Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN INFEKSI TORCHS

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas KMB II

dengan pembimbing Romadhoni Tri Purnomo., S.Kep,Ns

ANGGOTA KELOMPOK :

DHIAPRIVAL DZUHRI 1702095


EVITA CAHYA WARDANI 1702101
KUNTO WARDOYO 1702108
RINDA PUTRI PAMUNGKAS 1702116

PRODI D3 KEPERAWATAN 2018/2019

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN


Kata pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rakhmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Infeksi TORCH” tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan
dan dukungan baik dukungan moril dan materil dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua


2. Romadhoni Tri Purnomo.,S.Kep,Ns selaku koordinator mata ajar dan dosen
pembimbing
3. Dan pihak-pihak lain yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,maka kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan. Dan kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Klaten, 13 April 2019

Penulis
Daftar isi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
TORCH merupakan suatu istilah jenis penyakit infeksi yang terdiri
dariToxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit ini sama
bahayanya bagi ibu hamil karena dapat menganggu janin yang dikandungnya. Bayi yang
dikandung tersebut mungkin akan terkena katarak mata, tuli, hypoplasia (gangguan
pertumbuhan organ tubuh seperti jantung, paru-paru, dan limpa). Bisa juga
mengakibatkan berat bayi tidak normal, keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput
otak, radang iris mata, dan beberapa jenis penyakit lainnya (Sarwono, 2007).

Toksoplasmosis pada manusia dijumpai di seluruh dunia dengan angka prevalensi


yang berbeda. Di Eropa Selatan prevalensi toksoplasmosis sebesar lebih dari 60%,
sedangkan di Eropa Utara prevalensi kurang dari 20%. Amerika Tengah mencapai 90%.
Penelitian di Denmark antara tahun 1999-2002 menunjukkan bahwa prevalensi
toksoplasmosis kongenital pada bayi baru lahir adalah 2,1/10000 kelahiran hidup
(Schimdt,et al.,2006). Di Amerika Serikat didapatkan sekitar 3-70% orang sehat telah
terinfeksi Toksoplasma gondii. Toksoplasma gondii juga menginfeksi 3500 bayi baru
lahir di Amerika Serikat (Herdiman, 2006). Di Amerika serikat, satu dari tiga orang yang
berumur 50tahun tercatat infeksi oleh ookista T.gondii (Kruszon-Moran,et al.,2005 dalam
Radke, et al.,2005). Di Indonesia walaupun belum ada penelitian epidemiologi secara
luas, didapatkan data sebagai berikut: tahun 1991 prevalensi toksoplasmosis pada
manusia di Indonesia mencapai 2-63% (Ganda husada,1991). Di Surabaya prevalensinya
58%(Konishi et al.,2000). Sedangkan di Jakarta mencpai 75% (Tereshawa, et al.,2003).
Di DIY prevalensinya 61,5%, dengan angka tertinggi didapatkan di kabupaten
Kulonprogo 78,6% dan angka terendah di kabupaten Gunung kidul yaitu
29,5%(Sujono,2010).
Faktor resiko toksoplasmosis, yaitu faktor resiko pemeliharaan kucing, konsumsi
daging setengah matang, konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mentah yang tidak
dicuci, konsumsi susu yang tidak di pasteurisasi, tidak mencuci tangan sebelum makan
setelah melakukan aktivitas seperti berkebun, orang yang melakukan transfusi darah atau
transplantasi organ (Levine 1987; Mahmoodi et al, 2005.; ManouchehriNaeini et al,
2007;Mohammadi et al,2008; Hatam et al.,2005).

Salah satu faktor resiko toksoplasmosis adalah infeksi protozoa yang ditularkan
melalui tubuh kucing. Manusia berperan sebagai hospes perantara, sedangkan kucing dan
famili Felidae lainnya merupakan hospes definitif (Levine,1990). Penularannya dapat
melalui makan makanan yang tercemar ookista dari feses (kotoran) kucing yang
menderita toksoplasma. Feses kucing yang mengandung ookista akan mencemari tanah
(lingkungan) dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia maupun hewan.
Tingginya resiko infeksi toksoplasma melalui tanah yang tercemar, disebabkan karena
oosista bisa bertahan di tanah sampai beberapa bulan ( Howard, 1987).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian TORCHS?
2. Bagaimana penyebab TORCHS?
3. Bagaimana tanda dan gejala TORCHS?
4. Bagaimana patofisiologi TORCHS?
5. Bagaimana cara penularan TORCHS?
6. Bagaimana pemeriksaan TORCHS?
7. Bagaimana penatalaksanaan TORCHS?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian TORCH
TORCH adalah sebuah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis
penyakit infeksi yang menyebabkan kelainan bawaan, yaitu Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini sama-sama
berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil.
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang
spesifik taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap
adanya benda asing (kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M
(IgM) dan Imunoglobulin G (IgG).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan
yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria
maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan
pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
a. Toxoplasma
Toxoplasmosis penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat
ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal
dengan nama Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii yaitu suatu parasit
intraselluler yang menginfeksi pada manusia dan hewan.
b. Rubella
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili
Togaviridae dan genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya kontak
dengan sekret orang yang terinfeksi; pada wanita hamil penularan ke janin secara
intrauterin.
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili
betaherpesvirus, famili herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan,
sekresi maupun ekskresi tubuh yang terinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan
vagina, dan lain lain).
d. Herpes Simplek
Penyakit ini disebabkan infeksi Herpes simplex virus (HSV); ada 2 tipe
HSV yaitu tipe 1 dan 2. Tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya
terjadi pada bayi karena adanya kontak dengan lesi genital yang infektif;
sedangkan HSV tipe 2 merupakan herpes genitalis yang menular lewat hubungan
seksual. HSV tipe 1 dan 2 dapat dibedakan secara imunologi.
e. Sifilis
Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh
bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki
masa laten, dapat menyerang hampir semua alat tubuh, menyerupai banyak
penyakit, dan ditularkan dari ibu ke janin (Djuanda, 2015).

B. Penyebab TORCH
Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, dan
Herpes) adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, burung, tikus,
merpati, kambing, sapi, anjing, babi dan lainnya. Meskipun tidak secara langsung
sebagai penyebab terjangkitnya penyakit yang berasal dari virus ini adalah hewan,
namun juga bisa disebabkan oleh karena perantara (tidak langsung) seperti memakan
sayuran, daging setengah matang dan lainnya.
a. Toxoplasma Gondii
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Pada umumnya infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik.
Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan,
mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya
tidak menimbulkan masalah.
b. Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat
menyerang anak-anak dan dewasa muda.
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk
golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus
CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu
penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi
janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil.
d. Herpes Simplek
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes
Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar
melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom.

C. Tanda Dan Gejala


a. Toxoplasma
Gejala yang diderita biasanya dengan mirip gejala influenza, bisa timbul
rasa lelah, malaise, demam disertai hepatomegali.

b. Rubella
Tanda dan gejala yang muncul biasanya bertahan dalam dua hingga tiga hari
dan mungkin melibatkan:
 Demam ringan 38,9 derajat Celcius atau lebih rendah,
 Sakit kepala
 Hidung tersumbat atau pilek
 Peradangan, mata merah
 Pembesaran, pelunakan kelenjar getah bening di dasar tengkorak, leher
bagian belakang dan di belakang telinga
 Muncul ruam warna merah muda/pink di wajah dan dengan cepat menyebar
ke pundak, lengan, kaki sebelum menghilang di sekuens yang sama.
 Nyeri pada persendian, khususnya pada perempuan muda.

c. Cyto Megalo Virus (CMV)


 Demam
 Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia)
 Letih Lesu
 Kulit berwarna kuning,
 Pembesaran hati dan limpa, Kerusakan atau hambatan pembentukan
organ tubuh seperti mata, otak gangguan mental, dan lain-lain tergantung
organ janin mana yang diserang.
 Umumnya janin yang terinfeksi cmv lahir prematur dan berat badan lahir
rendah

d. Herpes Simpleks
Penderita biasanya mengalami demam, salivasi, mudah terangsang dan
menolak untuk makan,. Dengan dilakukan pemeriksaan menunjukan adanya
ulkus dangkal multiple yang nyeri pada mukusa lidah, gusi, dan bukal
denganvesikel pada bibir dan sekitarnya.

e. Sifilis
Gejala sifilis tergantung dari stadium/fasenya. Gejala akan timbul setelah
1-13 minggu setelah terinfeksi, dengan rata-rata 3-4 minggu setelah infeksi.
Gejalanya:
 Stadium 1: luka yang tidak nyeri pada tempat yang terinfeksi. Luka
tersebut sering kali tidak menimbulkan gejala sehinga dihiraukan dan
akan membaik dalam waktu 3-12 minggu. Setelah itu, penderita akan
tampak sehat secara keseluruhan.
 Stadium 2: Muncul ruam-ruam kulit dalam
waktu 6-12 minggu setelah infeksi.
Meskipun tidak diobati, ruam akan hilang
dalam beberapa minggu dan akan muncul
kembali ruam yang baru beberapa minggu
kemudian. Pada stadium ini, penderita akan
mengalami gejala malaise, mual, tidak nafsu
makan, dan lain-lain.
 Stadium 3: fase laten. Penderita memasuki fase tanpa gejala selama
beberapa tahun atau berpuluh-puluh tahun
 Stadium 4: Sifilis ini sudah tidak menular tetapi gejalanya sangat
bervariasi tergantung organ yang terkena.
D. Patofisiologi TORCH
a. Toxoplasma
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang merupakan salah satu
penyebab kelainan kongenital yang cukup dominan dibandingkan penyebab
lainnya yang tergolong dalam TORCH. Hospes primernya adalah kucing.
Kucing ini telah mempunyai imunitas, tetapi pada saat reinfeksi mereka dapat
menyebarkan kembali sejumlah kecil ookista. Ookista ini dapat menginfeksi
manusia dengan cara memakan daging, buah-buahan, atau sayuran yang
terkontaminasi atau karena kontak dengan faeces kucing. Dalam sel–sel jaringan
tubuh manusia, akan terjadi proliferasi trophozoit sehingga sel–sel tersebut akan
membesar. Trophozoit akan berkembang dan terbentuk satu kista dalam sel,
yang di dalamnya terdapat merozoit. Kista biasanya didapatkan di jaringan otak,
retina, hati, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kelainan pada organ-organ
tersebut, seperti microcephali, cerebral kalsifikasi, chorioretinitis, dll. Kista
toksoplasma ditemukan dalam daging babi atau daging kambing. Sementara itu,
sangat jarang pada daging sapi atau daging ayam. Kista toksoplasma yang
berada dalam daging dapat dihancurkan dengan pembekuan atau dimasak
sampai dagingnya berubah warna. Buah atau sayuran yang tidak dicuci juga
dapat menstranmisikan parasit yang dapat dihancurkan dengan pembekuan atau
pendidihan. Infeksi T.gondii biasanya tanpa gejala dan berlalu begitu saja.
Setelah masa inkubasi selama lebih kurang 9 hari, muncul gejala flu seperti
lelah, sakit kepala, dan demam yang dapat muncul hampir bersamaan dengan
limpadenopati, terutama di daerah serviks posterior.

b. Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh enchepalitis.
Pada infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus respiratorius yang kemudian
akan menyebar ke kelenjar limfe sekitar dan mengalami multiplikasi serta
mengawali terjadinya viremia dalam waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama
terjadinya viremia maternal. Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta
terjadi pada 80% kasus dan risiko kerusakan jantung, mata, atau telinga janin
sangat tinggi pada trisemester pertama. Jika infeksi maternal terjadi sebelum
usia kehamilan 12 minggu, 60% bayi akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan
menurun menjadi 17% pada minggu ke-14 dan selanjutnya menjadi 6% setelah
usia kehamilan 20 minggu. Akan tetapi, plasenta biasanya terinfeksi dan virus
dapat menjadi laten pada bayi yang terinfeksi kongenital selama bertahun-tahun.

c. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara
kongenital saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga
dapat menyebabkan infeksi primer pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi
pada usia dewasa disebabkan reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya.
Infeksi kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan.
Di negara berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama kehamilan, karena
sebagian besar orang telah terinfeksi dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi
primer terjadi pada ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak,
ikterus dengan pembesaran hepar dan lien, trombositopenia, serta dapat
menyebabkan retardasi mental. Bayi juga dapat terinfeksi selama proses
kelahiran karena terdapatnya CMV yang banyak dalam serviks. Penderita
dengan infeksi CMV aktif dapat mengekskresikan virus dalam urin, sekret
traktus respiratorius, saliva, semen, dan serviks. Virus juga didapatkan pada
leukosit dan dapat menular melalui tranfusi.
d. Herpes Simpleks (HSV)
HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam HSV 1
dan 2. HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir, dan mata, sedangkan
HSV 2 dapat menyebabkan lesi genital. Virus ditransmisikan dengan cara
berhubungan seksual atau kontak fisik lainnya. Melalui inokulasi pada kulit dan
membran mukosa, HSV akan mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu
inkubasi 4 sampai 6 hari. Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel akan
menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi viremia di
mana virus akan menyebar ke saraf sensoris perifer. Di sini virus akan
mengadakan replikasi yang diikuti penyebarannya ke daerah mukosa dan kulit
yanglain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami peningkatan.
Akan tetapi, untungnya herpes neonatal agak jarang terjadi, bervariasi dari 1
dalam 2.000 sampai 1 dalam 60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak
langsung dengan HSV pada saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35--
40% jika ibu yang melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir
kehamilannya.
e. Sifilis
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hamper semua
alat tubuh dapat diserang, termasuk system kardiovaskuler dan saraf. Selain itu
wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin
sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyebabkan kelainan
bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi dan diobati, sifilis dapat
disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat
berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat
kelamin.

E. Cara Penularan TORCH


Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara. Pertama, secara aktif
(didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan). Penularan secara aktif disebabkan antara
lain sebagai berikut :
a) Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi
(mengandung sista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau, babi, ayam,
kelinci dan lainnya. Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke manusia adalah
melalui jalur ini, yaitu melalui masakan sati yang setengah matang atau masakan lain
yang dagingnya diamsak tidak sempurna, termasuk otak, hati dan lainnya.
b) Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing yang menderita
TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista akan mencemari tanah
(lingkungan) dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia maupun
hewan. Tingginya resiko infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar, disebabkan
karena oosista bisa bertahan di tanah sampai beberapa bulan ( Howard, 1987).
c) Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok jaringan (trozoid,
sista), kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan TORCH masuk ke dalam
tubuh atau tanpa sengaja masuk melalui luka (Remington dan McLeod 1981, dan
Levine 1987).
d) Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan menularnya
TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu penyakit TORCH kemudian
melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita (padahal sang wanita
sebelumnya belum terjangkit) maka ada kemungkinan wanita tersebut nantinya akan
terkena penyakit TORCH sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan jenisnya.
e) Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika mengandung
maka ada kemungkinan juga anak yang dikandungnya terkena penyakit TORCH
melalui plasenta.
f) Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal
ini bisa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui kebetulan terjangkit salah satu
penyakit TORCH maka ketika menyusui penyakit tersebut bisa menular kepada sang
bayi yang sedang disusuinya.
g) Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih menempel di kulit juga bisa
menjadi penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi apabila seorang
yang kebetulan kulitnya menmpel atau pun lewat baju yang baru saja dipakai si
penderita penyakit TORCH.
h) Faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penularan pada manusia, antara lain
adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan buah - buahan segar yang dicuci kurang
bersih, makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, mengkonsumsi makanan dan
minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga kemungkinan terkontaminasi
oosista lebih besar.
i) Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara
penularannya juga hampir sama dengan penularan pada hubungan seksual.
Berdasarkan kenyataan di atas, penyakit TORCH ini sifatnya menular. Oleh karena
itu dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu anggota keluarga terkena penyakit
tersebut maka yang lainnya pun juga bisa terkena. Malah ada beberapa kasus dalam satu
keluarga seluruh anggota keluarganya mulai dari kakek - nenek, kakak - adik, bapak - ibu,
anak - anak semuanya terkena penyakit TORCH.
F. Pemeriksaan TORCH
1. Urinalisis,kulkur, dan sensitivitas : Bakteriuria asimtomatik mungkin muncul ;
ISK dapat disebabkan oleh GBS, gonore, atau IMS lain.
2. Toksoplasmosis : serum untuk titer antibody dengan riwayat pemajaan;
identifikasi mikroskopik protozoa.
3. Rubella : serum untuk titer antibody.
4. CMV : serologi: titer virus positif; adanya CMV didalam urin
5. HSV : pengkajian riwayat secara seksama tentang gejala atau lesi dimasalalu;
pemeriksaan fisik utuk limfadenopati dan lesi; diagnose ditegakkan oleh kultur
virus dari lesi aktif.
6. Sifilis : skrining ketika kunjungan prenatal pertama dan ulangi pada akhir
trimester ketiga ; VDRL atau RPR digunakn sebagai uji skrining, namun dapat
memberikan hasil positif-palsu; untuk memastikan hal yang positif: mikroskopi
medan gelap positif untuk Treponema pallidum dari eksudat syanker atau lesi
sekunder; absorbs antibody treponemal fluoresen (fluorescent treponemal
antibody absorbed, FTA-ABS) positif ; dan uji mikrohemaglutinasi untuk
antiodi T. pallidum (MHA-TP).

G. Penatalaksanaan TORCHS
1. Dx. Toxoplasmosis

Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuat asupan makan dan cairan ditandai dengan
diare
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Tujuan: memenuhi a. Awasi tanda-tanda a. Indikator ke
vital, status membrane adekuatan sirkulasi
kebutuhan cairan tubuh
mukosa dan turgor b. Penurunan haluaran
kulit urine menyebabkan
b. Ukur atau catat hipovolemia
Kriteria hasil: haluaran urine c. Pengurangan dalam
c. Pantau tekanan darah sirkulasi volume
atau denyut jantung cairan dapat
a. Mempertahankan
d. Palpasi denyut perifer mengurangi tekanan
volume sirkulasi e. Kaji membrane darah
mukosa kering, turgor d. Denyut yang lemah
adekuat
kulit yang kurang baik dan mudah hilang
b. Tanda – tanda vital dan rasa haus dapat menyebabkan
f. Kolaborasi : hipovolemia
dalam batas normal
- Berikan cairan IV e. Hipovolemia atau
c. Nadi ferifer teraba Contoh: kristaloid cairan ruang ke 3
(DSW, NS) sesuai angakan memperkuat
d. Haluaran urine
indikasi tanda-tanda dehidrasi
adekuat f. Sejumlah besar cairan
mungkin dibutuhkan
e. Membrane mukosa
untuk mengatasi
lembab hipovolemia relative
f. Turgor kulit baik (vasodilatasi perifer)

2. Dx.Sefilis
Nyeri akut b.d kerusakan jaringan sekunder.
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tanda-tanda vital; (TD, 1. Tanda-tanda vital dapat
keperawatan selama 8 jam N, RR) menunjukkan tingkat
diharapkan nyeri perkembangan pasien
berkurang/hilang, dengan 2. Kaji keluhan, lokasi, 2. mengindikasikan kebutuhan
kriteria hasil : intensitas, frekuensi dan untuk intervensi dan tanda-
1. Pasien tidak mengeluh waktu terjadinya nyeri tanda perkembangan atau
nyeri (PQRST) resolusi komplikasi
2. Skala nyeri 0-1 (0-4) 3. Mengalihkan perhatian
3. Pasien tidak gelisah 3. Lakukan dan awasi latihan terhadap nyeri
rentang gerak aktif dan pasif
4. Dorong ekspresi, perasaan 4. Pernyataan memungkingkan
tentang nyeri pengungkapan emosi dan
dapat meningkatkan
mekanisme koping
5. Memfokuskan kembali
5. Ajarkan teknik relaksasi, perhatian rasa control yang
distraksi, massage, dapat menurunkan
ketergantungan farmakologis
6. Pendekatan dengan
menggunakan relaksasi dan
6. Jelaskan dan bantu pasien nonfarmakologi lainnya telah
dengan tindakan pereda nyeri menunjukkan keefektifan
nonfarmakologi dan dalam mengurai nyeri.
noninvasive

3. Dx. Rubella
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat
Definisi : Intake nutrisi tidak NOC : Nutrition Management
cukup untuk keperluan Nutritional Status : food 1. Kaji adanya alergi makanan
metabolisme tubuh. and Fluid Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
Kriteria Hasil : untuk menentukan jumlah
Batasan karakteristik : 1. Adanya kalori dan nutrisi yang
1. Berat badan 20 % atau peningkatan berat dibutuhkan pasien.
lebih di bawah ideal badan sesuai 3. Anjurkan pasien untuk
2. Dilaporkan adanya dengan tujuan meningkatkan intake Fe
intake makanan yang 2. Berat badan ideal 4. Anjurkan pasien untuk
kurang dari RDA sesuai dengan meningkatkan protein dan
(Recomended Daily tinggi badan vitamin C
Allowance) 3. Mampu 5. Berikan substansi gula
3. Membran mukosa dan mengidentifikasi 6. Yakinkan diet yang dimakan
konjungtiva pucat kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat untuk
4. Kelemahan otot yang 4. Tidak ada tanda mencegah konstipasi
digunakan untuk tanda malnutrisi 7. Berikan makanan yang terpilih
menelan/mengunyah 5. Tidak terjadi (sudah dikonsultasikan dengan
5. Luka, inflamasi pada penurunan berat ahli gizi)
rongga mulut badan yang berarti 8. Ajarkan pasien bagaimana
6. Mudah merasa kenyang, membuat catatan makanan
sesaat setelah harian.
mengunyah makanan 9. Monitor jumlah nutrisi dan
7. Dilaporkan atau fakta kandungan kalori
adanya kekurangan 10. Berikan informasi tentang
makanan kebutuhan nutrisi
8. Dilaporkan adanya 11. Kaji kemampuan pasien untuk
perubahan sensasi rasa mendapatkan nutrisi yang
9. Perasaan dibutuhkan
ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan Nutrition Monitoring
10. Miskonsepsi 1. BB pasien dalam batas normal
11. Kehilangan BB dengan 2. Monitor adanya penurunan
makanan cukup berat badan
12. Keengganan untuk makan 3. Monitor tipe dan jumlah
13. Kram pada abdomen aktivitas yang biasa dilakukan
14. Tonus otot jelek 4. Monitor interaksi anak atau
15. Nyeri abdominal dengan orangtua selama makan
atau tanpa patologi 5. Monitor lingkungan selama
16. Kurang berminat makan
terhadap makanan 6. Jadwalkan pengobatan dan
17. Pembuluh darah kapiler tindakan tidak selama jam
mulai rapuh makan
18. Diare dan atau steatorrhea 7. Monitor kulit kering dan
19. Kehilangan rambut yang perubahan pigmentasi
cukup banyak (rontok) 8. Monitor turgor kulit
20. Suara usus hiperaktif 9. Monitor kekeringan, rambut
21. Kurangnya informasi, kusam, dan mudah patah
misinformasi 10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
Faktor-faktor yang protein, Hb, dan kadar Ht
berhubungan : 12. Monitor makanan kesukaan
Ketidakmampuan 13. Monitor pertumbuhan dan
pemasukan atau mencerna perkembangan
makanan atau mengabsorpsi 14. Monitor pucat, kemerahan, dan
zat-zat gizi berhubungan kekeringan jaringan
dengan faktor biologis, konjungtiva
psikologis atau ekonomi. 15. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
16. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

4. dx.herpes
Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat penyakitherpes
simpleks
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan a. Ciptakan hubungan a. Menjadikan
pasien untuk
keperawatan selama 24 jam saling percaya
mempercayai
gangguan citra tubuh dapat antara klien- perawat dan
saling percaya
teratasi dengan kriteria hasil : perawat.
tentang diri
a. Klien b. Dorong klien untuk pasien pada
perawat maupun
mengatakan dan menyatakan
sebaliknya
menunjukkan perasaannya , b. Membantu klien
untuk
penerimaan atas terutama tentang
mengutarakan
penampilannya. cara ia merasakan , apa yang
dirasakan dan
b. Menunjukkan berpikir, atau
apa yang ingin
keinginan dan memandang dirinya. disampaikan
secara perlahan
kemampuan c. Jernihkan kesalahan
c. Memberikan
untuk melakukan konsepsi individu pandangan yang
baik dan lurus
perawatan diri. tentang dirinya,
kepada pasien
c. Melakukan pola- penatalaksanaan, terhadap
memandang
pola atau perawatan
dirinya
penanggulangan dirinya. d. Selalu
memberikan
yang baru d. Hindari mengkritik.
respon yang baik
e. Jaga privasi dan tanpa
mengarahkan
lingkungan individu
pembicaraan ke
f. Berikan informasi arah yang
mengomentari
yang dapat
e. Menerapkan
dipercaya dan disiplin perawat
terhadap privasi
penjelasan
dan lingkungan
informasi yang telah yang ada
disekitar pasien
diberikan.
f. Memberikan
g. Tingkatkan interaksi informasi yang
mudah dicerna
sosial
oleh pasien tanpa
h. Dorong klien untuk menimbulkan
tanda tanya
melakukan
g. Mengajarkan
aktivitas. pasien untuk
i. Hindari sikap terlalu bersikap atau
mampu
melindungi, tetapi
bersosialisasi
terbatas pada h. Membantu klien
untuk melakukan
permintaan
aktivitas yang
individu. sesuai dengan
kemampuan
j. Lakukan diskusi
pasien
tentang pentingnya i. Mengajarkan
pasien untuk
mengkomunikasika
mandiri dan
n penilaian klien jangan terlalu
melindindungi
dan pentingnya
j. Mendiskusikan
sistem daya kepada keluarga
tentang pasien
dukungan bagi
dan bagaimana
mereka. pentingnya peran
kelurga dalam
k. Beri kesempatan
penyembuhan
klien untuk berbagi k. Bantu pasien
untuk bercerita
pengalaman dengan
dan mampu
orang lain. membagikan
ceritanya kepada
l. Dorong klien untuk
orang lain
berbagi rasa, maupun keluarga
l. Mampu
masalah, kekuatiran,
mengomunikasik
dan persepsinya. an pada pasien
tentang bercerita
terhadap masalah
atau presepsi
tertentu

5. dx.CMV
Dx II: Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan energi dalam bernapas.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Kriteria hasil: Respiratory Monitoring a. Memberikan posisi
a. Ekspansi dada yang nyaman pada
a. Posisikan pasien untuk
simetris pasien untuk
b. Napas pendek membantu untuk
tidak ada memaksimalkan mempermudah
c. Kedalaman pernafasan
ventilasi. Lakukan
inspirasi dan b. Memantau akan suara
kemudahan fisioterapi dada jika tambahan dalam
bernapas nafas pasien
perlu.
Skala : c. Memantau pernafasan
b. Auskultasi suara nafas, maupun saturasi
1. Tidak pernah
oksigen pasien
catat adanya suara
menunjukkan d. Mengontrol masukan
tabahan. dan haluaran untuk
2. Jarang
mengukur atau
Monitoring respirasi dan
menunjukkan menyeimbangkan
status oksigen cairan
3. Kadang
c. Atur intake cairan untuk
menunjukkan
mengoptimalkan
4. Sering
keseimbangan.
menunjukkan
5. Selalu
menunjukkan
BAB III

KESIMPULAN

TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit
infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Toxoplasmosis adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh toxoplasma gondii. Ibu dengan toxoplasma gondii
biasanya tidak menampakan gejala walaupun 10%-20% ibu yang terinfeksi . Penyebab
dari penyakit ini adalah parasit protozoa yaiti toxoplasma gondii yang hidupnya di dalam
kucing. Rubela suatu infeksi yang utama menyerang anak-anak dan dewasa yang khas
dengan adanya rasti demam dan lymphadenopaly suatu toga virus yang dalam
penyebabnya tidak membutuhkan vector. Citomegalo virus diklasifikasikan dalam
keluarga virus herpes,infeksi oportunistik yang menyerang saat system kekebalan tubuh
lemah. Herpes simplek adalah suatu penyakit menular seksual di daerah kelamin, kulit di
sekeliling rectum atau di daerah sekitarnya disebabkan oleh virus Herpes Simplek.
Penyebab herpes genetalis adalah herpes simplek (HSV) dan sebagian hasil HSV
(dimukosa mulut).
Daftar Pustaka

Abidin AN. 2014. Menghindari dan Mengatasi TORCH. Jakarta : Gramedia.

Juanda IR H A. 2013. TORCH (Toxo, Rubella, CMV, dan Herpes) Akibat dan Solusinya. Bogor :
Yayasan Aquatreat Therapy Indonesia.

https://www.academia.edu/38070767/MAKALAH_SIFILIS diakses pada tanggal 20 April 2019

https://www.academia.edu/15208803/MAKALAH_IMUN_1_1 diakses pada tanggal 20 April


2019

Reeder, S.J., Leonide, LM., Deborah, K.G. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan
Wanita,Bayi & Keluarga Volume 2. Edisi 18.Jakarta. EGC

Zulkoni H A. 2011. Parasitologi untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat dan Teknik


Lingkungan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai