gas hasil peledakan yang tergolong fume antara lain nitrogen

monoksida (NO), nitrogen oksida (NO2), dan karbon monoksida (CO).


5. Perhitungan Volume Hasil Peledakan

Perhitungan Volume Hasil Peledakan dari Geometri peledakan Pada

tambang terbuka atau quary, yang umumnya menerapkan peledakan jenjang atau

bench blasting, volume batuan yang akan diledakkan tergantung pada burden, spasi,

tinggi jenjang, dan jumlah lubang. (sumber : diktat kuliah teknik peledakan, UNP)

Volume peledakan perlubang = B x S x H……………………,,…(6)

Total volume peledakan = (B x S x H) x jumlah lubang…….……(7)

Volume hasil peledakan yang telah terberai disebut volume loose.

BxSxH
VL= ..................................................................................(8)
SF
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Diagram Alir Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada metode

perhitungan aktual lapangan yang bertujuan untuk mendapatkan hasil pada waktu

sekarang. Rancangan kegiatan penelitian ini terdiri dari 4 tahapan yaitu tahap

persiapan, tahap pengumpulan data, tahap pengolahan data, dan tahap penyusunan

laporan akhir.

1) Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilakukan penyusunan usulan tugas akhir. Sasaran utama

studi pendahuluan ini adalah gambaran umum daerah penelitian. Studi literatur

dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang kegiatan

penelitian, yang diperoleh dari :

a. Instansi terkait

b. Perpustakaan

c. Informasi penunjang lainnya

2) Pengamatan Lapangan

Pengamatan di lapangan ditujukan untuk mendapatkan data-data yang

diperlukan secara langsung di lapangan. Pengambilan data dilakukan dengan

pengamatan dan pengukuran.


3) Pengolahan Data

Pengolahan data hasil penelitian dilakukan dengan perhitungan

berdasarkan teori yang ada dan data hasil penelitian.

4) Analisa data

Dari rumusan-rumusan yang telah didapat kemudian dilakukan analisa

untuk menemukan jawaban atas pertanyaan perihal rumusan dan hal-hal yang

diperoleh dalam penelitian.

5) Kesimpulan

Hasil sintesis data keseluruhan dirangkum ke dalam laporan tertulis untuk

dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan hasil penelitian tugas akhir.

2. Teknik Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi:

1) Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data-data dari literatur-literatur dan

internet tentang target volume peledakan.

2) Observasi lapangan, yaitu pengamatan di lapangan meliputi kegiatan peledakan.

3) Wawancara dengan instruktur lapangan serta orang-orang yang ahli

dibidangnya.

Adapun Data – data yang dikumpulkan terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Data Primer, meliputi :

a) Alat

 Spesifikasi peralatan peledakan


b) Peledakan

 Perencanaan produksi peledakan

 Metode, Geometri peledakan dan bahan peledak yang digunakan (blast

report)

c) Data Geoteknik

 Kuat Tekan Batuan

 Densitas Batuan

2. Data Sekunder, meliputi :

a) Gambaran umum daerah penyelidikan

 Peta Lokasi perusahaan

 Peta wilayah IUP

 Kondisi geologi setempat

 Data curah hujan

b) Keadaan umum perusahaan

 Sistem penambangan yang digunakan

 Peralatan-peralatan yang digunakan

 Produksi/bulan

3. Teknik Pengolahan Data

Adapun pengolahan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini

meliputi :

1) Perhitungan geometri peledakan yang efisien.

2) Perhitungan distribusi fragmentasi.

3) Perhitungan produksi peledakan


4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dipergunakan yaitu analisis kualitatif, kuantitatif,

dan deskriptif. Berupa pengamatan dan melakukan perhitungan fragmentasi yang

dihasilkan oleh peledakan. Adapun data yang akan diolah yaitu :

1. Analisa geometri peledakan.

2. Analisa fragmentasi hasil peledakan.

3. Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi fragmentasi dan produksi

peledakan.
mulai

Rumusan Masalah
1. Rancangan geometri yang digunakan oleh perusahaan apakah
menghasilkan fragmentasi yang baik.
2. Apakah produksi peledakan telah sesuai dengan target yang
direncanakan.

Studi Literatur

Pengambilan Data

Data Sekunder
Data Primer
1. Gambaran umum
1. Data peralatan
daerah penelitian.
peledakan.
 Kondisi
2. Data perencanaan
geologi.
peledakan.
 Curah hujan
3. Data kuat tekan dan
2. Keadaan umum
densitas batuan.
perusahaan.

Pengolahan dan Analisa Data


1. Perhitungan dan analisa fragmentasi peledakan
berdasarkan geometri yang digunakan oleh perusahaan.
2. Perhitungan dan analisa produksi peledakan untuk
mencapai target produksi.

Merekomendasikan geometri dan jumlah lubang ledak untuk


mencapai target produksi dan mendapatkan hasil yang baik

Selesai
Daftar Pustaka

Hustrulid, W, 1999, “Blasting Principles for Open Pit Mining Volume 1”, Colorado
School of Mines, Golden, Colorado, USA, Page 83 – 84

Koesnaryo, 1998, “Bahan Peledak dan Metode Peledakan”, Jurusan Teknik


Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran”, Yogyakarta, Halaman 1-2

Konya, C. J. and E. J. Walter, 1990. Surface Blast Design. New Jersey: Prentice-
Hall, Inc, Page 127 – 136

Nurhakim, 2004, “Buku Panduan Kuliah Lapangan II Edisi ke – 2”, Program Studi
Teknik Pertambangan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

Suwandi, A, 2009, “Diktat Kursus Juru Ledak XIV pada Kegiatan Penambangan
Bahan Galian”, Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung,
Halaman 6 - 26

Anda mungkin juga menyukai